Teknik dalam menampilkan tokoh-tokoh tersebut dalam sebuah karya sastra disebut penokohan. Dalam sebuah novel, penokohan akan memperkuat penggambaran
setiap tokoh. Kenney menggolongkan penokohan menjadi tiga yaitu penokohan diskursif, penokohan dramatik, dan penokohan kontekstual. Dalam penokohan
diskursif, pengarang menyebutkan satu demi satu kualitas para tokoh bahkan dapat memberikan pendapat pribadinya. Kelebihan dari penokohan diskursif terdapat pada
kesederhanaan namun membatasi imajinasi pembaca. Pada penokohan dramatik, pengarang mengungkapkan kualitas tokoh melalui perkataan dan tindakan mereka.
Penokohan ini biasanya terdapat dalam sebuah drama. Kelebihan teknik tersebut yaitu mendorong daya imajinasi pembaca namun lebih rumit dan cenderung menimbulkan
penafsiran yang salah terhadap tokoh. Dalam penokohan dramatik, informasi tentang tokoh dapat pula diperoleh dari pembicaraan tokoh lain mengenai tokoh tersebut.
Penokohan kontekstual menyajikan kualitas tokoh melalui hal-hal yang melingkupi dan berkaitan dengan tokoh itu. Contohnya, jika tokoh digambarkan dalam hal-hal
yang menunjukkan keterkaitan dengan seekor hewan pemangsa, maka pembaca dapat menyimpulkan maksud pengarang. Tiga jenis penokohan tersebut dapat digunakan
secara bersamaan dalam sebuah karya sastra 1966:34. Analisis tokoh dan penokohan dilakukan terhadap empat tokoh polisi wanita utama dalam Lady Cop.
2.1.3 Teori tentang Latar
Tokoh-tokoh dalam sebuah karya sastra terutama novel hidup dalam dunia yang diciptakan oleh pengarang. Dunia rekaan tersebut mengandung dua dimensi yaitu
ruang dan waktu. Dua dimensi tersebut disebut sebagai unsur latar setting. Kenney membedakan latar menjadi dua jenis yaitu latar netral dan latar spiritual. Latar netral
atau fisik merupakan refleksi dari kenyataan sehari-hari seperti daerah perkotaan,
kantor, dan sebagainya. Latar spiritual tampak ketika latar netral dipusatkan pada hal khusus dan terperinci. Nilai yang terwujud dari latar fisik tersebut kemudian menjadi
latar spiritual. Ia juga menyatakan bahwa latar mengandung empat elemen yaitu: lokasi geografis topografi, pemandangan, interior ruangan, pekerjaan dan
keberadaan tokoh sehari-hari, waktu kejadian periode sejarah, musim, dan lingkungan tokoh secara religius, moral, intelektual, sosial, dan emosional 1966:38-
40. Dalam teori tentang latar, David Bergman menyatakan bahwa “Settings place
the events of the story in a particular time and location. This placement fixes the story in our imagination and shows off the action in its most meaningful and effective light”
Bergman, 1987:141. Bergman membedakan latar menurut sifatnya menjadi latar sosiologis, latar psikologis, dan latar simbolik. Latar sosiologis menunjukkan status
sosial tokoh. Latar psikologis menunjukkan kondisi psikologis tokoh melalui penggunaan kata-kata tertentu untuk menggambarkan sebuah objek atau lingkungan
di sekitar tokoh tersebut. Latar simbolik menampilkan hubungan antara tokoh dengan suatu objek yang menjadi tanda untuk menjelaskan perilaku tokoh itu 1987:142-143.
Analisis latar dalam novel dilakukan berdasarkan teori Kenney dan Bergman tersebut.
2.1.4 Teori tentang Alur
Dalam sebuah cerita, pembaca dapat mengetahui berbagai peristiwa dari awal hingga akhir cerita. Sebuah cerita dapat dengan mudah diikuti namun ada juga yang sangat
sulit dipahami karena peristiwa-peristiwa di dalamnya seolah-olah tidak saling berhubungan. Peristiwa-peristiwa tersebut disusun oleh pengarang hingga membentuk
suatu pola yang khas. Susunan peristiwa yang membentuk pola tersebut dapat disebut sebagai jalan cerita atau alur.Bergman menjelaskan alur plot sebagai berikut.
Plot, properly understood, is an author’s choice and arrangements of events in a story…The events of a plot are not necessarily earthshaking or violent.
Sometimes, of course, they are battles, races, or great escapes. More frequently, however, writers concern themselves with neighbors visiting one another…The
art of constructing a plot consists of selecting the most effective events and ordering them in the most convincing manner Bergman, 1987:72.
Alur tidak selalu berhubungan dengan peristiwa besar atau rumit namun dapat berupa peristiwa dalam kehidupan sehari-hari yang sederhana. Pengarang membangun
sebuah pengaluran melalui pemilihan dan penyusunan peristiwa yang dapat meyakinkan pembaca. Pengarang menyusun serangkaian peristiwa dalam sebuah alur
berdasarkan hubungan sebab-akibat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Kenney sebagai berikut. “By plot in fiction, then, we mean not simply the events recounted in
the story but the author’s arrangement of those events according to their causal relationships” Kenney,1966:14.
Alur sebuah cerita diharapkan dapat menimbulkan reaksi dari pembaca. Reaksi tersebut terjadi ketika alur menghadirkan kejutan surprise dan ketegangan
suspense. “Surprise occurs when authors omit information and then spring events on the unsuspecting reader” Bergman, 1987:73. Penghilangan informasi dalam
sebuah peristiwa merupakan arti kejutan menurut Bergman. Ketegangan mirip dengan kejutan tetapi pembaca dirangsang untuk mengetahui kelanjutan dari peristiwa
tersebut, misalnya cerita tentang penyelidikan kasus pembunuhan yang membuat pembacanya semakin penasaran 1987:73-74.
Kejutan dan ketegangan dalam suatu alur berasal dari tokoh-tokoh maupun dari latar cerita. Setiap tokoh dan latar memiliki kemampuan untuk menghasilkan
sebuah peristiwa yang mengejutkan dan menegangkan karena adanya sejumlah kualitas yang dimiliki oleh masing-masing unsur itu. Konflik conflict adalah
ketegangan yang melibatkan tokoh dan latar. Jenis konflik dijelaskan menurut pendapat Bergman sebagai berikut. “Traditionally critics have classified three types
of conflict: people against nature, person against person, and people against themselves” Bergman, 1987:74. Dengan demikian konflik terjadi antara tokoh
dengan tokoh, tokoh dengan latar, dan tokoh dengan dirinya sendiri. Konflik pada dasarnya menempatkan sedikitnya dua pihak dalam posisi yang berlawanan. Konflik
dalam sebuah alur menghadirkan sebuah pola dasar yang dapat segera ditemukan yaitu awal konflik, terjadinya konflik, dan penyelesaian konflik.
Dalam pengaluran, suatu cerita dapat mengandung sebuah atau beberapa alur sekaligus. Dalam kaitannya dengan jumlah alur, Potter membedakan cerita menjadi
highly plotted dan lightly plotted. “A highly plotted narrative may have both an intricate main plot, and subplots as well, chains of events…A lightly plotted story
almost never has a subplot, and may consist of a single simple episode…” Potter, 1967:32. Cerita dengan kualitas alur yang tinggi sering dijumpai dalam cerita-cerita
detektif. Sebaliknya, cerita anak-anak pada umumnya memiliki kualitas alur yang rendah. Pengaturan waktu dalam alur dapat menghasilkan pola alur tersendiri dalam
sebuah cerita. Menurut Potter, pengaturan waktu dilakukan melalui dua cara. Cara pertama yaitu dengan menyajikan peristiwa secara kronologis atau urut waktu
chronological sequence. Urutan waktu sebuah alur tidak hanya terjadi secara wajar namun dapat terjadi secara sorot balik flashback maupun antar waktu back and
forth. Sorot balik membuka peristiwa di masa lalu yang masih berkaitan dengan peristiwa yang sedang terjadi. Urutan antar waktu terjadi ketika pengarang
memasukkan peristiwa yang mengandung informasi dari masa lalu beberapa kali di sepanjang alur. Cara kedua yaitu dengan mengembangkan atau mempersingkat waktu
expanding or contracting. Pengembangan waktu alur terlihat pada penyajian sebuah peristiwa secara terperinci sehingga peristiwa lain dalam waktu yang sama diabaikan.
Penyingkatan alur waktu terdapat ketika pengarang hanya menyajikan peristiwa-
peristiwa penting di sepanjang cerita. Penyingkatan waktu dapat juga terjadi melalui teknik “aliran kesadaran” stream-of-consciousness. Teknik tersebut menyajikan
beberapa peristiwa secara bersamaan namun dalam sebuah peristiwa khusus yang menjadi patokan, contohnya pada sebuah acara makan siang seseorang dapat
memikirkan atau melakukan hal-hal lain selama acara itu berlangsung 1967:39-40. Ketegangan dalam alur dapat dihasilkan melalui teknik pembayangan
foreshadowing. Teknik tersebut dilakukan dengan memberi beberapa petunjuk kecil sebelum suatu peristiwa benar-benar terjadi. Pembayangan dapat menguatkan
hubungan antar peristiwa dalam cerita 1967:43-44. Analisis alur dalam novel juga diterapkan pada perilaku empat tokoh polisi
wanita utama. Hal tersebut merupakan suatu bentuk pengembangan dalam analisis yang dapat menunjukkan kaitan antara ilmu sastra dan psikologi dalam analisis karya
sastra. Analisis terhadap unsur-unsur intrinsik dalam Lady Cop berupa tema, tokoh, latar, dan alur dengan demikian dapat mendukung dan melengkapi analisis ekstrinsik
terhadap aspek psikologis tokoh-tokoh novel tersebut.
2.2 Psikologi Kepribadian