Bahasa, Pola Pikir dan Cara Pria

98 dan tidak menghargai hasil pemikiran wanita. Upaya ini diperkuat dengan penggalan tagline dalam versi bahasa indonesia вakni ‘Menjalin Hubungan yang Sukses dan Serasi’ dalam arti lain jika tidak mengikuti cara ini maka hubungan tidak akan sukses dan serasi.

3.3.1.1.4. Bahasa, Pola Pikir dan Cara Pria

Untuk memperkuat вang dianggap sebagai masalah ‘sebenarnвa’ adalah beberapa kalimat yang dipilih oleh Steve Harvey. Dalam Bagian pendahuluan, Steve menuliskan: Pendekatan yang jeli dan tajam dalam berhubungan dengan pria menurut bahasa, pola pikir dan cara pria dapat membahagiakan wanita . Setelah memahami makna dari judul dan diperkuat dengan tagline bahwa Steve menginginkan wanita berpikir dengan pikiran laki – laki, maka kalimat di atas mendukung ide tersebut. Steve mengungkapkan bahwa dalam menjalin hubungan dengan pria menunjukkan bahwa pembacanya adalah wanita, maka pendekatan terbaik adalah dengan menggunakan bahasa, pola pikir dan cara pria. Yang kemudian menurut Steve dapat membahagiakan wanita. Bahasa menurut Christ Weedon Siregar, 1999:315 merupakan wilayah di mana rasa tentang diri, subjektivitas, termasuk definisi tentang laki – lakiperempuan serta apa yang baik dan buruk dari masing – masing jenis ini dibentuk. Mengukuhkan pendapat yang sama, Terry Eagleton Siregar, 1999:315 menegaskan bahwa bahasa adalah power, conflict and struggle weapon as much as medium, poison as well as cure, the bars of the prison house as well as a possible way out . Bahasa adalah kekuatan, pertentangan, pergulatan. Ia adalah senjata 99 sekaligus penengah, racun sekaligus obat, penjara sekaligus jalan keluar. Dan bagi Stephen D. Reese, bahasa adalah situs bagi dampak – dampak ideologis yang memiliki kekuatan dahsyat untuk membentuk perilaku pembacanya, language is a special site for ideological effect, with potentially powerful capacity for shaping audiences attitudes . Pembicaraan mengenai ideologi dengan demikian tidak mungkin dilepaskan dari pembicaraan mengenai bahasa, karena ideologi bersemayam dalam bahasa. Bahasa selalu bersama manusia, dan jadi kita secara terus menerus terpapar pengaruhnya. Komunikasi tidak harus verbal, ini dapat meliputi ekspresi wajah dan gerak tubuh begitu juga postur tubuh dan penggunaan ruang Richmond-Abbott, 1992: 92. Marie Richmond-Abbott dalam bukunya Masculine and Feminine, Gender Roles Over The Life Cycle 1992 menjelaskan bahwa penggunaan bahasa pada pria dan wanita berbeda. Sebagai tambahan, pria dan wanita berbeda dalam cara bicara dan apa yang mereka bicarakan. Pria cenderung membicarakan hal – hal eksternal dan menggunakan ungkapan langsung dan kekinian. Mereka bicara lebih keras, menggunakan pernyataan yang lebih kuat dan menekankan pendapat mereka pada pendengar. Sedangkan wanita membicarakan tentang perasaan dan orang lain. Mereka cenderung membicarakan tentang area fisik dan psikologis. Pembicaraan mereka lebih sopan dan tidak langsung. Mereka menghaluskan bahasa mereka agar tidak tampak memaksakan pendapat mereka. Bahasa karenanya digunakan untuk menguatkan kembali sosialisasi gender . Cara bicara pria menguatkan kembali peran maskulin untuk menjadi tegas dan 100 dominan. Sedangkan cara bicara wanita menguatkan kembali kesopanan, dukungan dan penguatan Richmond-Abbott, 1992: 94 – 96. Menurut Steve Harvey dengan menggunakan bahasa, cara berpikir dan cara pria maka wanita akan bahagia. Jika bahasa mengandung ideologi dan berperan untuk menguatkan kembali sosialisasi gender maka wanita dengan bahasa pria dibentuk untuk menjadi tegas dan dominan seperti pria. Namun di saat yang sama jika wanita bersikap seperti pria memaksakan pembicaraannya maka ia akan dianggap pushy atau radical . Kenyataannya baik pria maupun wanita merasa tidak nyaman dengan gaya bahasa satu sama lain. Pria memandang pembicaraan wanita terdiri dari pembicaraan perasaan yang tidak logis dan wanita memandang pembicaraan pria kompetitif. Dalam kehidupan sosial pria lebih aktif berbicara dibandingkan wanita, jika wanita memaksakan pembicaraannya, maka ia akan dianggap ‘ pushy ’ atau ‘ radical ’ Richmond-Abbott, 1992: 95. Ditambah lagi, berdasarkan kenyataan bahwa masing – masing gender saling tidak nyaman dengan bahasa satu sama lain maka upaya Steve meminta wanita menggunakan bahasa pria adalah untuk menyamankan para pria dalam berhubungan dengan mereka. Kenyamanan yang diminta Steve didasarkan pada pandangan bahwa dengan menjadi seperti pria maka wanita akan bahagia. Steve tidak memperhitungkan tentang bagaimana akibat jika wanita berbicara dan berbahasa seperti pria. Pria akan menganggap wanita pushy dan radical. Pria akan menghindari wanita dengan tipe demikian, maka sugesti yang diberikan Steve bahwa dengan bersikap demikian akan membahagiakan wanita menjadi salah. Pria 101 akan cenderung meninggalkan wanita yang bersikap dominan karena mereka dididik untuk menjadi dominan dalam budaya patriarki. Tidak ada tempat bagi wanita bersikap dominan terhadap pria.

3.3.1.1.5. Pengetahuan Romatic Relationship Pada Pria dan Wanita