Make Moral Judgement Bab 7: Anak Mama

160 mendengarkan pasangan sementara bahasa tidak mengakomodir ekspresi wanita dan pria cenderung menyerah dalam upaya memahami bahasa wanita?

3.3.8.3. Make Moral Judgement

Moral Judgement dalam bab ini antara lain bahwa wanita tidak mampu bersaing dengan mertua dan keluhan wanita akan masalah anak mama hanyalah mengarang alasan. Steve memberikan judgement bahwa apapun yang dikatakan, lakukan, gambarkan, wanita sebenarnya sedang kalah pada ibu mertua. Steve menyebut ibu mertua sebagai wanita lain. Jadi Steve membentuk medan perang wanita vs wanita. Dalam hubungan kekeluargaan, wanita adalah The Kin-Keepers atau penjaga hubungan kekeluargaan, pusat hubungan komunikasi keluarga dan menduduki peran penting sebagai pembantu helper dan penengah mediator . Wanita berperan sebagai penjaga kedamaian, penentram anggota keluarga dan menjaga kedamaian dengan cara – cara yang non-konfrontansi dan menghindari konflik. Kin-keeping dan peacekeeping tidak hanya merujuk pada menjaga hubungan di antara anggota keluarga tapi juga energi emosional yang digunakan dan perasaan akan harapan, pemenuhan dan kekecewaan yang terlibat Cotterill, 2005: 68. Berdasarkan penjelasan di atas, maka konflik sangat erat dengan keberadaan wanita dalam keluarga. Sebagai kin-keepers dan peace-keepers , wanita menjadi yang bertanggungjawab dalam hal ini. Mungkin ini yang kemudian menjadi dasar Steve membebankan persoalan anak mama kepada istri pasangan wanita dan ibu mertua. Wanita menjadi bertanggungjawab akan konflik. Begitupula dalam hubungan mertua-menantu. 161 Menurut Cunningham-Burley, potensi konflik dalam hubungan orangtua dan menantu ada karena hubungan ini tidak diatur secara jelas dalam masyarakat. Kita tidak memiliki aturan formal yang mengatur interaksi di antara mertua, hanya pedoman yang mengatur perilaku. Terdapat etika yang dipahami secara global bahwa anak yang telah menikah harus mandiri dan diperbolehkan memimpin hidup mereka sendiri. Ini adalah etika yang dipahami dalam menghadapi stereotipe ibu mertua yang suka campur tangan. Stereotipe ini menjalar dan memperingatkan wanita tentang bahaya campur tangan kehidupan pernikahan anak dan kemudian membuat mereka ibu mertua memilih untuk menghindari campur tangan sehingga akhirnya muncul sebagai bentuk ketidakpedulian. Mayoritas dari menantu wanita menyatakan bahwa dalam titik tertentu, mertua bersikap seperti yang dikonstruksikan, yakni mencampuri urusan rumah tangga. Campur tangan, seperti yang dialami oleh menantu wanita, berelasi dengan kebutuhan ibu untuk menjaga peran mereka setelah sang anak menikah Cotterill, 2005: 89-93. Berdasarkan penjelasan di atas, wanita mertua selalu memperoleh posisi yang sulit, selain dianggap bertanggungjawab terhadap konflik dalam keluarga, ia juga distereotipekan dalam hubungannya dengan menantu. Stereotipe ini meninggalkan 2 pilihan yang sama – sama merugikan, yakni menjadi pencampur urusan dan menjadi mertua yang tidak peduli. Stereotipe ini yang kemudian menjadikan wanita rugi dalam kondisi kekeluargaan dan pria menjadi imune terhadap konflik dalam hubungan keluarga. 162

3.3.8.4. Treatment Recommendation