153
Penggambaran wanita sebagai ikan makanan tidak lebih buruk lagi. Menggambarkan kondisi wanita sebagai obyek yang jauh lebih tidak berdaya.
Wanita sebagai ikan makanan adalah setelah pria menjadikan
romantic relationship
sebagai fokus. Tapi lagi – lagi wanita digambarkan tidak memiliki daya dalam
bertindak. Ia digambarkan dapat diperlakukan seenaknya, menimbang menjadi pilihan pria, mengiris, membaluri tepung, menggoreng hingga menghidangkan ke
atas piring menjadikan pria sebagai subyeknya. Penggambaran pria yang demikian tidak jauh dari penggambaran iklan
– iklan
mainstream
selama ini. Pria selalu dominan dalam berbagai bentuk iklan, meskipun yang terdapat gambar pria maupun
wanita. Beberapa iklan menggambarkan wanita berada dalam posisi tidak berdaya dengan bagian kepala dan leher yang diekspos Richmond-Abbott, 1992: 102
– 103.
Atau dalam penggambaran komik Tarzan dimana Jane selalu digambarkan bersandar pada sesuatu. Demikianlah wanita selama ini selalu digambarkan dan
Steve kembali meletakkan wanita dalam penggambaran yang sama. Menjadikan mereka tidak berdaya dan obyek dari pria.
3.3.7.4. Treatment Recommendation
Rekomendasi yang diajukan oleh Steve adalah agar wanita mampu mengendalikan kondisi, citra diri, cara membawa diri, cara membuat pria
mengajak bicara dan mendekati dengan memilih menjadi ikan olahraga atau ikan makanan. Steve memberikan ciri
– ciri wanita ikan olahraga dan ikan makanan. Pembaca diminta mengikuti ciri ikan makanan, itulah yang kemudian
disebut sebagai mengendalikan kondisi, citra diri dan membawa diri. Kemudian
154
mampu mengidentifikasi ciri ikan olahraga dan terakhir mampu bersikap dalam menghadapi pria yang berciri pencari ikan makanan maupun ikan olahraga.
Steve memberikan 7 kalimat sikap wanita ikan makanan dalam Sub bab 1 Paragraf 1. Dari keenamnya, Steve memberikan kekuatan pada wanita seperti tidak
mudah menyerah, menggunakan kekuatan, memerintah, memiliki strategi dan konsisten dengan strateginya. Semua itu mengarahkan pada peran
– peran maskulin. Wanita selama ini digambarkan sebaliknya dalam peran feminin. Namun
pada kalimat ketujuh Steve mengembalikan wanita ke peran tradisionalnya dengan kata ‘mengurus’. Seperti вang telah dijelaskan dalam bab – bab sebelumnya bahwa
wanita dianggap memiliki peran alamiah
nurturant
. Wanita berusaha menjadi
nurturant
karena menurutnya seorang wanita harus mampu merawat. Seorang wanita ceria dan cerdas mungkin saja menurunkan
kapasitas intelektualnya dalam mendorong kemampuan domestiknya karena percaya bahwa pria menyukai wanita dengan peran tradisional Richmond-Abbott,
1992: 7. Jika memang ‘mengurus’ bukan sifat alamiah аanita maka apa вang disebut dalam kalimat ketujuh adalah harapan Steve akan peran tradisional. Artinya
ia tak sepenuhnya mengharapkan seorang wanita ikan makanan yang berperan maskulin seperti yang ia gambarkan.
Dalam paragraf 14 hingga 25, Steve membedakan wanita ikan makanan dan ikan olahraga. Dalam paragraf 15 - 16, Steve menyinggung cara wanita berbusana
dan bagaimana mereka memperlakukan tubuh mereka. Tubuh wanita juga adalah fokus dalam kajian feminis. Dalam bab sebelumnya telah dijelaskan tentang
equality of power
. Tentang sumber daya yang dimiliki pria dan wanita. Semakin
155
banyak sumber daya yang dimiliki maka semakin ia mendominasi dalam sebuah hubungan.
Sumber yang dimiliki wanita tradisional salah satunya adalah daya tarik fisik Richmond-Abbott, 1992: 187
– 188, ini merupakan daya tarik yang masih dinilai berharga oleh pria. Dibandingkan karier, status sosial, penghasilan, wanita
masih dinilai berdasarkan daya tarik fisiknya. Jika itu satu – satunya
resource
milik wanita yang dihargai oleh pria, mengapa wanita tidak dapat menggunakannya?
Mengapa pria dapat memanfaatkan
resource
-nya seperti yang ia inginkan tapi wanita masih perlu diatur dalam memanfaatkannya ditambah lagi stigma yang
menempel dalam upayanya memanfaatkan
resource
miliknya. Wanita masih diharuskan menjadi manusia
virgin mary.
Mereka wanita dijadikan simbol
virgin mary
dan ditekan hasrat seksualnya dengan memberikan label tertentu saat mereka menunjukkan keinginan seksualitas
mereka Richmond-Abbott, 1992: 27.
3.3.8. Bab 7: Anak Mama