SIFAT FUNGSIONAL KONSENTRAT PROTEIN

Proses pencernaan proses anabolikkatabolik Gambar 3. Skema penggunaan nitrogen dari protein makanan Oleh karena penentuan daya cerna protein dengan menggunakan hewan percobaan dianggap terlalu lama dan membutuhkan biaya yang cukup tinggi, maka digunakan metode yang lebih praktis yaitu dengan menggunakan enzim-enzim pencernaan secara in vitro. Beberapa macam enzim protease yang telah digunakan antara lain : pepsin, pankreatin, tripsin, kimotripsin, peptidase, atau campuran dari beberapa macam enzim tersebut multienzim.

E. SIFAT FUNGSIONAL KONSENTRAT PROTEIN

a. Daya serap air Daya serap air suatu protein didefinisikan sebagai kemampuan untuk menahan air melawan perlakuan gravitasi dan fisikokimia. Air berinteraksi dengan protein dalam beberapa cara dan sejumlah signifikan air terikat oleh protein melalui ikatan hidrogen. Interaksi antara molekul air dan gugus hidrofilik pada rantai protein terjadi melalui ikatan hidrogen. Pengikatan air dengan protein dipengaruhi oleh gugus hidrofilik polar seperti imino, amino, karboksil, hidroksil, karbonil, dan sulfihidril. Kapasitas protein untuk menahan air dipengaruhi oleh jenis dan jumlah dari gugus polar pada rantai polipeptida protein Zayas, 1997. N dalam feses N yang dikonsumsi N yang diserap N yang terdapat dalam urin N yang tertahan oleh tubuh Asam amino diklasifikasikan berdasarkan kemampuannya untuk mengikat air yaitu : 1 asam amino polar dengan daya pengikatan air paling tinggi, 2 asam amino yang tidak mengion, mengikat sejumlah air dalam jumlah yang medium, 3 gugus hidrofobik yang hanya dapat mengikat sedikit air atau tidak sama sekali. Gugus asam amino polar pada molekul protein adalah sisi utama dalam interaksi protein-air Zayas, 1997. Pengikatan air dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme di bawah ini : kemampuan matriks protein untuk mengembang dan menyerap air tanpa terlarut. Viskositas tinggi dihasilkan dari protein yang larut atau mengembang danatau pembentukan gel selama persiapan sampel Waggle, et al., 1989. Penyerapan air oleh beberapa jenis protein dapat mengakibatkan pembengkakan. Pembengkakan mencerminkan pengambilan air oleh jaringan protein sambil melonggarkan polipeptida. Tingkat pembengkakan dipengaruhi oleh gaya-gaya antar molekul, ikatan hidrogen, interaksi elektrostatik antara polipeptida yang berdekatan dan fasilitas tertentu yang dengannya air akan memberikan gangguan dan menggantikan ikatan protein-protein dengan protein-air Muchtadi, 1991. b. Daya serap minyak Daya serap minyak suatu protein dipengaruhi oleh sumber protein, ukuran partikel protein, kondisi proses pengolahan, zat tambahan lain, suhu, dan derajat denaturasi protein. Partikel yang berukuran kecil mampu menyerap minyak 65-130 dari berat keringnya, lebih banyak jika dibandingkan dengan partikel yang berukuran besar. Denaturasi protein dapat meningkatkan kemampuan protein untuk mengikat lemak dikarenakan terbukanya struktur protein sehingga memaparkan asam amino yang bersifat nonpolar. Kemampuan protein untuk menahan lemak dipengaruhi oleh interaksi lipid-lipid. Ikatan yang ikut berperan dalam interaksi protein- lipid adalah ikatan hidrofobik, elektrostatik, ikatan hidrogen, dan ikatan nonkovalen. Ikatan hidrofobik penting dalam stabilitas komplek protein- lipid. Interaksi antara protein dan anion asam lemak dapat mengubah struktur protein dengan cara menurunkan ikatan hidrofobik intramolekul Zayas, 1997. Protein hidrofobik efektif pada tegangan permukaan yang lebih rendah dan mengikat banyak materi lipofilik seperti lipid, emulsifier, dan materi flavor. Kapasitas protein untuk mengikat lemak sangat penting dalam produksi meat extenders dan replacer, dimana penyerapan lemak oleh protein meningkatkan retensi flavor dan meningkatkan mouth feel. Lemak diserap terutama melalui pemerangkapan secara fisik. Penyerapan lemak dapat ditingkatkan jika protein dimodifikasi secara kimia untuk meningkatkan densitas kambanya Pomeranz, 1991. c. Daya emulsi Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri dari dua fase cairan yang tidak saling melarutkan, dimana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globula-globula di dalam cairan lainnya. Cairan yang terpecah menjadi globula-globula dinamakan fase terdispersi sedangkan cairan yang mengelilingi globula-globula tersebut dinamakan fase kontinyu atau medium dispersi Muchtadi, 1991. Daya emulsi merupakan kemampuan protein untuk menurunkan tegangan permukaan antara kedua fase tegangan interfasial sehingga mempermudah terbentuknya emulsi. Kemampuan ini disebut kemampuan protein sebagai emulsifier. Menurut Subarna, et al. 1990, daya emulsi ini dipengaruhi oleh konsentrasi protein, kecepatan pencampuran, jenis protein, jenis lemak, dan sistem emulsi. Daya kerja emulsifier disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak nonpolar maupun air polar. Emulsifier mengandung dua gugus yaitu gugus hidrofilik dan gugus lipofilik. Di dalam molekul emulsifier, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila gugus polar lebih dominan, maka molekul emulsifier tersebut akan diadsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinyu. Demikian juga sebaliknya jika gugus nonpolar lebih dominan, maka molekul emulsifier akan lebih kuat diadsorpsi oleh minyak dibandingkan dengan air Muchtadi, 1991. Apabila emulsifier tersebut lebih terikat baik pada air atau lebih larut dalam air polar maka dapat lebih membantu terjadinya dispersi minyak dalam air sehingga terjadilah emulsi minyak dalam air ow. Sebagai contoh adalah susu. Sebaliknya bila emulsifier lebih larut dalam minyak nonpolar terjadilah emulsi air dalam minyak wo. Contohnya adalah mentega dan margarin Winarno, 1992. d. Kekuatan gel Pembentukan gel gelasi sangat penting untuk banyak pangan. Gel protein dapat digambarkan dalam tiga dimensi matriks atau jaringan, sebagian berhubungan dengan polipeptida dimana air terperangkap. Gelasi protein berarti transformasi protein dari bentuk sol menjadi ”gel like ”. Transformasi ini difasilitasi oleh panas, enzim, atau kation divalen di bawah kondisi tertentu Damodaran, 1996. Menurut Muchtadi 1991, gelasi merupakan hasil pemisahan protein oleh panas yang dengan pendinginan membentuk matriks yang terstrukstur sambil menjerat air. Pomeranz 1991 menjelaskan secara umum gelasi membutuhkan sejumlah pemanasan protein yang menghasilkan modifikasi molekul protein atau denaturasi. Pembentukan gel protein terdenaturasi membutuhkan keseimbangan awal antara gaya tarik dan gaya tolak. Gelasi adalah dua tahapan proses yang meliputi denaturasi awal dari protein asal menjadi peptida yang tidak melipat kemudian secara bertahap membentuk matriks gel jika gaya tarik dan kondisi termodinamika sesuai. Peningkatan suhu akan meningkatkan pembentukan gel yang baik dan kokoh. Selama pendinginan, penguraian peptida membentuk jaringan. Hubungan ini meliputi berbagai interaksi kovalen dan nonkovalen, ikatan disulfida, ikatan hidrogen, daya tarik ionik, hubungan hidrofobik, dan kombinasinya. Ada dua macam jenis struktur gel yaitu thermoset reversible dan thermoplastik irreversible. Di dalam gelasi thermoset, kondisi sol atau progel dapat ditunjukkan pada pemanasan yang umumnya diikuti dengan kenaikan kekentalan. Progel ini akan membentuk gel pada saat pendinginan. Jenis gel ini biasanya dapat mencair kembali dan dapat membentuk progel kembali pada pemanasan berikutnya. Sedangkan pada thermoplastik, gel akan menjadi lunak atau mengerut pada pemanasan berikutnya, tetapi di bawah kondisi praktis pencairan kembali atau perubahan kembali menjadi progel tidak terjadi Fardiaz, et al., 1992. Secara jelas, skema pembentukan gelasi oleh panas digambarkan pada Gambar 4. dingin Sol Progel gel panas kelebihan panas metasol Gambar 4 . Skema induksi panas dalam pembentukan gelasi Waggle, et al ., 1989 Kemampuan pembentukan gel sangat dipengaruhi oleh komponen yang terdapat di dalam bahan pangan, terutama protein atau fraksi- fraksinya. Sathe dan Salunkhe 1981 menyebutkan bahwa pembentukan gel tidak hanya bergantung pada konsentrasi protein, tetapi juga dari tipe protein yang terdapat di dalam suatu bahan. Subarna, et al. 1990 juga menjelaskan bahwa daya pembentukan gel tidak hanya dipengaruhi oleh interaksi antara protein dengan protein, melainkan juga interaksi antara protein dengan air. e. Kapasitas dan stabilitas busa Busa suatu protein yaitu suatu struktur terdispersi yang mengandung cairan koloid yaitu larutan protein sebagai medium pendispersi dan udara atau gas sebagai fase terdispersi Subarna, et al., 1990. Kapasitas busa protein berarti kemampuan protein untuk membentuk lapisan film tebal pada permukaan gas-cair sehingga sejumlah besar gelembung udara dapat bergabung dan terstabilkan. Sedangkan stabilitas busa berarti kemampuan protein untuk menstabilkan busa melawan gravitasi dan stres mekanis Damodaran, 1996. Pembentukan busa meliputi difusi larutan protein ke dalam fase antara udara-air. Suatu larutan protein dikatakan mempunyai stabilitas busa yang baik apabila larutan tersebut mampu mempertahankan daya busanya dalam waktu relatif lama Subarna, et al., 1990. Kekuatan dan stabilitas busa secara umum meningkat dengan meningkatnya konsentrasi protein karena terjadi peningkatan viskositas dan mendorong pembentukan multilayer yaitu lapisan kohesif pada permukaan Damodaran, 1996. f. Protein dispersability index PDI, dan nitrogen solubility index PSI NSI dan PDI merupakan ukuran kelarutan nitrogen dan dispersabilitas protein dalam air. Keduanya merupakan ukuran fungsionalitas produk protein dan kegunaan atau kemampuannya dalam formulasi pangan Wiedermann, 1986. Nilai NSI dan PDI digunakan sebagai alat uji yang cepat bagi sifat fungsional protein kedelai Kinsella, 1979. Nilai NSI digunakan sebagai indikator pemandu sifat fungsional protein Fukurawa dan Ohta, 1983. Tipe penggunaan tepung kedelai berdasarkan kisaran PDI nya dapat dilihat pada Tabel 5. Protein yang terdenaturasi berkurang kelarutannya. Lapisan molekul protein bagian dalam yang bersifat hidrofobik berbalik keluar, sedangkan bagian luar yang bersifat hidrofilik terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembalikan terjadi khususnya bila larutan protein telah mendekati pH isoelektrik, dan akhirnya protein akan menggumpal dan mengendap Winarno, 1992. Selain itu juga, semakin besar ukuran molekul protein, maka semakin sulit molekul protein tersebut untuk larut Subarna, et al., 1990 Tabel 5 . Tipe penggunaan tepung kedelai berdasarkan kisaran PDI nya Tipe produk Penggunaan PDI 90-95 Zat pemutih pada roti PDI 70-80 Adonan bakery, donat, minuman, hidrolisat protein sayuran, sereal untuk bayi PDI 35-45 Farmasi, sereal untuk bayi, olahan daging, minuman, hidrolisat protein sayuran, bakery, pakan hewan peliharaan, pengganti susu hewan PDI 8-20 Farmasi, sereal untuk bayi, olahan daging, pakan hewan peliharaan, pengganti susu hewan Sumber : Horan 1967 di dalam Pomeranz 1991

F. ANTIOKSIDAN