susut masak, meningkatkan umur simpan, meningkatkan sifat penanganan adonan dan kebutuhan nutrisi. Konsentrat kedelai sering digunakan sebagai
pengikat dan pengkondisi pada sosis karena kemampuannya untuk mengikat air dan lemak Pomeranz, 1991.
D. SIFAT FISIK DAN KIMIA KONSENRTAT PROTEIN
a. Derajat warna dan derajat putih Warna diukur secara umum menggunakan Hunter color meters
dan dinyatakan sebagai nilai L, a, dan b. Nilai L adalah ukuran sejumlah cahaya yang direfleksikan atau ditransmisikan oleh objek 0 = hitam,
100 = putih. Nilai a adalah ukuran warna merah ketika positif dan hijau ketika minus. Nilai b adalah warna kuning ketika positif dan biru ketika
minus. Derajat putih adalah atribut untuk menduga objek mendekati warna referensi yang lebih putih Waggle, et al., 1989.
Menurut Waggle,
et al. 1989, pada konsentrasi tetap, nilai L
meningkat dengan penurunan kelarutan protein karena peningkatan kecerahan dipengaruhi oleh protein yang tidak larut. Jika ada dua sampel
yang memiliki nilai b setara, sampel yang kurang larut akan tampak putih.
b. Densitas kamba Bulk Density Ketika terjadi pencampuran, transportasi, penyimpanan, dan
pengemasan bahan seperti kacang-kacangan dan tepung, sangat penting untuk mengetahui karakteristik kamba suatu bahan. Ketika sejumlah
padatan dituang ke dalam kontainer, total volume yang ditempati mengandung sejumlah substansi udara Lewis, 1996.
Densitas kamba didefinisikan sebagai massa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu. Densitas kamba ditentukan oleh
berat wadah yang diketahui volumenya dan merupakan hasil pembagian dari berat bubuk dengan volume wadah. Porositas merupakan bagian
yang tidak ditempati oleh partikel atau bahan padatan. Cara lain dalam menyatakan densitas kamba adalah dalam bentuk bagian dari densitas
partikel solidnya yang dihubungkan teori densitas. Densitas partikel adalah suatu ukuran dengan memperhitungkan jumlah udara yang
terperangkap di dalam masing-masing partikel Wirakartakusumah, et al
., 1992. Bubuk digolongkan dalam 2 tingkat, yaitu bubuk sebagai partikel
dan bubuk sebagai satu kesatuan kamba. Sifat-sifat kamba dipengaruhi oleh sifat-sifat partikel, dimana hubungan keduanya tidak sederhana dan
meliputi faktor-faktor eksternal, seperti sistem geometris, proses mekanis dan proses panas dari bubuk, sehingga untuk menentukan sifat-
sifat bubuk dari partikel agak sulit Wirakartakusumah, et al., 1992. Menurut Winata 2001, densitas kamba dipengaruhi oleh ukuran
partikel, sifat bahan, komposisi bahan, dan mungkin pula dipengaruhi oleh degradasi molekul-molekul dalam bahan akibat adanya pengolahan.
Jadi kenaikan densitas kamba disebabkan adanya degradasi molekul- molekul pati, protein, lemak, dan lain-lain saat diberi perlakuan
pemasakan awal sehingga molekul-molekul tersebut menempati ruang yang lebih sempit.
c. Aktivitas Air Aw Kerusakan bahan pangan pada umumnya merupakan kerusakan
kimiawi, enzimatik, mikrobiologis atau kombinasi antara ketiga macam kerusakan tersebut. Semua jenis kerusakan ini memerlukan air selama
prosesnya. Oleh karena itu banyaknya air dalam bahan pangan akan ikut menentukan kecepatan terjadinya kerusakan.
Menurut Winarno 1992 air terikat dapat dibagi ke dalam empat tipe berdasarkan derajat keterikatan airnya. Tipe I adalah molekul air
yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu ikatan hidrogen yang berenergi besar. Tipe II yaitu molekul-molekul air membentuk
ikatan hidrogen dengan molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dari air murni. Tipe III adalah air yang secara
fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler, serat, dan lain-lain. Tipe IV adalah air yang tidak terikat dalam jaringan
suatu bahan atau air murni, dengan sifat-sifat air biasa dan keaktifan penuh.
Aktivitas air Aw adalah sejumlah air bebas di dalam media pertumbuhannya dan bahan pangan, dinyatakan sebagai perbandingan
antara tekanan uap air larutan dan tekanan uap air murni. Aktivitas air juga dapat diartikan sebagai sejumlah air bebas di dalam bahan pangan
yang pada kondisi tertentu mikroba dapat tumbuh dan memungkinkan bahan pangan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi Fardiaz, et al.,
1992. Dengan meningkatnya aktivitas air, air menjadi lebih tersedia
sebagai pelarut dan medium untuk reaksi, kecepatan enzimatik, dan degradasi mikrobiologi juga meningkat. Rata-rata batas terendah
aktivitas air untuk pertumbuhan mikroba adalah 0.91 bakteri, 0.88 khamir, 0.80 kapang, 0.75 bakteri halofilik, 0.65 fungi xerofilik,
dan 0.60 khamir osmofilik. Meningkatnya ketersediaan air mempercepat pencoklatan enzimatik dan berkurangnya nilai nutrisi
Pomeranz, 1991. d.
Daya Cerna Protein Menurut Muchtadi 1989, kemampuan suatu protein untuk
dihidrolisis menjadi asam-asam amino oleh enzim-enzim pencernaan protease dikenal dengan istilah daya cerna protein. Suatu protein yang
mudah dicerna menunjukkan bahwa jumlah asam-asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh tinggi. Sebaliknya, suatu protein
yang sukar dicerna berarti jumlah asam-asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh rendah, karena sebagian besar akan dibuang
oleh tubuh bersama feses. Gambar 3 memperlihatkan secara skematis mengenai penggunaan senyawa nitrogen dari protein makanan oleh
tubuh.
Proses pencernaan
proses anabolikkatabolik
Gambar 3. Skema penggunaan nitrogen dari protein makanan
Oleh karena penentuan daya cerna protein dengan menggunakan hewan percobaan dianggap terlalu lama dan membutuhkan biaya yang
cukup tinggi, maka digunakan metode yang lebih praktis yaitu dengan menggunakan enzim-enzim pencernaan secara in vitro. Beberapa macam
enzim protease yang telah digunakan antara lain : pepsin, pankreatin, tripsin, kimotripsin, peptidase, atau campuran dari beberapa macam
enzim tersebut multienzim.
E. SIFAT FUNGSIONAL KONSENTRAT PROTEIN