panjang, adanya gelombang panas, serta adanya kegiatan manusia yang menyebabkan mengeringnya lahan gambut dan rawa
–rawa, misalnya penebangan hutan, pembuatan kanal, serta pembangunan perkebunan dalam skala besar
memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Dengan demikian, kebakaran hutan dan lahan di Indonesia dipengaruhi oleh faktor manusia kebiasaan dan
ketergantungan serta didorong juga kondisi alami berupa faktor iklim.
2.2. Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan
Kebakaran hutan dan lahan menimbulkan dampak pada berbagai aspek, mulai dari ekosistem, biodiversitas, kesehatan, sosial hingga politik. Beberapa
sumber tulisan mengenai dampak disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Dampak kebakaran hutan dan lahan
Dampak kebakaran hutan dan lahan Sumber tulisan
1.
Dampak biofisik berkaitan dengan 1 pelepasan asap, 2 pelepasan CO
2
, 3 suhu tinggi, 4 perusakan habitat flora dan fauna.
Asap mengganggu pernafasan dan penglihatan, serta merusak organnya, menurunkan fotosintesis.
Setiap 1 kg bahan tumbuhan kering menghasilkan CO
2
sebanyak 1.9 kg, apabila seluruh biomassa tegakan habis terbakar, CO
2
yang terlepas ke atmosfer setiap hektar : 855 000 kg. Kebakaran hutan
menaikkan pelepasan CO
2
sebesar lebih dari 16 . Kebakaran
menyisakan abu,
pengabuan bahan
organik mempercepat pemiskinan tanah.
Kebakaran merusak daur hara alami, padahal daur hara antara vegetasi
dan tanah
merupakan mekanisme
penting mempertahankan ekosistem.
Makin lama kebakaran berlangsung tanah akan semakin kering. Pemanasan tanah bersamaan dengan turunnya kelembaban nisbi
udara mendorong penguapan air tanah yang dapat mengeringkan tanah.
Pada tanah gambut, pengeringan atau pemanasan berlebihan dapat memunculkan sifat hidrofobik yang takterbalikkan, berarti
kemampuan tanah untuk menyerap dan menyimpan air hilang selamanya
Pada tanah mineral, karena terpanggang, koloid tanah mengalami dehidrasi kuat yang membangkitkan kakas besar sehingga
memungkinkan terbentuk konsistensi tanah keras takterbalikkan yang tidak dapat melunak kembali karena pembasahan.
Perhitungan CO2
berdasarkan Donahue et al.
1977, Longman Jenik 1974,
diacu
dalam Notohadinegoro
2006
Tabel 1 Lanjutan
Dampak kebakaran hutan dan lahan Sumber tulisan
2.
Bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan mengganggu kehidupan masyarakat lintas negara. Terganggunya transportasi,
aktivitas ekonomi, kesehatan dan hubungan politik ASEAN 2003
3.
Kualitas udara melampaui batas aman yang ditetapkan WHO hingga 3 kali lipat sepanjang 200 hari dalam setahun. Bisa
menyebabkan kematian
15.000 orang,
belum termasuk
dampaknya terhadap anak –anak, bayi, orang lanjut usia serta
manusia dengan tingkat kesehatan yang rentan Marlier
et al.
2012
2.3. Pembakaran terkendali controlled burning dan Zero burning
Syaufina 2008 menyatakan bahwa pembakaran terkendali controlled burning adalah penggunaan api secara bijaksana dengan menggunakan teknik
tertentu, berdasarkan pengetahuan perilaku api di suatu tempat yang telah ditentukan pada kondisi cuaca yang cocok untuk mencapai hasil tertentu yang
telah ditetapkan. Teknik yang dipilih disesuaikan dengan tujuan pembakaran, bahan bakar, topografi, dan kondisi cuaca agar kerusakan sumberdaya dapat
dicegah atau dikurangi. Praktek pembakaran terkendali sudah dilakukan oleh masyarakat tradisional
sejak ribuan tahun yang lalu. Saat ini di Indonesia masih terdapat beberapa masyarakat tradisional yang masih melakukan praktek tersebut, misalnya
masyarakat Dayak Kenayang Syaufina 2008. Pembakaran terkendali digunakan dalam pemberantasan hama penyakit, membersihkan sampah penebasan dan
penebangan, dan memperbaiki kesuburan tanah dengan persyaratan tertentu. Saharjo 1999 menyebutkan bahwa pembakaran terkendali dapat dijadikan
alternatif dalam pencegahan kebakaran hutan di hutan Acacia mangium karena dapat digunakan untuk mengurangi bahan bakar. Pembakaran terkendali dapat
mengurangi bahaya karhutla dan mengurangi risiko bencana asap. Kebijakan penerapan zero burning merupakan respon terhadap kebakaran
besar tahun 19971998. Zero burning didefinisikan sebagai teknik pembersihan lahan dengan membiarkan sisa vegetasi terdekomposisi di dalam lokasi lahan in-
situ pembersihan tanpa perlakuan pembakaran. Kebijakan pemberlakuan teknik ini disepakati oleh Menteri Lingkungan Hidup se-ASEAN pada pertemuan yang