V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik responden
Responden yang diwawancarai sejumlah 35 orang merupakan kepala keluarga dengan umur antara 21 tahun sampai 78 tahun Gambar 5a. Responden
merupakan masyarakat lokaltradisional terdiri dari Suku Melayu dan Suku Anak Dalam SAD dan pendatang dari masyarakat suku Banjar, Jawa dan Sunda.
Masyarakat pendatang terdiri dari masyarakat transmigran yang mengikuti program pemerintah dan masyarakat yang sengaja berpindah dari tempat asal baik
lintas provinsi dalam satu pulau ataupun lintas pulau seperti dari Sulawesi dan Jawa dengan alasan mencari penghidupan yang lebih baik Gambar 5b.
a b
Responden dari Kabupaten Tanjung Jabung Barat diambil dari Desa Serdang Jaya dan Pematang Lumut yang keduanya berada di wilayah Kecamatan
Betara. Desa Serdang Jaya dan Pematang Lumut dipilih karena informasi dari Kepala Daops Manggala Agni Muara Bulian terkait dengan kegiatan pemadaman,
patroli dan penyuluhan karhutla serta banyaknya perkebunan yang ada di kedua lokasi. Kedua lokasi juga banyak dihuni penduduk dari Jawa dan Banjar. Desa
Serdang Jaya memiliki 60 lebih penduduk dari Suku Jawa, sedangkan Pematang Lumut lebih multi etnis dengan mayoritas Suku Banjar.
20 - 29 tahun
30- 39 tahun
40 - 49 tahun
50 tahun ke atas
5 8
11 11
Jawa Melayu SAD
Banjar Sunda
15 7
4 8
1
Gambar 5 Karakteristik responden orang menurut a umur dan b suku
Tingkat pendidikan masyarakat beragam mulai dari yang tidak sekolah sampai sarjana S1. Responden dari Desa Jebak yang merupakan masyarakat
SAD merupakan generasi tua yang tidak menikmati sekolah formal. Masyarakat transmigran generasi pertama di Desa Jangga Baru baik yang dari Jawa maupun
transmigran lokal lebih banyak yang tidak tamat SD dengan kemampuan baca tulis yang minim. Menurut keterangan dari salah satu responden, pada saat awal,
biasanya hanya pemimpin rombongan kecil satu rombongan kecil 20 KK yang mempunyai pendidikan setingkat SMA. Generasi setelah itu sudah dapat
menikmati sekolah formal mulai SD bahkan ada yang lulusan universitas. Komposisi responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Gambar
6.
5.2.Praktek – praktek pembakaran dalam penyiapan lahan
Hasil wawancara memperlihatkan bahwa pada praktek penyiapan lahan dengan membakar terdapat dua hal penting yang perlu diperhatikan. Hal tersebut
adalah: 1 ritual –ritual yang dilakukan sebelum pembakaran dan 2 teknik–
teknik yang digunakan dalam praktek pembakaran. Ritual yang dilakukan sebelum pembakaran berkaitan dengan penghormatan terhadap alam dan
kepercayaan terhadap kekuatan di luar manusia, sedangkan teknik –teknik
pembakaran terdiri dari pemilihan waktu serta tata urutan pembakaran.
tidak sekolah dan tidak tamat
SD SD
SMPsederajat SLTA
D3 S1
5 9
10 9
1 1
Gambar 6 Karakteristik tingkat pendidikan responden
5.2.1. Ritual sebelum pembakaran
Menurut informasi dari Ketua Adat Desa Jangga Baru yang merupakan masyarakat Melayu, ritual pernah dilakukan sebelum membuka lahan namun lebih
bersifat agamis berupa pengajian dan pembagian makanan, sedangkan bagi masyarakat pendatang dari Jawa, ritual sebelum membuka lahan lebih sebagai
ucapan syukur dan permohonan doa melalui kegiatan bersih desa yang dilakukan masyarakat Desa Serdang Jaya, Kecamatan Betara, Kabupaten Tanjung Jabung
Barat. Masyarakat yang masih menggunakan ritual adat dalam penyiapan lahan
adalah masyarakat SAD yang merupakan masyarakat yang bermukim di Bor 6 dan 8 di Desa Jebak, Kecamatan Batin XXIV, Kabupaten Batanghari. Ritual yang
dilakukan berupa : 1
Permohonan ijin kepada pencipta dan penunggu lokasi untuk membuka lahan. Ritual ini berupa persembahan bubur putih
– kuning, ayam kampung dan pemanjatan doa di lokasi. Masyarakat SAD percaya bahwa di setiap
tanah ada unsur lain yang menjaga dan menghuni, dengan demikian diperlukan permohonan ijin untuk membuka hutan tersebut menjadi lahan
kebun. Permohonan ijin ini dipercaya dapat mendatangkan keselamatan dalam pekerjaan mulai dari menebang, membakar sampai memanen.
2 Penebaran kaca di tengah lokasi yang akan dibakar. Pecahan kaca yang
disebarkan biasanya merupakan pecahan kaca yang tidak sengaja ditemukan misalnya di jalan, kemudian dipecah
–pecah dengan ukuran yang lebih kecil lagi. Perlakuan ini diyakini dapat menyebarkan api sehingga pembakaran
dapat lebih cepat dan merata. Penyebaran kaca tidak wajib dilakukan dalam ritual ini.
Ritual yang dilakukan oleh masyarakat SAD di Desa Jebak lebih sederhana apabila dibandingkan dengan masyarakat SAD yang masih bermukim di dalam
hutan, misalnya di kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas TNBD. Hasil wawancara dengan masyarakat SAD di Desa Jebak hanya menggunakan dua ritual
tersebut di atas, sedangkan masyarakat SAD yang ada di sekitar TNBD masih kental dengan berbagai ritual mulai dari penentuan tanah yang akan dibuka,
langkah –langkah pembukaan lahan, sampai kepada penanaman. Masyarakat SAD