Praktek pembakaran, upaya pengendalian dan konservasi
penelitian dari beberapa praktek pembakaran terkendali yang dilakukan oleh masyarakat di Sumatera dan Kalimantan ASEAN 2003. Kenyataan bahwa masih
banyak masyarakat tradisional yang melakukan pembakaran terkendali dalam penyiapan lahan baik untuk pertanian maupun perkebunan, mendasari pembuatan
pedoman tersebut di negara-negara ASEAN. Hal ini memperlihatkan pengakuan terhadap praktek pembakaran terkendali yang dilakukan oleh masyarakat yang
didasari dengan pertimbangan-pertimbangan kearifan lokal. Kebijakan pemerintah dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan
diwujudkan juga dalam kerjasama dengan beberapa negara, misalnya Jepang melalui JICA, Jerman GTZ, Korea Selatan, Amerika, Kanada, Australia dan
negara Uni Eropa SSFFMP. Kerjasama tersebut dilakukan dalam bidang pendidikan, pelatihan, bantuan peralatan, bantuan teknik dan penelitian. Dari
kerjasama tersebut, sudah banyak memberikan kontribusi terhadap upaya pengendalian karhutla, salah satunya dalam hal monitoring dini karhutla melalui
teknologi satelit. Teknologi ini sangat bermanfaat untuk upaya monitoring, pencegahan dan penegakan hukum.
Kebijakan pemerintah dalam format peraturan berupa undang – undang dan
peraturan pemerintah yang terkait dengan kebakaran hutan dan lahan antara lain: Undang
–Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang–Undang No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, Undang
–Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah No. 4
tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan, dan Peraturan
Pemerintah No. 45 tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan. Hasil analisis disajikan dalam Tabel 7.
Tabel 7. Content analysis perundangan
No Peraturan perundangan
Intepretasi mandat Undang - undang
1 UU No 41 Tahun 1999
tentang kehutanan Larangan pembakaran hutan diberlakukan kepada badan
usaha maupun perseorangan pasal 50. Pembakaran hutan secara terbatas diperkenankan hanya untuk tujuan khusus
atau kondisi yang tidak dapat dielakkan, antara lain pengendalian kebakaran hutan, pembasmian hama dan
penyakit, serta pembinaan habitat tumbuhan dan satwa. Pelaksanaan pembakaran secara terbatas tersebut harus
mendapat izin dari pejabat yang berwenang. Sanksi diberlakukan kepada pihak yang membakar baik sengaja
maupun tidak sengajakelalaian pasal 78
2 UU No 18 Tahun 2004
tentang Perkebunan Undang - undang ini menyatakan bahwa setiap pelaku usaha
perkebunan baik pekebun maupun perusahaan perkebunan dilarang melakukan pembakaran dalam penyiapan lahan
pasal 26, bagi pelanggar dikenakan sanksi berupa pidana dan denda pasal 48
3 UU No 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup Pasal 69 menyebutkan bahwa setiap orang dilarang
melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar, namun demikian masih ada ruang untuk masyarakat dengan
kearifan lokal untuk melakukan pembakaran. Dalam penjelasan disebutkan bahwa kearifan lokal yang dimaksud
adalah pembakaran maksimal 2 hektar per kepala keluarga, ditanami varietas lokal dan harus dilakukan sekat bakar.
Peraturan pemerintah
1 PP. No. 4 tahun 2001 Tentang
Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan
Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau
lahan Pasal 11 menyatakan bahwa setiap orang dilarang membakar
hutan dan lahan. Pembakaran dapat digunakan untuk tujuan khusus dan kondisi yang tidak dapat dielakkan antara lain :
pengendalian karhut,
pembasmian hama
penyakit,pembinaan habitat.
Pelaksanaan harus
mendapatkan ijin dari pejabat berwenang. Dalam PP ini memberikan mandat tentang pengendalian kebakaran hutan
dan lahan di setiap jenjang pemerintahan, badan usaha dan perorangan.
2 PP. No. 45 tahun 2004
tentang Perlindungan Hutan Pasal 19 memberikan penguatan terhadap UU No. 41 tahun
1999 tentang pengecualian penggunaan pembakaran dengan kondisi tertentu dan ijin dari pihak berwenang
Undang –undang kehutanan dan perkebunan dengan tegas melarang
melakukan pembakaran baik di hutan maupun di lahan perkebunan. Pembakaran dianggap sebagai ancaman terhadap kelestarian hutan dan fungsinya serta
gangguan terhadap lingkungan. Kearifan lokal yang dimaksud dalam UU No. 32 tahun 2009 menjadi rancu karena di lokasi penelitian, masyarakat menanam
komoditas kopi, karet dan sawit yang bukan varietas lokal, walaupun lahan yang