Komponen iklim Interaksi komponen abiotik

A A Pada B Gambar 15 Kurva periodik iklim A. Februari 2009 – Februari 2010 B. Maret 2010 – Maret 2011 Saat penanaman Pemasangan tagging Pengamatan ke 2 Pengamatan ke 3 Daya sintas ke tiga spesies tanaman pengamatan dipengaruhi oleh komponen iklim. Salah satunya adalah suhu yang dapat berperan baik secara langsung maupun tidak langsung. Suhu berperan langsung hampir pada setiap fungsi dari tumbuhan dengan mengontrol laju proses metabolisme pada tumbuhan. Sedangkan peran tidak langsung dengan mempengaruhi faktor-faktor lainya terutama suplai air. Ketiga spesies pengamatan memiliki kisaran suhu optimum untuk pertumbuhanya, dan berbeda antara satu tumbuhan dengan tumbuhan lain. D. imbricatus tergolong dalam jenis tanaman temperate dingin, walaupun pada daerah atau areal yang disinari matahari penuh dapat mempercepat pertumbuhannya, demikian juga pada A. excelsa dan S. wallichii. Jika suhu melampaui batas maksimum atau minimum dari kisaran suhu optimum, maka -30 -20 -10 10 20 30 40 50 2 4 6 8 10 12 D e v iasi r ata -r ata Bulan Suhu Curah hujan Penguapan Penyinaran Tekanan Udara kelembaban Kecepatan angin -20 -15 -10 -5 5 10 15 2 4 6 8 10 12 D e v iasi r ata -r ata Bulan pertumbuhan dan perkembanganya akan terhenti. Selain mempengaruhi proses metabolisme, suhu juga mempengaruhi struktur vegetasi Odum 1994. Penyebaran radiasi matahari tidak merata dipermukan bumi tergantung dari keadaan awan, ketinggian tempat, topografi, musim dan waktu dalam hari. Areal yang mendapat sinar matahari secara terus menerus sepanjang tahun akan membantu tumbuhan dalam proses fotosintesis secara maksimum di siang hari. Areal lokasi pengamatan merupakan areal dengan kondisi terbuka sehingga sinar matahari dapat penuh membantu tanaman pengamatan dalam proses fotosintesis. Ketinggian tempat 620 – 709 m dpl merupakan areal yang dapat ditolerir oleh ketiga spesies tanaman pengamatan untuk beradapatasi. Proporsi radiasi yang diserap oleh tiap bagian daun tanaman tersebut tidak sama akan tetapi dapat menyerap secara optimum karena kondisi areal yang terbuka bebas. Curah hujan yang selalu ditemui setiap hari di areal pengamatan 240-320 mm tahun -1 , sangat erat kaitanya dengan ketersediaan air bagi tumbuhan, juga merupakan faktor lingkungan yang sangat penting karena dapat mempengaruhi kelangsungan hidup tanaman. Bahkan air sebagai bagian dari faktor iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perubahan struktur organ tanaman. Tingginya tingkat kelembaban pada areal pengamatan yaitu 74-94 , dinyatakan sebagai kelembaban relatif yaitu perbandingan jumlah uap air yang ada dalam udara dengan jumlah maksimum uap air yang ada pada suhu atau tekanan tertentu dan dinyatakan dalam persen Tjasyono 2004. Tingkat kelembaban yang cukup tinggi tersebut sesuai dengan kondisi alami yang di temui pada habitat asli ke tiga spesies tanaman pengamatan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Sunarno Rugayah 1992. Kecepatan angin pada areal pengamatan tergolong rendah, yaitu berkisar antara 0,5 hingga 2 knot. Secara ekologi hal tersebut menguntungkan tanaman. Transpirasi dan fotosintesis akan naik bila angin tidak terlalu kencang. Bila angin terlalu kencang maka fotosintesis akan turun, sedangkan transpirasi melalui kutikula akan tetap berlangsung. Ketiga spesies tanaman pengamatan A. excelsa, S. wallichii, D. imbricatus merupakan species yang memiliki kemampuan beradaptasi tinggi terhadap kondisi iklim lingkungan sekitarnya Mansur 2010. Berdasarkan data iklim dari Stasion Meteorologi Citeko, Lampiran terlihat bahwa kondisi iklim pada daerah pengamatan sesuai dengan iklim yang dibutuhkan oleh ketiga spesies A. excelsa dapat tumbuh secara optimum pada suhu 18°-23° C dengan curah hujan 300 – 4200 mm Aminah et al. 2005, S. wallichii pada suhu 18° - 25° C dengan kelembaban 82 – 99, D. imbricatus pada suhu 19° - 22°C kelembaban 85 – 99 Sunarno Rugayah 1992. Hal tersebut sesuai dengan keadaan iklim mikro disekitar tanaman, suhu antara 23° - 28°, kelembaban 69-74, intensitas cahaya antara 18,4 – 20,3 per jam. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pengamatan hingga 12 bst, keadaan iklim tidak berpengaruh besar dan tidak memberikan dampak yang negatif terhadap ke tiga spesies tanaman, karena kondisi iklim selama 12 bulan saat pengamatan dilakukan pada kondisi iklim yang relatif stabil.

VI. SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Ke tiga spesies tanaman pengamatan A. excelsa, S. wallichii, D. imbricatus sesuai ditanam pada lahan terdegradasi di Bodogol, hal ini dibuktikan dengan daya sintas masing-masing tanaman ≥ 80, kecuali pada D. imbricatus yang tidak sesuai ditanam pada lahan dengan kemiringan ≥ 36°. 2. Spesies A. excelsa dan S. wallichii merupakan spesies yang memiliki daya sintas tertinggi karena mempunyai daya adaptasi yang luas eury tolerance. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya sintas tanaman meliputi faktor biotik terutama jenis-jenis tumbuhan bawah yang tumbuh semakin banyak di sekitar spesies tanaman pengamatan. Faktor abiotik yang berpengaruh terhadap daya sintas tanaman pengamatan adalah tingkat kemiringan lahan yang tinggi sehingga lapisan atas tanah mengalami erosi dan tanah mudah longsor. 4. Laju pertumbuhan relatif RGR untuk tinggi tanaman tertinggi adalah spesies D. imbricatus 0.45 cm bln -1 , untuk Diamater batang Schima wallichii 0.62 cm bln -1 , sedangkan untuk luas tajuk ketiga spesies tidak berbeda nyata. 5. Ukuran awal bibit tanaman tinggi, diameter, luas tajuk untuk masing-masing spesies tanaman memiliki ukuran berbeda. 6. Spesies A. excelsa pada pengamatan ini memiliki ukuran awal tanaman tidak sesuai terlalu besar pada semua parameter tinggi, diameter, luas tajuk, ini terlihat dari korelasi negatif antara ukuran awal penanaman dengan laju pertumbuhannya. 7. Spesies tanaman dengan Indeks Kemampuan Relatif RPI tertinggi adalah D. imbricatus yaitu sebesar 8.92.

6.2. Saran

1. Seiring dengan laju deforestasi yang semakin meningkat di berbagai daerah yang berdampak pada terjadinya bencana alam, maka sangat diharapkan dilakukan upaya restorasi pada lahan-lahan terdegradasi di lokasi-lokasi yang lain. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat daya sintas dan laju pertumbuhan tanaman pengamatan pada lahan terdegradasi di Bodogol sampai mencapai kondisi pertumbuhan yang stabil 5 tahun pengamatan. 3. Perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan ukuran awal penanaman bibit yang tepat tinggi, diameter, luas tajuk sehingga kondisi awal berkorelasi positif dengan laju pertumbuhan tanaman. 4. Penanaman Jamuju diharapkan dilakukan pada lahan dengan tingkat kemiringan 40° sebagaimana spesies dijumpai ini pada habitat alaminya di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. DAFTAR PUSTAKA Alder, D. 1983. Growth and Yield of mixed Tropocal Forest. Part 2. Forecasting Techniques. FAO. Oxford. Alvarez-Aquino, C. Williams-Linera G, Newton AC. 2004. Experimental native tree seedling establishment for the restoration of Mexican cloud forest. Restoration Ecology 12:412-418. Aminah, Syamsuwida AD, Muharam M, Suartana M. 2005. Perkembangan pembungaan dan pembuahan tanaman hutan jenis Rasamala. Laporan Hasil Penelitian No.467DIPA122006. Balai Penelitian Teknologi Pembenihan Bogor. Aswandi 2006. Model ingrowth, upgrowth, dan mortality pada hutan rawa bekas tebangan di prop. Riau. Bul J Penelit Hutan Kon Al:2. Beekman HAJM. 1947. Perihal Pembudidayaan Tanaman Rasamala Altingia excelsa Noronhae, Hamamelidaceae. Terjemahan A.A. Luhiya. 1995 Seri Himpunan Peninggalan Penulisan Yang Berserakan. Bandung. [BPT] Balai Penelitian Tanah Bogor. 2008. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor. Bramasto RGA. 2008. Penyebaran, Regenerasi, dan Karakteristik Habitat Jamuju Dacrycarpus imbricatus Blume di Taman Nasional Gede Pangarango. [Skripsi]. Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor Unpublished. Bruner AG, Gullison RE, Rice RE, Fonseca GAB. 2001. Effectiveness of parks in protected tropical biodiversity. Science 291: 125:128. Bruun TB, Elberling B, Christensen BT. 2010. Lability of soil carbon in tropical soils with different clay minerals. Soil Biol Biochem 42:888-895. Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2003. Biologi: Edisi Kelima Jilid 2. Penerbit Erlangga. Jakarta. Davis LS, Jhonson KN. 1987. Forest Management. New York: Mcgraw-Hill Book Co. [Dephut] Departemen Kehutanan. 2008. Pedoman Pembuatan dan Pengukuran Petak Ukur Permanen untuk Pemantauan Pertumbuhan dan Riap Hutan Alam Bekas Tebangan. Jakarta: Departemen Kehutanan [Dephut] Departemen Kehutanan. 2009. Statistik Kehutanan Indonesia. Jakarta: Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Dewi H. 2005. Tingkat kesesuaian Owa Jawa Hylobates moloch Audebert di Taman Nasional Gunung Halimun Salak [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Djarwaningsih T, Sumarni S, Kramadibrata K. 2002. Panduan pengolahan dan Pengelolaan Material Herbarium serta Pengendalian Hama Terpadu di Herbarium Bogoriense. Bogor: Puslit Biologi LIPI. Dobson AP, Bradshaw AD, Baker AJM. 1997. Hopes for the future: restoration ecology and conservation biology. Science 277: 515-522. Elliot SP, Navakitbumrung S, Zangkum C, Kuarak J, Kerby D, Blakesley, Anusarnsunthorn V. 2000. Performance of Six Native Tree Species, Planted to Restore Degraded Forestland in Northern Thailand and Their Response to Fertilizer. Forest Restoration for Wildlife Conservation. Proceedings of a Workshop with the ITTO and the Forest Restoration Research Unit ChiangMai University. Thailand. [FAO] Food and Agricultural Organization. 1993. Proposed Gunung Gede- Pangrango National Park Management Plan Field Report of UNDPFAO Nature Conservation Wildlife Management Project. Gaveau DLA, Wandono H, Setiabudi F. 2007. Three Decades of Deforestation in Southwest Sumatra: Have Protected Areas Halted Forest Loss and Logging, and Promotes Re-Growth?. Biological Conservation 134: 495-504. Gungor EBO, Bekbolet B. 2010. Zinc release by humic and fulvic acid as influenced by pH, complexation and DOC sorption. Geoderma 159:131- 138. Hamzah Z. 1980. Forest weed Probelm in Indonesia. Biotrop Aniv. Pub. 75-83. Harahap RMS dan Izudin E. 2002. Konifer Sumatra di Sumatra Bagian Utara. Konifera No. 1 Thn XVII Desember. Badan Litbang Kehutanan. Balai Litbang Kehutanan Sumatera. Harjowigeno S. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta : Akademika Pressindo. Hopkins WG, Hüner NPA. 2004. Introduction to plant Physiology. John wiley Sons, Inc. Ontorio. Jacobs M. 1981. The Tropical Rainsforest: A First Encounter. Springer-Verlag, New York. Jayusman. 2005. Evaluasi Keragaman Genetik Bibit Surian di Persemaian. Wana Benih Vol.7. No. 1 Pusat Penelitian Pengembangan Hutan tanaman. Yokyakarta.