Tingkat kemiringan lahan sangat mempengaruhi daya sintas masing-masing tanaman. Kemiringan lahan 0° - 20° belum menunjukkan perbedaan persentase
daya sintas, seluruh spesies memiliki daya sintas sebesar 100. Pada tingkat kemiringan lahan 21°
– 40°, persentase daya sintas menunjukkan perubahan. Spesies A. excelsa dan S. wallichii memiliki daya sintas masing-masing sebesar
93,75 dan 84,61, sedangkan D. imbricatus memiliki persentase kesintasan sebesar 66,67. Pada tingkat kemiringan lahan 41°-60°, kesintasan spesies
tanaman mengalami penurunan. A. excelsa dan S. wallichii menurun hingga 82,25 dan 81,81, sedangkan D. imbricatus mengalami penurunan daya sintas
menjadi 64,7. Perbedaan daya sintas pada spesies tanaman disebabkan oleh banyak faktor,
termasuk lama penyinaran dan kapasitas penyerapan CO
2
proses fisiologis yang berlainan pada tingkat kemiringan lahan yang berbeda, terutama pada umur
tertentu Tantra 1981. D. imbricatus memerlukan cahaya yang cukup pada masa pertumbuhan, dan tidak tahan terhadap naungan Sunarno Rugayah 1992.
Selain itu pada lahan dengan kemiringan tinggi kesintasan akan sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah dan unsur-unsur hara yang tersedia. Pada tanah-
tanah miring, bahan organik dan serasah lantai lahan lebih cepat tercuci atau tererosi dibandingkan dengan lahan dengan kemiringan lebih kecil atau pada
lahan datar. Penanaman D. imbricatus pada lahan dengan tingkat kemiringan
lahan 40° nampak tidak sesuai dengan preferensi tumbuh spesies ini. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango Resort Cibodas yang merupakan habitat alaminya, tidak ditemukan lagi D. imbricatus
pada lahanhutan dengan kemiringan ≥40°. D. imbricatus mulai hadir pada daerah-daerah dengan kelerengan 6° sampai 36° di
Resort Cibodas Bramasto 2008. Banyak faktor penyebab perbedaan daya sintas pada masing-masing spesies.
Salah satu faktor utama penyebab daya sintas dalam penelitian ini adalah adanya perbedaan strategi adaptasi yang dilakukan masing-masing spesies tanaman dalam
menghadapi kondisi lingkunganya. Persentase daya sintas ke tiga spesies secara umum relatif seragam dibanding daya sintas berdasarkan kemiringan lahan.
5.1.3. Kesehatan tanaman Live Crown Ratio LCR
Proses pengembalian fungsi ekosistem lahan terdegradasi dan rawan longsor menjadi ekosistem alami seperti sebelumnya sangat ditentukan oleh kesintasan
tanaman hasil restorasi yang telah dilakukan. Kesintasan tanaman sangat tergantung pada tingkat kesehatan tanaman, sehingga perlu dilakukan pengukuran
kesehatan tanaman. Tanaman dikatakan sehat jika memiliki nilai kesehatan 30 Mangold 1997. Terdapat perbedaan yang nyata untuk tingkat kesehatan tanaman
pada ke tiga spesies Tabel 3.
Tabel 1 Kesehatan tanaman Live Crown Ratio LCR pada ke 3 spesies tanaman Spesies
Pertumbuhan tajuk
Interval Pengamatan Bulan 6
12 A. excelsa
S. wallichii Normal
Normal 73,90 ± 1,47 b
50,45 ± 3,77 a 59,93 ± 2,04 b
49,99 ± 3,39 a 70,32 ± 2,15 a
71,51 ± 3,41 a D. imbricatus
Normal 71,15 ± 1,01 b
80,11 ± 1,85 c 76,65 ± 2,25 a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 berdasarkan uji DMRT
Secara umum nilai tingkat kesehatan tanaman atau LCR dikatakan baik. Hal tersebut terlihat dari seluruh nilai rata-rata LCR yang berada di atas 30
pada semua spesies. Tanaman akan memperlihatkan perkembangan yang maksimal apabila memiliki daya dukung yang memadai dan sesuai dengan
komponen-komponen yang dibutuhkan oleh tanaman itu sendiri. Daya dukung yang dimaksud antara lain adalah tingkat kesesuaian unsur hara tanah, kesesuaian
faktor iklim, kemampuan beradaptasi dan lainya. Tingkat kesehatan tanaman ke tiga spesies tanaman relatif baik antara 50,45
hingga 73,90 di awal penanaman. Pada pengamatan pertama 6 bst spesies D. imbricatus menunjukkan perubahan pada kenaikan tingkat kesehatan tanaman
dari 71,15 menjadi 80,11, sedangkan spesies A. excelsa dan S. wallichii justru mengalami penurunan. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan strategi
adaptasi yang digunakan dari masing-masing spesies tanaman untuk menghadapi perubahan lingkungannya.
Pada pengamatan kedua 12 bst seluruh spesies mempunyai nilai kesehatan tanaman yang tidak berbeda nyata yaitu A. excelsa 70,32, S. wallichii
71,51 dan D. imbricatus 76,65. Pengamatan 12 bst menunjukkan tingkat kesehatan tanaman relatif bagus. Kondisi tingkat kesehatan tanaman akan tetap
optimum apabila kondisi lingkungan misalnya kompetisi antara spesies dengan lingkungannya tumbuhan bawah relatif kecil. Semakin banyak jenis tumbuhan
bawah, persaingan perebutan unsur hara tanah dan cahaya matahari semakin tinggi, sehingga tingkat kesehatan tanaman akan terganggu yang berdampak pada
menurunnya laju pertumbuhan tanaman.
5.1.4. Kekokohan tanaman
Selain pengukuran pertumbuhan tinggi, diameter, luas tajuk dan kesehatan tanaman, penentuan kualitas tanaman juga dilakukan melalui penentuan
kekokohan pohon. Karakter penunjang ini dipakai untuk menilai sifat morfologi kekokohan tanaman muda Jayusman 2005. Indikator ini sangat penting untuk
menunjang kriteria spesies yang memiliki daya sintas dan laju pertumbuhan tanaman yang baik Tabel 2.
Tabel 2 Rata-rata kekokohan tanaman pada ke 3 spesies tanaman Spesies
Interval Pengamatan Bulan 6
12
A. excelsa S. wallichii
D. imbricatus 18,33 ± 15,25 b
24,02 ± 8,65 a 10,88 ± 3,20 a
24,13 ± 12,21 b 12,22 ± 4,12 a
9,97 ± 2,35 a 10,62 ± 18,14 b
9,83 ± 21,10 a 9,30 ± 20,97 a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 berdasarkan uji DMRT.
Kekokohan tanaman muda menggambarkan keseimbangan pertumbuhan antara tinggi dan diameter tanaman di lapangan. Nilai kekokohan yang tinggi akan
menunjukkan kemampuan hidup yang rendah karena tidak seimbang perbandingan antara tinggi dan diameternya. Nilai kekokohan tanaman muda
berkisar antara 6,3 hingga 10,8 dikelompokkan baik SNI 01- 5005- 1- 1999, diacu dalam Jayusman 2005. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan