selalu lembab. Spesies ini merupakan pohon besar dengan akar menjulur keluar, mempunyai bentuk kanopi menyerupai kembang kol. Bau daun cukup menyengat.
Daun muda rasamala biasanya dikonsumsi atau digoreng, damar getah pohon ini dapat digunakan sebagai bahan pewangi Sunarno Rugayah 1992.
2.3. Ekologi Puspa Schima wallichii DC. Korth
Puspa Schima wallichii DC. Korth termasuk dalam familli Theaceae. Pohon puspa dapat mencapai tinggi 40 m dengan tinggi batang bebas sampai 25
m, diameter sampai 250 cm, tidak berbanir, dan batangnya tegak dan lurus. Kulit luarnya berwarna merah muda, merah tua sampai hitam, beralur dangkal dan
mengelupas. Kulit hidup tebalnya sampai 15 mm berwarna merah. Tajuknya bulat sampai lonjong, lebat, berwarna hijau tua dan daunnya tunggal, tebal. Permukaan
daun atas hijau kebiru-biruan berbentuk jorong Martawijaya et al. 1989. Sistematika Schima wallichii DC. Korth menurut Woodland 1997, sebagai
berikut: Kingdom
: Plantae
Divisi :
Spermatophyta Kelas
: Magnoliopsida
Ordo :
Theales Famili
: Theaceae
Genus :
Schima Spesies
: Schima wallichii DC. Korth.
Puspa memiliki nama daerah seru Jawa dan merang sulau Kalimantan. Puspa tumbuh di lingkungan tanah kering, tidak memilih keadaan tekstur dan
kesuburan tanah, sehingga baik untuk reboisasi pada lahan alang-alang, belukar dan tanah kritis. Jenis ini memerlukan iklim basah sampai agak kering, pada
dataran rendah sampai daerah pegunungan dengan ketinggian 100 - 1000 m dpl. Pada daerah-daerah yang terbuka atau lahan bekas terbakar di Sumatera Selatan
sering ditumbuhi puspa Sunarno Rugayah 1992. Penyebaran puspa secara alami di Indonesia meliputi Aceh, Sumatra Utara,
seluruh Jawa, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.
Tumbuhan ini berkelompok membentuk tumbuhan primer atau sekunder, kadang tersebar didaerah yang yang selalu lembab. Di Jawa Barat puspa merupakan
vegetasi asli. Kayunya mudah dikerjakan dan mempunyai permukaan yang halus. Kayu puspa banyak digunakan untuk bahan bangunan perumahan atau jembatan,
kertas, kayu lapis dan venir, tetapi kurang baik untuk dibuat papan karena mudah berubah bentuk melengkung LBN 1980.
2.4. Ekologi Jamuju Dacrycarpus imbricatus Blume de Laub.
Jamuju Dacrycarpus imbricatus Blume de Laub. pernah memiliki nama Podocarpus imbricatus, Podocarpus cupressina, dan Podocarpus javanicus. Jenis
ini termasuk dalam famili Podocarpaceae yang merupakan kelompok tanaman berdaun jarumkonifer Prosea 1995. Woodland 1997 menguraikan sistematika
D. imbricatus sebagai berikut: Kingdom
: Plantae Divisi
: Spermatophyta Kelas
: Pinotsida Ordo
: Pinales Famili
: Podocarpaceae Genus
: Dacrycarpus Spesies
: Dacrycarpus imbricatus Blume de Laub
D. imbricatus mempunyai tinggi mencapai 50 meter dengan diameter batang 100
– 200 cm, pepagan keras, permukaan kasar, jumlah lentisel banyak, pada pohon tua mengelupas dalam bentuk lempengan tebal kecil memanjang
Harahap Izudin 2002. Kelimpahan tinggi, D. imbricatus sering hadir pada kelembaban 85-99, sedangkan suhu antara 19-22°C. Penampakan pohon
sangat indah dan berciri khas karena mempunyai kanopi yang lebat berpentuk piramid hingga oval dengan warna daun yang hijau mengilat dan pucuk daun
berwarna hijau terang kadang kemerahan. Pohon ini bersifat hijau lestari atau evergreen, yakni tidak menggugurkan daun pada musim kemarau. Daunnya
majemuk berbentuk lancip membentuk apiculus yang halus. Umumnya tumbuh di daerah pegunungan Sumatera, Jawa dan Kalimantan pada ketinggian 900 m
sampai 1.800 m dpl. Tegakan hutan alam D. imbricatus yang relatif murni sering terdapat pada ketinggian 2.000 sampai 2.500 m dpl. D. imbricatus dapat tumbuh
di berbagai daerah pada ketinggian 700 m sampai 3.000 m dpl Syamsuwida et al. 2007.
Jamuju mempunyai nama lokal antara lain medang cemara Melayu, ambun Minangkabau, kicemara Sunda, cemara waris Jawa, dan camba-camba
Banten. D. imbricatus tersebar di selatan Cina, Indochina, Malaysia hingga Vanuatu dan Fiji. Di Indonesia spesies ini tersebar di Sumatra Utara, Sumatra
Barat, Aceh dan Jawa Barat, dan hidup di hutan basah atau hutan Cemara Sunarno Rugayah 1992.
III. BAHAN DAN METODE
3.1.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan April 2010 sampai dengan Februari 2011 bertempat di kawasan restorasi Kebun Raya Cibodas LIPI di Resort
Bodogol, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Jawa Barat.
3.2. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan utama dalam penelitian ini adalah tanaman Rasamala A. excelsa, Puspa S. wallichii, dan Jamuju D. imbricatus yang telah ditanam oleh Kebun
Raya Cibodas – LIPI dari bibit siap tanam pada Nopember 2009. Bibit-bibit
berumur sekitar 1,5 thn, berasal dari green house Pembibitan Kebun Raya Cibodas dan unit persemaian Resort Bodogol Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango. Peralatan yang digunakan untuk mengamati masing-masing spesies meliputi:
Perlengkapan pencatatan data lingkungan: 1. Environment Meter Lutron LM- 8000 4 in 1 digital, suhu, kelembaban,
kecepatan angin dan intensitas cahaya, clinometer pengukuran kemiringan lahan dan kamera.
2. Peralatan sampling tanah: ring sampel, pisau, sekop, dan kertas label. 3. Perlengkapan pengukuran daya sintas tanaman: peta lokasi penanaman, tagging
penanda tanaman. 4. Perlengkapan pengukuran laju pertumbuhan penanaman: meteran, tongkat ukur,
jangka sorong kaliper, dan kamera digital, serta kuas cat. 5. Perlengkapan identifikasi tumbuhan bawah dan pembuatan herbarium.
3.3. Data Penelitian 3.3.1. Jenis data
Data primer berupa data daya sintas dan laju pertumbuhan tanaman dari 0 bulan awal tanam hingga 12 bulan setelah tanam, tanpa adanya penyulaman,
serta data faktor lingkungan yang mempengaruhi daya sintas dan laju pertumbuhan tanaman.
Faktor biotik adalah jenis tumbuhan bawah, faktor abiotik adalah iklim intensitas cahaya, suhu, kelembaban, kemiringan lahan dan komposit tanah yang
dilakukan langsung pada saat pengamatan. Data klimatologi yang merupakan data sekunder suhu, penyinaran, curah hujan, tekanan udara, penguapan, dan
kelembaban diperoleh dari Badan Klimatologi dan Geofisika Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Data sekunder dari Kebun Raya Cibodas berupa data
tanaman pada awal penanaman, meliputi tinggi, diameter, dan luas tajuk tanaman mewakili pengamatan ke 1 0 bulan.
3.3.2. Pengumpulan dan analisis data
Pemasangan tagging dilakukan terhadap ke tiga spesies pengamatan rasamala, puspa dan jamuju
sebelum pengambilan data, yaitu pada awal bulan April 2010. Pengambilan data dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pertama pada bulan
Juli 2010, saat tanaman berumur 6 bulan setelah tanam mewakili bulan kering, kedua pada saat tanaman berumur 1 tahun 12 bulan setelah tanam pada bulan
Januari 2011 mewakili bulan basah.
3.3.2.1. Daya sintas tanaman
a. Daya sintas tanaman secara umum Daya sintas tanaman secara umum dilakukan dengan menghitung persentase
tanaman sampel yang dapat bertahan hidup dan tidak dapat bertahan hidup mati. Daya sintas tanaman diperoleh dengan formula sebagai berikut:
Dsu = x100
............................................................................................... 1 Keterangan:
Dsu = Daya Sintas Secara Umum A = Jumlah tanaman pada akhir pengamatan
B = Jumlah tanaman pada awal pengamatan