commit to user 104
3 Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji
Durbin Wa tson
. Dari hasil estimasi diperoleh DW statistik sebesar 2,23, dengan n = 99, k=3, level sign
ifikan α=5 maka nilai dl = 1,59 dan du = 1,75 sehingga 4-dl = 2,41 dan 4-du =
2,25.
Auto- ragu-ragu ragu-ragu Auto- korelasi korelasi
positif Tidak Ada negatif Autokorelasi
0 dl du 4-du 4-dl 4 1,59 1,75 2,23 2,25 2,41
Gambar 4.6 Uji Durbin Watson
Dari tabel tersebut terlihat bahwa DW statistik terletak di daerah penerimaan Ho. Hal ini menunjukkan model terbebas dari
masalah autokorelasi.
d. Interpretasi Hasil Secara Ekonomi
Hasil dari pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa semua variable independen berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen dengan menggunakan α = 5. Semua variable memiliki
tanda yang sesuai dengan teori dan hipotesis penelitian. Kemiskinan dalam penelitian ini diukur dengan banyaknya
jumlah penduduk miskin menurut kriteria BPS. BPS menggunakan
commit to user 105
pendekatan pengeluaran atau konsumsi yang mendasarkan pada kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka usaha untuk menurunkan angka
kemiskinan dapat
ditempuh dengan
meningkatkan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang nantinya dapat
meningkatkan pendapatan
masyarakat sehingga
daya beli
masyarakat dapat meningkat.
1 Nilai Intersep Masing-Masing Provinsi di Indonesia
Dari hasil regresi di dapatkan nilai intersep setiap provinsi yang beragam, hal ini menggambarkan adanya pengaruh dari
perbedaan karakteristik setiap daerah terhadap tingkat kemiskinan. Bila dilihat lagi walaupun nilai intersep dari
masing-masing provinsi sangat bervariasi tetapi nilai-nilai tersebut memiliki kesamaan yaitu bertanda positif, berarti
tingkat kemiskinan di masing-masing provinsi cenderung mengalami penambahan bila variabel-variabel yang dimasukkan
dalam model dianggap tidak berpengaruh secara signifikan. Dari ke-33 provinsi di Indonesia, provinsi yang nilai
intersepnya paling besar adalah Provinsi Jawa Timur. Hal ini menunjukkan Provinsi Jawa Timur adalah provinsi yang paling
rawan terhadap masalah penambahan tingkat kemiskinan dibanding provinsi-provinsi lainnya. Provinsi kedua yang
memiliki nilai intersep tertinggi adalah adalah Provinsi Jawa Tengah dan yang ketiga adalah Provinsi Jawa Barat. Ternyata 3
commit to user 106
tiga provinsi yang memiliki nilai intersep tertinggi semua berasal dari Pulau Jawa. hasil perhitungan ini dapat dikatakan
menggambarkan keadaan sebenarnya yan terjadi di lapangan, di mana provinsi yang memiliki jumlah penduduk miskin
htertinggi adalah Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa tengah dan Provinsi Jawa Barat. Kerentanan provisi-provinsi tersebut
terhadap penambahan tingkat kemiskinan disebabkan oleh banyaknya penambahan penduduk terutama dari luar wilayah
Pulau Jawa. Seperti yang kita ketahui bersama, penduduk Pulau Jawa tidak hanya berasal dari Pulau Jawa saja tetapi juga banyak
yang berasal dari pulau-pulau lain. Para penduduk berdatangan ke Pulau Jawa karena menilai Pulau Jawa merupakan pusat dari
kegiatan perekonomian di Indonesia, sehingga mereka berasumsi jika tinggal dan mencari pekerjaan di Pulau Jawa
maka tingkat kemakmuran kehidupan akan meningkat. Akan tetapi kebanyakan dari pendatang tersebut kurang dibekali
dengan ketrampilan yang memadai, sehingga pada saat tiba di Pulau Jawa tidak bisa bersaing dengan tenaga kerja lainnya.
Mereka cenderung akan bekerja di sektor informal atau bahkan menjadi pengangguran. Banyaknya pengangguran inilah yang
selanjutnya menyebabkan tingkat kemiskinan di Pulau Jawa menjadi tinggi.
commit to user 107
2 Pengaruh variabel pertumbuhan ekonomi GRW terhadap
tingkat kemiskinan
Dari hasil pengujian hipotesis pertama diperoleh hasil bahwa pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh negatif dan
signifikan terhadap kemiskinan. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan sebelumnya. Hubungan negatif antara
pertumbuhan ekonomi dengan kemiskinan sesuai dengan harapan adanya efek menetes ke bawah
trickle down effect
, dimana pertumbuhan ekonomi diyakini mampu mengatasi
masalah-masalah pembangunan antara lain masalah kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan peningkatan output secara
nasional, output akan meningkat apabila faktor-faktor produksi pembentuknya juga mengalami peningkatan baik secara kualitas
maupun kuantitas. Salah satu faktor produksi yang dibutuhkan dalam meningkatkan output yaitu tenaga kerja. Peningkatan
produksi berarti menunjukkan peningkatan produktivitas, peningkatan produktivitas berarti pendapatan tenaga kerjapun
meningkat. Meningkatnya pendapatan akan meningkatkan daya beli tenaga kerja sehingga mereka mampu memenuhi
kebutuhannya.
3 Pengaruh variabel pendidikan AMH terhadap tingkat
kemiskinan
Dari hasil pengujian diperoleh hasil bahwa variabel pendidikan mempunyai pengaruh negatif dan signifikan
commit to user 108
terhadap kemiskinan. Hal tersebut sesuai dengan teori dan hipotesis yang dikemukakan sebelumnya.
Dalam teori lingkaran kemiskinan dikatakan bahwa adanya
keterbelakangan, ketidaksempurnaan
pasar, dan
kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan
yang diterima pekerja. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi
berakibat pada keterbelakangan Mudrajat, 1999. Pendidikan disini disebut sebagai solusi untuk memotong lingkaran
kemiskinan ini. Dengan bekal pendidikan, maka produktivitas akan meningkat, peningkatan produktivitas akan meningkatkan
pendapatan, peningkatan pendapatan mempertinggi kemampuan untuk menabung, tabungan tinggi akan meningkatkan investasi
dan investasi yang cukup akan dijadikan modal kembali dalam proses pembangunan ekonomi.
4 Pengaruh
variabel pengangguran
terhadap tingkat
kemiskinan
Dari hasil pengujian diperoleh hasil bahwa variabel pengangguran mempunyai pengaruh positif dan signifikan
terhadap kemiskinan. Semakin tinggi tingkat pengangguran akan memicu tingkat kemiskinan. Hasil ini sesuai dengan Sadono
1994, yang menyatakan bahwa dampak buruk dari pengangguran adalah mengurangi pendapatan masyarakat, dan
commit to user 109
ini mengurangi tingkat kemakmuran yang mereka capai. Ditinjau dari sudut individu, pengangguran menimbulkan
berbagai masalah
ekonomi dan
sosial kepada
yang mengalaminya. Keadaan pendapatan menyebabkan para
penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya. Apabila pengangguran di suatu negara sangat buruk, kekacauan
politik dan sosial selalu berlaku dan menimbulkan efek yang buruk bagi kepada kesejahteraan masyarakat dan prospek
pembangunan ekonomi dalam jangka panjang. Semakin turunnya kesejahteraan masyarakat karena menganggur tentunya
akan meningkatkan peluang mereka terjebak dalam kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan.
2. Analisis Ketimpangan Kemiskinan