KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN Analisis pengambilan keputusan petani dalam pembelian pupuk Npk dan implikasinya terhadap bauran pemasaran pupuk Npk kujang

47,22 persen yang sudah pernah menggunakan pupuk NPK Kujang sedangkan 57 52,78 persen menjawab belum pernah menggunakan. Hal ini dapat dipahami karena PT Pupuk Kujang baru memproduksi pupuk NPK dalam jumlah sedikit dan baru mulai dipasarkan ke kios-kios sejak bulan Juli 2005. Walaupun pupuk NPK Kujang merupakan produk baru tetapi petani di Kecamatan Banyusari banyak yang berniat menggunakan pupuk NPK Kujang tersebut. Sebanyak 97 orang 89,81 persen berniat mencoba menggunakan pupuk NPK Kujang sedangkan hanya 11 orang 10,19 persen yang tidak berniat menggunakan pupuk NPK Kujang. Jenis Kelamin Berdasarkan jenis kelamin, responden terdiri dari 103 orang berjenis kelamin laki-laki dan hanya 5 orang berjenis kelamin perempuan. Responden yang lebih banyak berjenis kelamin laki-laki ini disebabkan pekerjaan ini merupakan mata pencaharian utama bagi sebuah keluarga dimana kepala keluarga yaitu laki-laki bertanggung jawab penuh untuk mengelolanya. Petani responden yang mayoritas laki-laki ini dan juga sebagai kepala keluarga juga dapat menggambarkan bahwa pupuk jenis apa yang akan digunakan untuk mengelola sawahnya, pengambilan keputusan pembeliannya tergantung sepenuhnya pada petani responden. Komposisi lengkap responden Berdasarkan jenis kelaminnya terdapat pada Tabel 7 . Tabel 7. Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah orang Proporsi Laki-laki 103 95,37 Perempuan 5 4,63 Total 108 100 Pendidikan Terakhir Tingkat pendidikan terakhir yang dimiliki oleh petani responden dalam penelitian ini didominasi oleh petani dengan tingkat pendidikan terakhir SD sebesar 71,30 persen. Persentase pendidikan terakhir terkecil adalah S1 dengan persentase 5,55 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan sebagai petani masih dinilai belum menarik oleh para lulusan dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Tingkat pendidikan mayoritas petani responden yang hanya lulusan SD ini dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan pembelian pupuk NPK dimana menggambarkan bahwa penerapan pengelolaan bertani oleh petani responden masih sangat dipengaruhi oleh pola pikir yang konvensional, terlebih apabila tidak ada usaha yang konsisten dan maksimal dalam memberikan contoh- contoh penerapan penemuan-penemuan terbaru. Contohnya masih ada responden petani yang menganggap bahwa pupuk urea adalah pupuk wajib yang harus dipakai karena mereka telah menggunakannya sejak dahulu, dan menganggap bahwa pupuk NPK tidak bisa menggantikan fungsi pupuk urea tersebut. Walaupun ada petani yang mau menggunakan pupuk NPK mereka masih tetap menggunakan pupuk urea dan TSP, hal yang sebenarnya menurut teori tidak efektif dan efisien. Proporsi masing-masing responden Berdasarkan tingkat pendidikannya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Komposisi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Pengalaman Kerja Jumlah orang Proporsi SD 77 71,30 SLTP 11 10,19 SLTA 14 12,96 SI 6 5,55 Total 108 100 Pemasukan rata-rata Responden Pemasukan dalam penelitian ini menggambarkan jumlah pendapatan kotor yang diperoleh petani tiap musim tanam. Pendapatan kotor ini berasal dari hasil menanam padi di sawah sebelum dikurangi dengan biaya-biaya tetap dan variabel yang harus dikeluarkan petani dalam proses penanaman ditambah pula dengan pendapatan lainnya apabila responden memiliki pekerjaan lain selain sebagai petani sawah. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pemasukan rata-rata tiap musim tanam dari 108 orang responden adalah sebesar Rp. 3.265.000. Pekerjaan Lain Pekerjaan lain dalam penelitian ini menggambarkan ada atau tidaknya pekerjaan lain yang ditekuni oleh responden selain sebagai petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 50 persen petani memiliki pekerjaan lain selain sebagai petani, sedangkan sebesar 50 persen petani tidak memiliki pekerjaan selain sebagai petani. Tabel 9. Komposisi Responden Berdasarkan Ada Tidaknya Pekerjaan Lain Pekerjaan lain Jumlah orang Proporsi Ada 54 50 Tidak ada 54 50 Total 108 100 Pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa sebesar 50 persen petani yang mempunyai mata pencaharian lain selain sebagai petani adalah sebagai pedagang, peternak, aparat desa, kumbung jamur, penggilingan padi dan pekerjaan lainnya. Mayoritas pekerjaan lain petani selain sebagai petani sawah dengan persentase terbesar 44,45 persen yaitu adalah sebagai pedagang. Mereka berjualan pupuk, membuka toko kelontong, membuat dan menjual furniture seperti lemari, kursi dan sebagainya. Persentase terbesar kedua sebesar 18,52 persen adalah mereka membuat budidaya jamur. Pekerjaan lainnya sebesar 16,67 persen yang ditekuni selain sebagai petani sawah adalah ada yang bekerja sebagai fotografer, satpam, berkebun dan sebagai guru. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden petani yang memiliki pekerjaan lain selain sebagai petani rata-rata wawasan atau pola pikir mereka lebih luas dan terbuka terhadap adanya penemuan atau cara-cara terbaru dalam pengelolaan lahan sawah, seperti hadirnya pupuk NPK sebagai pupuk majemuk sebagai pengganti pupuk tunggal Urea, TSP, dan KCl yang selama ini telah mereka gunakan selama bertahun-tahun. Komposisi responden petani yang mempunyai pekerjaan lain selain sebagai petani sawah serta proporsinya dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Komposisi Responden Berdasarkan Mata Pencaharian Lain Responden Selain Sebagai Petani Pekerjaan lain Jumlah orang Proporsi Pedagang 24 44,45 Peternak 3 5,55 Aparat desa 5 9,26 Kumbung Jamur 10 18,52 Penggilingan padi 3 5,55 Lainnya 9 16,67 Total 54 100 Luas lahan Luas lahan menggambarkan luasan lahan baik yang dimiliki maupun yang digarap oleh responden petani dalam satuan Ha. Luasan lahan di dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi enam kelompok Hasil kuesioner yang diperoleh menunjukkan bahwa reponden mayoritas memiliki lahan seluas kurang sama dengan satu Ha dengan persentase 29,63 persen, sedangkan persentase terkecil adalah petani dengan luasan lahan berkisar antara 4-5 ha yaitu 7,4 persen. Mayoritas petani responden yang memiliki luasan lahan kurang sama dengan satu Ha memiliki kecenderungan kurang berminat untuk menggunakan pupuk NPK yang mereka nilai harganya masih terlalu mahal, sehingga tidak seimbang dengan penerimaan yang akan mereka peroleh dengan luasan lahan yang hanya kurang dari satu Ha. Rata-rata responden yang memiliki luasan lahan lebih dari satu Ha lebih mempertimbangkan untuk menggunakan pupuk selain urea dan TSP seperti NPK, namun demikian hal ini juga masih terbentur oleh pola pikir dari masing- masing individu terhadap adanya penemuan atau inovasi baru. Masing-masing kelompok luas lahan Ha, jumlah dan proporsinya secara rinci dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Komposisi Responden Berdasarkan Luas Lahan Ha Luas lahan Jumlah orang Proporsi x• 1 32 29,63 1x• 2 25 23,15 2x• 3 18 16,67 3x• 4 14 12,96 4x• 5 8 7,40 5 11 10,19 Total 108 100 Jumlah Persil Jumlah persil dalam penelitian ini menggambarkan kepemilikan atau lahan garapan petani yang letaknya terpisah oleh faktor geografis. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas responden petani sebesar 45,30 persen hanya memiliki satu persil, sedangkan persentase terkecil sebesar 0,92 persen adalah petani yang memiliki lahan sawah sebanyak enam persil. Hasil wawancara dengan petani responden dapat diketahui bahwa petani yang memiliki jumlah persil satu buah hanya menanam satu varietas padi saja. Jumlah persil yang mayoritas hanya satu buah ini mengakibatkan petani tidak terlalu mengkhawatirkan sistem pemesanan pupuk dimana selama ini penjual akan mengantarkan pupuk ke rumah pembeli, sedangkan bagi mereka yang memiliki jumlah persil lebih dari satu, lebih menginginkan pedagang akan mengantarkan pupuk ke lahan sawah mereka. Hal ini dikarenakan akan mengurangi upah pekerja yang dikeluarkan untuk mengangkut pupuk dari satu tempat ke tempat lainnya. Komposisi responden petani Berdasarkan jumlah persil yang dimiliki beserta proporsinya dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Komposisi Responden Berdasarkan Jumlah Persil yang Dimiliki Luas lahan Jumlah orang Proporsi 1 50 46,30 2 32 26,69 3 14 12,96 4 9 8,34 5 2 1,85 6 1 0,92 Total 108 100 Status Kepemilikan Lahan Status kepemilikan lahan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi petani pemilik, petani penggarap, gadai, petani pemilik dan penggarap, petani pemelik, penggarap dan gadai serta petani gadai dan hak milik. Hasil dari jawaban responden menunjukkan bahwa mayoritas status kepemilikan lahan adalah sebagai petani pemilik sebanyak 75 orang atau 69,44 persen. Mayoritas petani responden sebagai pemilik menggambarkan bahwa pengambilan keputusan pembelian sarana dan prasarana produksi seperti pemilihan pupuk sepenuhnya adalah berdasarkan keinginan pemilik, sedangkan apabila petani tersebut hanya sebagai penggarap tidak sepenuhnya pengambilan keputusan dilakukan penggarap karena masih ada kemungkinan campur tangan pemilik dalam proses evaluasi pemilihan dan keputusan pembelian produk. Masing-masing status kepemilikan lahan, jumlah dan proporsinya secara rinci dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Komposisi Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Status Kepemilikan Lahan Jumlah orang Proporsi Pemilik 75 69,44 Penggarap 23 21,29 Gadai 1 0,93 Pemilik dan penggarap 7 6,48 Pemilik, penggarap dan gadai 1 0,93 Gadai dan hak milik 1 0,93 Total 108 100 Jumlah Tenaga Kerja yang digunakan Jumlah tenaga kerja dalam penelitian ini menggambarkan berapa jumlah orang yang digunakan oleh petani untuk membantu mengelola lahan sawah yang ditanaminya. Mayoritas jawaban dari kuesioner menunjukkan bahwa petani menggunakan 5 orang tenaga kerja dengan persentase sebesar 32,40 persen, sedangkan jumlah tenaga paling sedikit yang digunakan oleh petani adalah sebanyak 1 orang dengan persentase sebesar 8,33 persen. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden petani, mereka mengungkapkan bahwa penggunaan tenaga kerja sangat diperlukan dalam menggelola lahan sawah mereka. Intensitas penggunaan tenaga kerja tersebut biasanya tinggi pada saat pemanenan, sedangkan untuk pemupukan tidak terlalu banyak dibutuhkan tenaga kerja. Hal ini diupayakan juga untuk mengurangi biaya yang harus dikeluarkan untuk kegiatan pemupukan. Komposisi responden Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan beserta proporsinya dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Komposisi Responden Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja Jumlah Tenaga Kerja Jumlah orang Proporsi 11 10,19 1 9 8,33 2 11 10,19 3 18 16,67 4 24 22,22 •5 35 32,40 Total 108 100 Upah Harian Upah harian dalam penelitian ini menggambarkan besarnya upah yang diterima oleh tenaga kerja yang digunakan oleh responden petani. Hasil jawaban responden rata-rata menunjukkan bahwa upah harian di Kecamatan Banyusari adalah pada kisaran Rp 15.000, Rp 20.000, dan Rp 25.000. Petani mayoritas memberi upah tenaga kerjanya dengan upah harian sebesar 20.000 rupiah, hal ini dapat dilihat dengan persentasenya yang paling besar yaitu 59,79 persen. Komposisi responden Berdasarkan upah harian bagi tenaga kerja yang digunakan dapat dilihat secara lebih rinci pada Tabel 15. Tabel 15. Komposisi Responden Berdasarkan Upah Harian Tenaga Kerjanya Upah Harian rupiah Jumlah orang Proporsi 15.000 18 18,56 20.000 58 59,79 25.000 21 21,65 Total 108 100 Varietas Padi Varietas padi dalam penelitian ini menggambarkan jenis atau varietas padi apa saja yang ditanam oleh petani. Petani menanam tidak hanya satu varietas saja tetapi ada juga yang menanam padi hingga empat varietas dalam lahan sawahnya. Varietas padi yang ditanam itu antara lain ciherang, pandan wangi, muncul, ketan, cintanur dan cigeulis. Rata-rata petani yang dapat menanam lebih dari satu jenis varietas padi memiliki jumlah persil lebih dari satu. Komposisi petani Berdasarkan varietas padi yang ditanam dan proporsinya dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Komposisi Responden Berdasarkan Varietas Padi yang Ditanam Status Kepemilikan Lahan Jumlah orang Proporsi Ciherang 66 61,11 Pandan wangi 5 4,63 Muncul 12 11,11 Cintanur 1 0,93 Dua Varietas Padi 16 14,81 Tiga Varietas Padi 6 5,56 Empat Varietas padi 2 1,85 Total 108 100 Rata-rata petani yang dapat menanam lebih dari satu jenis varietas padi memiliki jumlah persil lebih dari satu. Responden petani yang menanam lebih dari satu jenis varietas pada umumnya mereka akan menanam varietas ciherang. Berdasarkan hasil wawancara dari mayoritas responden petani diketahui pula bahwa jenis pupuk yang digunakan tidak tergantung dari varietas padi yang ditanam, namun ada sebagian dari mereka yang lebih senang menggunakan pupuk NPK untuk varietas padi seperti pandan wangi karena akan semakin meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen, dimana harga jual dari varietas ini memang relatif lebih mahal dibandingkan varietas padi lainnya. Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa mayoritas petani menanam satu varietas yaitu ciherang sebanyak 61,11 persen, sedangkan satu varietas padi saja yang ditanam oleh petani adalah cintanur memiliki persentase terkecil sebesar 0,93 persen. Selain menanam satu varietas padi petani juga menanam dua varietas padi, komposisi dua varietas itu antara lain cintanur dan pandan wangi, ciherang dan muncul, ciherang dan cigeulis, cintanur dan ciherang, ciherang dan ketan. Komposisi tiga varietas padi yang ditanam petani antara lain yaitu pandan wangi, ketan dan muncul, pandan wangi, cintanur dan muncul, cintanur, pandan wangi dan ketan, sedangkan apabila menanam empat varietas padi hasil penelitian menunjukkan mereka menanam varietas padi dengan komposisi seperti cintanur, ciherang, cigeulis dan muncul serta komposisi lain yaitu ciherang, pandan wangi, ketan dan muncul. Kebutuhan Pupuk dan Jenis Irigasi Dalam setahun petani melakukan penanaman sebanyak dua kali, dengan waktu tanam 4 bulan setiap musim tanam. Di Kecamatan Banyusari waktu tanam antara bulan Juni-September dan bulan Desember-Maret. Seluruh responden petani menggunakan jenis irigasi teknis untuk mengairi sawahnya. Untuk tiap Ha petani rata-rata membutuhkan 400 kg pupuk dengan rincian 200 kg pupuk urea, 100 kg pupuk TSP atau SP-36, dan 100 kg pupuk NPK atau pupuk KCl. Kisaran harga pupuk yang dibeli oleh petani adalah : 1 Pupuk urea antara Rp 1050kg – Rp 1300kg, 2 Pupuk TSP antara Rp 1200kg – Rp 2100kg, 3 Pupuk SP-36 antara Rp 1550kg – Rp 1800kg, 4 Pupuk KCl antara Rp 1100kg – Rp 2000kg, 5 Pupuk NPK antara Rp 1400kg – Rp 3550kg. Dari 108 orang petani responden sebanyak 84 orang 77,76 persen pernah menggunakan pupuk NPK selain pupuk NPK Kujang. Komposisi responden yang pernah menggunakan pupuk NPK selain NPK Kujang dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Komposisi Responden yang Pernah Menggunakan Pupuk NPK Selain NPK Kujang Merek Pupuk NPK Jumlah orang Proporsi Phonska 32 38,10 Pelangi 16 19,05 Mutiara 9 10,71 Cap Tawon 5 5,95 Hormon 2 2,38 ≥ 2 merek 20 23,81 Total 84 100 Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa petani paling banyak menggunakan pupuk NPK merek Phonska dengan persentase 38,10 persen, sedangkan pupuk NPK merek Hormon memiliki persentase terkecil yaitu 2,38 persen. NPK Phonska paling banyak digunakan petani karena merupakan pupuk NPK dengan harga yang paling murah. Selain pernah menggunakan satu merek pupuk NPK selain NPK Kujang, ada 23,81 persen yang pernah menggunakan dua merek pupuk NPK selain NPK Kujang.

BAB VI. PROSES KEPUTUSAN PEMBELIAN PUPUK NPK OLEH PETANI

Keputusan untuk melakukan pembelian pupuk NPK oleh petani diperoleh melalui suatu proses atau tahapan, tidak muncul begitu saja. Terdapat lima tahap proses keputusan pembelan konsumen yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian Engel, Miniard dan Blackwell, 1994.

6.1. Pengenalan Kebutuhan

Proses keputusan pembelian selalu diawali terlebih dahulu dengan pengenalan kebutuhan. Pengenalan kebutuhan ini adalah suatu kondisi dimana konsumen merasakan dan mengenali adanya kebutuhan akan suatu produk. Dengan menyadari adanya kebutuhan yang harus dipenuhi tersebut, maka konsumen akan berusaha mencari produk yang dapat mengatasi masalah yang mereka rasakan. Banyaknya kebutuhan sangat bergantung pada berapa banyak ketidaksesuaian yang ada antara keadaan aktual dan keadaan yang diinginkan. Kehadiran pengenalan kebutuhan juga tidak secara otomatis mengaktifkan tindakan pembelian, kebutuhan yang dikenali itu harus cukup penting dan ada dalam batas kemampuan. Kebutuhan yang dirasakan untuk menggunakan pupuk NPK, diawali dengan alasan atau motivasi untuk menggunakan pupuk NPK pada lahan sawah yang diusahakan oleh petani. Tabel 18 akan menggambarkan sebaran jumlah dan presentase berdasarkan alasan atau motivasi petani untuk menggunakan pupuk NPK. Tabel 18 menjelaskan bahwa yang menjadi motivasi atau alasan utama responden petani untuk menggunakan pupuk NPK adalah sekedar coba-coba dengan persentase sebesar 60,19 persen. Pada umumnya petani menginginkan produktivitas sawahnya tinggi, oleh karena itu petani akan menggunakan pupuk yang digunakan oleh petani yang produktivitas sawahnya tinggi. Jadi, pada awalnya mereka hanya sekedar coba-coba menggunakan pupuk NPK pada sawah mereka karena melihat petani lain yang berhasil setelah menggunakan pupuk NPK. Alasan kedua yang dikemukakan oleh petani adalah kandungan unsur-unsur kimia pupuk NPK lebih bermanfaat bagi tanaman persentasenya sebesar 31,48 persen. Alasan dengan jumlah persentase terbesar ketiga sebesar 8,33 persen mengapa petani menggunakan pupuk NPK adalah karena penggunaannya yang lebih praktis. Tabel 18. Komposisi Responden Berdasarkan Motivasi Atau Alasan Menggunakan Pupuk NPK Variabel Jumlah orang Proporsi Sekedar coba-coba 65 60,19 Pengganti pupuk tunggal apabila tidak ada Penggunaannya lebih praktis 9 8,33 Kandungan unsur-unsur kimianya lebih bermanfaat bagi tanaman 34 31,48 Total 108 100 Faktor lain yang ditanyakan dalam menelaah perilaku petani adalah tentang berapa kali petani menggunakan pupuk NPK dalam tiap musim tanam pada tanaman yang diusahakan. Deskriptif atas jawaban pertanyaan ini dijelaskan pada Tabel 19. Petani lebih banyak menggunakan pupuk NPK sebanyak satu kali dalam tiap musim tanam hal ini ditunjukkan dengan persentase terbesar yaitu