Bahasa Indonesia, karakter diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari orang lain.
Krisis karakter yang dialami bangsa Indonesia saat ini sudah berada pada titik yang sangat mengkhawatirkan. Sifat tulus, luhur, mulia, jujur, kesopanan, dan
tanggung jawab terkikis seketika tergantikan dengan rasa cemas, kekerasan, perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai, keyakinan, norma-norma, agama,
adat istiadat yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.
Pendidikan karakter di sekolah, dianggap akan dapat mencegah meningkatnya perilaku menyimpang pelajar. Pendidikan karakter diharapkan
menciptakan generasi unggul, tangguh dan mempunyai daya saing. Pada kenyataannya, siswa mengalami penurunan etika dalam berkomunikasi dengan
guru dalam proses pembelajaran. Selama jam sekolah berlangsung, siswa yang sedang berada di kelas pada proses pembelajaran, bebas berjalan, keluar-masuk
kelas, mengerjakan tugas mata pelajaran lain, dan sibuk melakukan aktifitas lain seperti menggunakan laptop maupun telepon genggam yang tidak berkaitan
dengan materi. Peserta didik tidak begitu memperhatikan guru yang sedang memberikan petunjuk serta penjelasan mengenai materi dan tugas. Oleh karena
itu, diterapkannya pendidikan karakter di sekolah sangatlah penting.
1.2 Identifikasi Masalah
Sejalan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP 2006 siswa kelas VII SMP, pemerintah telah menetapkan standar kompetensi dan kompetensi
dasar yang harus dicapai oleh siswa dengan nilai ketuntasan yang telah
ditentukan. Salah satu dari kompetensi dasar tersebut adalah menulis narasi dari teks hasil wawancara. Secara tidak langsung mengharuskan siswa untuk
memahami semua hal yang berkaitan dengan kaidah penulisan yang baik. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan oleh peneliti di MTs Negeri Kendal,
peneliti menemukan adanya kelemahan dan keterampilan menulis khususnya dalam indikator kesesuaian isi, ejaan dan tanda baca, kohesi dan koherens dan
juga urutan cerita. Fakta menunjukkan bahwa pembelajaran keterampilan mengubah teks hasil
wawancara menjadi narasi di MTs Negeri Kendal belum menampakkan adanya suatu keberhasilan karena masih jauh dari harapan. Siswa memiliki kemampuan
menuangkan ide dan gagasan menjadi sebuah karangan yang masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor
yang berasal dari dalam atau internal yaitu motivasi siswa dalam menulis sangat minim dan kurangnya wawasan dan pengetahuan siswa tentang keterampilan
menulis khususnya narasi. Faktor dari luar siswa atau eksternal meliputi sarana dan metode atau strategi pembelajaran menulis belum efektif.
1.3 Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, permasalahan yang akan diatasi adalah rendahnya keterampilan siswa dalam mengubah teks
hasil wawancara menjadi narasi yang disebabkan oleh hal-hal berikut 1 motivasi siswa dalam menulis sangat minim, 2 konsep atau bahan yang dimiliki
siswa untuk dikembangkan jadi tulisan sangat terbatas, 3 kemampuan siswa menafsiran fakta untuk ditulis sangat rendah, 4 kemampuan siswa menuangkan
gagasan atau pikiran ke dalam bentuk kalimat-kalimat yang mempunyai kesatuan yang logis dan padu serta diikat oleh struktur bahasa, dan 5 sarana dan metode
atau strategi pembelajaran menulis belum efektif. Kemudian peneliti membatasi pada penelitian tindakan kelas untuk
mengetahui peningkatan keterampilan mengubah teks hasil wawancara menjadi narasi menggunakan metode student facilitator and explaining berbasis karakter
pada siswa kelas VII MTs Negeri Kendal.
1.4 Rumusan Masalah