Konsep Pendidikan Berbasis Karakter

5 Guru menerangkan materi yang disajikan saat itu. 6 Penutup. 7 Evaluasi. Selain itu, peran siswa sebagai facilitator and explaining dan penjelas dalam metode ini yaitu merencanakan bagaimana cara mereka mengajari materi yang sedang dipelajari kepada satu sama lain dan menyampaikan secara lisan melalui bagan kepada anggota kelompok lainnya. Selain itu, menggambarkan bagaimana cara menyelesaikan tugas yang diberikan tanpa memberikan jawabannya, memberikan umpan balik yang spesifik mengenai pekerjaan siswa lain, dan menyelesaikan tugas dengan meminta siswa lain untuk mendemonstrasikan cara menyelesaikan tugas tersebut. Sedangkan peran guru yaitu sebagai manager, guru memonitoring disiplin kelas dan hubungan interpesonal, dan memonitoring ketepatan penggunaan waktu dalam menyelesaikan tugas. Selain itu sebagai mediator, guru memandu menjembatani mengaitkan materi pembelajaran yang sedang dibahas dengan permasalahan yang nyata dikemukakan di lapangan. Dengan kata lain, guru memberikan pengarahan kepada kelompok dengan menyatakan tujuan dari tugas atau materi yang diberikan, mendorong dan memastikan siswa untuk berpartisipasi. Membuat siswa mendapatkan giliran adalah salah satu cara untuk menarik partisipasi seluruh anggota kelompok. Selain itu, memberikan kesempatan untuk menyampaikan umpan balik positif kepada semua anggota.

2.2.15 Konsep Pendidikan Berbasis Karakter

Secara faktual, data realistis menunjukkan bahwa moralitas maupun karakter bangsa saat ini telah runtuh. Runtuhnya moralitas dan karakter bangsa tersebut telah mengundang berbagai musibah dan bencara di negeri ini. Musibah dan bencana tersebut meluas pada ranah sosial-keagamaan, hukum, maupun politik. Kondisi kualitas sumber daya manusia yang rendah dapat memperburuk kehidupan masyarakat. Pendidikan sekarang ini masih melahirkan generasi yang ahli dalam pengetahuan sains dan teknologi, hal ini bukan merupakan suatu prestasi, karena pendidikan seharusnya menghasilkan generasi dengan kepribadian yang unggul dan sekaligus menguasai ilmu pengetahuan. Pembentukan karakter merupakan bagian penting dari proses pendidikan. Agama yang menjadi faktor penting dalam pembentukan karakter peserta didik hanya ditempatkan pada posisi yang sangat minim, dan tidak menjadi landasan dari seluruh aspek. Karakter juga dapat disebut dengan moral. Menurut Suseno dalam Budiningsih 2008:24 bahwa kata moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Kemudian menurut Koesoema 2010:4 pendidikan karakter bukan hanya berurusan dengan penanaman nilai bagi siswa, namun merupakan sebuah usaha bersama untuk menciptakan sebuah lingkungan pendidikan tempat setiap individu dapat menghayati kebebasannya sebagai sebuah persyaratan bagi kehidupan moral yang dewasa. Oleh karena itu, ada dua macam paradigma dalam pendidikan karakter. Yang pertama memandang pendidikan karakter dalam cakupan pemahaman moral yang sifatnya lebih sempit. Yang kedua melihat pendidikan karakter dalam sudut pandang pemahaman isu-isu moral yang lebih luas, terutama melihat keseluruhan peristiwa dalam dunia pendidikan itu sendiri. Selanjutnya, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Sulhan, 2010:1 karakter diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Hal lain juga disebutkan bahwa pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa YME, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehinggga menjadi manusia insan kamil Narwanti 2011:14. Pendidikan karakter, menurut Megawati dalam Kesuma dkk. 2012:5 adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Definisi lainnya dikemukakan oleh Gaffar dalam Kesuma dkk. 2012:5 bahwa pendidikan karakter merupakan sebuah tranformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu. Pada hakikatnya, tujuan pendidikan nasional tidak boleh melupakan landasan konseptual filosofi pendidikan yang membebaskan dan mampu menyiapkan generasi masa depan untuk dapat bertahan hidup survive dan berhasil menghadapi tantangan-tantangan zamannya Kesuma dkk. 2012: 6. Amin dalam Suyadi 2013:6 mengemukakan bahwa kehendak niat merupakan awal terjadinya akhlak karakter pada diri seseorang jika kehendak itu diwujudkan dalam bentuk pembiasan sikap dan perilaku. Hal tersebut juga ditegaskan bahwa pendidikan karakter dapat diartikan sebagai upaya sadar dan terencana dalam mengetahui kebenaran atau kebaikan, mencintainya dan melakukannya dalam kehidupan sehari-hari Suyadi 2013:6. Orang yang berkarakter adalah orang yang berkepribadian, berperilaku bersifat, bertabiat, atau berwatak tertentu, dan watak tersebut yang membedakan dirinya dengan orang lain Suyadi 2013:5. Kemudian, fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional menurut UUSP No.20 tahun 2003 Bab 2 Pasal 3 dalam Kesuma dkk. 2012:6. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esaa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Mencermati fungsi pendidikan nasional, yakni mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan beradaban bangsa seharusnya memberikan pencerahan yang memadai bahwa pendidikan harus berdampak pada watak manusia atau bangsa Indonesia. Fungsi ini amat berat untuk dipikul oleh pendidikan nasional, terutama apabila dikaitkan dengan siapa yang bertanggungjawab untuk keberlangsungan fungsi ini. Menurut Daryanto, dkk 2013:3 ada enam pilar karakter the six pillars of character atau enam aturan dasar dalam kehidupan six basic rules of living meliputi kejujuran trustworthiness, rasa hormat respect, tanggung jawab responsibility, keadilan fairness, kepedulian caring, dan warga negara yang baik good citizenship. Dalam konteks pendidikan karakter, bahwa kemampuan yang harus dikembangkan pada peserta didik melalui sekolah adalah berbagai kemampuan yang akan menjadikan manusia sebagai makhluk yang berketuhanan tunduk patuh pada konsep ketuhanan dan mengemban amanah sebagai pemimpin di dunia. Kemampuan yang perlu dikembangkan pada peserta didik Indonesia adalah kemampuan mengabdi kepada Tuhan yang menciptakannya, kemampuan untuk menjadi dirinya sendiri, kemampuan untuk hidup seccara harmoni dengan manusia dan makhluk lainnya, dan kemampuan untuk menjadikan dunia ini sebagai wahana kemakmuran dan kesejahteraan bersama.

2.2.16 Nilai-nilai Karakter

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENGUBAH TEKS WAWANCARA MENJADI NARASI DENGAN METODE PENCARIAN INFORMASI MELALUI MEDIA KARTUN BERCERITA PADA KELAS VII D SMP NEGERI 30 SEMARANG

0 29 199

Model Pembelajaran Kooperatif Student Facilitator and Explaining (SFE) dengan Peta Konsep dalam Peningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. (Kuasi Eksperimen di SMP Jayakarta)

0 2 225

PENERAPAN METODE STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR DAN HASIL Penerapan Metode Student Facilitator And Explaining Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV MI Karangkonan

0 0 14

PENERAPAN METODE STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING UNTU MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR DAN HASIL Penerapan Metode Student Facilitator And Explaining Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV MI Karangkonang

0 0 14

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGUBAH TEKS WAWANCARA MENJADI NARASI MELALUI PEMANFAATAN METODE PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGUBAH TEKS WAWANCARA MENJADI NARASI MELALUI PEMANFAATAN METODE COOPERATIVE SCRIPT (CS) BAGI SISWA KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH 5 TANON KABUPATE

0 0 19

EFEKTIVITAS METODE PETA PIKIRAN DENGAN MEDIA VIDEO WAWANCARA DALAM PEMBELAJARAN MENGUBAH TEKS WAWANCARA MENJADI NARASI.

0 0 62

Peningkatan Keterampilan Mengubah Teks Wawancara menjadi Narasi dengan Teknik Membuat Kerangka Tulisan pada Siswa Kelas VII D SMP Negeri 1 Wedarijaksa Kabupaten Pati Tahun Ajaran 2009/2010.

0 0 2

(ABSTRAK) PENINGKATAN KETERAMPILAN MENGUBAH TEKS WAWANCARA MENJADI NARASI MELALUI PENDEKATAN PAIKEM PADA SISWA KELAS VIIG SMP NEGERI 12 SEMARANG.

0 0 3

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENGUBAH TEKS WAWANCARA MENJADI NARASI MELALUI PENDEKATAN PAIKEM PADA SISWA KELAS VIIG SMP NEGERI 12 SEMARANG.

0 0 210

PENINGKATAN KETERAMPILAN SISWA MENGUBAH TEKS WAWANCARA MENJADI KARANGAN NARASI MELALUI MEDIA AUDIO VISUAL KELAS VII SMP NEGERI 4 KERINCI JURNAL

0 0 15