PENINGKATAN KETERAMPILAN MENGUBAH TEKS WAWANCARA MENJADI NARASI DENGAN METODE PENCARIAN INFORMASI MELALUI MEDIA KARTUN BERCERITA PADA KELAS VII D SMP NEGERI 30 SEMARANG

(1)

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENGUBAH TEKS WAWANCARA MENJADI NARASI DENGAN METODE PENCARIAN INFORMASI MELALUI

MEDIA KARTUN BERCERITA PADA KELAS VII D SMP NEGERI 30 SEMARANG

Skripsi

untuk memeroleh gelar sarjana pendidikan

Oleh :

Nama : Rumiana

NIM : 2101409006

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan : Bahasa dan Sastra Indonesia

FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

ii SARI

Rumiana. 2013. Peningkatan Keterampilan Mengubah Teks Wawancara Menjadi Narasi dengan Metode Pencarian Informasi Melalui Media Kartun Bercerita pada kelas VII D SMP N 30 Semarang. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Drs. Wagiran, M.Hum. dan Pembimbing II: Rahayu Pristiwati, S.Pd., M.Pd.

Kata kunci: keterampilan mengubah teks wawancara menjadi narasi, metode pencarian informasi, media kartun bercerita.

Kemampuan siswa dalam mengubah teks wawancara menjadi narasi di SMP N 30 Semarang masih rendah. Berdasarkan beberapa sebab rendahnya kualitas menulis siswa, maka disimpulkan perlu penanganan s dalam pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi narasi. Diperlukannya suatu metode pembelajaran menulis yang efektif dan efisien. Diharapkan penerapan metode pencarian informasi dan penggunaan media kartun bercerita mampu meningkatkan keterampilan siswa dalam mengubah teks wawancara menjadi narasi.

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu (1) bagaimanakah proses pembelajaran Mengubah Teks Wawancara Menjadi Narasi dengan Menggunakan Metode Pencarian Informasi dan Media Kartun Bercerita, (2) bagaimanakah peningkatan hasil pembelajaran Mengubah Teks Wawancara Menjadi Narasi dengan Menggunakan Metode Pencarian Informasi dan Media Kartun Bercerita, dan (3) bagaimanakah perubahan perilaku siswa setelah mengikuti pembelajaran Mengubah Teks Wawancara Menjadi Narasi dengan Menggunakan Metode Pencarian Informasi dan Media Kartun Bercerita di SMP N 30 Semarang. Selaras dengan rumusan masalah, tujuan penelitian ada tiga yaitu mendeskripsi proses, memaparkan peningkatan keterampilan mengubah teks wawancara menjadi narasi dan menjelaskan perubahan perilaku siswa.

Proses pembelajaran siklus II berjalan lebih tertib dan lancar dibandingkan siklus I. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan keterampilan mengubah teks wawancara menjadi narasi kelas VIID SMP N 30 Semarang dengan metode pencarian informasi melalui kartun bercerita. Pada siklus I nilai rata-rata kelas mencapai 70,7 dan termasuk dalam kategori cukup dan masih jauh dari kriteria ketuntasan minimal di sekolah yaitu 75 dan juga belum mencapai target ketuntasan penelitian sebesar 77. Pada siklus II nilai rata-rata kelas meningkat 14,6% menjadi 81 dan masuk dalam kategori baik. Perolehan hasil ini menunjukkan bahwa pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan metode pencarian informasi melalui kartun bercerita pada siswa kelas VIID SMP N 30 Semarang berhasil.

Perilaku siswa dalam mengikuti pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan metode pencarian informasi melalui kartun bercerita mengalami perubahan ke arah yang lebih positif. Siswa yang sebelumnya kurang antusias dengan pembelajaran menulis menjadi lebih antusias mengikuti


(3)

iii

menjadi narasi. Bagi peneliti lain disarankan agar melakukan penelitian serupa dengan menggunakan strategi, teknik, atau metode yang lain agar memberikan alternatif dalam pembelajaran.


(4)

iv

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi.

Semarang, 27 Mei 2013

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Wagiran, M.Hum. Rahayu Pristiwati, S.Pd., M.Pd.


(5)

v

hari :

tanggal :

Panitia Ujian Skripsi

Ketua, Sekretaris,

Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum. Sumartini, S.S., M.A.

NIP.. 196008031989011001 NIP..197307111998022001

Penguji I,

Dra. Suprapti, M.Pd. NIP 195007291979032001

Penguji II, Penguji III,

Rahayu Pristiwati, S.Pd, M.Pd. Drs. Wagiran, M.Hum.


(6)

vi

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian maupun seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 27 Mei 2013


(7)

vii

Motto penulis dalam menjalani kehidupan yaitu sebagai berikut. 1. Dahulukan Allah, maka Allah akan mendahulukanmu.

2. Ketika kita memberikan jalan kepada orang lain, maka kita pasti akan diberikan jalan oleh-Nya.

Persembahan

Skripsi ini saya persembahkan kepada.

1. Bapak, Ibu, Kakak, dan Kakak ipar saya yang selalu memberikan motivasi.

2. Mas Harsito Subekti. 3. Almamater.


(8)

viii PRAKATA

Bukan tanpa kerja keras dan bukan tanpa perjuangan skripsi ini dapat terselesaikan. Berkat rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa halangan yang berarti.

Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada Drs. Wagiran, M.Hum., selaku pembimbing I dan Rahayu Pristiwati, S.Pd., M.Pd., pembimbing II yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama penyusunan skripsi. Ucapan terima kasih juga peneliti sampaikan kepada:

1. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin peneliti untuk melakukan penelitian;

2. Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kemudaham dalam penyusunan skripsi; 3. Kepala SMP N 30 Semarang, Dra Suprihartiningsih guru mapel bahasa Indonesia

dan siswa-siswi kelas VIID SMP N 30 Semarang yang telah bekerja sama dengan peneliti selama penelitian;

4. Bapak, ibu, Mas Wasis, dan Mbak Puji yang senantiasa memberikan doa restu serta dukungan;

5. Seluruh pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang setimpal atas apa yang telah diberikan kepada peneliti. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada peneliti khususnya dan kepada pembaca pada umumnya.

Semarang, 27 Mei 2013


(9)

ix

Sari ... i

Persetujuan Pembimbing ... iii

Pengesahan Kelulusan ... iv

Pernyataan ... v

Motto dan Persembahan ... vi

Prakata ... vii

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Gambar ... xiv

Daftar Diagram ... xv

Daftar Bagan ... xvi

Daftar Lampiran ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 7

1.3Pembatasan Masalah ... 9

1.4Rumusan Masalah ... 9

1.5Tujuan Penelitian ... 10

1.6Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS ... 12

2.1.Kajian Pustaka ... 12

2.2.Landasan Teoretis ... 19

2.2.1 Hakikat Menulis ... 19

2.2.2 Tujuan Menulis ... 22

2.2.3 Manfaat Menulis ... 23

2.2.4 Hakikat Narasi ... 25


(10)

x

2.2.6 Jenis Karangan Narasi ... 27

2.2.7 Bentuk Khusus Narasi ... 28

2.2.8 Struktur Narasi... 30

2.2.9 Langkah-langkah Menulis Karangan Narasi ... 31

2.2.10 Hakikat Wawancara... 32

2.2.11 Teks Wawancara ... 33

2.2.12 Media Kartun Bercerita ... 34

2.2.13 Metode Pencarian Informasi... 37

2.2.14 Penerapan Metode Pencarian Informasi dan Media Kartun Bercerita pada Pembelajaran ... 39

2.2.15 Evaluasi Pembelajaran Menggunakan Metode Pencarian Informasi dan Media Kartun Bercerita ... 42

2.3 Kerangka Berpikir ... 43

2.4 Hipotesis Tindakan ... 45

BAB III METODE PENELITIAN ... 46

3.1 Desain Penelitian ... 46

3.1.1 Proses Tindakan Siklus I ... 47

3.1.1.1 Perencanaan Siklus ... 47

3.1.1.2 Tindakan Siklus I ... 49

3.1.1.3 Observasi Siklus I ... 52

3.1.1.4 Refleksi Siklus I ... 53

3.1.2 Proses Tindakan Siklus II ... 53

3.1.2.1 Perencanaan Siklus II ... 54

3.1.2.2 Tindakan Siklus II ... 54

3.1.2.3 Observasi Siklus II ... 57

3.1.2.4 Refleksi Siklus II ... 58

3.2 Subjek Penelitian ... 59

3.3 Variabel Penelitian ... 59

3.3.1 Variabel Kemampuan Mengubah Teks Wawancara menjadi Narasi .. 59

3.3.2 Variabel Metode Pencarian Informasi melalui Kartun Bercerita... 60


(11)

xi

3.5.2 Instrumen Nontes ... 66

3.5.2.1 Pedoman Observasi ... 66

3.5.2.2 Pedoman Wawancara ... 66

3.5.2.3 Jurnal ... 67

3.5.2.4 Dokumentasi ... 67

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 68

3.6.1 Teknis Tes ... 68

3.6.2 Teknik Nontes ... 69

3.6.2.1 Observasi ... 69

3.6.2.2 Wawancara ... 70

3.6.2.3 Jurnal ... 71

3.7 Teknis Analisis Data ... 73

3.7.1 Teknik Kuantitatif ... 73

3.7.2 Teknik Kualitatif ... 74

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 76

4.1 Penelitian Siklus I ... 76

4.1.1 Proses Pembelajaran Mengubah Teks Wawancara menjadi Narasi dengan Metode Pencarian Informasi melalui Media Kartun Bercerita 76 4.1.2 Peningkatan Hasil Pembelajaran Mengubah Teks Wawancara menjadi Narasi dengan Metode Pencarian Informasi melalui Media Kartun Bercerita ... 79

4.1.2.1 Aspek Kesesuaian Isi ... 81

4.1.2.2 Aspek Penggunaan Kalimat Langsung dan tak Langsung ... 82

4.1.2.3 Aspek Penggunaan Ejaan dan Tanda Baca ... 83

4.1.2.4 Aspek Kohesi dan Koherensi ... 84

4.1.2.5 Aspek Ketepatan Pemilihan Kata ... 86


(12)

xii

4.1.2.7 Apek Kerapian Tulisan ... 88

4.1.3 Perilaku Siswa Siklus I ... 89

4.1.3.1 Hasil Observasi Siklus I ... 89

4.1.3.2 Hasil Jurnal Siklus I ... 94

4.1.3.2.1 Jurnal Siswa ... 95

4.1.3.2.2 Jurnal Guru ... 97

4.1.3.3 Hasil Wawancara Siklus I ... 101

4.1.3.4 Dokumentasi Siklus I ... 103

4.1.3.5 Refleksi Siklus I ... 107

4.1.3.5.1 Refleksi Proses ... 107

4.1.3.5.2 Refleksi Hasil ... 108

4.1.3.5.3 Refleksi Perilaku Siswa ... 109

4.2 Penelitian Siklus II ... 110

4.2.1 Proses Penelitian Mengubah Teks Wawancara menjadi Narasi dengan Metode Pencarian Informasi melalui Media Kartun Bercerita ... 111

4.2.2 Peningkatan Hasil Pembelajaran Mengubah Teks Wawancara menjadi Narasi dengan Metode Pencarian Informasi melalui Media Kartun Bercerita ... 113

4.2.2.1 Aspek Kesesuaian Isi ... 116

4.2.2.2 Apek Penggunaan Kalimat Langsung dan Tak Langsung ... 117

4.2.2.3 Aspek Penggunaan Ejaan dan Tanda Baca ... 118

4.2.2.4 Aspek Kohesi dan Koherensi ... 119

4.2.2.5 Aspek Ketepatan Pemilihan Kata ... 120

4.2.2.6 Aspek Keruntutan Cerita ... 122

4.2.2.7 Aspek Kerapian Tulisan ... 123

4.2.3 Perubahan Perilaku Siklus II ... 124

4.2.3.1 Hasil Observasi Siklus II ... 124

4.2.3.2 Hasil Jurnal Siklus II ... 129

4.2.3.2.1 Jurnal Siswa ... 130

4.2.3.2.1 Jurnal Guru ... 132


(13)

xiii

4.2.3.5.3 Refleksi Perubahan Perilaku ... 143

4.3 Pembahasan ... 144

4.3.1 Proses Pembelajaran Mengubah Teks Wawancara Menjadi Narasi Dengan Metode Pencarian Informasi melalui Kartun Bercerita ... 144

4.3.2 Peningkatan Hasil Pembelajaran Keterampilan Mengubah Teks Wawancara menjadi Narasi ... 146

4.3.3 Perubahan Perilaku ... 152

4.4 Perbandingan ... 157

BAB V PENUTUP ... 161

5.1 Simpulan ... 161

5.2 Saran ... 163

Daftar Pustaka ... 165


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Pebedaan Narasi Ekspositoris dan Narasi Sugestif ... 28

Tabel 2 Pedoman Penilaian ... 64

Tabel 3 Rubrik Penilaian Karangan Narasi... 64

Tabel 4 Kategori Penilaian ... 65

Tabel 5 Hasil Tes Keterampilan Mengubah Teks Wawancara Menjadi Narasi Siklus I ... 80

Tabel 6 Hasil Tes Aspek Kesesuaian Isi ... 81

Tabel 7 Hasil Tes Aspek Penggunaan Kalimat Langsung ... 82

Tabel 8 Hasil Tes Aspek Penggunaan Ejaan dan Tanda Baca ... 84

Tabel 9 Hasil Tes Aspek Kohesi dan Koherensi... 85

Tabel 10 Hasil Tes Aspek Ketepatan Pemilihan Kata ... 86

Tabel 11 Hasil Tes Aspek Keruntutan Cerita ... 87

Tabel 12 Hasil Tes Aspek Kerapian Tulisan ... 88

Tabel 13 Hasil Observasi Siklus I ... 89

Tabel 14 Hasil Tes Keterampilan Mengubah Teks Wawancara Menjadi Narasi Siklus II ... 114

Tabel 15 Hasil Tes Aspek Kesesuaian Isi Siklus II ... 116

Tabel 16 Hasil Tes Aspek Penggunaan Kalimat Langsung dan Tak Langsung Siklus II ... 117

Tabel 17 Hasil Tes Aspek Penggunaan Ejaan dan Tanda Baca Siklus II ... 118

Tabel 18 Hasil Tes Aspek Kohesi dan Koherensi Siklus II ... 120

Tabel 19 Hasil Tes Aspek Ketepatan Pemilihan Kata Siklus II ... 121

Tabel 20 Hasil Tes Aspek Keruntutan Cerita Siklus II ... 122

Tabel 21 Hasil Tes Aspek Kerapian Tulisan Siklus II ... 123

Tabel 22 Hasil Observasi Siklus II ... 124

Tabel 23 Peningkatan Rata-rata Siklus I menuju Siklus II ... 150


(15)

xv

Gambar 2 Aktivitas Siswa Mengamati Kartun Bercerita... 105 Gambar 3 Aktivitas Siswa Berdiskusi dengan Teman Sebangku ... 105 Gambar 4 Aktivitas Guru Mengulang Materi yang Belum Dipahami

Siswa ... 106 Gambar 5 Aktivitas Siswa Mengubah Teks Wawancara menjadi

Narasi ... 106 Gambar 6 Siswa Aktif Bertanya ... 138 Gambar 7 Guru Membagikan Media Kartun Bercerita ... 138 Gambar 8 Aktivitas Siswa Berwawancara dengan Teman

Sebangku ... 139 Gambar 9 Aktivitas Siswa Melakukan Kunjung Karya ... 139 Gambar 10 Pemberian Hadiah kepada Siswa yang Mendapatkan


(16)

xvi

DAFTAR DIAGRAM

Halaman Diagram 1 Hasil Tes Keterampilan Mengubah Teks Wawancara

menjadi Narasi Siklus I ... 146 Diagram 2 Hasil Tes Keterampilan Mengubah Teks Wawancara

Menjadi Narasi Siklus II ... 149 Diagram 3 Peningkatan Tiap Aspek dari Siklus I ke Siklus II ... 151


(17)

xvii


(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... 168

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 179

Lampiran 3 Daftar Siswa Kelas VIID SMP Negeri 30 Semarang ... 190

Lampiran 4 Rincian Perolehan Nilai Tiap Siswa Siklus I ... 192

Lampiran 5 Pedoman Observasi Siklus I dan Siklus II ... 195

Lampian 6 Pedoman Wawancara Siklus I dan Siklus II ... 197

Lampiran 7 Pedoman Jurnal Siswa Siklus I dan Siklus II ... 198

Lampiran 8 Pedoman Jurnal Guru Siklus Idan Siklus II ... 199

Lampiran 9 Hasil Observasi Siklus I ... 200

Lampiran 10 Hasil Wawancara Siklus I (Nilai Baik) ... 203

Lampiran 11 Hasil Wawancara Siklus I (Nilai Cukup) ... 204

Lampiran 12 Hasil Wawancara Siklus I (Nilai Kurang) ... 205

Lampiran 13 Contoh Hasil Jurnal Siswa Siklus I ... 206

Lampiran 14 Contoh Hasil Jurnal Siswa Siklus I ... 207

Lampiran 15 Contoh Hasil Jurnal Siswa Siklus I ... 208

Lampiran 16 Hasil Jurnal Guru Siklus I ... 209

Lampiran 17 Rincian Perolehan Nilai Siswa Siklus II ... 210

Lampiran 18 Hasil Observasi Siklus II ... 213

Lampiran 19 Hasil Wawancara Siklus II (Nilai sangat baik) ... 221

Lampiran 20 Hasil Wawancara Siklus II (Nilai Baik) ... 222

Lampiran 21 Hasil Wawancara Siklus II (Nilai Baik) ... 223


(19)

xix

Lampiran 26 SK Pembimbing ... 228

Lampiran 27 Surat Permohonan Izin Penelitian Unnes ... 229

Lampiran 28 Surat Keterangan dari SMP N 30 Semarang ... 230

Lampiran 29 Surat Keterangan Lulus UKDBI ... 231

Lampiran 30 Surat Keterangan Selesai Bimbingan ... 232

Lampiran 31 Lembar Pembimbingan Penulisan Skripsi... 233

Lampiran 32 Teks Wawancara Siswa ... 237

Lampiran 33 Hasil Karya Siswa dalam Mengubah Teks Wawancara menjadi Narasi Siklus I ... 240

Lampiran 33 Hasil Karya Siswa dalam Mengubah Teks Wawancara menjadi Narasi ... 243


(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia sering dianggap pelajaran yang membosankan oleh siswa, sehingga hasil pembelajaran yang dicapai tidak maksimal. Padahal setiap mata pelajaran memiliki peran penting dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Hal ini telah tercantum secara jelas dalam kurikulum 2004, disebutkan bahwa tujuan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia secara umum meliputi (1) siswa menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara, (2) siswa memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan, (3) siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial, (4) siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis), (5) siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, dan (6) siswa menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Pembelajaran bahasa Indonesia meliputi empat keterampilan berbahasa (language arts, language skills), yaitu keterampilan menyimak (listening skills), keterampilan berbicara (speaking skills), keterampilan membaca (reading skills), dan


(21)

keterampilan menulis (writing skills). Keempat keterampilan tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan. Keterampilan menulis memiliki beberapa aspek pembelajaran, salah satunya yaitu mengubah teks wawancara menjadi narasi. Siswa sekolah menengah pertama (SMP) khususnya kelas VII ditengarai belum menguasai keterampilan mengubah teks wawancara menjadi narasi. Sebagian besar siswa tidak menyukai keterampilan menulis karena dianggap sulit dan membosankan.

Berdasarkan hasil observasi di SMP N 30 Semarang, keterampilan berbahasa yang memiliki nilai ketuntasan paling rendah yaitu menulis (writing skills). Jika dibandingkan dengan tiga kemampuan berbahasa yang lain, kemampuan menulis lebih sulit dikuasai, bahkan oleh penutur asli bahasa yang bersangkutan. Hal ini disebabkan kemampuan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur kebahasaan dan unsur di luar bahasa itu sendiri yang menjadi isi karangan. Baik unsur bahasa maupun unsur isi harus terjalin sedemikian rupa sehingga menghasilkan karangan yang runtut dan padu. Hal tersebut mengindikasikan bahwa keterampilan menulis dapat dipelajari dan merupakan sebuah seni (cara) dan tidak bergantung pada bakat tidaknya seseorang. Secara lebih luas, tahapan menulis meliputi, tahap pramenulis, penulisan draf, pengembangan, penyuntingan, dan publikasi. Menulis sebagai proses melalui tiga tahap yakni tahap pramenulis, menulis, dan pascamenulis. Pada tahap pramenulis yang dilakukan siswa adalah menyusun draf sampai batas menulis kerangka tulisan, selanjutnya tahap menulis draf kasar dan yang terakhir tahap pasca menulis yang meliputi tahap menyunting, bahkan publikasi.

Peneliti menetapkan SMP Negeri 30 Semarang sebagai sekolah penelitian karena memang di SMP tersebut kemampuan menulis siswa masih kurang. Khususnya


(22)

3

dalam mengubah teks wawancara menjadi narasi. Hal ini terbukti melalui beberapa hal: 1) hasil observasi menunjukkan bahwa nilai siswa masih belum mencapai KKM, dan 2) berdasarkan hasil observasi, peneliti melihat bahwa guru hanya menggunakan metode konvensional dalam pembelajaran yaitu ceramah dan siswa di suruh mencatat materi. Jadi, siswa bersifat pasif dan mereka merasa bosan. Oleh karena itu, siswa tidak tertarik dengan pembelajaran menulis. Mereka menganggap bahwa menulis merupakan kegiatan yang membosankan dan tidak bermanfaat. Hal ini terbukti saat pembelajaran menulis banyak siswa yang tidak memperhatikan dan melakukan aktivitas lain, seperti menggambar di buku catatan serta mengganggu teman sebangku. Hal tersebut merupakan faktor penyebab kegagalan pembelajaran menulis. Selain itu, di SMP N 30 Semarang khususnya kelas VII, 50% lebih siswa tidak tuntas dalam aspek menulis khususnya keterampilan mengubah teks wawancara menjadi narasi. Berdasarkan data guru, dari delapan kelas yang ada pada tingkat kelas VII di SMP N 30 Semarang, kelas VIID merupakan kelas yang mendapatkan nilai terendah yaitu rata-rata kelas yang hanya sebesar 62. Mereka mengalami kesulitan dalam mengubah kalimat langsung menjadi tak langsung, kurang lengkap dalam menulis kembali informasi yang ada, tidak menguasai EYD dalam menulis, dan paragraf yang disusun pun tidak koheren. Oleh karena itu, peneliti menetapkan kelas VIID sebagai kelas yang layak untuk dilakukan penelitian. Kelas VIID memang memiliki kemampuan yang paling rendah diantara kelas yang lain.

Guru memegang peranan penting dalam sebuah pembelajaran. Ketepatan pemilihan metode dan media pembelajaran akan berpengaruh pada hasil yang akan dicapai. Saat ini, guru sudah berusaha menerapkan berbagai strategi pembelajaran


(23)

agar hasil yang dicapai maksimal, namun hasil pembelajaran masih mengecewakan. Banyak siswa yang mendapatkan nilai di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM). Nilai KKM di SMP N 30 Semarang untuk mata pelajaran bahasa Indonesia yaitu 75, sedangkan nilai rata-rata kelas pada kompetensi dasar mengubah teks wawancara menjadi narasi hanya sebesar 62. Pemilihan metode dan media pembelajaran yang yang sesuai dengan tujuan pembelajaran menjadi inti penanganan permasalahan tersebut. Metode yang tepat akan membuat siswa tertarik dan tidak merasa bosan sehingga pembelajaran lebih efektif. Pada kesempatan ini, akan dilakukan penelitian untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam kompetensi mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan metode pencarian informasi melalui media kartun bercerita pada kelas VII D SMP N 30 Semarang.

Penelitian ini menggunakan metode pencarian informasi untuk meningkatkan keterampilan siswa mengubah teks wawancara menjadi narasi. Metode pencarian informasi diharapkan dapat meningkatkan tingkat ketelitian siswa dalam memahami teks wawancara. Selain itu, metode ini hampir sama dengan ujian open book dalam pembelajaran sehari-hari. Tim mencari informasi yang menjawab pertanyaan yang diajukan. Metode ini khususnya sangat membantu dalam materi yang membosankan. Biasanya yang dianggap membosankan yaitu mata pelajaran bahasa Indonesia karena terlalu banyak materi yang disampaikan. Selain itu, guru hanya ceramah dalam pembelajarannya sehingga siswa merasa bosan.

Metode pencarian informasi lebih menitikberatkan pada ketelitian siswa dalam menangkap informasi yang terdapat dalam teks wawancara sehingga lebih mudah ketika mengolah kembali menjadi sebuah karangan narasi. Sebuah teks wawancara


(24)

5

terdapat beberapa informasi penting dari seorang narasumber. Oleh karena itu, siswa harus teliti dalam mengolah informasi sehingga menghasilkan karangan yang tepat dan lengkap. Beberapa pertanyaan pancingan yang disampaikan guru dapat meningkatkan ketelitian siswa.

Media yang diterapkan dalam penelitian ini yaitu media kartun bercerita. Konsep media kartun bercerita yaitu kartun yang dapat menyampaikan informasi tertentu kepada siswa baik secara visual maupun audiovisual. Peneliti menyajikan kartun yang dapat menyampaikan informasi kepada siswa. Media kartun bercerita dipilih oleh peneliti dalam penelitian ini agar siswa lebih bisa memahami wawancara yang dilakukan oleh para tokoh. Siswa kelas VII biasanya masih tertarik dengan kartun. Oleh karena itu, peneliti menghadirkan media kartun bercerita agar siswa tertarik sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Penggunaan metode pencarian informasi dan media kartun bercerita diharapkan dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam mengubah teks wawancara menjadi narasi. Tujuan pemilihan metode pencarian informasi agar siswa lebih teliti dalam mencari informasi yang ada pada teks wawancara sehingga mereka akan lebih mudah saat menyusun kembali beberapa informasi menjadi sebuah karangan narasi. Guru menyajikan beberapa pertanyaan pancingan agar siswa lebih teliti dalam memahami isi wawancara. Selain itu, disertakan pula media kartun bercerita. Penggunaan media kartun bercerita bertujuan untuk menarik minat siswa sehingga mereka tidak merasa bosan saat pembelajaran berlangsung. Selain itu, media ini juga mempermudah penyajian materi. Tokoh yang dihadirkan dalam media akan meningkatkan ketertarikan siswa sehingga mereka lebih bersemangat dan aktif.


(25)

Penggunaan metode pencarian informasi dan media kartun bercerita dalam pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi narasi ini diharapkan dapat memotivasi guru dan siswa dalam upaya meningkatkan keterampilan mengubah teks wawancara menjadi narasi, serta mengurangi kesulitan siswa dalam pembelajaran tersebut sehingga dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran. Melalui metode pencarian informasi dan media kartun bercerita, siswa lebih mudah dalam menyerap informasi dalam teks wawancara sehingga siswa akan dapat menghasilkan sebuah karya yang berkualitas dan mengandung informasi yang lengkap.

Berdasarkan latar belakang masalah, penelitian peningkatan keterampilan siswa dalam mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan metode pencarian informasi melalui media kartun bercerita patut dilaksanakan.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang masalah, dapat kita simpulkan bahwa terdapat beberapa masalah pada pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi narasi. Hal ini juga sejalan dengan hasil observasi di SMP N 30 Semarang yang telah dilakukan beberapa waktu yang telah lalu. Guru mata pelajaran bahasa Indonesia yang mengajar di SMP N 30 Semarang mengatakan bahwa kemampuan siswa kelas VII dalam mengubah teks wawancara menjadi narasi masih rendah.

Rendahnya kemampuan siswa ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang pertama yaitu berasal dari pihak siswa. Faktor ini disebabkan karena kurangnya minat siswa terhadap pembelajaran menulis sehingga selama pembelajaran berlangsung siswa tidak memperhatikan guru. Minat siswa yang rendah terhadap


(26)

7

pelajaran menulis merupakan faktor utama yang menyebabkan kegagalan pembelajaran, khususnya dalam mengubah teks wawancara menjadi narasi. Minat yang rendah membuat siswa malas untuk melakukan segala aktivitas selama pembelajaran berlangsung sehingga siswa tidak bisa menyerap materi yang telah disampaikan oleh guru. Mereka mengalami kesulitan dalam mengubah kalimat langsung menjadi tak langsung, kurang lengkap dalam menulis kembali informasi yang ada, tidak menerapkan EYD dalam menulis, dan paragraf yang disusun pun tidak koheren.

Faktor penyebab kegagalan pembelajaran yang kedua yaitu dari guru. Selama proses belajar-mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberikan fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Agar dapat mencapai tujuan, guru harus pandai mengembangkan media dan metode pembelajaran sehingga dapat menunjang proses belajar mengajar. Guru merupakan salah satu sumber dan media pembelajaran. Dengan demikian, peranan guru dalam pembelajaran sangat kuat dan lebih mengarah pada peningkatan motivasi belajar siswa. Melalui peranannya sebagai pengajar, guru diharapkan dapat mendorong siswa dalam berbagai kesempatan melalui sumber dan media, meskipun media itu sederhana. Uraian di atas menunjukkan betapa pentingnya peran seorang guru dalam suatu pembelajaran.

Berdasarkan hasil observasi di SMP N 30 Semarang, pada pihak guru kegagalan pembelajaran disebabkan karena kesalahan pemilihan metode dan media pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai. Guru tidak tepat dalam memilih metode dan media pembelajaran.


(27)

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, permasalahan yang akan diatasi adalah rendahnya kemamapuan siswa dalam mengubah teks wawancara menjadi narasi yang disebabkan oleh hal-hal berikut (1) siswa banyak kurang menyukai pembelajaran menulis, (2) siswa mengalami kesulitan dalam mengubah kalimat langsung menjadi tak langsung, (3) informasi yang ditulis siswa tidak lengkap, (4) siswa tidak menerapkan EYD dalam menulis, dan (5) paragraf yang disusun pun tidak koheren.

Pembatasan masalah dalam penelitian ini yaitu pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi narasi dngan metode pencarian informasi melalui media kartun bercerita.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah di atas, disusun rumusan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah proses pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan menggunakan metode pencarian informasi dan media kartun bercerita di SMP N 30 Semarang?

2. Bagaimanakah peningkatan hasil pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan menggunakan metode pencarian informasi dan media kartun bercerita di SMP N 30 Semarang?


(28)

9

3. Bagaimanakah perubahan perilaku siswa setelah mengikuti pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan menggunakan metode pencarian informasi dan media kartun bercerita di SMP N 30 Semarang?

1.5 Tujuan Penelitian

Selaras dengan rumusan masalah, tujuan penelitian adalah sebagai berikut. 1. Mendeskripsi proses pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi narasi

dengan menggunakan metode pencarian informasi dan media kartun bercerita di SMP N 30 Semarang.

2. Memaparkan peningkatan keterampilan mengubah teks wawancara menjadi narasi pada siswa kelas VII SMP N 30 Semarang setelah mengikuti pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan metode pencarian informasi dan media kartun bercerita.

3. Menjelaskan perubahan perilaku pada siswa kelas VII SMP N 30 Semarang setelah mengikuti pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan metode pencarian informasi dan media kartun bercerita.

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun praktis. Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat mengubah kebiasaan mengajar guru yang masih konvensional, menambah variasi pembelajaran yang dapat dilakukan oleh guru, menyempurnakan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh para peneliti, serta memperbaiki mutu pendidikan sehingga lebih baik.


(29)

Secara praktis, hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat baik bagi guru, siswa, sekolah, dan peneliti. Manfaat tersebut yaitu 1) dapat memberi solusi dan masukan untuk menggunakan media serta memperbaiki metode yang digunakan dalam pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi narasi, 2) hasil penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan minat siswa terhadap keterampilan menulis khususnya dalam mengubah teks wawancara menjadi narasi, 3) hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan semangat bagi para guru di SMP N 30 Semarang untuk menerapkan proses kegiatan belajar-mengajar yang menarik dan menyenangkan, dan 4) hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan tentang metode pencarian informasi dan media kartun bercerita dan mendorong peneliti agar melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) selanjutnya baik pada kompetensi yang sama maupun berbeda.


(30)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS

2.1 Kajian Pustaka

Upaya meningkatkan keterampilan siswa dalam mengubah teks wawancara menjadi narasi masih menjadi topik yang menarik untuk dikaji dan diteliti. Hal ini terbukti dengan banyaknya upaya meningkatkan keterampilan mengubah teks wawancara menjadi narasi yang telah dilakukan oleh para peneliti. Penelitian tindakan kelas umumnya dilakukan oleh guru bekerja sama dengan peneliti atau ia sendiri sebagai guru berperan ganda melakukan penelitian individu di kelas, di sekolah atau tempat ia mengajar untuk tujuan penyempurnaan atau peningkatan proses pembelajaran (Muliawan 2010:1). Aspek menulis dalam masih menarik untuk diadakan penelitian lebih lanjut karena penelitian sebelumnya belum sepenuhnya sempurna. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut demi menyempurnakan penelitian sebelumnya. Beberapa penelitian yang dijadikan kajian dalam penelitian ini yaitu Ikeguchi (1997), Spencer (2005), Suwarna (2007), Suryanto (2008), Rubiah (2009), Susmiati (2009), dan Widyastuti (2009).

Ikeguchi (1997) dalam penelitiannya yang berjudul “Teaching Integrated Writing Skills” menunjukkan bahwa proses pembelajaran menulis terpadu sangat efektif digunakan oleh mahasiswa Jepang kelas menulis. Kelebihan penelitian ini yaitu mahasiswa dapat menempatkan ide-ide secara logis, mengatur pola pikir, dan mengekspresikan ide tersebut dalam kalimat lengkap. Teknik ini memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk mengekspresikan diri agar menghasilkan tulisan


(31)

yang terbaik. Tetapi, penelitian ini juga terdapat kekurangan yaitu tulisan siswa biasanya kurang bervariatif dan terkesan monoton karena kurangnya bimbingan dari guru.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Ikeguchi (1997) mempunyai beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Persamaan kedua penelitian tersebut terletak pada aspek yang diteliti yaitu menulis. Selain itu, terdapat pula beberapa perbedaan yaitu: metode yang digunakan, subjek penelitian, dan jenjang pendidikan. Ikeguchi melakukan penelitian untuk kalangan mahasiswa, sedangkan penulis melakukan penelitan untuk jenjang sekolah menengah pertama (SMP).

Penelitian Spenser (2005) yang berjudul Step by Step Guide to Narrative Writing menunjukkan manfaat dalam menentukan langkah-langkah terlebih dahulu sebelum menulis karangan narasi. Tujuan penelitian ini yaitu (1) untuk mengetahui langkah-langkah menulis karangan narasi, (2) untuk menghubungkan cerita yang berasal dari pengalaman pribadi orang lain, dan (3) untuk menyatukan cerita dengan kehidupan.

Penelitian Spenser (2005) memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan penelitian ini yaitu siswa akan lebih mudah dalam menyusun karangan narasi karena dituntun langkah demi langkah oleh guru. Akan tetapi, penelitian ini juga memiliki kekurangan. Pembelajaran membutuhkan waktu yang lebih lama karena guru harus membimbing siswa di setiap langkah dalam menyusun karangan narasi. Penelitian ini membutuhkan waktu yang lama dan terasa monoton karena peneliti tidak menggunakan media pembelajaran.


(32)

13

Penelitian yang dilakukan Spenser ini memiliki persamaan serta perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Persamaan kedua penelitian ini yaitu aspek menulis yang dipilih sebagai bahan penelitian, serta jenis karangan yang sama yaitu karangan narasi, sedangkan perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Spenser dan penulis yaitu terletak pada subjek penelitian dan metode yang digunakan.

Penelitian Suwarno (2007) berjudul “Peningkatan Keterampilan Mengubah Teks Wawancara Menjadi Narasi dengan Teknik Penceritaan Pengalaman Pribadi pada Kelas VIIB SMP N 1 Godong”. Penelitian tersebut memiliki persamaan dengan penelitian kali ini, yaitu memilih kompetensi dasar mengubah teks wawancara menjadi narasi pada siswa kelas VII SMP. Tetapi, teknik yang digunakan berbeda dengan teknik yang digunakan penulis. Teknik yang digunakan Suwarno (2002) yaitu penceritaan pengalaman pribadi, sedangkan pada penelitian ini menggunakan metode pencarian informasi.

Berdasarkan analisis penelitian, keterampilan mengubah teks wawancara menjadi narasi dari siklus I dan siklus II mengalami peningkatan. Pada siklus I, rata-rata kelas meningkat menjadi 65,2 yaitu sebesar 8,5%, sedangkan pada siklus II skor rata-rata kelas meningkat menjadi 76 yaitu sebesar 9,9 %.

Kelemahan penelitian yang dilakukan oleh Suwarno (2007) yaitu terletak pada teknik yang digunakan. Teknik penceritaan pengalaman pribadi yang digunakan Suwarno membutuhkan waktu yang lebih lama karena sebelum mengubah teks wawancara menjadi narasi siswa harus berpikir tentang pengalaman pribadi mereka terlebih dahulu.


(33)

Penelitian Suryanto (2008) berjudul “Peningkatan Keterampilan Mengubah Teks Wawancara Menjadi Narasi dengan Pemodelan pada Siswa Kelas II D SLTP 1 Sukorejo Kendal”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan menggunakan teknik pemodelan dapat meningkatkan keterampilan siswa. Hal ini terbukti dari siklus pertama diperoleh hasil prosentase rata-rata kelas 64,4 dan siklus kedua diperoleh prosentase rata-rata kelas 80. Peningkatan dari siklus pertama ke siklus ke dua sebesar 7,8%. Hal ini menujukkan bahwa penggunaan teknik pemodelan dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam mengubah teks wawancara menjadi narasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Suryanto (2008) memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu pada kompetensi dasar yang akan diteliti, sedangkan perbedaannya terletak pada subjek serta teknik yang digunakan. Kelemahan pada penelitian ini yaitu teknik yang digunakan. Saat pembelajaran berlangsung beberapa siswa harus berperan menjadi pewawancara dan narasumber sebagai pemodelan. Metode yang digunakan tidak efektif dalam pembelajaran karena beberapa siswa yang menjadi model dalam pembelajaran tidak dapat mengikuti pembelajaran secara maksimal.

Penelitian Rubiah (2009) berjudul “Peningkatan Keterampilan Mengubah Teks Wawancara Menjadi Karangan Narasi dengan Teknik Concept Map pada siswa Kelas VII SMP N 3 Juwana”. Penelitian ini mengkaji tentang keterampilan mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi dengan teknik concept map dengan tujuan memudahkan imajinasi siswa saat mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi. Penggunaan visualisasi gambar, akan dapat membantu siswa dalam proses


(34)

15

menulis karangan narasi. Adapun hasil yang dicapai terbukti bahwa dengan menggunakan teknik concept map dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam mengubah teks wawancara menjadi narasi. Hasil pembelajaran terlihat adanya peningkatan kompetensi yang dicapai oleh para siswa. Berdasarkan analisis penelitian, keterampilan mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi dari siklus I dan siklus II mengalami peningkatan. Pada siklus I, rata-rata kelas meningkat menjadi 65,2 sebesar 8,5%, sedangkan pada siklus II, skor rata-rata kelas meningkat menjadi 76 yaitu sebesar 9,9%.

Hasil yang diperoleh bermanfaat untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi. Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Persamaan kedua penelitian ini yaitu terdapat pada kompetensi yang diteliti yakni mengubah teks wawancara menjadi narasi, sedangkan perbedaan penelitian terdapat pada metode yang digunakan, dan subjek penelitian. Kelemahan penelitian ini terdapat pada teknik yang digunakan. Siswa diberikan visualisasi gambar lalu membuat sebuah konsep masing-masing. Hal ini membutuhkan waktu yang lebih lama dalam proses pembelajaran.

Susmiati (2009) melakukan penelitian dengan judul “Peningkatan Keterampilan Mengubah Teks Wawancara Menjadi Narasi dengan Pendekatan Kontekstual Komponen Pemodelan pada Siswa Kelas VII F SMP N 32 Semarang”. Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa nilai siswa dalam kompetensi mengubah teks wawancara menjadi narasi rata-rata 50,73. Setelah dilakukan tindakan siklus I rata-rata nilai siswa meningkat menjadi 63,12 dan pada siklus II juga mengalami peningkatan


(35)

menjadi 73,76. Dari hasil analisis deskriptif kualitatif dapat diketahui bahwa rata-rata keaktifan siswa sebesar 47%. Pada siklus I rata-rata keaktifan siswa meningkat menjadi 67% dan pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 87% serta sudah tidak ditemukan lagi perilaku siswa yang tidak mendukung pembelajaran.

Persamaan penelitian Susmiati (2009) dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis yaitu memiliki kompetensi dasar penelitian yang sama. Kelemahann yang terdapat pada penelitian ini yaitu pada subjek dan pendekatan yang digunakan. Pendekatan kontekstual komponen pemodelan memiliki kelemahan yang hampir sama dengan teknik pemodelan yakni ada beberapa siswa yang harus berperan sebagai model sehingga mereka tidak dapat mengikuti pembelajaran secara maksimal.

Penelitian Widyastuti (2009) berjudul “Peningkatan Kemampuan Mengubah Teks Wawancara Menjadi Narasi dengan Teknik Menulis Cepat dan Media Video Compact Disk (VCD) Siswa kelas VII SMP N 5 Ketro Kecamatan Karangkayung Kabupaten Grobogan”. Penelitian ini mengkaji tentang peningkatan kemampuan mengubah teks wawancara menjadi dengan teknik menulis cepat dan media video compact disk (VCD). Penggunakan teknik menulis cepat dan media video compact disk (VCD) diharapkan dapat membantu siswa dalam proses mengubah teks wawancara menjadi narasi. Media ini diharapkan dapat membantu siswa dalam berimajinasi saat menulis.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan keterampilan siswa dalam mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan menggunakan teknik menulis cepat dan media video compact disk (VCD). Hasil ini dapat dilihat dari meningkatnya nilai siswa kelas VII SMP N 5 Ketro Kecamatan Karangkayung Kabupaten Grobogan


(36)

17

setelah mengikuti pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan menggunakan teknik menulis cepat dan media video compact disk (VCD). Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan keterampilan menulis paragraf deskriptif dari siklus I ke siklus II. Hal ini tampak dari peningkatan rata-rata hasil tes keterampilan siswa dari 71,29 pada siklus I menjadi 74,52 pada siklus II dan terjadi peningkatan sebesar 13%. Berdasarkan hasil yang dicapai dari penelitian di atas, terdapat adanya usaha dalam meningkatkan keterampilan mengubah teks wawancara menjadi narasi. Hasil yang diperoleh sangat bermanfaat baik untuk siswa maupun untuk guru.

Kompetensi dasar pada penelitian yang telah dilakukan oleh Widyastuti (2009) sama dengan kompetensi yang akan diteliti oleh penulis. Perbedaan kedua penelitian tersebut terletak pada teknik yang digunakan. Teknik menulis cepat yang diterapkan pada penelitian tersebut memang dapat meningkatkan kompetensi siswa, namun pada teknik tersebut pun terdapat kelemahan. Teknik menulis cepat akan membingungkan siswa yang belum mengerti bagaimana cara mengubah teks wawancara menjadi narasi.

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti berkedudukan sebagai penyempurna penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian tentang mengubah teks wawancara menjadi narasi sudah banyak dilakukan. Tetapi, kenyataan di lapangan menunjukkan masih rendahnya keterampilan siswa dalam mengubah teks wawancara menjadi narasi sehingga peneliti menganggap masih perlu dilakukan penelitian yang sejenis. Selain itu, perlu digunakan metode baru agar pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi narasi dapat diserap dengan baik oleh siswa. Salah satu cara peningkatan


(37)

keterampilan mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan metode pencarian informasi melalui media kartun bercerita.

2.2 Landasan Teoretis

Pada bagian ini akan membahas beberapa teori tentang keterampilan menulis, tujuan menulis, manfaat menulis, hakikat narasi, ciri-ciri narasi, jenis narasi, hakikat wawancara, teks wawancara, media kartun bercerita, metode pencarian informasi, dan penerapan metode pencarian informasi serta media kartun bercerita pada pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi narasi.

2.2.1 Hakikat Menulis

Menulis merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan oleh seorang pelajar, apalagi mahasiswa. Menulis mempunyai peranan penting bagi mereka. Hal ini senada dengan pendapat Akhadiah, dkk. (1991:1) yang menegaskan bahwa rangkaian aktivitas menulis merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam seluruh proses belajar yang dialami mahasiswa selama menuntut ilmu di perguruan tinggi. Selain itu, adapula yang mengatakan bahwa keterampilan menulis merupakan kemampuan seseorang dalam melukiskan lambang grafis yang dimengerti oleh penulis bahasa itu sendiri maupun orang lain yang mempunyai kesamaan pengertian terhadap simbol-simbol bahasa tersebut.

Menulis bukan hanya sekadar kegiatan yang tak bertujuan. Hal senada pun diungkapkan oleh Tarigan dalam Suriamiharja, dkk (1996:1) bahwa menulis ialah sebuah kegiatan yang dilakukan dengan melukiskan lambang grafis yang menggambarkan makna suatu bahasa yang dipahami oleh orang lain, sehingga orang lain akan memahami suatu bahasa lewat lambing grafis yang digambarkan tersebut.


(38)

19

Selain itu, tujuan menulis juga diungkapkan oleh Lado (dalam Suriamiharja, dkk. 1996: 1) yang mengatakan bahwa to write is to put down the graphic representation. Artinya, menulis adalah merupakan suatu kegiatan menempatkan simbol-simbol grafis yang menggambarkan suatu bahasa sehingga dapat dimengerti oleh orang lain. Setiap tulisan mempunyai tujuan tertentu.

Tarigan (dalam Suriamiharja, dkk. 1996:1) mengatakan bahwa menulis ialah sebuah kegiatan yang hasilnya akan dapat dipahami oleh seseorang melalui lambang grafis yang telah ditulis. Jadi, menulis dapat diartikan sebagai kegiatan komunikasi berupa penyampaian pesan secara tertulis sebagai media penyampai kepada pihak lain.

Menulis merupakan salah satu cara untuk mengekspresikan segala ide, gagasan, pikiran, dan pendapat sehingga bisa diketahui oleh orang lain. Melalui menulis, semua orang bisa berkomunikasi dengan orang lain meskipun tidak secara langsung. Apa yang telah ditulis biasanya merupakan cerminan dari apa yang dirasakan. Wiyanto (2004:7) mengatakan bahwa bakat yang dimiliki oleh seseorang tidak berkaitan langsung dengan kemampuan menulis. Hal ini memang benar, karena menulis itu bisa karena terbiasa, bukan karena bawaan bakat dari lahir sehingga siapa saja dapat menjadi penulis jika mau berusaha.

Keterampilan berbahasa memiliki empat komponen yang saling memengaruhi, keempat keterampilan tersebut yaitu menulis, menyimak, berbicara, dan membaca (Tarigan dalam Doyin dan Wagiran 2005:11). Keempat keterampilan tersebut saling berkaitan satu sama lain. Setiap keterampilan itu erat sekali berhubungan dengan tiga


(39)

keterampilan lainnya dengan cara yang beraneka ragam (Tarigan 2008:1). Pembelajaran bahasa tidak dapat dipisahkan dari keempat keterampilan dasar lainnya.

Menulis mengandalkan kemampuan berbahasa yang aktif dan produktif. Hal ini disebabkan karena saat seseorang menulis dituntut aktif untuk menghasilkan sebuah tulisan apapun itu bentuknya. Setiap keterampilan berbahasa memiliki hubungan yang sangat erat dengan keterampilan berbahasa lainnya. Hubungan ini sangat beragam. Tarigan (2008:1) mengatakan bahwa dalam memperoleh keterampilan berbahasa, seseorang harus melalui suatu urutan hubungan yang teratur. Mula-mula pada masa kecil kita belajar menyimak bahasa kemudian berbicara, sesudah itu belajar membaca dan menulis. Hal tersebut merupakan bentuk konkrit hubungan keempat aspek berbahasa.

Berdasarkan pendapat Akhadiah, dkk. (1991:1), Lado (dalam Suriamiharja, dkk. 1996:1), Wiyanto (2004:7), dan Tarigan (2008:1) yang dimaksud menulis dalam penelitian ini adalah salah satu cara berkomunikasi secara tidak langsung antara penulis dan pembaca sebagai cara untuk mengekspresikan segala ide, gagasan, pikiran, dan pendapat.

2.2.2 Tujuan Menulis

Tujuan menulis bergantung pada masing-masing penulis. Keraf (1991:34) mengemukakan bahwa tujuan tulis-menulis atau karang-mengarang adalah untuk mengungkapkan segala sesuatu baik fakta-fakta, perasaan, sikap, dan isi pikiran secara jelas dan efektif kepada para pembaca. Melalui sebuah tulisan, seorang penulis dapat menyampaikan apapun ide ataupun yang ia miliki secara lebih jelas dan terperinci kepada pembaca.


(40)

21

Setiap penulis memiliki tujuan menulis yang berbeda-beda. Suriamiharja, dkk. (1996: 2) mengatakan bahwa tujuan dari menulis adalah agar tulisan yang dibuat dapat dibaca dan dipahami oleh orang lain yang mempunyai kesamaan pengertian terhadap bahasa yang dipergunakan. Jadi, dapat diartikan bahwa keterampilan menulis menjadi salah satu cara berkomunikasi secara tertulis, di samping adanya komunikasi lisan. Pada umumnya tidak semua orang dapat mengungkapkan perasaan dan maksud secara lisan.

Berdasarkan pendapat Keraf (1991:34) dan Suriamiharja, dkk. (1996:2) dapat disimpulkan bahwa tujuan menulis adalah sebagai sarana berkomunikasi. Pembelajaran menulis dapat dilaksanakan dengan model kooperatif. Model tersebut merupakan pendekatan pembelajarn yang mengutamakan adanya kerja sama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2.2.3 Manfaat Menulis

Menulis merupakan salah satu kegiatan yang sarat makna dan manfaat. Banyak hal yang bisa kita dapat dari kegiatan menulis. Akhadiah dkk. (dalam Suriamiharja, dkk. 1996:4) mengungkapkan seorang penulis akan mendapatkan beberapa manfaat penting menulis, yaitu sebagai berikut: 1) seorang penulis akan dapat mengasah kemampuan dan potensi dirinya., 2) terbiasa mengembangkan gagasan sehingga dapat menjadi sebuah tulisan yang bermakna, 3) menambah wawasan dalam segala bidang, 4) terlatih dalam mengorganisasikan gagasan secara sistematis serta mengungkapkannya secara tersurat, 5) dapat meninjau serta menilai gagasannya sendiri secara lebih objektif, 6) terbiasa memecahkan masalah secara konkret, 7)


(41)

terdorong untuk terus belajar secara aktif, dan 8) membiasakan penulis berpikir serta berbahasa secara tertib dan teratur.

Selain pendapat Akhadiah, dkk. (1996:4), Komaidi (2007:12) juga mengungkapkan beberapa manfaat yang diperoleh dari aktivitas menulis, yaitu sebagai berikut: 1) menumbuhkan rasa ingin tahu dan melatih kepekaan dalam melihat realitas di sekitar, 2) mendorong penulis untuk mencari referensi seperti buku, majalah, koran, jurnal, dan sejenisnya, 3) terlatih untuk menyusun pemikiran dan argumen kita secara runtut, sistematis, dan logis, 4) secara psikologis akan mengurangi tingkat ketegangan dan stress, 5) tulisan yang dimuat oleh media massa atau diterbitkan oleh penerbit, maka akan mendapatkan kepuasan batin, dan 6) tulisan yang dibaca oleh banyak orang (mungkin puluhan, ratusan, ribuan, bahkan jutaan) membuat penulis semakin popular dan dikenal oleh para pembaca.

Menulis memang memiliki segudang manfaat. Beberapa pendapat ahli tersebut dilengkapi oleh Pannebanker (dalam Komaidi 2007: 14-15) menyebutkan beberapa manfaat aktivitas menulis, yaitu sebagai berikut: 1) menulis menjernihkan pikiran. Seseorang dilatih untuk memetakan persoalan yang rumit, misalnya dengan memetakan atau menyederhanakan masalah yang rumit. Seseorang bisa menyelesaikan masalah dengan pikiran yang tenang dan jernih, 2) menulis mengatasi trauma. Seseorang bisa mengurangi trauma masa lalu. Berusaha melupakan dan menyederhanakan bahkan dilihat dari sudut pandang kelucuannya, 3) menulis membantu mendapatkan dan mengingat informasi baru. Seseorang terlatih untuk mengingat atau mengabadikan informasi atau peristiwa masa lalu yang telah terjadi. Bahkan bisa diinformasikan kepada orang lain secara lebih luas, dan 4) menulis


(42)

23

membantu memecahkan masalah. Menulis seseorang bisa melihat segala permasalahan dengan kepala dingin, pikiran tenang, dengan memetakan dan menyederhanakan masalah kemudian mencari solusinya.

Menulis-bebas membantu seseorang ketika terpaksa harus menulis. Maksudnya, dengan menulis-bebas yang biasa dilakukan, seseorang akan terlatih dalam kondisi apapun terutama saat terburu-buru. Dia terbiasa menuangkan gagasan dan pendapat sehingga dalam waktu mendesak mampu menulis dengan sistematis dan runtut.

Berdasarkan pendapat Akhadiah, dkk. (dalam Suriamiharja 1996:4-5), Komaidi (2007:14-15), dan Pannebanker (dalam Komaidi 2007:14-15) dapat kita simpulkan bahwa keterampilan menulis mempunyai segudang manfaat, mulai dari segi pendidikan, psikologis, hingga kesehatan. Oleh karena itu, banyak orang yang senang menulis baik itu untuk menyalurkan bakat ataupun untuk tujuan lainnya. 2.2.4 Hakikat Narasi

Mata pelajaran bahasa Indonesia berisi berbagai macam karangan. Jika dilihat dari cara penyajian dan tujuannya, karangan dapat dibedakan menjadi lima jenis, yaitu (1) narasi, (2) deskripsi, (3) eksposisi, (4) argumentasi, dan (5) persuasi.

Rusyana (1983:135) mengungkapkan bahwa karangan narasi adalah karangan yang memaparkan peristiwa, yang mengandung unsur perilaku, tindakan, ruang, dan waktu. Karangan narasi juga menceritakan atau menyajikan hal atau kejadian melalui penonjolan pelaku dan sangat mementingkan urutan waktu. Selain waktu, tindakan dan ruang juga harus ada dalam sebuah narasi karena merpakan unsur pokok. Pendapat lain diungkapkan oleh Parera (1983:3) bahwa narasi adalah suatu bentuk


(43)

karangan pengembangan karangan dan tulisan yang bersifat menyejarahkan sesuatu berdasarkan pengembangannya dari waktu ke waktu. Berdasarkan pendapat tersebut dapat diartikan bahwa narasi bersifat menceritakan kisah yang telah terjadi. Menceritakan kembali sebuah cerita sama saja dengan menyejarakan peristiwa tersebut dalam bentuk tulisan. Selain itu, narasi yaitu suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan sejelas-jelasnya kepada pembaca tentang suatu peristiwa yang terjadi (Keraf 1995:136). Hal ini dilakukan agar pembaca dapat memahami isi narasi sehingga pesan yang ingin disampaikan oleh penulis dapat dimengerti oleh pembaca.

Suparno dan Yunus (2006:49) mengungkapkan bahwa narasi adalah karangan yang berisi tentang rangkaian peristiwa. Karangan narasi memberi pengertian kepada pembaca tentang sebuah kejadian atau serentetan kejadian supaya pembaca dapat mengambil hikmah dari cerita tersebut. Selain itu, juga untuk memberikan amanat kepada para pembaca tentang suatu kejadian yang telah terjadi. Sejalan dengan pendapat tersebut, Nurudin (2007:71) mengungkapkan bahwa karangan narasi merupakan bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, merangkaikan tindak-tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau berlangsung dalam satu kesatuan waktu tertentu. Narasi biasanya hanya mengisahkan dalam kurun waktu tertentu saja dan mempunyai kronologis yang jelas.

Berdasarkan pendapat Rusyana (1983), Parera (1983), Keraf (1992:136), Suparno dan Yunus (2006:49), dan Nurudin (2007:71) dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud karangan narasi dalam penelitian ini adalah salah satu jenis karangan yang berusaha menceritakan suatu peristiwa yang telah terjadi dengan tujuan tertentu.


(44)

25

2.2.5 Ciri-ciri Karangan Narasi

Pembelajaran bahasa Indonesia mencakup berbagai macam karangan. Masing-masing karangan mempunyai ciri yang berbeda dengan jenis karangan yang lain. Salah satu jenis karangan yang ada yaitu karangan narasi.

Ciri-ciri karangan narasi adalah sebagai berikut (1) diceritakan dari sudut pandang tertentu, (2) membuat dan mendukung suatu sudut pandang, (3) diisi dengan detail yang tepat, (4) menggunakan kata kerja yang jelas, (5) menggunakan konflik dan urutan cerita, dan (6) dapat menggunakan dialog.

Semi (2007:32) mengemukakan beberapa ciri penanda narasi, yaitu (1) berupa cerita tentang peristiwa atau pengalaman manusia, (2) kejadian atau peristiwa yang disampaikan dapat berupa peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi, dapat berupa imajinasi, maupun gabungan keduanya, (3) berdasarkan konflik karena tanpa konflik narasi biasanya tidak menarik, (4) memiliki nilai estetika, (5) menekankan susunan kronologis, dan (6) biasanya memiliki dialog.

Terdapat beberapa perbedaan antara karangan narasi dengan jenis karangan lainnya, ada beberapa ciri karangan narasi yang dapat kita gunakan sebagai pembeda, yaitu (1) bersumber pada fakta atau sekadar fiksi, (2) berupa rangkaian peristiwa, dan (3) bersifat menceritakan.

Berdasarkan pendapat Semi (2007) dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri karangan narasi yaitu (1) berupa rangkaian peristiwa, (2) terdapat tokoh, (3) adanya latar, dan (4) menekankan susunan kronologis.


(45)

Keraf (1983:141) membedakan karangan narasi menjadi dua, yaitu narasi ekspositoris dan narasi sugestif. Narasi ekspositoris bertujuan untuk menggugah pikiran para pembaca untuk menggugah pikiran para pembaca untuk mengetahui apa yang dikisahkan, sedangkan narasi sugestif merupakan suatu rangkaian peristiwa yang disajikan sedemikian rupa sehingga merangsang daya khayal para pembaca. Berikut ini akan dikemukakan perbedaan antara narasi ekspositoris dan narasi sugestif agar lebih jelas. Keraf (1983:141) mengungkapkan perbedaan narasi ekspositoris dan sugestif sebagai berikut.

Tabel 1 Perbedaan Narasi Ekspositoris dan Narasi Sugestif

No. Narasi Ekspositoris Narasi Sugestif

1. Memperluas pengetahuan Menyampaikan suatu makna atau suatu amanat yang tersirat

2. Menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian

Menimbulkan daya khayal

3 . Didasarkan pada penalaran untuk mencapai kesepakatan rasional

Penalaran hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan makna, sehingga kalau perlu penalaran perlu dilanggar

4. Bahasanya lebih condong ke bahasa informatif dengan titik berat pada penggunaan kata-kata denotative

Bahasanya lebih condong bahasa figuratif dengan menitik beratkan penggunaan kata-kata denotatif.

2.2.7 Bentuk Khusus Narasi

Sesuai dengan perbedaan antara narasi ekspositoris dan narasi sugestif, maka narasi dapat dibedakan atas narasi bentuk yang fiktif dan nonfiktif. Bentuk-bentuk


(46)

27

narasi yang terkenal yang biasanya dibicarakan dalam hubungan dengan kesusasteraan adalah roman, novel, cerpen, dan dongeng (semuanya termasuk dalam narasi fiktif), sedangkan sejarah, biografi, autobiografi termasuk dalam narasi kategori nonfiktif. 1) Autobiografi dan Biografi

Pengertian autobiografi dan biografi sudah sering dijelaskan. Perbedaannya terdapat pada naratornya (pengisahnya), yaitu siapa yang bercerita dalam sebuah wacana. Pengisah dalam autobiografi adalah tokohnya sendiri, sedangkan pengisah dalam biografi adalah orang lain.

Sasaran utama autobiografi dan biografi adalah menyajikan peristiwa-peristiwa yang dramatis, dan berusaha menarik manfaat dari seluruh pengalaman pribadi bagi pembaca. Pola umum yang dikembangkan adalah riwayat hidup pribadi seseorang, urutan peristiwa yang berkaitan dengan kehidupan seorang tokoh.

2) Anekdot dan Insiden

Anekdot dan insiden sering berfungsi sebagai bagian saja dari autobiografi, biografi, dan sejarah. Keduanya mengisahkan suatu tindak-tanduk dalam suatu unit tersendiri. Anekdot adalah semacam cerita pendek yang bertujuan menyampaikan karakteristik yang menarik atau aneh mengenai seseorang atau suatu hal lain. Daya tarik anekdot tidak terletak pada penggelaran dramatik, tetapi pada suatu gagasan yang ingin diungkapkan, biasanya muncul menjelang akhir kisah sedangkan insiden (peristiwa) sebaliknya memiliki karakter yang lebih bebas lagi daripada anekdot. Daya tarik terdapat pada akarakter-karakter yang khas dan menjelaskan kejadian itu sendiri.


(47)

3) Skestsa

Sketsa adalah suatu bentuk wacana yang singkat, yang selalu dikategorikan dalam tulisan naratif, walaupun kenyataannya unsur perbuatan berlangsung dalam suatu unit waktu tidak terlalu ditonjolkan. Tujuan utama sketsa adalah menyajikan hal-hal yang penting dari suatu peristiwa atau kejadian secara garis besar dan selektif, dan bukan untuk memaparkan secara lengkap.

4) Profil

Profil memperlihatkan ciri-ciri utama dari seorang tokoh yang dideskripsikan berdasarkan suatu kerangka yang telah digariskan sebelumnya. Bagian terpenting yang dimasukkan dalam sebuah profil adalah sebuah sketsa karakter, yang disusun sedemikian rupa untuk mengembangkan subjeknya. Bila kita telah selesai membaca sebuah profil yang baik, kita merasakan bahwa kita telah berjumpa dengan suatu kepribadian dari seorang individu yang sesungguhnya.

2.2.8 Struktur Narasi

Keraf (1983:147) mengungkapkan bahwa struktur narasi dapat dilihat dari komponen-komponen yang membentuknya: perbuatan, penokohan, latar, sudut pandang, dan alur. Alur merupakan kerangka dasar yang terpenting dalam suatu kisah. Alur mengatur bagaimana watak para tokoh digambarkan, serta situasi dan perasaan tokoh yang terkait dalam satu kesatuan waktu. Keraf (1983:147) membatasi alur sebagai suatu interelasi fungsional antara unsur-unsur narasi yang timbul dari tindak-tanduk, karakter, pikiran, dan sudut pandang.


(48)

29

Tindak-tanduk perbuatan sebagai satu kesatuan unsur dalam alur. Dalam narasi setiap tindakan harus diungkapkan secara terperinci dalam komponen-komponennya sehingga pembaca seolah-olah merasakan sendiri kejadian itu.

Tindak-tanduk dalam sebuah narasi biasanya mengambil suatu tempat. Tempat itulah yang dinamakan latar. Latar dapat menjadi unsur utama maupun unsur tambahan dalam narasi. Selain itu, sudut pandang juga merupakan salah satu unsur penting. Tujuan sudut pandang adalah sebagai pedoman atau tindak-tanduk karakter dalam sebuah pengisahan.

Berdasarkan pendapat Keraf (1983:147) struktur utama pembentuk narasi yaitu terdiri atas perbuatan, penokohan, latar, sudut pandang, dan alur cerita.

2.2.9 Langkah-langkah Menulis Karangan Narasi

Suparno dan Yunus (2006:450) mengungkapkan langkah-langkah menulis karangan narasi yaitu (1) menentukan tema dan amanat yang akan disampaikan, (2) menetapkan sasaran pembaca, (3) merancang peristiwa-peristiwa yang akan ditampilkan, (4) membagi peristiwa utama ke dalam bagian awal, perkembangan, dan akhir cerita, (5) merinci peristiwa-peristiwa utama ke dalam detail-detail peristiwa sebagai pendukung peristiwa, dan (6) menyusun tokoh dan perwatakan, latar, dan sudut pandang.

Langkah-langkat tersebut tentunya akan berbeda jika kita menyusun karangan narasi yang bersumber pada teks wawancara. Langkah-langkah mengubah teks wawancara menjadi narasi yaitu (1) membaca teks wawancara secara teliti, (2) memahami pokok-pokok informasi yang terdapat pada teks wawancara, (3) menyusun kerangka karangan berdasarkan pokok informasi yang telah didapatkan, (4)


(49)

mengembangkan kerangka karangan, dan (5) menyunting tulisan jika ada kesalahan bahasa maupun tulisan. Pengembangan karangan lebih ditekankan pada penggunaan sudut pandang orang ketiga. Hal ini dilakukan agar semua siswa mengembangkan karangan dengan pola yang sama.

Berdasarkan pendapat Suparno dan Yunus (2006:450), langkah-langkah pokok dalam menulis karangan narasi yaitu menentukan tema, sasaran pembaca, menyusun peristiwa dan mengembangkannya, serta menentukan tokoh dan perwatakan, latar, dan sudut pandang.

2.2.10 Hakikat Wawancara

Wawancara adalah suatu percakapan yang dilakukan untuk maksud tertentu (Hecht 1976:11). Seorang pewawancara melakukan kegiatan wawancara dengan narasumber berdasarkan tujuan tertentu. Narasumber pun dipilih sesuai dengan kriteria yang relevan dengan tujuan wawancara. Wawancara merupakan suatu bentuk kegiatan berbahasa dengan jalan mengajukan pertanyaan kepada narasumber atau responden untuk memperoleh informasi.

Wawancara harus dilakukan berdasarkan tujuan yang jelas. Tanpa suatu tujuan, kegiatan wawancara tak mungkin berlangsung dengan baik. Modal seorang pewawancara adalah keterampilan dalam berbahasa. Hal ini pun senada dengan pendapat Kusumah, dkk. (2003:6) bahwa pada umumnya wawancara merupakan sebuah bentuk komunikasi yang erat hubungannya dengan keterampilan berbicara. Bahkan modal berbicara tak hanya diperlukan oleh seorang pewawancara, namun diperlukan juga oleh seorang narasumber. Keterampilan berbicara seorang narasumber akan mendukung kejelasan informasi yang disampaikan.


(50)

31

Berdasarkan pendapat Hecht (1976), dan Kusumah, dkk. (2003) dapat disimpulkan bahwa wawancara merupakan interaksi antara pewawancara dengan narasumber dengan tujuan untuk mendapatkan informasi tertentu.

2.2.11 Teks Wawancara

Seorang pewawancara melontarkan beberapa pertanyaan kepada narasumber untuk mendapatkan sebuah informasi sehingga terjadilah tanya jawab di antara keduanya. Kusumah, dkk. (2003: 21) mengungkapkan bahwa hasil wawancara dapat dicatat dengan dua teknik.

1. Teknik Langsung

Teknik langsung yaitu teknik yang mencatat hasil wawancara secara langsung berbentuk tulisan. Mengingat kecepatan tangan kita terbatas maka teknik steno diterapkan saat menggunakan teknik langsung.

2. Teknik Repro

Teknik repro yaitu teknik mencatat hasil wawancara tetapi menggunakan alat elektronik, misalnya type recorder. Dalam teknik ini kegiatan wawancara akan terekam dalam sebuah alat elektronik. Supaya bisa didapatkan informasi yang jelas maka rekaman tersebut harus ditranskipkan sehingga menjadi sebuah teks wawancara.

Hasil kegiatan wawancara dapat berbentuk teks wawancara secara langsung jika menggunakan teknik langsung, namun jika menggunakan teknik repro maka harus ditranskipkan terlebih dahulu sehingga menghasilkan teks wawancara. Secara umum, ciri-ciri teks wawancara sama dengan ciri narasi yaitu adanya sudut pandang, alur, kejadian, dan tokoh.


(51)

Berdasarkan penjelasan Kusumah, dkk. (2003:21) dapat disimpulkan bahwa teks wawancara merupakan bentuk wawancara secara tertulis antara pewawancara dan narasumber.

2.2.12 Media Kartun Bercerita

Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Prestasi belajar siswa di sekolah sering diindikasikan dengan permasalahan belajar dari siswa tersebut dalam memahami materi. Guru memerlukan alat bantu penyampaian informasi ilmu pengetahuan kepada siswa agar siswa mampu memahami pesan pengetahuan dengan baik.

Media merupakan segala bentuk perantara yang dipakai orang penyebar ide untuk menyebarkan ide, sehingga idea atau gagasan itu sampai pada penerima (Hamijaya dalam Rohani 1997:2). Dengan demikian media dapat diartikan sebagai „alat bantu‟ dalam menyampaikan sebuah informasi. Selain itu, Brigg (dalam Rohani 1997:2) juga mengatakan bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan yang merangsang yang sesuai untuk belajar, misalnya: media cetak, media elektronik (film, video). Media sebagai „alat bantu‟, dapat berupa apapun dengan syarat dapat mempermudah penyampaian informasi.

Gerlach dan Ely (dalam Arsyad: 2000) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai


(52)

33

alat-alat grafis, fotografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.

Berdasarkan pendapat Hamijaya dalam Rohani 1997:2), Brigg (dalam Rohani 1997:2), dan Gerlach dan Ely (dalam Arsyad: 2000) dapat disimpulkan bahwa media adalah alat yang digunakan untuk mempermudah penyampaian idea tau gagasan.

Levie dan Lentz (dalam Arsyad 2000:16) mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu (1) fungsi atensi, (2) fungsi afektif, (3) fungsi kognitif, (4) fungsi kompensatoris.

Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkosentrasi pada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai naskah materi pelajaran. Fungsi afektif media visual dapat dilihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar naskah bergambar, gambar atau lambang visual dapat mengubah emosi dan sikap siswa. Fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar. Fungsi kompositoris media pembelajaran terlihat dari hasil bahwa penelitian bahwa media visual yang memberikan materi untuk memahami isi pelajaran yang disajikan dengan naskah atau disajikan secara verbal.

Sudjana dan Rivai (2007:58) mengungkapkan bahwa kartun adalah penggambaran dalam bentuk lukisan atau karikatur tentang orang, gagasan, atau situasi yang didisain untuk mempengaruhi opini masyarakat. Kartun sebagai alat bantu mempunyai manfaat penting dalam pengajaran, terutama dalam menjelaskan


(53)

rangkaian isi bahan dalam satu urutan logis atau mengandung makna. Kartun yang baik hanya mengandung satu gagasan saja.

Penggunaan kartun juga dapat digunakan sebagai motivasi, ilustrasi, dan untuk kegiatan siswa (Sudjana dan Rivai 2007:60). Sesuai dengan wataknya kartun yang efektif akan menarik perhatian serta menumbuhkan minat belajar siswa. Hal ini menunjukkan bahan-bahan kartun bisa menjadi alat motivasi yang berguna di kelas. Penggunaan yang kedua yaitu sebagai ilustrasi. Seseorang dapat melaporkan hasil penelitiannya dalam bentuk kartun. Ini berarti kartun dapat digunakan sebagai ilustrasi dalam kegiatan pengajaran. Penggunaan kartun yang ketiga yaitu sebagai kegiatan siswa. Para siswa dapat membuat kartun untuk menumbuhkan minat mereka dalam suatu bidang. Kartun digunakan sebagai sarana menyuarakan apa yang ada dalam pikiran mereka.

Media yang digunakan peneliti dalam penelitian ini yaitu media kartun bercerita. Media kartun bercerita pada konsepnya merupakan kartun yang dapat menyampaikan informasi baik secara visual maupun audiovisual kepada siswa sehingga informasi dapat dipahami siswa dengan baik. Media kartun bercerita dapat berbentuk visual. Sudjana dan Rivai (2007:8) mengungkapkan bahwa konsep keterbacaan visual dapat berupa sket, gambar, foto, diagram, tabel, dan lain-lain. Pesan visual melalui berbagai ilustrasi digunakan untuk memperjelas keterbacaan verbal. Selain itu, media kartun bercerita juga dapat berbentuk audiovisual. Rohani (1997:97) mengungkapkan bahwa media audiovisual adalah media instruksional modern yang sesuai dengan perkembangan zaman (kemajuan ilmu pengentahuan dan


(54)

35

teknologi), meliputi media yang dapat dilihat, didengar, dan yang dapat dilihat dan didengar.

Peneliti memilih kartun bercerita karena siswa kelas VII ditengarai masih menyukai film kartun yang ditayangkan di televisi sehingga penyajian media kartun akan menarik minat mereka sehingga akan lebih mudah menyerap materi. Informasi yang disampaikan melalui kartun tersebut pun akan lebih mudah mereka pahami.

Penyajian media kartun bercerita dimaksudkan untuk menarik minat siswa dalam pembelajaran serta memberikan pemahaman awal tentang wawancara. Penyajian media kartun bercerita secara audiovisual membutukan LCD, laptop, dan speaker, sedangkan secara visual hanya membutuhkan gambar kartun yang mengandung informasi saja.

2.2.13 Metode Pencarian Informasi

Metode pencarian informasi mendorong keaktifan siswa dalam pembelajaran. Tim mencari informasi (normalnya dilakukan dalam pembelajaran yang menggunakan teknik ceramah) yang menjawab pertanyaan yang diajukan keduanya. Metode ini khususnya sangat membantu dalam materi yang membosankan. Biasanya yang dianggap membosankan tidak lain yaitu mata pelajaran bahasa Indonesia karena terlalu banyak materi yang disampaikan. Guru hanya ceramah dalam pembelajarannya sehingga siswa akan merasa bosan. Metode ini sangat membantu pembelajaran untuk lebih menghidupkan materi yang dianggap kering (Zaini, dkk 2008:48).

Suatu metode ataupun teknik yang digunakan dalam pembelajaran pasti memiliki langkah-langkah maupun strategi pembelajaran tersendiri. Begitu pula


(55)

dengan metode pencarian informasi. Menurut Silberman (2009:152) prosedur pelaksanaan metode pencarian informasi yaitu:

a. Membuat kelompok pertanyaan yang bisa dijawab dengan cara mencari informasi yang dapat dijumpai di sumber materi.

b. Peserta didik mencari informasi dalam tim kecil. Persaingan sehat bisa membantu untuk mendorong partisipasi.

c. Meninjau kembali jawaban selagi di kelas. Kembangkan jawaban untuk memperluas jangkauan belajar.

Selain prosedur di atas, guru juga dapat melakukan variasi dalam pembelajaran dengan menggunakan teknik ini. Variasi tersebut yaitu:

a. membuat pertanyaan yang memaksa peserta didik untuk menyimpulkan jawaban dari sumber informasi yang ada, daripada menggunakan pertanyaan yang bisa langsung dengan pencarian.

b. daripada mencari jawaban pertanyaan, berilah peserta didik tugas yang berbeda seperti satu kasus untuk dipecahkan, latihan yang bisa mencocokkan butir-butir soal, atau menyusun acak kata. Jika tidak diacak, tunjukkan istilah penting yang terdapat pada sumber informasi.

Diharapkan dengan menggunakan metode pencarian informasi akan lebih menyenangkan dan membuat siswa lebih mudah menyusun karangan narasi sehingga penelitian ini akan bermanfaat.


(56)

37

2.2.14 Penerapan Metode Pencarian Informasi dan Media Kartun Bercerita pada Pembelajaran

Mengubah teks wawancara menjadi narasi merupakan kegiatan yang dilakukan setelah melalui proses pemahaman isi teks wawancara secara teliti kemudian mengubah isi teks wawancara tersebut ke dalam bentuk karangan narasi. Isi karangan yang ditulis harus sesuai dengan isi teks wawancara. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi adalah pembelajaran yang dapat menjadikan siswa lebih leluasa dalam mengekspresikan idenya ke dalam bentuk tulisan, serta dapat melatih siswa mengubah bentuk kalimat langsung menjadi kalimat tak langsung.

Untuk dapat menarasikan teks wawancara perlu diperhatikan hal-hal yang dilakukan dalam menarasikan teks wawancara yaitu (1) dengan mengubah kalimat langsung menjadi kalimat tak langsung, (2) mengubah penggunaan kata ganti, yaitu menggunakan kata ganti orang pertama/orang kedua menjadi kata ganti orang ketiga.

Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber data. Komunikasi tersebut dilakukan dengan dialog (tanya jawab) secara lisan, baik langsung maupun tak langsung.

Wawancara adalah metode yang digunakan untuk mendapatkan fakta atau informasi dari kegiatan pencarian informasi dengan cara menanyakan secara mendetail dan mendalam, memancing dengan pernyataan maupun mengkonfirmasi suatu hal, agar dapat diperoleh gambaran yang utuh tentang narasumber atau peristiwa tertentu. Mengubah teks wawancara menjadi narasi merupakan salah satu kompetensi


(57)

dasar yang ada di standar kompetensi bahasa dan sastra Indonesia Sekolah Menengah Pertama sehingga siswa harus mampu menguasai kompetensi ini.

Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus dan masing-masing siklus terdiri atas dua pertemuan. Langkah-langkah pembelajaran kompetensi mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan metode pencarian informasi melalui media kartun berbicara pada pertemuan pertama yaitu (1) guru menjelaskan materi pengantar tentang wawancara, narasi, kalimat langsung dan tak langsung, (2) guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang materi yang belum dipahami, (3) Siswa berkelompok dengan berpasangan dengan teman sebangku, (4) tiap kelompok memperhatikan media kartun bercerita sebagai contoh wawancara. Selain itu, media kartun bercerita juga digunakan sebagai sarana untuk menarik minat siswa, (5) tiap kelompok mendapatkan lampiran berisi teks wawancara yang dibagikan oleh guru, (6) siswa mendengarkan beberapa pertanyaan pancingan yang dibacakan oleh guru agar lebih teliti dalam menganalisis isi teks wawancara, (7) tiap kelompok membuat kerangka karangan berdasarkan teks wawancara yang telah dibagikan, (8) setiap kelompok mengembangkan kerangka karangan dengan dipandu oleh guru, (9) setiap kelompok menukarkan pekerjaannya dengan kelompok lain, (10) siswa dengan dibimbing guru mengoreksi hasil pekerjaan kelompok lain, (11) siswa memperbaiki karangannya berdasarkan komentar dari kelompok lain, dan (12) siswa menyimpulkan materi pembelajaran yang telah dipelajari.

Langkah-langkah pembelajaran kompetensi mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan metode pencarian informasi melalui media kartun berbicara pada pertemuan kedua yaitu 1) siswa berpasangan dengan teman sebangku. Siswa


(58)

39

pertama berperan sebagai pewawancara dan siswa kedua sebagai narasumber, 2) guru menyajikan media, lalu membagikan LK I dan LK II, 3) guru memberikan enam pertanyaan pancingan berdasarkan media, 4) siswa yang berperan sebagai pewawancara membuat daftar pertanyaan pada lembar kerja 1, sedangkan pasangannya menyiapkan jawaban yang sesuai, 5) setiap pasangan melakukan praktik wawancara dan pewawancara mencatat jawaban narasumber pada LK 1 pula. Selama berwawancara ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh siswa, yaitu (a) kelancaran, (b) penggunaan kalimat efektif, dan (c) kinestetik, 6) tiap-tiap siswa menyusun karangan narasi pada LK 2 berdasarkan informasi yang telah didapatkan dari kegiatan wawancara, 7) guru menjelaskan materi yang belum dipahami siswa selama pembelajaran, 8) siswa menukarkan hasil pekerjaannya dengan teman sebangku, 9) guru bersama siswa menyimpulkan materi pembelajaran, 10) Guru bersama siswa melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah berlangsung.

Peneliti menitikberatkan pada penggunaan sudut pandang orang ketiga mengubah teks wawancara menjadi narasi peneliti.

2.2.15 Evaluasi pembelajaran Menggunakan Metode Pencarian Informasi dan Media Kartun Bercerita

Evaluasi diartikan sebagai suatu proses yang sistematis untuk menentukan sejauh mana tujuan pengajaran dicapai oleh para siswa. Evaluasi pembelajaran merupakan bagian integral dari proses pembelajaran yang melibatkan tiga proses yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Evaluasi merupakan proses pengumpulan informasi dan memanfaatkannya sebagai penimbang dalam pengambilan keputusan.


(59)

Dengan demikian, evaluasi mengandung tiga unsur yaitu pengumpulan informasi, penimbang dengan suatu kriteria, dan pengambilan keputusan.

Evaluasi menurut tujuannya dapat dibedakan menjadi evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi formatif bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam rangka mencari balikan untuk memperbaiki proses belajar mengajar, sedangkan evaluasi sumatif bertujuan mengetahui hasil belajar dalam rangka menentukan perkembangan hasil belajar selama proses pendidikan. Dengan melakukan evaluasi, guru dapat mengetahui sejauh mana ketercapaian pembelajaran.

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa selama pembelajaran, peneliti menggunakan penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian proses dilakukan dengan melihat perilaku siswa dari awal hingga akhir pembelajaran. Penilaian proses ini dapat dinilai dari keseriusan dan keantusiasan siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Penilaian hasil dilakukan dengan menilai hasil kegiatan mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan metode pencarian informasi melalui media kartun bercerita dengan kriteria yang telah ditentukan.

2.3 Kerangka Berpikir

Keterampilan siswa dalam mengubah teks wawancara menjadi narasi di SMP N 30 Semarang ditengarai masih rendah. Sebagian besar siswa mendapatkan nilai dibawah kriteria ketuntasan minimal. Hal ini disebabkan karena siswa merasa bosan selama pembelajaran sehingga tidak memperhatikan materi yang diberikan oleh guru. Pemilihan metode kurang tepat, serta pemanfaatan media kurang maksimal.

Perlu diadakan suatu upaya untuk meningkatkan nilai siswa. Metode pencarian informasi dipilih untuk meningkatkan konsentrasi serta ketelitian siswa dalam


(1)

I. PENILAIAN

a. Bentuk penilaian : Tes dan Nontes

b. Bentuk instrumen :

Tes : rubrik penilaian

Nontes : lembar observasi, jurnal, dan wawancara

c. Rubrik penilaian

Rubrik Penilaian Karangan Narasi

No Aspek Kategori Nilai Keterangan

1. Kesesuaian isi

narasi dengan

teks

wawancara.

a. Isi narasi sesuai dengan

teks wawancara, tepat,

bahasanya bervariatif

dan lengkap.

b. Isi narasi sesuai dengan

teks wawancara, tapi kurang bervariatif.

c. Isi narasi cukup sesuai

dengan teks wawancara namun kurang lengkap dan kurang bervariatif

d. Isi narasi tidak sesuai

dengan teks wawancara, tidak bervariatif dan tidak lengkap.

4

3

2

1

Sangat baik

Baik

Cukup

Kurang

2. Penggunaan

kalimat

langsung dan

tak langsung.

a. Penggunaan kalimat

langsung dan tak

langsung tepat dan

penulisannya benar dan komunikatif.

b. Penggunaan kalimat

langsung dan tak

langsung tepat dan

cukup bervariatif.

c. Penggunaan kalimat

langsung dan tak

langsung ada beberapa

yang salah, namun

4

3

2

1

Sangat baik

Baik

Cukup


(2)

cukup bervariatif.

d. Penggunaan kalimat

langsung dan tak

langsung banyak yang

salah dan tidak

bervariatif.

3. Ejaan dan tanda

baca.

a. Penggunaan ejaan dan

tanda baca tepat semua.

b. Kesalahan ejaan dan

tanda baca kurang dari tiga kesalahan

c. Kesalahan penggunaan

ejaan dan tanda baca lebih dari tiga sampai delapan kesalahann

d. Kesalahan penggunaan

ejaan dan tanda baca

lebih dari delapan

kesalahan 4 3 2 1 Sangat baik Baik Cukup Kurang

4. Kohesi dan

koherensi.

a. Kohesi dan koherensi

tepat sehingga mudah dipahami dan bervariatif

b. Kohesi dan koherensi

tepat namun kurang

bervariatif

c. Kohesi dan koherensi

cukup tepat namun tidak bervariasi

d. Tidak ada kohesi dan

koherensi. Sehingga sulit dipahami. 4 3 2 1 Sangat baik Baik Cukup Kurang

5. Pemilihan kata

(diksi).

a. Pemilihan kata tepat,

sesuai, dan bervariasi.

b. Pemilihan kata tepat,

sesuai, tetapi tidak

bervariasi.

c. Beberapa pemilihan

cukup tepat tetapi

bervariasi dan masih bisa dipahami. 4 3 2 1 Sangat baik Baik Cukup Kurang


(3)

d. Pemilihan kata tidak tepat, tidak bervariasi sehingga sulit dipahami.

6. Urutan cerita. i. Urutan cerita tepat dan

runtut.

j. Urutan cerita tepat dan

cukup runtut.

k. Urutan cerita cukup tepat

dan cukup runtut

l. Cerita banyak yang salah

dan tidak runtut.

4 3

2

1

Sangat baik Baik

Cukup

Kurang

7. Kerapian

tulisan.

a. Tulisan rapi dan mudah

dibaca.

b. Tulisan rapi namun ada

beberapa coretan.

c. Tulisan kurang rapi dan

banyak coretan.

d. Tulisan tidak rapi dan

sulit dibaca.

4

3

2

1

Sangat baik

Baik

Cukup

Kurang

Perhitungan nilai adalah sebagai berikut:

฀ ฀ ฀฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀

Tabel 3 Pedoman Penilaian No Skor Kategori Nilai

1 >85 Sangat baik

2 75-85 Baik

3 65-74 Cukup


(4)

Semarang, Mei 2013

Guru Bahasa Indonesia Peneliti

Dra Suprihartiningsih Rumiana

NIP 196510112002122001 NIM 2101409006

Mengetahui,

Kepala SMP N 30 Semarang,

Drs. Al. Bekti Wisnu Tomo, MM NIP 1961 0517 198601 1 011


(5)

Lembar Kerja 1 Siklus II

Nama :

Kelas/No. Presensi :

Sekolah :

Usia :

Berdasarkan media yang telah disajikan, kerjakanlah tugas berikut! Jika Anda seorang polisi, susunlah enam pertanyaan untuk berwawancara dengan saksi kecelakaan!

1.

... 2.

... 3.

... 4.

... 5.

... 6.

...

Tulislah secara lengkap jawaban yang diberikan oleh saksi ketika berwawancara! 1.

... 2.

... 3.

... 4.

... 5.


(6)

Lembar Kegiatan II Siklus II

Nama :

Kelas/No. Presensi :

Sekolah :

Usia :

I

Perhatikan teks wawancara yang telah kalian praktikkan dengan teman sebangku. Lalu kerjakanlah tugas berikut ini!

Setelah melakukan wawancara dengan saksi, ubahlah teks wawancara tersebut menjadi sebuah karangan narasi yang baik dan runtut!

... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...


Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENGUBAH TEKS HASIL WAWANCARA MENJADI NARASI MENGGUNAKAN METODE STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING BERBASIS KARAKTER PADA SISWA KELAS VII MTs NEGERI KENDAL

1 17 207

PENGARUH MEDIA AUDIO-VISUAL TERHADAP KEMAMPUAN MENGUBAH TEKS WAWANCARA MENJADI NARASI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 17 MEDAN TAHUN PEMBELAJARAN 2015/2016.

0 3 24

PENDAHULUAN Peningkatan Keterampilan Mengubah Teks Wawancara Menjadi Tulisan Narasi Melalui Metode Kolaborasi Pembelajaran TGT dengan STAD Pada Siswa Kelas VIIA SMP Negeri 2 Sambi Tahun Pelajaran 2011/2012.

0 1 8

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN PROBING PROMTING TERHADAP KEMAMPUAN MENGUBAH TEKS WAWANCARA MENJADI PARAGRAF NARASI SMP NEGERI 30 MEDAN TAHUN PEMBELAJARAN 2011/2012.

0 1 24

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGUBAH TEKS WAWANCARA MENJADI NARASI MELALUI PEMANFAATAN METODE PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGUBAH TEKS WAWANCARA MENJADI NARASI MELALUI PEMANFAATAN METODE COOPERATIVE SCRIPT (CS) BAGI SISWA KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH 5 TANON KABUPATE

0 0 19

EFEKTIVITAS METODE PETA PIKIRAN DENGAN MEDIA VIDEO WAWANCARA DALAM PEMBELAJARAN MENGUBAH TEKS WAWANCARA MENJADI NARASI.

0 0 62

Peningkatan Keterampilan Mengubah Teks Wawancara menjadi Narasi dengan Teknik Membuat Kerangka Tulisan pada Siswa Kelas VII D SMP Negeri 1 Wedarijaksa Kabupaten Pati Tahun Ajaran 2009/2010.

0 0 2

(ABSTRAK) PENINGKATAN KETERAMPILAN MENGUBAH TEKS WAWANCARA MENJADI NARASI MELALUI PENDEKATAN PAIKEM PADA SISWA KELAS VIIG SMP NEGERI 12 SEMARANG.

0 0 3

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENGUBAH TEKS WAWANCARA MENJADI NARASI MELALUI PENDEKATAN PAIKEM PADA SISWA KELAS VIIG SMP NEGERI 12 SEMARANG.

0 0 210

PENINGKATAN KETERAMPILAN SISWA MENGUBAH TEKS WAWANCARA MENJADI KARANGAN NARASI MELALUI MEDIA AUDIO VISUAL KELAS VII SMP NEGERI 4 KERINCI JURNAL

0 0 15