Pengaruh Pemberian Methylcobalamin terhadap Kecepatan Hantar Saraf dan Intensitas Nyeri pada Pasien Carpal Tunnel Syndrome dengan Diabetes Melitus dan Tanpa Diabetes Melitus

(1)

TESIS

PENGARUH PEMBERIAN

METHYLCOBALAMIN

TERHADAP

KECEPATAN HANTAR SARAF DAN INTENSITAS NYERI

PADA PASIEN

CARPAL TUNNEL SYNDROME

DENGAN

DIABETES MELITUS DAN TANPA DIABETES MELITUS

OLEH

FASIHAH IRFANI FITRI

NO. REG CHS : 18779

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU PENYAKITSARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/

RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

2013


(2)

PENGARUH PEMBERIAN

METHYLCOBALAMIN

TERHADAP

KECEPATAN HANTAR SARAF DAN INTENSITAS NYERI

PADA PASIEN

CARPAL TUNNEL SYNDROME

DENGAN

DIABETES MELITUS DAN TANPA DIABETES MELITUS

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Dokter Spesialis Saraf pada Program

Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf pada Fakultas

Kedokeran Universitas Sumatera Utara

FASIHAH IRFANI FITRI

NO. REG CHS : 18779

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : Pengaruh pemberian methylcobalamin terhadap kecepatan hantar saraf dan intensitas nyeri pada pasien carpal tunnel syndrome dengan diabetes melitus dan tanpa diabetes melitus

Nama : Fasihah Irfani Fitri No Reg CHS : 18779

Program Studi : Ilmu Penyakit Saraf Menyetujui Pembimbing I

Dr. Aida Fithrie,SpS

NIP. 197809122009122002

Pembimbing II

Dr. Aldy S Rambe.Sp.S (K) NIP. 196605241992031002

Pembimbing III

Prof.Dr.dr.Hasan Sjahrir, SpS(K) NIP. 194709301979021001

Mengetahui / Mengesahkan :

Ketua Departemen/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK USU/RSUPHAM Medan

Dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K)

Ketua Program Studi/ SMF Ilmu Penyakit Saraf FK USU/ RSUP HAM Medan


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : Pengaruh pemberian methylcobalamin terhadap kecepatan hantar saraf dan intensitas nyeri pada pasien carpal tunnel syndrome dengan diabetes melitus dan tanpa diabetes melitus

Nama : Fasihah Irfani Fitri No Reg CHS : 18779

Program Studi : Ilmu Penyakit Saraf

Menyetujui

Pembimbing I : Prof. Dr. dr Hasan Sjahrir, Sp.S(K) ... Pembimbing II : dr. Aldy S Rambe, Sp.S ... Pembimbing III : dr. Aida Fithrie, Sp.S ...

Mengetahui/ Mengesahkan

Ketua Departemen/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK USU/RSUPHAM Medan

Dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K) NIP.195309161982031003

Ketua Program Studi/ SMF Ilmu Penyakit Saraf FK USU/ RSUP HAM Medan

Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K) NIP.195306011981031004


(5)

Tanggal Lulus : 29 Januari 2013 Telah diuji pada : 29 Januari 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

1. Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir,Sp.S(K) 2. Prof. dr. Darulkutni Nasution,Sp.S(K)

3. dr. Darlan Djali Chan,Sp.S (Penguji) 4. dr. Yuneldi Anwar,Sp.S(K)

5. dr. Rusli Dhanu,Sp.S(K) (Penguji) 6. dr. Kiking Ritarwan,MKT,Sp.S(K) (Penguji) 7. dr. Aldy S Rambe,Sp.S(K)

8. dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S 9. dr. Khairul P. Surbakti,Sp.S 10. dr. Cut Aria Arina,Sp.S 11. dr. Kiki M. Iqbal,Sp.S 12. dr. Alfansuri Kadri,Sp.S 13. dr. Aida Fithrie, Sp.S

14. dr.Irina Kemala Nasution, Sp.S 15. dr.Haflin Soraya Hutagalung, Sp.S


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH PEMBERIAN METHYLCOBALAMIN TERHADAP KECEPATAN HANTAR SARAF DAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN CARPAL TUNNEL

SYNDROME DENGAN DIABETES MELITUS

DAN TANPA DIABETES MELITUS

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2013


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir Program Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kepada penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. DR. dr. H. Hasan Sjahrir, Sp.S(K), selaku Guru Besar Tetap Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan dan selaku pembimbing penulis yang dengan sepenuh hati telah mendorong, membimbing, mengoreksi dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.

3. dr. H. Rusli Dhanu, Sp.S (K), selaku Ketua Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, guru dan pembimbing selama penulis mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf


(8)

4. dr. Yuneldi Anwar, Sp.S (K), selaku Ketua Program Studi PPDS-I Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, guru dan pembimbing selama penulis mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf .

5. dr. Aldy S Rambe, Sp.S(K) dan dr. Aida Fithrie Sp.S selaku pembimbing penulis yang telah mendorong, membimbing, mengkoreksi dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.

6. Guru-guru penulis: : Prof. dr. H. Darulkutni Nasution, Sp.S (K); dr. Darlan Djali Chan, Sp.S; dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S(K); dr. Irsan NHN Lubis, Sp.S; dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S; dr. Khairul P Surbakti,SpS; dr. Cut Aria Arina, Sp.S; (alm).dr. S. Irwansyah, Sp.S; dr. Kiki M.Iqbal, Sp.S; dr.Dina Listyaningrum, Sp.S Msi.Med; dr.Iskandar Nasution, Sp.S; dr. Alfansuri Kadri,SpS; dr. Irina Kemala Nasution, Sp.S; dr.Haflin Soraya Hutagalung Sp.S dan guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan masukan selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf.

7. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf.

8. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan penulis dalam pembuatan tesis ini.


(9)

9. Rekan-rekan sejawat peserta PPDS-I Departemen Neurologi FK-USU/RSUP. H. Adam Malik Medan, yang banyak memberikan masukan berharga kepada penulis melalui diskusi-diskusi kritis dalam berbagai pertemuan formal maupun informal, serta selalu memberikan dorongan-dorongan yang membangkitkan semangat kepada penulis menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf.

10. Para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah bertugas selama menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf ini, serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf.

11. Semua pasien CTS yang telah bersedia untuk berpartisipasi secara sukarela dalam penelitian ini.

12. Kedua orang tua yang sangat penulis hormati dan sayangi Alm. Prof. Dr. H. M. Dahlan Darip, SpMK dan ibunda Dra. Syahyar Hanum,DPFE yang telah bersusah payah membesarkan dengan penuh kasih sayang, memberikan rasa aman, cinta, dukungan moril dan materi, bimbingan dan nasehat serta doa yang tulus agar penulis tetap sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan ini sampai selesai.

13. Kedua mertua saya, Prof. DR.Ir. A. Rahim Matondang,MSIE, dan Hj. Ifin Tifah Sibarani yang banyak memberikan dorongan, semangat dan nasehat serta doa yang tulus agar tetap sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan sampai selesai


(10)

14. Abang kandung saya, dr. M. Shahreza dan kakak ipar saya Elva Citra Sari,SE dan adik kandung saya dr. Ahmad Handayani dan adik ipar saya Yessy Liana Putri, Spsi, yang banyak memberikan semangat dan doa kepada penulis selama menjalani Program Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Saraf.

15. Kepada suamiku tercinta Rahmat Hidayat Matondang,ST atas doa dan dukungan, kesabaran dan pengertian yang mendalam, mendampingi dengan penuh cinta dan kasih sayang dalam suka dan duka selama penulis menjalani Program Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Saraf dan menyelesaikan tesis ini. 16. Teristimewa kepada putriku tersayang, Alishya Ghaniya Matondang yang telah menjadi motivasi dan inspirasi selama penulis menjalani Program Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Saraf ini hingga selesai.

Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih membalas semua jasa dan budi baik mereka yang telah membantu penulis tanpa pamrih dalam mewujudkan cita-cita penulis. Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Amin.

Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP PENELITI

Nama lengkap : Dr. Fasihah Irfani Fitri Tempat / tanggal lahir : Medan, 21 Juli 1983

Agama : Islam

Pekerjaan : Staf Pengajar Dept. Neurologi FK USU Nama Ayah : (Alm) Prof.Dr.H. M.Dahlan Darip,SpMK Nama Ibu : Dra.Syahyar Hanum,DPFE

Nama Suami : Rahmat Hidayat Matondang,ST Nama Anak : Alishya Ghaniya Matondang

Riwayat Pendidikan

1. Sekolah Dasar di SD. Harapan 2 Medan tamat tahun 1995.

2. Sekolah Menengah Pertama di SLTP Negeri 1 Medan tamat tahun 1998. 3. Sekolah Menengah Atas di SMU Negeri 1 Medan tamat tahun 2001. 4. Fakultas Kedokteran di Universitas Sumatera Utara tamat tahun 2006.

5. Program Magister Kedokteran Klinik Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tamat tahun 2010


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan i

Pernyataan iv

Ucapan Terima Kasih v

Riwayat Hidup Peneliti ix

Daftar Isi x

Daftar Singkatan xiii

Daftar Tabel xiv

Daftar Gambar xvi

Daftar Lampiran xvi

Abstrak xvii

Abstract xviii

BAB I. PENDAHULUAN 1

I.1. Latar Belakang 1 I.2. Perumusan Masalah 11 I.3. Tujuan Penulisan 11 I.3.1. Tujuan Umum 11 I.3.2. Tujuan Khusus 11

I.4. Hipotesis 12

I.5. Manfaat Penelitian 12

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. CARPAL TUNNEL SYNDROME 14

II.1.1. Definisi 14

II.1.2. Epidemiologi 14

II.1.3. Anatomi 15

II.1.3.1. Anatomi carpal tunnel 16 II.1.3.2. Anatomi nervus medianus 17

II.1.4. Etiopatogenesis 21

II.1.5. Patofisiologi Kompresi Saraf 25

II.1.5.1. Efek kompresi pada serabut saraf 25 II.1.5.2. Efek kompresi pada struktur

mikrovaskular intraneural 26 II.1.5.3. Efek kompresi pada transpor aksonal 26 II.1.5.4. Edema intraneural akibat kompresi 27 II.1.5.5. Efek kompresi pada transmisi impuls 28 II.1.5.6. Tahapan cedera saraf kompresif 29 II.1.5.7. Cedera iskemik-reperfusif pada CTS 32

II.1.6. Gambaran Klinis 36

II.1.7. Nyeri pada CTS 38

II.1.8. Prosedur Diagnosis 40

II.1.8.1. Anamnesis 40


(13)

II.1.8.3. Pemeriksaan elektrofisiologi 43

II.1.9. Penatalaksanaan 47

II.2. DIABETES MELITUS 48

II.2.1. Definisi 49

II.2.2. Klasifikasi 49

II.2.3. Diagnosis 49

II.2.4. Kriteria pengendalian DM 50

II.3. CARPAL TUNNEL SYNDROME PADA

DIABETES MELITUS 51

II.4. METHYLCOBALAMIN 58

II.4.1. Struktur Methylcobalamin 59

II.4.2. Farmakokinetik 61

II.4.3. Farmakodinamik 63

II.4.4. Methylcobalamin pada regenerasi saraf 65 II.4.5. Methylcobalamin pada nyeri neuropatik 68

II.5. KERANGKA TEORI 71

II.6. KERANGKA KONSEP 72

BAB III. METODE PENELITIAN 73

III.1. TEMPAT DAN WAKTU 73

III.2. SUBJEK PENELITIAN 73

III.2.1. Populasi Sasaran 73 III.2.2. Populasi Terjangkau 73

III.2.3. Besar Sampel 73

III.3. KRITERIA INKLUSI 74

III.4. KRITERIA EKSKLUSI 75

III.5. BATASAN OPERASIONAL 75

III.6. INSTRUMEN PENELITIAN 78

III.7. RANCANGAN PENELITIAN 78

III.8. PELAKSANAAN PENELITIAN 79

III.8.1. Pengambilan sampel 79 III.8.2. Variabel yang diamati 79

III.9. KERANGKA OPERASIONAL 80

III.10.ANALISA DATA 81

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. HASIL

IV.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian 83 IV.1.2. Perbedaan Nilai Kecepatan Hantar Saraf dan

Intensitas Nyeri pada Pasien CTS dengan DM

dan tanpa DM 86

IV.1.3 Pengaruh Pemberian Methylcobalamin terhadap Kecepatan Hantar Saraf dan Intensitas Nyeri pada Pasien CTS dengan DM dan tanpa DM 91 IV.1.4 Hubungan antara Kecepatan Hantar Saraf

dengan Intensitas Nyeri pada Pasien CTS dengan DM dan tanpa DM 100


(14)

IV.1.5 Hubungan antara Kecepatan Hantar Saraf dan Intensitas Nyeri dengan durasi DM pada Pasien

CTS dengan DM 102

IV.1.6 Perbedaan Nilai Kecepatan Hantar Saraf dan Intensitas Nyeri Berdasarkan Kriteria Pengendalian DM Pada Pasien CTS pada DM 105 IV.1.7 Perbedaan Nilai Kecepatan Hantar Saraf dan

Intensitas Nyeri Berdasarkan Ada Tidaknya Komplikasi Pada Pasien CTS dengan DM 106

IV.2. PEMBAHASAN 108

IV.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian 109 IV.2.2 Perbedaan Nilai Kecepatan Hantar Saraf pada

Pasien CTS dengan DM dan Pasien CTS tanpa

DM 112

IV.2.3. Pengaruh Pemberian Methylcobalamin Terhadap Nilai Kecepatan Hantar Saraf pada Pasien CTS dengan DM dan Pasien CTS tanpa DM 115 IV.2.4. Perbedaan Nilai Intensitas Nyeri pada Pasien

CTS dengan DM dan Pasien CTS tanpa DM 118 IV.2.5. Pengaruh Pemberian Methylcobalamin Terhadap

Nilai Intensitas Nyeri pada Pasien CTS dengan DM dan Pasien CTS tanpa DM 118 IV.2.6. Hubungan antara Kecepatan Hantar Saraf

dengan Intensitas Nyeri pada Pasien CTS dengan DM dan tanpa DM 122 IV.2.7. Hubungan antara Kecepatan Hantar Saraf dan

Intensitas Nyeri dengan durasi, kriteria pengendalian dan ada tidaknya komplikasi pada

Pasien CTS dengan DM 123

IV.2.8. Keterbatasan Penelitian 124

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan 126

V.2. Saran 128

DAFTAR PUSTAKA 129

LAMPIRAN


(15)

DAFTAR SINGKATAN

AAN : American academy of neurology ADA : American diabetes association ADM : abductor digiti minimi

APB : abductor pollicis brevis

CMAP : compound muscle action potential CTD : carpal tunnel decompression CTS : carpal tunnel syndrome DAG : diacil glycerol

DL : distal latency DM : diabetes melitus

DPN : diabetic polyneuropathy EMG : elektromiografi

ENMG : elektroneuromiografi

GFAT : glutamine fructose 6 phosphate aminotransferase IL-6 : interleukin-6

KHS : kecepatan hantar saraf MA : malondyaldehide

MRI : magnetic resonance imaging N : nervus

NCV : nerve conduction velocity

NADPH : nicotinamide adenin dinucleotida phosphate hydroxilase NMDA : N-methyl-D-Aspartate

NO : nitric oxide PGE2 : prostaglandin E2 PGI2 : prostacyclin

ROIs : reactive oxygen intermediates SNAP : sensory nerve action potential TTGO : tes toleransi glukosa oral UDP : uridine di phosphat VAS : visual analogue scale


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Faktor penyebab CTS 22

Tabel 2. Efek tekanan terhadap aliran mikrovaskular intraneural 26 Tabel 3. Efek tekanan terhadap transpor aksonal anterograde 27 Tabel 4. Efek tekanan terhadap transpor aksonal retrograde 27 Tabel 5. Efek tekanan pada edema intraneural 28 Tabel 6. Efek tekanan terhadap KHS medianus di pergelangan tangan 28 Tabel 7. Gejala dan tanda pada carpal tunnel syndrome 37 Tabel 8. Protokol pemeriksaan ENMG pada neuropati medianus 46 Tabel 9. Sistem Grading CTS berdasarkan hasil neurofisiologi 47 Tabel 10 Klasifikasi diabetes melitus 49 Tabel 11. Kriteria diagnosis d iabetes melitus 50 Tabel 12. Kriteria pengendalian diabetes mellitus 51 Tabel 13. Karakteristik Subjek Penelitian 85 Tabel 14. Perbedaan Nilai KHS dan VAS Sebelum Pemberian

Methylcobalamin

88

Tabel 15. Perbedaan Rerata Nilai KHS dan VAS Setelah Pemberian Methylcobalamin

90

Tabel 16. Perbedaan Nilai KHS dan VAS Sebelum dan Setelah Pemberian Methylcobalamin pada Pada Pasien CTS dengan DM

93

Tabel 17. Perbedaan Nilai KHS dan VAS Sebelum dan Setelah Pemberian Methylcobalamin pada Pada Pasien CTS tanpa DM

96

Tabel 18. Hubungan KHS dan VAS dengan Grade CTS Pada Pasien CTS dengan DM

99

Tabel 19. Hubungan KHS dan VAS dengan Grade pada pasien CTS tanpa DM

100

Tabel 20. Hubungan Nilai KHS dengan VAS pada Pasien CTS dengan DM 101 Tabel 21. Hubungan Nilai KHS dengan VAS pada Pasien CTS tanpa DM 101 Tabel 22. Hubungan Nilai KHS dan VAS dengan Durasi DM 103 Tabel 23. Perbedaan Nilai KHS dan VAS Berdasarkan Kriteria

Pengendalian DM pada Pasien CTS dengan DM

106


(17)

Tidaknya Komplikasi DM pada Pasien CTS dengan DM

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Bagian anterior carpal tunnel 16

Gambar 2. Anatomi carpal tunnel 16

Gambar 3. Anatomi pleksus brakialis 18

Gambar 4. Anatomi nervus medianus 19

Gambar 5. Distribusi nervus medianus 20

Gambar 6. Visual analogue scale 39

Gambar 7. Kerusakan jaringan akibat hiperglikemia 53

Gambar 8. Jalur polyol 55

Gambar 9. Aktivasi protein kinase C pathway 56 Gambar 10. Hiperglikemia meningaktkan aliran pada jalur hexosamine 57

Gambar 11. Struktur Vitamin B12 60

Gambar 12. Reaksi enzimatis yang melibatkan methylcobalamin 64 Gambar 13. Diagram Batang Perbedaan KHS Sensoris Sebelum dan

Setelah Pemberian Methylcobalamin pada pasien CTS dengan DM dan tanpa DM

97

Gambar 14. Diagram Batang Perbedaan KHS Motoris Sebelum dan Setelah Pemberian Methylcobalamin pada pasien CTS dengan DM dan tanpa DM

97

Gambar 15. Diagram Batang Perbedaan Skor VAS Sebelum dan Setelah Pemberian Methylcobalamin pada pasien CTS dengan DM dan tanpa DM

98

Gambar 16. Grafik Korelasi Nilai KHS Sensoris dengan Durasi DM pada Pasien CTS dengan DM Sebelum dan Setelah Pemberian Methylcobalamin

103

Gambar 17. Grafik Korelasi Nilai KHS Motoris dengan Durasi DM pada Pasien CTS dengan DM Sebelum dan Setelah Pemberian Methylcobalamin

104

Gambar 18. Grafik Korelasi Skor VAS dengan Durasi DM pada Pasien CTS dengan DM Sebelum dan Setelah Pemberian Methylcobalamin


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Persetujuan Setelah Penjelasan Lampiran 2 . Lembar Pengumpulan Data Lampiran 3. Grading CTS

Lampiran 4. Jadwal Makan Obat

Lampiran 5. Surat Komite Etik Bidang Kesehatan Lampiran 6. Data Dasar Penelitian


(19)

Abstrak

Latar Belakang : Carpal tunnel syndrome merupakan entrapment neuropathy pada ekstremitas atas yang paling sering dijumpai dan insidensinya meningkat pada pasien dengan diabetes mellitus (DM). Methylcobalamin merupakan bentuk aktif vitamin B12 yang telah digunakan secara luas pada berbagai neuropati perifer.

Tujuan : Untuk mengetahui pengaruh pemberian methylcobalamin terhadap kecepatan hantar saraf (KHS) dan intensitas nyeri pada pasien CTS dengan DM dan pasien CTS tanpa DM

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen yang melibatkan 42 pasien CTS yang terdiri dari 21 pasien DM dan 21 pasien tanpa DM. Diagnosis CTS ditegakkan dengan pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan elektrofisiologis dan penilaian intensitas nyeri dilakukan dengan menggunakan visual analogue scale (VAS). Pada semua pasien diberikan methylcobalamin 500 μg per oral tiga kali sehari selama satu bulan (30 hari), kemudian dilakukan pemeriksaan KHS dan VAS ulang.

Hasil : Karakteristik demografik tidak berbeda secara signifikan pada kedua kelompok. Pada awal studi, tidak terdapat perbedaan rerata nilai KHS dan VAS yang signifikan antara kedua kelompok. Setelah pemberian methylcobalamin, rerata nilai KHS sensoris dan KHS motoris tidak berbeda secara signifikan pada pasien CTS dengan DM maupun pada pasien CTS tanpa DM. Terdapat penurunan skor VAS yang signifikan pada pasien CTS dengan DM (5.04  1.93 vs 3.66  1.98) (p<0.001) dan pada pasien CTS tanpa DM (4.95  2.15 vs 3.19  2.44) (p<0.001). Terdapat korelasi negatif yang tidak signifikan antara nilai KHS dengan VAS; antara nilai KHS dan VAS dengan durasi DM. Tidak terdapat perbedaan nilai KHS dan VAS berdasarkan kriteria pengendalian DM dan ada tidaknya komplikasi DM pada pasien CTS dengan DM.

Kesimpulan : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari pemberian methylcobalamin terhadap KHS dan terdapat pengaruh yang signifikan dari pemberian methylcobalamin terhadap intensitas nyeri pada pasien CTS dengan DM dan pasien CTS tanpa DM.

Kata Kunci : methylcobalamin, carpal tunnel syndrome, kecepatan hantar saraf, intensitas nyeri, diabetes mellitus.


(20)

Abstract

Background : Carpal tunnel syndrome (CTS) is the most common upper limb entrapment neuropathy and its incidence is increased in patients with diabetes mellitus (DM). Methylcobalamin is the active form of vitamin B12 that has been widely used in peripheral neuropathy.

Purpose : To evalute the effects of methylcobalamin on nerve conduction velocity (NCV) and pain intensity on diabetic and non diabetic CTS patients.

Methods : This was a quasi experimental study involving 42 CTS patients which consisted of 21 diabetic patients and 21 non diabetic patients. The CTS diagnosis was made by neurologic and electrophysiologic examinations and pain intensity was measured using visual analogue scale (VAS). All patients were given methylcobalamin 500 μg orally three times a day for one month (30 days), then had repeated NCV examination and VAS measurement.

Result : The demographic characteristics were not significantly different between two groups. At baseline, there were no significant differences in NCV values and VAS score between two groups. After the administration of methylcobalamin, the mean values of sensory NCV and motor NCV were not significantly different in diabetic and non diabetic patients. There was significant decline in the VAS score in diabetic CTS patients (5.04 1.93 vs 3.66 1.98) (p<0.001) and in non diabetic CTS patients. (4.95 2.15 vs 3.19 2.44) (p<0.001). There were non significant negative correlations between NCV values and VAS score with duration of DM and there was no differences in NCV and VAS scores based on control of DM and DM complications.

Conclusion : There was no significant effect of methylcobalamin on NCV and there was a significant effect of methylcobalamin on pain intensity in diabetic CTS patients and non diabetic CTS patients.

Keyword : methylcobalamin, carpal tunnel syndrome, nerve conduction velocity, pain intensity, diabetes mellitus.


(21)

Abstrak

Latar Belakang : Carpal tunnel syndrome merupakan entrapment neuropathy pada ekstremitas atas yang paling sering dijumpai dan insidensinya meningkat pada pasien dengan diabetes mellitus (DM). Methylcobalamin merupakan bentuk aktif vitamin B12 yang telah digunakan secara luas pada berbagai neuropati perifer.

Tujuan : Untuk mengetahui pengaruh pemberian methylcobalamin terhadap kecepatan hantar saraf (KHS) dan intensitas nyeri pada pasien CTS dengan DM dan pasien CTS tanpa DM

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen yang melibatkan 42 pasien CTS yang terdiri dari 21 pasien DM dan 21 pasien tanpa DM. Diagnosis CTS ditegakkan dengan pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan elektrofisiologis dan penilaian intensitas nyeri dilakukan dengan menggunakan visual analogue scale (VAS). Pada semua pasien diberikan methylcobalamin 500 μg per oral tiga kali sehari selama satu bulan (30 hari), kemudian dilakukan pemeriksaan KHS dan VAS ulang.

Hasil : Karakteristik demografik tidak berbeda secara signifikan pada kedua kelompok. Pada awal studi, tidak terdapat perbedaan rerata nilai KHS dan VAS yang signifikan antara kedua kelompok. Setelah pemberian methylcobalamin, rerata nilai KHS sensoris dan KHS motoris tidak berbeda secara signifikan pada pasien CTS dengan DM maupun pada pasien CTS tanpa DM. Terdapat penurunan skor VAS yang signifikan pada pasien CTS dengan DM (5.04  1.93 vs 3.66  1.98) (p<0.001) dan pada pasien CTS tanpa DM (4.95  2.15 vs 3.19  2.44) (p<0.001). Terdapat korelasi negatif yang tidak signifikan antara nilai KHS dengan VAS; antara nilai KHS dan VAS dengan durasi DM. Tidak terdapat perbedaan nilai KHS dan VAS berdasarkan kriteria pengendalian DM dan ada tidaknya komplikasi DM pada pasien CTS dengan DM.

Kesimpulan : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari pemberian methylcobalamin terhadap KHS dan terdapat pengaruh yang signifikan dari pemberian methylcobalamin terhadap intensitas nyeri pada pasien CTS dengan DM dan pasien CTS tanpa DM.

Kata Kunci : methylcobalamin, carpal tunnel syndrome, kecepatan hantar saraf, intensitas nyeri, diabetes mellitus.


(22)

Abstract

Background : Carpal tunnel syndrome (CTS) is the most common upper limb entrapment neuropathy and its incidence is increased in patients with diabetes mellitus (DM). Methylcobalamin is the active form of vitamin B12 that has been widely used in peripheral neuropathy.

Purpose : To evalute the effects of methylcobalamin on nerve conduction velocity (NCV) and pain intensity on diabetic and non diabetic CTS patients.

Methods : This was a quasi experimental study involving 42 CTS patients which consisted of 21 diabetic patients and 21 non diabetic patients. The CTS diagnosis was made by neurologic and electrophysiologic examinations and pain intensity was measured using visual analogue scale (VAS). All patients were given methylcobalamin 500 μg orally three times a day for one month (30 days), then had repeated NCV examination and VAS measurement.

Result : The demographic characteristics were not significantly different between two groups. At baseline, there were no significant differences in NCV values and VAS score between two groups. After the administration of methylcobalamin, the mean values of sensory NCV and motor NCV were not significantly different in diabetic and non diabetic patients. There was significant decline in the VAS score in diabetic CTS patients (5.04 1.93 vs 3.66 1.98) (p<0.001) and in non diabetic CTS patients. (4.95 2.15 vs 3.19 2.44) (p<0.001). There were non significant negative correlations between NCV values and VAS score with duration of DM and there was no differences in NCV and VAS scores based on control of DM and DM complications.

Conclusion : There was no significant effect of methylcobalamin on NCV and there was a significant effect of methylcobalamin on pain intensity in diabetic CTS patients and non diabetic CTS patients.

Keyword : methylcobalamin, carpal tunnel syndrome, nerve conduction velocity, pain intensity, diabetes mellitus.


(23)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Carpal tunnel syndrome (CTS) merupakan salah satu neuropati kompresi pada ekstremitas atas yang paling sering dijumpai, yaitu sekitar 90% dari seluruh entrapment neuropathy. Sindroma ini disebabkan oleh entrapment dari nervus medianus pada terowongan karpal di pergelangan tangan. Insidensi dan prevalensinya bervariasi yaitu 0.125%-1% dan 5-16% bergantung pada kriteria diagnosis yang digunakan. (Aroori dkk, 2008). Sindroma ini merupakan kondisi yang berkaitan dengan pekerjaan (occupational health condition) yang paling sering dijumpai, terutama pada pekerjaan yang melibatkan tekanan tinggi, getaran dan gerakan yang berulang pada pergelangan tangan. (Aroori dkk, 2008; Katz dkk, 2002; Palmer dkk, 2011). Sindroma ini kini lebih sering dijumpai berkaitan dengan penggunaan komputeratau mesin ketik. (Vinik dkk, 2004).

Terdapat dua bentuk CTS yaitu akut dan kronik. Bentuk yang akut relatif lebih jarang dijumpai dan disebabkan oleh peningkatan tekanan yang tiba-tiba dan menetap pada terowongan karpal, yang paling sering berkaitan dengan fraktur tulang radius, luka bakar, koagulopati, infeksi dan injeksi lokal. (Aroori dkk, 2008). Bentuk yang kronis lebih sering dijumpai dan gejala dapat menetap selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Penyebab CTS kronis yang tidak berkaitan dengan pekerjaan dapat dibagi menjadi lokal (inflamasi, trauma, tumor dan anomali anatomi), regional (osteoarthritis, rheumatoid arthritis, amyloidosis dan gout) dan sistemik (diabetes melitus (DM), obesitas, hipotiroidisme, kehamilan,


(24)

menopause, systemic lupus erythematosus dan sebagainya). (Aroori dkk, 2008; Palmer dkk, 2011). Sekitar sepertiga kasus CTS berkaitan dengan kondisi sistemik tersebut dan sekitar 6% pasien merupakan penderita diabetes. (Katz dkk, 2002). Studi dari Shiri dkk (2011) menemukan hubungan antara CTS dengan faktor risiko kardiovaskular pada usia muda dan dengan ketebalan tunika intima-media karotid dan penyakit vaskular ateroslerotik pada usia tua. Temuan ini menunjukkan bahwa CTS dapat merupakan salah satu manifestasi aterosklerosis atau keduanya dapat memiliki faktor risiko yang sama.

Carpal tunnel syndrome merupakan entrapment neuropathy yang paling sering dijumpai pada pasien DM. (Vinik dkk, 2004). Hal ini terlihat dari berbagai studi tentang CTS pada DM. Studi oleh Perkins dkk (2002) menemukan bahwa CTS dan diabetic polyneuropathy (DPN) merupakan kondisi yang sering dijumpai pada pasien DM. Prevalensi CTS dijumpai lebih tinggi pada pasien dengan DPN dibandingkan pada populasi umum. Prevalensi CTS pada populasi kontrol adalah 2%, sedangkan pada pasien DM tanpa DPN adalah 14% dan 30% pada pasien DM dengan DPN. Hal ini sejalan dengan studi oleh Oge dkk (2004) yang juga menemukan prevalensi CTS yang lebih tinggi pada pasien DM dengan DPN. Peningkatan prevalensi CTS pada populasi DM tampaknya berkaitan dengan trauma berulang yang tidak disadari, perubahan metabolik, akumulasi cairan atau edema dalam terowongan karpal dan diabetic cheiroarthropathy.(Vinik dkk, 2004)

Studi oleh Gulliford dkk (2006) menemukan adanya peningkatan insidensi CTS hingga sepuluh tahun sebelum terdiagnosis DM. Penelitian ini melibatkan 2.647 subjek pre-DM yang kemudian terdiagnosis DM 10 tahun kemudian dan 5.294 subjek kontrol yang disesuaikan usia dan jenis kelaminnya. Insidensi CTS


(25)

adalah 425.1 per 100.000 subjek prediabetes dan 260 per 100.000 pada kontrol. Setelah penyesuaian terhadap faktor risiko CTS lainnya, risiko relatif nya adalah sebesar 1.36 (1.02-1.81, p=0.039). Hiperglikemia dan abnormalitas metabolik yang terkait dengannya tampaknya berkontribusi dalam menyebabkan gangguan saraf perifer ini sebelum diagnosis DM ditegakkan.

Makepeace dkk (2008) melakukan penelitian untuk mengetahui insidensi dan prediktor dari carpal tunnel decompression (CTD) pada pasien DM tipe 2. Penelitian dilakukan terhadap 1.284 pasien DM dan CTD ditemukan pada 67 pasien saat follow up selama lebih kurang 12 tahun, insidensinya 5.5 per 1.000 pasien per tahun, yaitu 4.2 kali lebih tinggi dibandingkan populasi umum. Faktor prediktor untuk tindakan CTD adalah indeks massa tubuh yang lebih tinggi dan konsumsi obat penurun lipid. Peneliitian ini menyimpulkan bahwa insidensi CTD meningkat pada pasien DM dan berhubungan dengan obesitas dan faktor sosiodemografik yang menunjukkan treatment-seeking behavior pada pasien CTS dengan DM.

Diagnosis CTS biasanya ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan temuan klinis. Biasanya, pasien mengeluh rasa kebas atau kehilangan sensorik pada distribusi nervus medianus (tiga jari pertama dan sisi radial dari jari keempat). Pasien juga dapat mengeluhkan nyeri di area tersebut, sering dengan penyebaran proksimal ke lengan. Rasa nyeri ini dapat membangunkan pasien dari tidur dan diperberat dengan aktivitas yang melibatkan fleksi atau ekstensi pergelangan tangan dan dapat juga dijumpai kelemahan otot abduktor polisis brevis (APB). Pada pemeriksaan klinis dapat dijumpai tanda Tinel’s dan Phalen’s. (Kim dkk, 2001; Kanaan dkk, 2001; Tay dkk, 2006).


(26)

Metode yang paling objektif untuk menegakkan diagnosis CTS adalah dengan pemeriksaan elektrodiagnostik. (Oge dkk, 2004). Pemeriksaan keceparan hantar saraf (KHS) dan elektromiografi (EMG) dapat mengkonfirmasi diagnosis CTS dan membantu melokalisir lokasi entrapment saraf. (Kim dkk, 2001). Pemeriksaan KHS merupakan uji diagnostik yang pasti untuk CTS dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Pemeriksaan ini menunjukkan lesi distal pada nervus medianus dan menyingkirkan kondisi perifer lainnya dengan gejala yang sama. (Tay dkk, 2006).

Pada entrapment neuropathy, pemeriksaan KHS secara umum dianggap sebagai indikator yang sensitif untuk menunjukkan keparahan demielinasi dan iskemi pada lokasi entrapment. Ogura dkk (2003) melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara parameter studi KHS dengan clinical grading CTS.Hasil penelitian menunjukkan bahwa amplitudo dari sensory nerve action potential (SNAP) dan motor nerve action potential menggambarkan status fungsional akson dan merupakan parameter yag bermanfaat untuk menilai clinical grading berdasarkan KHS. Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan KHS yang cukup tinggi menjadikannya metode diagnostik yang paling bermanfaat untuk CTS (sensitivitas 80%). Stimulasi pergelangan tangan-telapak tangan (wrist-palm) merupakan teknik yang paling sensitif (sensitivitasnya 61% untuk diagnosis CTS). (Vinik dkk, 2004)

Atroshi dkk (2003) melakukan studi untuk membandingkan akurasi diagnostik dari berbagai pemeriksaan KHS pada population-based CTS dan menentukan tes yang paling akurat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeriksaan KHS memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang moderat dan positive


(27)

predictive value yang rendah. Pengukuran perbedaan latensi distal sensorik medianus-ulna memiliki akurasi diagnostik yang paling tinggi.

Berbagai penelitian tentang pemeriksaan elektrodiagnostik dengan derajat klinis CTS menunjukkan hasil yang bervariasi. Studi oleh Hardoim dkk (2009) dilakukan untuk mengetahui hasil pemeriksaan KHS pada CTS jangka panjang yang tidak diterapi dengan pembedahan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan hasil pemeriksaan KHS pada CTS tidak berhubungan dengan gejala klinis. Usia, jenis kelamin laki-laki dan tidak adanya SNAP lebih berhubungan dengan perburukan KHS, terlepas dari waktu interval antara pemeriksaan KHS.

Studi dari Bulut dkk (2011) bertujuan untuk mengetahui hubungan antara hasil klinis dan elektrofisiologis dari tindakan dekompresi pada CTS. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa walaupun terdapat perbaikan klinis setelah tindakan bedah pada CTS, temuan elektrofisiologi masih menunjukkan CTS dengan derajat yang bervariasi setelah operasi.

Berbagai penelitian tentang pemeriksaan elektrodiagnostik dan CTS pada DM telah dilakukan dengan hasil yang bervariasi. Carpal tunnel syndrome dijumpai pada sepertiga pasien dengan DM berdasarkan hasil pemeriksaaan elektrodiagnostik, namun simptomatik hanya pada sekitar 5.8%. (Vinik dkk, 2004). Kim dkk (2000) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah asymptomatic CTS pada pasien DM merupakan manifestasi awal dari polineuropati atau merupakan entrapment neuropathy itu sendiri. Studi ini menemukan bahwa asymptomatic CTS pada pasien DM berkaitan dengan kerentanan saraf perifer terhadap entrapment dan bukan merupakan suatu awal dari polineuropati.


(28)

Studi dari Perkins dkk (2002) menunjukkan bahwa parameter elektrodiagnostik bukan merupakan prediktor yang signifikan terhadap gejala klinis CTS pada pasien DM. Secara umum, parameter ini memburuk seiring dengan beratnya neuropati namun tidak dapat membedakan pasien DM dengan dan tanpa CTS.

Oge dkk (2004) melakukan penelitian untuk mengetahui prevalensi CTS dan hubungan antara CTS dan DPN pada pasien DM. Hasil penelitian ini menemukan prevalensi CTS pada pasien DM sebesar 27.8%. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara CTS dengan indeks massa tubuh, durasi DM, usia, jenis kelamin, nefropati diabetik dan retinopati diabetik. Hasil penelitian ini menyarankan untuk melakukan pemeriksaan elektrodiagnostik pada pasien DM yang dicurigai menderita CTS karena DPN menurunkan efektivitas terapi pada CTS.

Studi dari Celik dkk (2006) menunjukkan bahwa DPN dapat muncul dengan gejala klinis CTS, karena saraf perifer menjadi rentan terhadap perubahan metabolik pada DM dan dapat awalnya terkena pada lokasi entrapment akibat efek mekanik. Pemeriksaan KHS medianus tidak dapat membedakan CTS dan DPN secara signifikan pada studi ini.

Carpal tunnel syndrome dapat muncul dengan berbagai gejala dan tanda dan yang paling sering dijumpai adalah rasa kebas dan nyeri yang dapat terbatas pada pergelangan tangan, atau dapat menyebar hingga ke lengan. (Preston dkk, 2002). Nunez dkk (2010) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berperan sebagai prediktor intensitas nyeri pada pasien CTS. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis kelamin, usia dan hasil pemeriksaan


(29)

elektrofisiologi tidak berhubungan dengan intensitas nyeri. Faktor yang berperan secara signifikan sebagai prediktor intensitas nyeri adalah depresi dan misinterpretasi dari nosisepsi yang ditentukan dengan pain catastrophizing score.

Studi dari Povlsen dkk, (2010) bertujuan untuk mengetahi hubungan antara keparahan keluhan subjektif yang salah satunya dinilai dengan visual analogue scale (VAS) dan temuan KHS pada pasien usia dibawah 40 tahun dan pasien di tas 70 tahun dengan CTS. Hasil peneltian menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan KHS lebih lambat,sebagai tanda kompresi yang lebih berat, pada pasien berusia diatas 70 tahun jika dibandingkan dengan yang berusia di bawah 40 rtahun, namun pasien usia tua menunjukkan keluhan subjektif yang lebih ringan dibandingkan pasien usia muda.

Methylcobalamin merupakan bentuk neurologically active dari vitamin B12. Suatu penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi methylcobalamin yang tinggi pada cairan serebrospinal efektif dan aman dalam penatalaksanaan gejala neuropati diabetik. (Ide dkk, 1987). Studi dari Yamatsu dkk, (1976) dilakukan untuk mengetahui efek vitamin B12, yaitu methylcobalamin dan cobamide, terhadap degenerasi dan regenerasi neural. Hasil penelitian menunjukkan bahwa methylcobalamin dapat memilki efek inhibisi terhadap degenerasi Wallerian dan memiliki efek untuk regenerasi neural. Methylcobalamin merupakan satu-satunya derivat aktif dari vitamin B12 yang mempunyai efek merangsang proteosintesis sel-sel Schwann dan dengan jalan transmetilasi dapat menyebabkan mielogenesis dan regenerasi akson saraf dan memperbaiki transmisi pada sinaps.

Watanabe dkk, (1994) melakukan penelitian untuk mengetahui efek pemberian dosis tinggi methylcobalamin terhadap tingkat regenerasi saraf pada


(30)

hewan percobaan dengan neuropati yang disebabkan oleh acrylamide. Hasil penelitian ini menunjukkan dosis tinggi methylcobalamin dapat bermanfaat pada pasien dengan neuropati perifer. Vitamin B12 dalam bentuk methylcobalamin meningkatkan proses metilasi DNA de novo. (Leskowicz, dkk 1991). Studi dari Akaike dkk, (1993) menunjukkan bahwa paparan kronik terhadap methylcobalamin melindungi neuron kortikal terhadap sitotoksisitas glutamat yang dimediasi reseptor NMDA.

Yaqub dkk, (1992) melakukan penelitian efek klinis dan neurofisiologis methylcobalamin pada pasien dengan neuropati diabetik. Pada studi double-blind, grup aktif menunjukkan perbaikan yang signifikan secara statistik pada gejala somatik dan aotonomik dengan berkurangnya tanda neuropati diabetik. Studi KHS sensorik dan motorik tidak menunjukkan perbaikan secara signifikan setelah 4 bulan. Tidak dijumpai efek samping pada pasien.

Telah dilakukan uji klinik yang tersamar ganda yang dilakukan secara acak dengan membandingkan methylcobalamin dengan placebo pada 50 pasien yang menderita neuropati diabetik pada NIDDM yang gula darahnya terkontrol dengan baik selama 8 minggu. Setiap golongan mendapat 6 kapsul (3x 250 mcg methylcobalamin) atau 6 kapsul (3x2 kapsul) plasebo yang identik, dan terapi konkomitan dilarang selain pemberia obat antidiabetik oral. Hasil penelitian menunjukkan bahwa methylcobalamin memperlihatkan perbaikan keluhan subjektif terutama parestesi, nyeri dan rasa lemah. Dibandingkan plasebo, methylcobalamin memperlihatkan hasil yang bermakna pada 5 dari 7 parameter, yaitu pada nervus medianus, tibialis dan suralis dan F-wave dan juga pada inrterval interpotensial H-refleks. (p<0.01). (Modul gangguan saraf tepi, gangguan


(31)

saraf otonom, gangguan paut saraf otot, kolegium Neurologi Indonesia, 2008). Suatu tinjauan metaanalisis tentang efek methylcobalamin pada neuropati perifer diabetik menunjukkan bahwa methylcobalamin memperbaiki tanda dan gejala DPN, KHS sensorik medianus dan peroneus, KHS motorik medianus dan tibialis. (Hai-yan dkk, 2005).

Studi oleh Sato dkk (2005) dilakukan untuk mengetahui efek pemberian mecobalamin oral, suatu bentuk vitamin B12, pada CTS pada sisi non paretik pada pasien pasca stroke. Pada suatu randomized open label dan studi prospektif, 67 mendapat 1500 mcg mecobalamin setiap hari selama 2 tahun, dan 68 pasien yang tidak diterapi. Pada awal penelitian dilakukan KHS sensorik, KHS motorik, SNAP pada pergelangan tangan, latensi distal sensorik palm-to-wrist, palm-to-wrist SNAP, CMAP dan latensi distal motorik nervus medianus secara signifikan abnormal pada sisi nonparetik dibanding sisi hemiparetik atau pada kontrol. Sebelum terapi 21 pasien (31%) tidak diterapi dan 20 pasien (30%) dari kelompok yang diterapi memenuhi kriterai untuk CTS. Gangguan sensorik pada sisi nonparetik tampak berkurang pada kelompok yang diterapi. Setelah 2 tahun, seluruh parameter elektrofisiologis pada sisi nonparetik menunjukkan perbaikan secara signifikan pada kelompok yang diterapi dibandingkan dengan yang tidak diterapi. Perbaikan pada parameter sensorik lebih besar dibanding motorik. Tidak dijumpai efek samping, Mecobalamin oral terbukti aman dan dapat memberikan manfaat pada CTS.

I.2. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang penelitian –penelitian terdahulu seperti yang telah diuraikan di atas dirumuskanlah masalah sebagai berikut :


(32)

Apakah ada pengaruh pemberian methylcobalamin terhadap kecepatan hantar saraf dan intensitas nyeri pada pasien CTS dengan DM dan tanpa DM ?

I.3. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk :

I.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian methylcobalamin terhadap KHS dan intensitas nyeri pada pasien CTS dengan DM dan tanpa DM.

I.3.2. Tujuan Khusus

I.3.2.1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian methylcobalamin terhadap KHS dan intensitas nyeri pada pasien CTS dengan DM dan tanpa DM yang berobat ke RSUP HAM Medan.

I.3.2.2. Untuk mengetahui karakteristik demografi, nilai KHS, dan intensitas nyeri pada pasien CTS dengan DM dan tanpa DM yang berobat ke RSUP HAM Medan. I.3.2.3. Untuk mengetahui perbedaan nilai KHS dan intensitas nyeri pada pasien CTS dengan DM dan tanpa DM yang berobat ke RSUP HAM Medan.

I.3.2.4. Untuk mengetahui hubungan antara nilai KHS dengan intensitas nyeri pada pasien CTS dengan DM dan tanpa DM yang berobat ke RSUP HAM Medan. I.3.2.5. Untuk mengetahui hubungan antara KHS dan intensitas nyeri dengan durasi mengalami DM pada pasien CTS dengan DM yang berobat ke RSUP HAM Medan.


(33)

I.3.2.6. Untuk mengetahui perbedaan nilai KHS dan intensitas nyeri berdasarkan kriteria pengendalian DM pada pasien CTS dengan DM yang berobat ke RSUP HAM Medan.

I.3.2.7. Untuk mengetahui perbedaan nilai KHS dan intensitas nyeri berdasarkan ada tidaknya komplikasi DM pada pasien CTS dengan DM yang berobat ke RSUP HAM Medan.

I.4. Hipotesis

Ada pengaruh pemberian methylcobalamin terhadap nilai KHS dan intensitas nyeri pada pasien CTS dengan dan tanpa DM.

I.5. Manfaat Penelitian

I.5.1. Penelitian

Dengan mengetahui pengaruh pemberian methylcobalamin terhadap KHS dan intensitas nyeri pada pasien CTS dengan DM dan tanpa DM dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya.

I.5.2. Pendidikan

1.5.2.1. Dengan mengetahui pengaruh pemberian methylcobalamin terhadap KHS dan intensitas nyeri pada pasien CTS dengan DM dan tanpa DM dapat menjadi bahan pertimbangan bagi dokter dalam penatalaksanaan pasien CTS dengan DM. I.5.2.2. Dengan mengetahui pengaruh pemberian methylcobalamin terhadap KHS dan intensitas nyeri pada pasien CTS dengan DM dan tanpa DM dapat dijadikan


(34)

sebagai dasar untuk menganjurkan pemeriksaan KHS rutin bagi pasien DM dengan gejala klinis CTS.

1.5.2.3. Dengan mengetahui pengaruh pemberian methylcobalamin terhadap KHS dan intensitas nyeri pada pasien CTS dengan DM dan tanpa DM dapat dijadikan sebagai dasar untuk menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah pada pasien CTS dengan gejala klinis DM

I.5.3. Masyarakat

Dengan mengetahui pengaruh pemberian methylcobalamin terhadap KHS dan intensitas nyeri pada pasien CTS dengan DM dan tanpa DM dapat dijadikan sebagai dasar untuk meningkatkan kewaspadaan dan pencegahan terhadap timbulnya CTS pada pasien DM maupun terhadap adanya DM pada pasien CTS


(35)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. CARPAL TUNNEL SYNDROME

II.1.1. Definisi

Carpal tunnel syndrome adalah kumpulan gejala akibat penekanan pada nervus medianus oleh ligamentum karpal transversal, di dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan. (Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia,2011).

II.1.2. Epidemiologi

Carpal tunnel syndrome merupakan cedera akibat pekerjaan yang kedua terbanyak setelah nyeri punggung bawah. Sindroma ini paling sering mengenai populasi usia 30-60 tahun, dengan perbandingan wanita dan pria 3-5 : 1 dan lebih dari 50% kasus terjadi secara bilateral. (Durrant dkk, 2002). Insidensi tahunan diperkirakan 120 per 100.000 wanita dan 60 per 100.000 pria. Insidensi tampaknya meningkat dengan pertambahan usia pada laki-laki namun insidensi puncak pada wanita adalah pada usia 45-54 tahun. (Hui dkk, 2005).

Carpal tunnel syndrome merupakan salah satu neuropati kompresi esktremitas atas yang paling sering dijumpai. Diperkirakan sekitar satu juta penduduk di Amerika Serikat setiap tahunnya menderita CTS. Insidensi dan prevalensinya bervariasi sekitar 0.125-1% dan 5-16%. Kondisi ini lebih sering dijumpai pada perempuan dibanding laki-laki. Usia rerata saat diagnosis dilaporkan 50 tahun pada laki-laki dan 51 tahun pada wanita. Suatu studi di Inggris melaporkan insidensi sebesar 139.4 kasus per 100.000 penduduk wanita dan 67.2


(36)

kasus per 100.000 penduduk laki, dengan perbandingan perempuan dan laki-laki sebesar 2.07. (Aroori dkk, 2008).

II.1.3. Anatomi

II.1.3.1. Carpal tunnel

Carpal tunnel adalah suatu terowongan fibro-osseous yang dibentuk oleh tulang-tulang karpal dan flexor retinaculum. (Durrant dkk, 2002; Yugueros 2002). Komponen tulang pada carpal tunnel membentuk suatu lengkungan,yang dibentuk oleh empat tonjolan tulang—di proksimal oleh tulang pisiformis dan tubercle of scaphoid dan di distal oleh hook of hamate dan tubercle of trapezium. Tendon palmaris longus di superfisial berjalan anterior menuju ke flexor retinaculum untuk menyatu dengan fasia palmaris. Di bawah fasia palmaris, suatu ligamen membentuk batas superfisial dari carpal tunnel, yang disebut ligamen karpal transversal. Ligamen flexor retinaculum dan karpal transversal dianggap merupakan istilah yang sama (sinonim) oleh berbagai penulis. (gambar 1) (Pecina dkk, 2001; Yugueros 2002)


(37)

Dikutip dari : Yugueros.P., Berger,R.A. 2002. Anatomy of the carpal tunnel. In: Luchetti,R., Amadio,P. Carpal tunnel syndrome. Springer.Berlin.

Ukuran dari terowongan ini bervariasi, dengan ukuran yang paling umum dijumpai adalah panjang 2-5 cm dan lebar 2-3 cm. Carpal tunnel cenderung menyempit semakin ke arah distal. Sembilan tendon ke jari-jari dan nervus medianus berjalan di dalam flexor retinaculum dalam carpal tunnel. Terdapat satu pembungkus synovial yang sama untuk seluruh tendon, kecuali tendon flexor pollicis longus. (gambar 2). (Durrant dkk, 2002).

Gambar 2. Anatomi carpal tunnel

Dikutip dari : Durrant,D.H.,True,J.M. 2002. Myelopathy,radiculopathy,and peripheral entrapment syndromes.CRC Press LLC. New York.

Walaupun tampaknya carpal tunnel merupakan ruang terbuka yang berhubungan dengan kompartemen fleksor dari lengan bawah di proksimal dan ruang midplamar di distal, namun carpal tunnel merupakan suatu kompartemen tertutup dan mempertahankan kadar tekanan jaringan dan cairannya sendiri. (Yugueros 2002).

II.1.3.2. Nervus Medianus

Nervus medianus berasal dari korda lateral dan medial dari pleksus brakialis sebagai gabungan saraf yang berasal dari radiks C6 dan T1. (gambar 3). (Kimura 2001;Preston dkk, 2002). Korda lateral, terdiri dari serabut C6,C7, mensuplai serabut sensorik ke thenar eminence dan ibu jari (C6), jari telunjuk


(38)

(C6-C7), dan jari tengah ((C6-C7), begitu juga serabut motorik ke otot-otot lengan bawah. Korda medial, terdiri dari C8-T1, mensuplai serabut motorik ke otot-otot median distal pada lengan bawah dan tangan, begitu pula serabut sensorik ke bagian lateral dari jari manis. (Freimer dkk, 2001; Preston dkk, 2002; Kimura 2001)

Gambar 3. Anatomi Pleksus Brakialis

Dikutip dari : Kimura,J. 2001. Electrodiagnosis in Disease of Nerve and Muscle: Princpiles and practice. Oxford University Press. New York.

Pada lengan atas, nervus medianus berjalan turun tanpa memberikan cabang. (Preston dkk, 2002). Nervus medianus tidak mensarafi otot apapun pada lengan atas. Nervus ini memasuki lengan bawah antara dua kaput pronator teres, dimana ia mensarafi fleksor karpi radialis, palmaris longus dan flexor digitorum superficialis. Satu cabang motorik murni, yang disebut saraf interoseus anterior,


(39)

menginervasi flexor pollicis longus, pronator quadratus dan flexor digitorum profundus I dan II. Nervus medianus kemudian berjalan di lengan bawah, dan setelah memberikan percabangan sensorik palmar, yang menginervasi kulit pada thenar eminence, nervus ini berjalan melalui carpal tunnel antara pergelangan tangan dan telapak tangan. (gambar 4) (Freimer dkk, 2001; Preston dkk, 2002; Kimura 2001)

Gambar 4. Distribusi Nervus Medianus

Dikutip dari : Kimura,J. 2001. Electrodiagnosis in Disease of Nerve and Muscle: Princpiles and practice. Oxford University Press. New York.

Pada telapak tangan, nervus medianus terbagi menjadi divisi motorik dan sensorik. Divisi motorik berjalan ke distal telapak tangan dan mensarafi lumbrikal I dan II. Selain itu, terdapat cabang motorik ke thenar eminence yang menginervasi


(40)

otot APB, bagian lateral dari flexor pollicis brevis dan opponens pollicis. (Kimura 2001;Durrant dkk, 2002; Preston dkk, 2002). Serabut sensorik dari nervus medianus yang berjalan melalui carpal tunnel mensarafi ibu jari bagian medial, jari telunjuk, jari tengah dan aspek lateral jari manis. (gambar 5) (Preston dkk, 2002; Kimura 2001)

Gambar 5. Distribusi nervus medianus di tangan

Dikutip dari : Durrant,D.H.,True,J.M. 2002. Myelopathy,radiculopathy,and peripheral entrapment syndromes.CRC Press LLC. New York.

Nervus medianus merupakan struktur yang pertama terganggu dan menimbulkan gejala jika terdapat stenosis atau peningkatan tekanan dalam terowongan. Kondisi apapun yang menyebabkan penurunan ruang dalam terowongan karpal atau peningkatan tekanan dalam terowongan akan meningkatkan friksi atau gesekan antara tendon fleksor, nervus medianus dan ligamen karpal transversalis. Gerakan fleksi dan ekstensi pergelangan tangan yang berulang dapat menyebabkan stenosis dan peningkatan tekanan dalam


(41)

II.1.4. Etiopatogenesis

Terdapat beberapa etiologi dari CTS, walaupun sebagian besar bersifat idiopatik. Kasus idiopatik selama ini dianggap sebagai suatu tenosynovitis ligamen karpal transversal. Namun begitu, temuan patologis hanya menunjukkan sedikit bukti adanya inflamasi sedangkan temuan yang lebih sering adalah edema, sklerosis vaskular dan fibrosis yang paling sesuai dengan stress berulang pada jaringan ikat. (Preston dkk, 2002). Sejumlah kondisi seperti gangguan anatomi, penyakit inflamasi, dan gangguan metabolik dapat menyebabkan atau memperberat gejala.(tabel 1) (Viera, 2003)

Penyebab utama CTS adalah kompresi nervus medianus di dalam terowongan karpal. Kompresi ini berhubungan dengan peningkatan tekanan di dalam kanalis karpal. Setiap kanal memiliki kapasitas yang tetap; oleh sebab itu, tiap kondisi yang memprovokasi suatu perluasan di dalam kanal akan secara langsung meningkatkan tekanan internal dan akibatnya menekan nervus medianus. Adanya anomali kandungan (isi) dalam kanal dan posisi dari struktur internalnya akan menurunkan rongga kanalis yang tersedia. Kandungan yang anomali ini mencakup edema, inflamasi, perdarahan, deposit substan patologis, dan/atau kondisi seperti amyloidosis,dsb. Terdapat peningkatan tekanan intrakanalis dalam kanalis yang lebih kecil akibat kondisi kongenital atau berbagai perkembangan abnormal. Kondisi pre-existing, seperti polineuropati atau kompresi nervus yang sama yang lebih proksimal, akan meningkatkan kemungkinan


(42)

kerusakan nervus medianus akibat kompresi. Penyebab sistemik CTS yang paling sering dijumpai adalah DM, rheumatoid arthritis dan hipotiroidisme. (Luchetti 2007)

Tabel 1. Faktor penyebab CTS

Dikutip dari : Viera,A.J. 2003. Management of carpal tunnel syndrome. American family physician. 68(2): 265-27

Seluruh jaringan yang berada dalam carpal tunnel dapat terkena penyakit dan mempengaruhi nervus medianus sehingga menyebabkan kompresi. Struktur di sekitarnya yang tidak berada dalam kanalis juga dapat terkena penyakit dan menginvasi kanalis, menyebabkan konsekuensi yang sama terhadap nervus medianus. Nervus medianus juga dapat terlibat dalam suatu patologi metabolik yang menyebabkannya menjadi rentan terhadap fenomena kompresi. Pasien dengan polineuropati lebih rentan terhadap kompresi saraf. Hal ini paling sering dijumpai pada pasien DM, yang menunjukkan gejala dan tanda CTS akibat kompresi nervus medianus, disertai gangguan sensorik pada ekstremitas atas akibat polineuropati. (Luchetti 2007). Diabetes melitus merupakan penyakit


(43)

sistemik yang paling sering berhubungan dengan CTS. Kompresi nervus medianus hanya salah satu dari sekian banyak komplikasinya. Pada pasien-pasien ini, nervus medianus sudah terlibat dalam polineuropati dan lebih rentan terkena kompresi. (Luchetti 2007)

Beberapa teori tentang patogenesis CTS telah diusulkan untuk menjelaskan gejala dan gangguan pada pemeriksaan konduksi saraf. Teori yang paling luas dikenal adalah kompresi mekanik, insufisiensi mikrovaskular dan teori vibrasi. Berdasarkan teori kompresi mekanik, gejala CTS disebbakan oleh kompresi nervus medianus dalam carpal tunnel. Kekurangan teori ini adalah bahwa teori ini dapat menjelaskan konsekuensi dari kompresi saraf namun tidak dapat menjelaskan penyebab yang mendasari terjadinya kompresi mekanis tersbut. Penelitian terdahulu mengaitkan gejala CTS dengan kompresi nervus medianus spontan. Istilah ‘spontan’ digunakan karena tidak adanya hubungan yang jelas antara deformitas sendi pergelangan tangan dengan gejala. Kompresi tampaknya disebabkan oleh berbagai faktor seperti regangan, penggunaan yang berlebihan, eksensi pergelangan tangan yang berlama-lama dan berulang. (Aroori,dk 2008)

Teori insufisiensi mikroovaskular mengusulkan bahwa kurangnya aliran darah menyebabkan deplesi nutrien dan oksigen ke saraf dan menyebabkan jaringan saraf perlahan-lahan kehilangan kemampuannya untuk mentransmisikan impuls saraf. Jaringan fibrosa dan scar pada akhirnya akan berkembang di dalam saraf. Bergantung pada keparahan cedera, perubahan dalam saraf dan otot dapat bersifat permanen. Gejala khas CTS berupa kebas, nyeri, kesemutan , bersamaan dengan hilangnya konduksi saraf dianggap sebagai akibat iskemik pada saraf.


(44)

Sejumlah studi eksperimental mendukung teori iskemi akibat kompresi yang diberikan secara eksternal dan akibat peningkatan tekanan di dalam terowongan karpal. Studi sebelumnya menemukan bahwa perlambatan konduksi pada nervus medianus dapat dijelaskan dengan kompresi iskemik saja dan tidak harus berhubungan dengan gangguan mielinasi. Studi eksperimental lainnya menemukan kadar interleukin-6 (IL-6) dan prostaglandin E2 (PGE2) lima kali lebih tinggi pada pasien CTS dibanding orang normal. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan ini disebabkan oleh perubahan oksidatif akibat cedera iskemik dan reperfusi. Menurut teori vibrasi, gejala CTS dapat disebabkan oleh efek jangka panjang penggunaan alat-alat getar pada nervus medianus. Suatu studi menemukan edema epineural di nervus medianus dalam beberapa hari setelah paparan terhadap alat genggam yang bergetar. Selain itu, penelitia pada studi tersebut juga menemukan perubahan serupa setelah trauma mekanik, iskemik, dan kimia. Menariknya, penulis juga melaporkan penelitian pada hewan yang menunjukkan akumulasi sementara dari struktur aksoplasmik yang terganggu setelah paparan singkat terhadap alat getar. Perubahan ini pertama kali ditemukan dalam serabut saraf unmyelinated pada sistem simpatis; suatu kehilangan yang demikian dapat mengurangi aliran mikro-vaskular ke nervus medianus dan menyebabkan gangguan pada mielin dan penurunan kecepatan konduksi motorik.(Aroori,dk 2008)

II.1.5. Patofisiologi Kompresi Saraf

Kompresi saraf kronis merupakan akibat dari berbagai mekanisme trauma seperti traksi, gesekan, dan tekanan berulang. Jaringan saraf merupakan struktur


(45)

yang statis, ketika terjadi pergerakan tungkai atau sendi, jaringan saraf harus beradaptasi dan bergerak dengan perlahan beberapa millimeter di sepanjang perjalanannya. Jaringan saraf melewati berbagai kanalis yang sempit secara anatomis mulai dari foramen vertebra ke bagian yang paling distal dari ekstremitas. Kanal-kanal ini tidak memiliki titik tetap, oleh karena itu, jaringan saraf harus dapat bebas meluncur di dalamnya. Edema jaringan lokal sekitarnya, bahkan dalam jumlah yang kecil sekalipun, dapat mengganggu gerakan saraf pasif (gliding). Saat terjadi pergerakan anggota badan, jaringan saraf yang tidak terlalu mobile akan mengalami peregangan, sehingga menyebabkan kerusakan yang tersembunyi, seperti iritasi, edema dan atau microinjuries yang menyebabkan pembentukan bekas luka (scar adhesions). Jaringan parut menyebabkan peningkatan tekanan lokal dan mengurangi nerve gliding, sehingga menyebabkan kompresi saraf permanen. Jenis kompresi ini sering disebut “nerve entrapment”. (Luchetti 2007).

II.1.5.1. Efek Kompresi pada Serabut Saraf

Tingkat keparahan cedera saraf yang disebabkan oleh suatu kompresi akut dan atau kronis bergantung pada durasi trauma kompresi tersebut. Onsetnya, seperti halnya pemulihan saraf, dapat bervariasi dan mencerminkan dasar patofisiologi cedera. Serabut saraf menunjukkan kerentanan yang bervariasi terhadap kompresi dan berhubungan dengan ukurannya, lokasi fasikulus dalam nerve trunk. Dasar patofisiologi dari kompresi akut dan kronis masih kontroversial: baik faktor iskemik dan mekanis telah diajukan sebagai penyebab utama dari defek fungsional. (Luchetti,2007)


(46)

Efek kompresi lokal telah diuji secara eksperimental pada hewan menggunakan berbagai model miniatur. Kompresi eksternal sebesar 20-30 mmHg menyebabkan perlambatan aliran venula epineurium. Jika kekuatan tekanan meningkat, aliran kapiler endoneurium juga berkurang. Pada tekanan sebesar 80 mmHg, terjadi stasis aliran intraneural komplit dalam segmen saraf yang terkompresi (iskemia) (tabel 2). (Luchetti,2007)

Tabel 2. Efek tekanan terhadap aliran mikrovaskular intraneural

Dikutip dari : Luchetti. 2007. The patophysiology of median nerve compression. In: Luchetti,R.,Amadio,P. Carpal tunnel syndrome. Springer.Berlin.

II.1.5.3. Efek Kompresi pada Transpor Aksonal

Pada tahun 1948, Weiss dan Hiscoe melaporkan bahwa penyempitan saraf menyebabkan pembengkakan dan akumulasi cairan di daerah yang terletak proksimal dari lokasi cedera. Hal ini disebabkan oleh efek obstruksi pada aksoplasma di dalam serat saraf. Secara teori, dapat dipercayai bahwa kompresi akan mengganggu transportasi aksonal secara langsung dan mekanik atau sekunder melalui obliterasi pembuluh intraneural dengan menyebabkan anoksia..(tabel 3 dan 4). (Luchetti,2007)


(47)

Dikutip dari : Luchetti. 2007. The patophysiology of median nerve compression. In: Luchetti,R.,Amadio,P. Carpal tunnel syndrome. Springer.Berlin.

Tabel 4.Efek tekanan terhadap transpor aksonal retrograde

Dikutip dari : Luchetti. 2007. The patophysiology of median nerve compression. In: Luchetti,R.,Amadio,P. Carpal tunnel syndrome. Springer.Berlin.

II.1.5.4. Edema Intraneural Akibat Kompresi

Kompresi dengan konsekuensi iskemia total dan subtotal dapat menyebabkan kerusakan pada semua jaringan intraneural termasuk sel Schwann, serat saraf, dan intraneural microvessels. Cedera mikrovaskuler dapat berhubungan dengan peningkatan permeabilitas membran terhadap protein, sedangkan periode iskemik jangka panjang dapat diikuti dengan edema intraneural segera setelah aliran darah kembali . Percobaan pada hewan telah menunjukkan bahwa edema endoneural jenis ini diikuti dengan kerusakan permanen pada fungsi saraf. Modifikasi permeabilitas mikrovaskuler intraneural telah dipelajari secara eksperimental pada tingkat kompresi yang berbeda. (tabel 5). (Luchetti 2007)


(48)

Dikutip dari : Luchetti. 2007. The patophysiology of median nerve compression. In: Luchetti,R.,Amadio,P. Carpal tunnel syndrome. Springer.Berlin.

II.1.5.5. Efek Kompresi Terhadap Transmisi Impuls

Suatu percobaan dengan pemberian tekanan pada nervus medianus telah dilakukan oleh Lundborg. Tekanan 30 mmHg menyebabkan onset perubahan elektrofisiologi yang berhubungan dengan gejala sensorik (parestesi). Blok konduksi motorik dan sensorik total dijumpai pada tekanan lebih dari 40-50 mmHg. (tabel 6)

Tabel 6. Efek tekanan terhadap KHS medianus di pergelangan tangan

Dikutip dari : Luchetti. 2007. The patophysiology of median nerve compression. In: Luchetti,R.,Amadio,P. Carpal tunnel syndrome. Springer.Berlin.

Percobaan ini menunjukkan bahwa level tekanan kritis pada microvessels

yang menyebaban obliterasi dengan konsekuensi iskemik dan blok konduksi total adalah sekitar 40-50 mmHg. (Luchetti 2007)

II.1.5.6. Tahapan Cedera Saraf Kompresif

Kerentanan serabut saraf terhadap kompresi bervariasi sesuai dengan ukuran dan topografi intrafasikular. Selain itu, terlihat bahwa tahap-tahap kompresi saraf harus didefinisikan berdasarkan sifat dari cedera fungsional dan jenis pemulihan fungsional, serta gambaran anatomi-patologik dari berbagai komponen jaringan trunkus saraf. (Luchetti 2007)


(49)

Istilah blok konduksi metabolik (fisiologis) mengacu pada kurangnya oksigen lokal akibat terhentinya sirkulasi,disertai inhibisi transmisi impuls pada bagian yang intak secara struktural pada serabut saraf. Jenis blok ini dapat disebabkan oleh kompresi lokal lemah, misalnya, kompresi peroneal, seperti yang terjadi ketika salah satu kaki disilangkan di atas yang lain. Dalam situasi ini, blok bersifat reversibel ketika tekanan dihilangkan. Waktu yang dibutuhkan untuk ini pemulihan fungsional ini berhubungan dengan durasi iskemia dan edema intraneural yang terjadi akibat anoksia endotel yang menyebabkan peningkatan dalam waktu pemulihan. Batas waktu untuk iskemia yang kemudian menjadi blok ametabolik pada cedera saraf irreversible adalah 6-8 jam. (Luchetti 2007)

II.1.5.6.2. Neuroapraxia

Neuroapraxia merupakan jenis blok konduksi saraf di mana kontinuitas akson tetap utuh tanpa onset degeneratif, tetapi konduksi di sepanjang daerah kompresi pulih setelah beberapa minggu atau bulan. Istilah ini diperkenalkan oleh Seddon. Jenis cedera ini diperkirakan berhubungan dengan fenomena akut, dengan kerusakan lokal pada mielin pada nodus Ranvier. Blok ini menetap sampai cedera mielin telah sembuh. Ini merupakan suatu proses yang biasanya memakan waktu beberapa minggu ke bulan. Seperti yang awalnya diamati oleh Seddon, neuroapraxia merupakan paralisis motorik dan tidak mengenai serabut saraf simpatik. (Luchetti 2007)

II.1.5.6.3. Axonotmesis

Axonotmesis berarti hilangnya kontinuitas akson lokal tapi tabung endoneurial tetap utuh. Cedera berhubungan dengan kompresi yang lebih berat


(50)

sehingga memicu degenerasi aksonal. Tabung endoneural tidak terkena dan pemulihan fungsional mencerminkan waktu yang diperlukan oleh akson untuk mengalami regenerasi dalam tabung endoneural sampai mereka mencapai target perifer. Pertumbuhan akson dipandu oleh tabung yang asli; prognosisnya baik sehubungan dengan regenerasi. (Luchetti 2007)

II.1.5.6.4. Neurotmesis

Neurotmesis menandakan hilangnya kontinuitas akson dan melibatkan elemen trunkus saraf, termasuk endoneural, perineurium atau epineurium. Menurut klasifikasi original dari Seddon, neurotmesis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan saraf yang telah sepenuhnya terputus atau benar-benar rusak total akibat fibrosis dan tidak lagi dapat mengalami pemulihan spontan. Neurotmesis memerlukan tindakan bedah untuk mendapatkan pemulihan fungsional yang total kembali. (Luchetti 2007)

Gangguan terhadap mikrosirkulasi intraneural, transpor aksonal, dan transmisi impuls merupakan dasar klinis terjadinya gejala dan tanda klinis. Berbagai tahapan CTS yang telah diusulkan mencoba untuk menunjukkan keterlibatan baik faktor etiologi, maupun patofisiologi. Tahap awal CTS ditandai dengan parestesi pada malam hari, dan ini didasarkan pada insufisiensi mikrovaskuler intraneural malam hari akibat adanya peningkatan tekanan pada carpal tunnel di malam hari. Peningkatan bertahap pada tekanan cairan jaringan mencerminkan redistribusi cairan tubuh pada posisi horizontal, dan fleksi palmar pergelangan tangan. Tidak boleh dilupakan bahwa selain terdapat penurunan tekanan vaskular pada malam hari, yang berhubungan dengan ritme sirkadian,


(51)

juga terdapat penurunan tekanan perfusi pada carpal tunnel. Gejala timbul akibat disorganisasi metabolik lokal pada saraf, mengakibatkan kekurangan oksigen sekunder akibat keterlibatan mikrosirkulasi intraneural. Gejala-gejala bersifat reversibel bila posisi pergelangan tangan, otot, dan postur tubuh menjadi normal atau jika dilakukan pembedahan pada ligamentum karpal. (Luchetti 2007)

Dalam kasus CTS lebih lanjut, edema menjadi persisten pertama di epineurium dan kemudian di endoneurium. Keterlibatan mikrosirkulasi konstan dan peningkatan tekanan cairan jaringan menyebabkan gejala menetap, tetapi dekompresi masih bisa reversibel jika terjadi bersamaan dengan pemulihan aliran interneural dan edema ini kemudian dihilangkan dari daerah tersebut. Cedera fokal dari komponen serabut saraf terjadi pada tahap ini dengan cedera pada selubung mielin yang disebabkan oleh tekanan dan iskemia saraf sekunder. Cedera neuroapraksia membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memulihkan diri dan fungsi serabut saraf dapat kembali normal setelah beberapa bulan sejak saat dekompresi. Suatu edema jangka panjang dapat disertai oleh fibroblast dan berubah menjadi fibrosis. Dalam situasi ini, beberapa serabut dapat terlibat hanya oleh fenomena ametabolik dan yang lainnya dengan demyelinization dengan kerusakan yang lebih besar (neuroapraxia) sementara yang lain dapat berakhir dengan degenerasi akson (axonotmesis). Dekompresi saraf dapat diikuti dengan jangka waktu yang sangat bervariasi untuk pemulihan fungsional dan tergantung pada beratnya cedera. Kadang-kadang pemulihan fungsi tertentu dapat terjadi dengan cepat (akibat kerusakan metabolik) sementara pemulihan lainnya jauh lebih lambat (bulan atau tahun). Pada beberapa kasus, pemulihan fungsional tidak


(52)

terjadi karena terdapat interneural scar, selain degenerasi aksonal (kerusakan fungsional permanen). (Luchetti 2007)

II.1.5.7. Cedera Iskemik-Reperfusi pada CTS

Sejumlah bukti menunjukkan bahwa final common pathway untuk terjadinya CTS adalah peningkatan tekanan cairan interstisial dalam terowongan karpal dan nervus medianus, disebabkan oleh stasis vena microcirculatory dalam ruang tertutup. Studi eksperimental menunjukkan bahwa perubahan pada CTS mengikuti suatu kurva dose-response dari jumlah dan durasi tekanan cairan interstisial dan dapat reversibel hingga ke suatu titik, dengan terapi fisik atau dekompresi bedah. Berbagai faktor intrinsik, ekstrinsik, atau "idiopatik" baik secara individu atau kolektif berperan atau berkontribusi terhadap peningkatan tekanan ini. Komponen anatomi, patofisiologi, biokimia, dan histologis berperan dalam penjelasan fenomena ini. (Freeland dkk, 2007)

II.1.5.7.1.Faktor anatomi

Terowongan karpal dapat berfungsi sebagai ruang pembatas yang tertutup. Pasien CTS cenderung memiliki carpal tunnel yang lebih kecil daripada normal. Rasio dari isi terowongan karpal dengan volumenya berkurang seiring dengan pergelangan tangan menjadi lebih kecil. Hal ini dapat menjelaskan sediikt tentang meningkatnya prevalensi CTS pada wanita dibandingkan dengan pria. Otot lumbrikalis yang normal, dan terutama hipertrofik, yang dapat dijumpai pada pekerja, lebih lanjut mengurangi volume carpal tunnel dengan fleksi jari. (Freeland dkk, 2007)


(1)

Ceruso,M., Angeloni,R., Lauri,G., Checcucci,G. 2007. Clinical diagnosis. In: Luchetti,R.,Amadio,P. Carpal tunnel syndrome. Springer.Berlin.

Dominguez,J.C., Ng,A.R., Damian,L.F. 2012. A prospective, open label, 24-week trial of methylcobalamin in the treatment of diabetic poly neuropathy. Journal of Diabetes Mellitus. Vol 2 (4); 408-412.

Durrant,D.H.,True,J.M. 2002. Myelopathy,radiculopathy,and peripheral entrapment syndromes.CRC Press LLC. New York.

Fitzgibbons,P.G., Weiss,A.P.C. 2008. Hand manifestations of diabetes mellitus. J Hand Surg.33A:771-775.

Freeland,A.E.,Tucci,M.A.,Sud,V.,2007. Ischemia-reperfusion injury as a common etiology of idiopathic CTS. Biochemical and immunohistochemical evidence. In: Luchetti,R.,Amadio,P. Carpal tunnel syndrome. Springer.Berlin.

Freimer,M., Brushart,T.M.,Cornblah,D.R.,Kissed,J.T. 2001. Entrapment neuropathies. In : Mendell,J.R., Kissel,J.T.,Cornblath,D.R,eds. Diagnosis and Management of peripheral nerve disorders. Oxford University Press. Ghany,M.,Hoofnagle,J.H. approach to the patient with liver disease. 2005. In:

Kasper,D.l., Fauci,A.S., Longo,D.L., Braunwald,E., Hansen,S.L., Jansen,J.L. Harrison’s principles of internal medicine.16th.McGraw Hill. New York.

Gulliford,M.C., Latinovic,R., Charlton,J., Hughes,R.A.C. 2006. Increased incidence of carpal tunnel syndrome up to 10 years before diagnosis of diabetes. Diabetes. 29(8): 1929-930.

Hardoim,D.G.V., Oliveira,G.B., Kouyoumdjian,J.A. 2009.Carpal tunnel syndrome. Long term nerve conduction studies in 26 hands. Arq Neuropsiquiatr. 67(1):69-73.

Hai-yan,J., Hao-ming, T., Dong,W. 2005. EffeCTS of methylcobalamin on diabetic peripheral neuropathy: a systematic review. Chinese J Evidence Based Medicine. Vol 5(8): 609- 616.

Hooker,E.A., Plantz,S.H., Talavera,F. 2012. Wrist Injury ( Wrist Fractur). Available from :

http://www.emedicinehealth.com/wrist_injury/article_em.htm

Hui,A.C.F., Wong,A., Griffith,J. 2005. Carpal tunnel syndrome. Practical neurology Blackwell Publishing Ltd.


(2)

Ide,H., Fujiya, S., Asanuma, Y., Tsuji, M., Sakai, H., Agishi, Y. 1987. Clinical usefulness of intratechal injection of methylcobalamin in patienst with neuropathy. Clin Ther 9(2): 183-92.

Jablecki,C.,K., Andary,M.,T., Floeter,M.k., Miller,R.G., Quartly,c.A., Vennix,M.,J., Wilson,J.R. 2002. Practice parameter :electrodiagnostic studiesin carpal tunnel syndrome. Report of the American Association of Electrodianostic Medicine, American Academy of Neurology, and the American Academy of Physical Medicine and Rehabilitation. Neurology.58: 1589-1592.

Jameson,J.L., Weetman,A.p., 2005. Disorders of thyroid gland. In: Kasper,D.l., Fauci,A.S., Longo,D.L., Braunwald,E., Hansen,S.L., Jansen,J.L. Harrison’s principles of internal medicine.16th.McGraw Hill. New York.

Kanaan,N., Sawaya,R.A. 2001. Carpal tunnel syndrome:modern diagnostic and management techniques. British Journal of General Practice.51:311-314. Katz,J.N., Simmons,B.P. 2002. Carpal tunnel syndrome. N Engl J Med. 346 923:

(1807-1812).

Kelly G. 1997. The coenzyme forms of vitamin B12: toward an understanding of their therapeutic potential. Alt Med Rev 2(5): 459-471.

Kikkawa,R.,Hatanaka.Y, Shigeta,Y. 1985. Therapeutic effeCTS of methyl-B12 and a Multi-Vitamin Preparation Containing B1, B6 and B12 on Diabetic Neuropathy. Medical Consultation & New Reedies. 22: 976

Kim,R.P., Edelman,S.V., Kim,D.D. 2001. Musculoskletal complications of diabetes mellitus. Clinical diabetes. 19(3): 132-135

Kim,W.K.,Kwon,S.H., Lee,S.H., Sunwoo,N. 2000. Asymptomatic electrophysiologic carpal tunnel syndrome in diabetics: entrapment or polyneuropathy. Yonsei Medical Journal.41:123-127.

Kimura,J. 2001. Electrodiagnosis in Disease of Nerve and Muscle: Princpiles and practice. Oxford University Press. New York.

Krautler,B. B12 oenzymes, the central theme. In: Krautler,B., Arigoni,D., Golding,B.T. 1998. Vitamin B12 and B12 proteins. Wiley. New York.

Kuwabara,S.,Nakazawa,R.,Azuma,N.,Suzuki,M.,Miyajima,K.,Fukutake,T.,Hattori,T . 1999. Intravenous methylcoblamin treatment for uremic and diabetic neuropathy in chronic hemodialysis patients. Internal Medicine 38: 472-475. Lakshmanan, P. 2011. Wrist arthritis. Available from.


(3)

Latov,N. 2007. Peripheral Neuropathy.american academy of neurology.Demos. New York.

Leszkowicz A, Keith G, Dirheimer G. 1991. EffeCTS of cobalamin derivatives on in vitro enzymatic DNA methylation: methylcobalamin can act as a methyl donor. Biochemistry 30(32):8045-51.

Li, G. 1999. Effect of mecobalamin on diabetic neuropathis. Beijing Mehycobal Clinical Triala Collaborative Group. Zhonghua Nei Ke Za Zhi. 38 (1): 14-7. Luchetti. 2007. Ethiopathogenesis. In: Luchetti,R.,Amadio,P. Carpal tunnel

syndrome. Springer.Berlin.

Luchetti. 2007. The patophysiology of median nerve compression. In: Luchetti,R.,Amadio,P. Carpal tunnel syndrome. Springer.Berlin.

Madiyono,B., Moeslichan,Mz.S., Sastroasmoro,S., Budiman,I., Purwanto,S.H. 2008. Perkiraan Besar Sampel. Dalam : Sastroasmoro,S.,Ismael,S. Editor.Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 3.Hal 302-331. Sagung Seto.Jakarta.

Makepeace,A., Davis,W.A.,Bruce,D.G.,Davis,T.M.e. 2008. Incidence and Determinants of Carpal Tunnel Decompression Surgery in Type 2 diabetes. Diabetes Care.31:498-500.

Mannion,A.F., balague,F., Pellise,F., Cedraschi,C. 2007. Pain measurement in patients with low back pain. Nature clinical practice rheumatology. 3(11): 610-618.

Medical dictionary. Pregnancy. 2011. Available from http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/pregnancy

Meliala, KRT.L., Barus,J.F.A. 2008. Metilkobalamin dan penyakit-penyakit neurologis.Medika Gama Press. Yogyakarta.

Moridera,K., Yoshikawa N., Igarashi,T. Clinical evlauation of Methyl-B12 in the treatment of diabetic autonomic and peripheral neuropathy. In : ward,J., Goto,Y. Editors. John Wiley 7 Sons. New York.

Nasir,A., Muhith,A., Ideputri,M.E.2011. Metodologi peneltian kesehatan. Nuha Medika. Yogyakarta.

Notoadmodjo,S. 2002. Metodologi penelitian kesehatan. PT Rineka Cipta. Jakarta. Nunez,F., Vranceanu,A.M., Ring,D. 2010. Determinants of pain in patients with

carpal tunnel syndrome. Clin orthop relat res.468:3328-3332.


(4)

Ogura,T., Akiyo,N., Kubo,T.,Kira,Y.,Aramaki,S.,Nakanishi,F.2003. The relationship between nerve conduction study and clinical grading ofcarpal tunnel syndrome. Journal of Orthopedic Surgery.11(2):190-193.

Palmer,K.T.2011. Carpal tunnel syndrome: the role of occupational factors. Best Pract Res Clin Rheumatol.25():15-29.

Pecina,M.,M., Nemanic,J.,K., Markiewitz.,A.,D. 2008. Tunnel syndromes.Peripheral nerve compression syndromes. CRC Press.New York.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2011. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes meliltus tipe 2 di Indonesia.

Perkins, B.A., Olaleye,D., Bril,V. 2002. Carpal tunnel syndrome in patients with diabetic polyneuropathy. Diabetes Care. 25:565-569.

Poernomo,H., Basuki,M.,Widjaja D. 2003. Petunjuk praktis elektrodiagnostik.Bagian ilmu penyakit saraf Fakultas Kedokteran Universitas Airalngga. Airlangga University Press. Surabaya.

Povlsen,B.,Aggelakis,K., Koutroumanidis,M. 2010. Effect of age on subjective complaints and objective severity of carpal tunnel syndrome: prospective study.J R Soc Med Sh Rep.:62

Powell,R.A., Downing,J.,Ddungu,H., Powell,F.N.M. 2010. Pasin history and pain assessment. In : Kopf,A.,Patel,N.B. Guide to pain management in low-resource setting. IASP : 67-78.

Pratiknya,A.W.2011. Dasar-dasar metodologi penelitian kedokteran dan kesehatan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Preston,D.C. 2002. Compressive and Entrapment Neuropathies of the Upper Extremity. In: Katirji,B., Kaminski,H.J., Preston,D.C., Ruff,R.L., Shapiro,B.e. Neuromuscular Disorders in Clinical Practice.p744-750. Butterworth Heineman. Boston.

Sato Y, Honda Y, Iwamoto J, Kanoko T, Satoh K. 2005. Amelioration by mecobalamin of subclinical carpal tunnel syndrome involving unaffected limbs in stroke patients. Journal of the neurological sciences. 231(1) : 13-18.

Schoenhuber,R., Capone,L., Pentore,R. 2007. Neurophysiological Assessment of Carpal Tunnel Syndrome. In: Luchetti,R.,Amadio,P. Carpal tunnel syndrome. Springer.Berlin.


(5)

Shiri,R., Heliovaara,M., Moilanen,L., Viikari,J., Liira,H., Juntura,E.V. 2011. Associations of cardiovascular risk factors, carotid intima-media thickness and manifest atherosclerotic vascular disease with carpal tunel syndrome.BMC Musculoskeletal Disorders.12:80.

Sjahrir,H. 2006. Dabetic neuropathy : the pathobiology and treatment upadate. USU Press. Medan.

Skorecki,l.,Green,J.,Brenner,B.M. Chronic renal failure. 2005. In: Kasper,D.l., Fauci,A.S., Longo,D.L., Braunwald,E., Hansen,S.L., Jansen,J.L. Harrison’s principles of internal medicine.16th.McGraw Hill. New York.

Suryamiharja,A.,Purwata,T.E.,Suharjanti,I.,Yudiyanta. 2011. Konsensus Nasional 1 Diagnostik dan Penatalaksanaan Nyeri Neuropatik. Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Airlangga University Press. Surabaya.

Tay,L.B., Urkude,R., Verma,K.K. 2006. Clinical profile, electrodiagnosis and outcome in patients with carpal tunnel syndrome: a Singapore perspective. Singapore Med J. 47(12):1049-1052.

Turner ,J.A., Franklin,G., Kehoe,D.F., Egan,K., Wickizer,T.M., Lymp,J.F., Sheppard,L.,Kaufman,J.D. 2004. Prediction of chronic disability in work-realted musculoskeletal disorders: a prospective, population-based study. BMC Musculoskeletal Disorders.5:14.

Viera,A.J. 2003. Management of carpal tunnel syndrome. American family physician. 68(2): 265-27.

Vinik,A., Mehrabyan,A.,Colen,L., Boulton,A. 2004. Focal entrapment neuropathies in diabetes. Diabetes Care.27: 1783-1788.

Watanabe T,Kaji R, Oka N, Bara W, Kimura J. 1994. Ultra-high dose methylcobalamin promotes nerve regeneration in experimental acrylamide neuropathy. J Neurol Sci 122 (2): 140-3. Abstract,

Weiss,L. Carpal Tunnel Syndrome, 2004.in: Weiss,L., Silver,J.K., Weiss,L.Eds. Easy EMG.Butterworth-heineman. China.

Yamatsu K, Kaneko T, Kitahara A, Ohkawa I. 1976. Pharmacological studies on degeneration and regeneration of peripheral nerves. EffeCTS of methylcobalamin and cobamide on EMG patterns and loss of muscle weight in rats with crushed sciatic nerve. Journal of the Neurological Sciences. Vol 231 (1):13-18. Abstract.


(6)

Yugueros.P., Berger,R.A. 2007. Anatomy of the carpal tunnel. In: Luchetti,R.,Amadio,P. Carpal tunnel syndrome. Springer.Berlin.