Identitas fraksi I dengan GCMS

20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 Keterangan : 1 = F1 11-17 = F4 24 = F7 2-7 = F2 18-20 = F5 25-26 = F8 8-10 = F3 21-23 = F6 27-30 = F9 Gambar 22. Komponen senyawa dalam fraksi dari kromatografi kolom.

4.7.3 Identitas fraksi I dengan GCMS

Identifikasi dilakukan terhadap fraksi dari ekstrak kloroform hasil kromatografi kolom yang memiliki satu noda dan terpisah dari noda-noda lainnya, sehingga kemungkinan adanya gangguan oleh senyawa dari noda-noda sekitarnya kecil, selain itu pemilihan identifikasi fraksi berdasarkan rendemen tertinggi dalam hal ini adalah fraksi 1 F1 dengan nilai Rf 0.96. Hasil kromatogram GC-MS Gambar 23 memperlihatkan adanya satu puncak dengan waktu retensi sebesar 16.050 menit, yang artinya fraksi 1 F1 diduga merupakan senyawa tunggal, dengan pola fragmentasi mz adalah 43; 57; 71; 84; 104; 113; 132; 149; 167; 168, dengan puncak dasar 149. Berdasarkan kemiripan yang mencapai 97 dengan data base yang ada pada alat GCMS WILEY.LIB komponen tersebut diduga dietilheksil ester benzendikarboksilat Gambar 24 dengan berat molekul 390. Hasil GCMS dapat dilihat pada Gambar 25. Gambar 23. GC-Kromatogram fraksi 1 F1 ekstrak kloroform daun katang- katang. Gambar 24. Struktur molekul dietilheksil ester benzendikarboksilat C C C C C C H H C C H H O O O O CH 2 CH 2 CH CH H 2 C CH 3 CH 2 CH 2 CH 2 CH 2 H 2 C CH 3 CH 2 CH 2 CH 3 CH 3 Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Agustiningrum 2004, menduga daun katang-katang mengandung tiga kelompok fraksi yaitu antrakuinon, kumarin, dan furanokumarin. Ketiga kelompok fraksi yang diduga oleh Agustiningrum 2004 dan memiliki nilai Rf 0.96 sama dengan hasil penelitian ini adalah fraksi antrakuinon. Perlakuan yang tidak tepat misalnya kondisi dan lama penyimpanan mengakibatkan tumbuhnya jamur dan mikroba sehingga terjadi degradasi dari senyawa tersebut. Selain itu suhu proses uji GC- MS yang tidak sesuai, menyebabkan terjadinya penguraiandegradasi atau pemutusan satu ikatan atau lebih pada ion molekul dan terbentuk ion fragmen baru Sudjadi 1983. Hasil dugaan analisis GC-MS pada penelitian ini yang diberikan oleh data komputer dengan library WILEY yaitu dietilheksil ester benzendikarboksilat diduga senyawa hasil penguraiandegradasi senyawa kelompok antrakuinon Gambar 26 yang disebabkan oleh aktivitas mikroba pada saat penyimpanan atau senyawa sesungguhnya yang terdegradasi oleh panas karena proses GC-MS. Dugaan ini berdasarkan adanya dua gugus karboksil yang terikat langsung dengan cincin aromatik pada senyawa dietilheksil ester benzendikarboksilat. Antrakuinon merupakan golongan pigmen kuinon yang masuk ke dalam senyawa fenolik. Senyawa fenolik alam telah banyak diketahui, salah satunya adalah flavonoid yang merupakan golongan terbesar dibandingkan dengan senyawa golongan lignin, melanin, dan tanin Harborne 1987. Berdasarkan hasil dan pembahasan sub bab 4.3 dan sub bab 4.3.2, diduga senyawa kelompok antrakuinon dalam penelitian ini merupakan senyawa fenolik yang masuk dalam golongan senyawa flavonoid. C C C C C C C C C C C C C C O O G am bar 25. S truktur A ntrakuinon H H H H H H H H D egradasi Gambar 26. Hasil Uji GCMS fraksi 1 F1 ekstrak kloroform daun katang-katang. Dalam penelitian Haswirna 2006 senyawa dietilheksil ester benzendikarboksilat terdapat dalam fraksi etil asetat 3 dan dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri. Berbagai literatur yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa dietilheksil ester benzendikarboksilat dapat menghambat perkembangan tumor, hal ini telah dibuktikan pada percobaan terhadap tikus selama 77 minggu U.S. EPA 1995 dalam Haswirna 2006. Sedangkan senyawa kelompok antrakuinon merupakan antioksidan karena mampu memutuskan rantai pembentukan radikal bebas, selain itu antrakuinon juga memiliki aktivitas antivirus Pokorny et al. 2001 dan Sydiskis 1991 dalam Agustiningrum 2004. Bagaimanapun jenis senyawa yang diperoleh dari fragmentasi GC-MS merupakan dugaan yang hanya berdasarkan pada parameter spektrum MS. Untuk kepastian kandungan senyawa kimia dari fraksi 1 F1 ekstrak kloroform daun katang-katang perlu dilakukan lagi isolasi yang benar-benar murni yang kemudian karakterisasinya ditentukan dari parameter LC-MS, IR, UV, dan NMR. DAFTAR PUSTAKA Achmad SA. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta; Depdikbud Universitas Terbuka. Achmadi SS. 1992. Teknik Kimia Organik. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Jurusan Kimia, Institut Pertanian Bogor. Agustiningrum D. 2004. Isolasi dan uji aktifitas antioksidan senyawa bioaktif dari daun Ipomoea pes-caprae [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Anonim 2007. Penicillin löst die Bakterien auf Bakterienwachstum. Bakterienkolonien auf Agarplatten. http:www.univie.ac.athygiene- aktuellsem.jpg. Anita Y. 2005. Genotoksisitas resin akrilik jenis rapid heat cured dengan lama kuring berbeda. Research Report dari JIPTUNAIR 2005-04-29 10:18:49 Faculty of Dentistry Airlangga University. Email: librarylib.unair.ac.id; libraryunair.ac.id. Backer CA, Van Den Brink Jr RCB. 1963. Flora of Java. Vol 1, Netherlands: Auspices of the Rusksherbarium, NVP Noordhoff-Groningen. [BPPT] Badan Pusat Penelitian Tanaman, Tanaman obat Indonesia. 2005. Tapak Kuda Ipomoea pes-caprae L. Sweet. http:www.IPTEKnet. html [20 Maret 2006]. Brutlag D. 2000. DNA Topoisomerase. Biochemistry 201, Advenced Molecular Biology. [Januari 7, 2000]. Darusman LK, D Sajuthi, Komar, Pamungkas. 1995. Naskah Seminar. Ekstraksi Komponen Bioaktif sebagai Obat dari Kerang-kerangan, Bunga Karang dan Ganggang Laut di Perairan Pulau Pari Kepulauam seribu. Buletin Kimia. Bogor. FMIPA. IPB. Devall, M.S. 1992. The biological flora of coastal dunes and wetlands. 2. Ipomoea pes-caprae L. Roth. Journal of Coastal Research 82: 442-456 Dorland, Newman W.A. 2000. Dorland’s illustrated medical dictionary. Philadelphia: Pennsylvania. W.B. Saunders Company. Edward F. 1999. Ipomoea pes-caprae. University of Florida. Cooperative Extension Service. Institute of Food and Agricultural Sciences. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan. Kokasih Padmawita, Iwang Soediro, penerjemah. Bandung: ITB. Terjemahan dari: Phytochemical methods. Hardjito L, Kingston D. 2004. Laporan RUTI 2004. Bioactive Compounds from Indonesia Marine Invertebrates and Their Sustainable Production Through Maricultured. Haswirna CS. 2006. Isolasi dan identifikasi senyawa antibakteri daun terong pungo Solanum sp hasil penapisan tanaman dan hewan obat Aceh [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Heath H.B. dan G. Reinesccius. 1987. Flavour Chemistry and Technology. Von nostrand Reinhold Co. New York. Hostetmann K, Wolfender JL, Rodrigue ZS. 1997. Rapid detection and subsequent isolation of bioactive constituents of crude plant extracts. Planta Med; 63:2-10 Khazali M, Suryadiputra, YusRusila Nur. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor: Ditjen PKA. Khopkar S.M. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Saptorahardjo A. penerjemah; Jakarta : UI Press. Terjehahan dari : Basic Concepts of Analytical Chemistry. Nur MA, Adijuwana H. 1989. Teknik Pemisahan dalam Analisis Biologis. Bogor: Departemen P dan K, Direktorat Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas dan Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor. Pangprayoon U, Bohlin L, Sandberg F. 1989. Inhibitory effect of extract of Ipomoea pes-caprae on guinea-pig ileum smooth muscle. Acta Pharm. Nordica 1 : 41-44. Pokorny Jan, Nedyalka Y, Michael G. 2001. Antioxidant in Food. New York; CRC Press. Sastrohamidjojo H. 1996. Sintesis Bahan Alam. Jogyakarta : Gadjah Mada University Press. Souza M, Madeira A, Berti C, Krogh R, Yunes R, Cechinel-Filho V. 1999. Antinociceptive properties of the methanlic extract obtaned from Ipomoea pes-caprae L. R. Br. Brazil: University Federal Santa Catarina. Journal of Ethnopharmacology 69:85–90. Stahl E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Judu asli : Drug analysis by chromatography and microscopy. Bandung : Penerbit ITB. Sudarmadji S, Suhardi BH. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty dan PAU Pangan dan Gizi UGM. Sudjadi. 1983. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Yogyakarta: Fakultas Farmasi UGM. Penerbit: Ghalia Indonesia. Suhartono MT. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Sukandar EY. 2006. Tren dan Paradigma Dunia Farmasi. Industri-Klinik- Teknologi Kesehatan. Departemen Farmasi, FMIPA, Institut Teknologi Bandung. [http:www.itb.ac.idfocusfocus_fileorasi-ilmiah-dies-45.pdf.] Sukardiman, Poerwono H, Mubarika S, Sismindari. 2002. Skrining aktivitas antikanker fraksi n-heksana, etil asetat, n-butanol dari ekstrak metanol benalu teh Scurula arthopurpurea dengan molekul target enzim DNA topoisomerase. Majalah Farmasi Airlangga 2: 72-75. Sydiskis RJ. 1991. Inactivation of enveloped viruses by anthraquinones extracted from plant. http:freedomantiviral.addr.comanthraquinones.htm; [16 Februari 2004] Teramachi F, Koyano T, Kowithayakorn, Hayashi M, Komiyama K, Ishibashi M. 2005. Collagenase inhibitory quinic acid esters from Ipomoea pes-caprae. J. Nat. Prod. 68: 794-796. TopoGen. 2006. Manual for Eukaryotic DNA Topoisomerase I Drug Screening Kit TopoGEN Inc http:www.topogen.comhtml [28 Nopember 2006]. Vickery MC, Vickery B. 1981. Secondary plant metabolism. Baltimore: University Park Oress. Lampiran 1. Road map penelitian Ipomoea pes-caprae : Teramachi et al. 2005 : Agustiningrum 2004 : Dr. Linawati Hardjito dan Prof. David Kingston 2004 : yang akan dilakukan Agus Wijatmoko Daun I. pes-caprae Agustiningrum 2004 Aktivitas antioksidan Fraksinasi 1. Antrakuinon 2. Kumarin 3. Furanokumarin Ekstraksi Kloroform E. Asetat Metanol Dr. Linawati Hardjito dan Prof. David Kingston 2004. Ekstrak terbaik sebagai antioksidan Ekstrak kasar memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker rahim Ekstraksi caffeoyl coumaroyl Ekstrak kasar Uji aktifitas inhibitor Topoisomerase I Ekstrak terpilih Wijatmoko 2006 Inhibitor Topoisomerase I Fraksinasi Isolasi senyawa inhibitor topoisomerase I Identifikasi isolat murni inhibitor topoisomerase Senyawa inhibitor topoisomerase I dari daun Ipomoea pes-caprae Teramachi et al. 2005 Inhibitor Kolagenase Metanol Heksana Etanol Butanol Uji fitokimia Uji MIC Aktivitas inhibitor topo I Uji Genotoksisitas dengan Seratia marcescens 100 g awal sampel bobot g ekstrak bobot x Lampiran 2. Contoh perhitungan rendemen ekstrak katang-katang Bobot sampel g Pelarut Volume Pelarut ml Bobot ekstrak g Rendemen Heksana 0.28 0.42 Kloroform 0.45 0.67 Etil asetat 0.22 0.33 Aseton 0.44 0.66 150 Metanol 300 1.93 2.89 Rendemen ekstrak = Rendemen ekstrak heksana = 100 150 28 . x g g = 0.42 Rendemen ekstrak kloroform = 100 150 45 . x g g = 0.67 Rendemen ekstrak etil asetat = 100 150 22 . x g g = 0.33 Rendemen ekstrak aseton = 100 150 44 . x g g = 0.66 Rendemen ekstrak metanol = 100 150 93 . 1 x g g = 2.89 Lampiran 3. Prinsip kerja reaksi terjadinya warna dan endapan uji fitokimia

A. Alkaloid

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder terbesar. Pada umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan. Alkaloid biasanya berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan nikotina pada suhu kamar. Uji sederhana, tetapi yang sama sekali tidak sempurna, untuk alkaloid dalam daun atau buah segar adalah rasa pahitnya di lidah. Uji kualitatif yang sering digunakan untuk mengetahui adanya senyawa alkaloid adalah penggunaan pereaksi pengendapan. Pereaksi sering didasarkan pada kesanggupan alkaloid untuk bergabung dengan logam yang memiliki berat atom tinggi seperti merkuri, bismut, tungsten atau iodin. Pereaksi pengendapan tersebut adalah Dragendorff kalium tetraiodobismutatK[Bi I 4 ], Mayer kalium tetraiodomerkuratK 2 [Hg I 4 ], dan Wagner iodium dalam kalium iodida[I 2 KI]. Berbagai pereaksi tersebut menunjukkan perbedaan yang besar dalam hal sensitivitas terhadap gugus alkaloid yang berbeda. Ditilik dari popularitasnya, formula Mayer kurang sensitif dibandingkan pereaksi Wagner dan Dragendorff Sastrohamidjojo 1996. Pereaksi Dragendorff mengandung bismut nitrat dan merkuri klorida dalam asam nitrit berair, pereaksi Mayer mengandung kalium jodida dan merkuri klorida, sedangkan pereaksi Wagner mengandung kalium jodida dan jood. Logam-logan tersebut merupakan logam yang bergabung atau bereaksi dengan nitrogen yang terkandung dalam alkaloid dan membentuk senyawa komplek sehingga menghasilkan warna dan endapan. Dalam hal ini dengan penambahan pereaksi Dragendorff, Mayer, dan Wagner terhadap ekstrak menghasilkan warna dan endapan berturut-turut yaitu merah, putih dan coklat. Contoh reaksi terbentuknya endapan dan warna. Elektron bebas Pereaksi Dragendorff larutan endapan pada alkaloid mengandung ion logam Bi merah jingga jingga O H N H + K [B i I 4 ] [B iN -alkaloid bebas4] +4 + K I + B iO H 3

B. Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu golongan fenolik alam terbesar yang banyak terdapat dalam tumbuh-tumbuhan hijau. Diperkirakan 2 dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berkaitan dengannya Markham 1988. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau, sehingga dipastikan flavonoid dapat ditemukan dalam ekstrak tumbuhan. Flavonoid terdiri dari beberapa kelas, diantaranya adalah antosianin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, flavanon, kalkon, auron dan isoflavon yang masing-masing kelas terdiri dari beberapa senyawa Harborne 1988. Antosianin termasuk golongan flavonoid dan merupakan pigmen warna pada tumbuhan. Warnanya sangat dipengaruhi oleh perubahan pH. Ciri umum antosianin, yaitu berwarna merah dalam larutan asam, violet dalam larutan netral dan biru dalam larutan basa Zaini 2006. Dari dasar ini pengujian flavonoid menggunakan H 2 SO 4 digunakan pada penelitian untuk mendeteksi adanya senyawa flavonoid dalam ekstrak daun I. pes-caprae. Achmad 1986 menyatakan bahwa flavonoid biasanya mempunyai spektrum yang khas, yang terdiri dari dua serapan maksimum pada dua panjang gelombang, yakni pada rentang 240-285 nm pita II dan 300-550 nm pita I. Kedua pita serapan ini, masing-masing berhubungan dengan resonansi gugus sinomoil yang melibatkan cincin B dan gugus benzoil yang melibatkan cincin A dari molekul flavonoid. Penambahan gugus fungsi yang dapat menyumbangkan elektron seperti gugus hidroksi atau gugus metoksil pada cincin B akan meningkatkan peranan sinomoil terhadap resonansi molekul sehingga mengakibatkan perpindahan batokronik atas pita I. Penambahan gugus hidroksil atau gugus metoksil pada cincin A akan menaikkan panjang gelombang dari serapan maksimum serta intensitas dari serapan pita II. Peningkatan resonansi molekul dan terjadi penggeseran batokronik yang menyebabkan terbentuk warna merah pada senyawa flavonoid, dengan reaksi adalah sebagai berikut : Benzoil Flavon : R = H Sinomoil Flavonol : R=OH

C. Saponin

Saponin berasal dari kata ”sapo” yang berarti sabun. Saponin merupakan turunan senyawa triterpena dan sterol. Senyawa ini adalah glikosida triterpena dan sterol yang sifatnya menyerupai sabun. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa Robinson 1995. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian senyawa saponin dengan cara mengocok sampai terbentuk busa dan dibiarkan selama 10 menit, adanya busa yang bertahan selama 10 menit menunjukkan adanya senyawa saponin.

D. Tanin

Tanin merupakan golongan bahan polimer penting dalam tumbuh-tumbuhan yang masuk kedalam senyawa fenol. Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. pendeteksian tanin sama halnya dengan pendeteksian fenol. Cara klasik untuk mendeteksi senyawa fenol sederhana adalah dengan menambahkan larutan besi III klorida 1 dalam air atau etanol kepada larutan cuplikan, yang menimbulkan warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam kuat Harborne 1987. Dari dasar ini pengujian tanin menggunakan FeCl 3 digunakan pada penelitian untuk mendeteksi adanya senyawa tanin dalam ekstrak daun katang-katang. Menurut Robinson 1995, senyawa tanin membentuk kompeks dengan larutan feriklorida FeCl 3 menghasilkan warna hitam biru yang menunjukkan adanya senyawa fenol yaitu 3,4,5-trihidroksi fenolgalokatekin. Warna hitam biru terjadinya karena H + H + terbentuknya komplek antara logam Fe dari FeCl 3 dengan gugus hidroksi dari tanin membentuk struktur kelat. Peningkatan jumlah gugus hidroksil bebas akan meningkatkan warna biru. Reaksi terbentuknya warna hitam biru pada senyawa tanin adalah sebagai berikut: C C C C C C O O Fe O O C C C C C C O O C C C C C C C C C C O O Fe O O C C C C C C O O C C C C C C H H H H H H H H H H H H H H H H H H H H OH OH + FeCl 3 Struktur umum tanin Feriklorida Struktur kelat biru kehitaman Lampiran 4. Pereaksi untuk pengujian ekstrak kasar daun katang-katang sebagai inhibitor topoisomerase I Dtambahkan bahan-bahan berikut ke dalam tabung ependorf dengan berurutan: H 2 O = hingga volume reaksi 20 µl, 10x TGS assaycleavage buffer = 2 µl Supercoiled DNA 250 ngµl = 1 µl Sampel ekstrak = bervariasi, dalam laporan ini 1-2 µl Enzim topoisomerase I. = 2 µl 4 unit Selain reaksi dengan sampel, reaksi-reaksi yang disertakan yang berfungsi sebagai kontrol adalah sebagai berikut : Kontrol 1 Æ H 2 O, buffer, DNA supercoil, enzim topoisomerase I Æ untuk menunjukkan aktivitas enzim, yaitu akan terjadi relaksasi DNA Kontrol 2 Æ H 2 O, bufer, DNA supercoil, pelarut sampel DMSO 10 Æ untuk menunjukkan bahwa pelarut tidak mempengaruhi mobilitas DNA Kontrol 3 Æ H 2 O, buffer, DNA supercoil, pelarut sampel DMSO 10, enzim topoisomerase I Æ untuk menunjukkan bahwa pelarut tidak mempengaruhi aktifitas enzim Kontrol 4 Æ Marker DNA relaks Kontrol 5 Æ H 2 O, buffer, DNA supercoil, kamptotesin dilarutkan stok dalam 10 DMSO hingga 1 mM – digunakan 110 volume dalam reaksi, enzim topoisomerase I Æ untuk mendeteksi cleavage complexes Lampiran 5. Contoh perhitungan konsentrasi ekstrak pada uji genotoksisitas. Media : Untuk 1 liter media yang disediakan adalah : Beff ekstrak = 3 gram Pepton = 5 gram NaCl = 5 gram Bacto Agar = 15 gram Akuades pH 7 = 1 liter Untuk 100 ml maka harus ditimbang ; Beff ekstrak = Pepton = NaCl = Bacto Agar = Persiapan stok ekstrak. Konsentrasi yang dicobakan adalah 20, 200, 2000, 20 000, 30 000, 40 000 dan 50 000 μgml. Untuk stok konsentrasi 20, 200, 2000 μgml, ditimbang ekstrak sebanyak 0.04 gram dan dilarutkan dalam 1000 μgml pelarutnya kloroform. Media yang digunakan sebanyal 15 ml. Untuk stok konsentrasi 20 000 μgml ekstrak yang dibutuhkan adalah 0.4 gram, dan seterusnya. gram ml x ml gram 3 . 100 1000 3 = gram ml x ml gram 5 . 100 1000 5 = gram ml x ml gram 5 . 100 1000 5 = gram ml x ml gram 5 . 1 100 1000 15 = l l x g ml x ml g ml g μ μ μ μ μ 5 . 7 1000 000 40 15 20 ] 20 [ = = l l x g ml x ml g ml g μ μ μ μ μ 750 1000 000 40 15 2000 ] 2000 [ = =

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan rendemen ekstrak terbanyak dari daun katang-katang adalah ekstrak metanol yaitu 2.89. Uji fitokimia kelima ekstrak menunjukkan adanya kandungan senyawa golongan alkaloid, flavonoid, sedangkan senyawa tanin hanya terdapat pada ekstrak metanol. Keempat ekstrak terpilih memiliki aktivitas inhibitor enzim topoisomerase I, dengan nilai MIC ekstrak kloroform sebesar 50 µgml. Uji genotoksisitas ekstrak kloroform bersifat genotoksik terhadap bakteri Serratia marcesscen pada konsentrasi 40 000 µgml, sehingga ekstrak kasar diharapkan tidak berbahaya apabila digunakan sebagai obat atau bahan dasar di bidang farmasi. Hasil kromatografi lapis tipis ekstrak kloroform terpisah menjadi 6 fraksi, namun pada proses kromatografi kolom didapat dua fraksi yang terpisahkan dengan sempurna. Hasil dugaan analisis GC-MS pada penelitian ini yang diberikan oleh data komputer dengan library WILEY yaitu dietilheksil ester benzendikarboksilat yang diduga senyawa hasil penguraiandegradasi senyawa kelompok antrakuinon. 5.2 Saran Perlu dilakukan uji inhibitor topoisomerase I dari fraksi murni serta pemurnian yang sempurna dan penentuan struktur kimia menggunakan parameter LC-MS, IR, UV, dan NMR agar dapat mengetahui jenis senyawa struktur kimia dan pengujian dengan sel lestari. ISOLASI DAN UJI GENOTOKSISITAS INHIBITOR TOPOISOMERASE I DARI DAUN Ipomoea pes-caprae AGUS WIJATMOKO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008