Tabel 3 menunjukkan rendemen ekstrak heksana, ekstrak kloroform, ekstrak etil asetat, ekstrak aseton dan ekstrak metanol yang besarnya berturut-turut adalah
0.42, 0.67, 0.33, 0.66, 2.89. Ekstrak terbanyak diperoleh dari pelarut polar, yaitu metanol sebesar 2.89 dan paling kecil adalah ekstrak etil asetat
sebesar 0.33
. D
ata di atas membuktikan bahwa daun katang-katang mengandung berbagai senyawa dengan tingkat kepolaran yang berbeda-beda. Ekstrak metanol
memiliki jumlah terbanyak karena pelarut metanol memiliki nilai konstanta dielektrik tinggi dibandingkan dengan pelarut lainnya kecuali air Tabel 1
sehingga dapat membuka dinding sel yang mengakibatkan hampir semua senyawa tertarik keluar dari dalam sel. Selain itu pelarut metanol mampu mengekstraksi
senyawa organik, sebagian lemak serta tanin Heath dan Reineccius 1987.
4.2 Ekstrak Kasar Daun Katang-katang
Kelima ekstrak yang didapat dari proses ekstraksi tersebut selanjutnya dicuci dengan pelarut asalnya. Proses ini bertujuan membersihkan ekstrak kasar dari
pengotor ataupun senyawa-senyawa yang larut namun tidak sempurna. Ekstrak yang dihasilkan dari proses pencucian ini disebut sebagai ekstrak kasar bersih
daun katang-katang dan ekstrak kasar bersih ini yang akan digunakan untuk uji selanjutnya yaitu uji fitokimia dan uji aktivitas inhibitor topoisomerase I. Hasil
pencucian ekstrak daun katang-katang ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4 Rendemen hasil pencucian ekstrak daun katang-katang
Ekstrak Bobot ekstrak awal
g Bobot ekstrak bersih
g Rendemen
Heksana 0.28 0.18 0.42
Kloroform 0.45 0.32
0.67 Etil asetat
0.22 0.15
0.33 Aseton 0.44
0.33 0.66 Metanol 1.93
1.74 2.89 Tabel 4 menunjukkan bahwa proses pencucian ekstrak kasar mengurangi
jumlah bobot ekstrak karena masih terdapat pengotor dan senyawa yang tidak larut sempurna. Proses pencucian ekstrak tersebut dapat menghilangkan pengotor
berkisar antara 9.63 dan 34.28.
4.3 Fitokimia Ekstrak Kasar Daun Katang-katang
Pengujian fitokimia dilakukan terhadap kelima ekstrak daun katang-katang untuk menelusuri golongan senyawa metabolit sekunder yang dikandungnya.
Pengujian ini hanya memperlihatkan hasil kualitatif berdasarkan warna dan endapan yang terbentuk. Hasil rekapitulasi uji fitokimia terhadap kelima ekstrak
daun katang-katang ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5 Kandungan fitokimia ekstrak kasar daun katang-katang
JenisEkstrak Heksana Kloroform Etil
asetat Aseton Metanol Alkaloid
- Dragendorff +
+ +
+ +
- Mayer -
+ -
- +
- Wagner ++
++ +
++ ++
Flavonoid
a
Fenolik Hidrokuinon
b
++
a
+
b
++
a
+
b
+
a
- +++
a
+
b
+++
a
++
b
Tanin - -
- -
+ Saponin -
- -
- -
Triterpenoid
c
Streroid
d
- - - - -
Keterangan : - = tidak ada endapan
a
= Flavonoid + = endapan tipis
b
= Fenolik Hidrokuinon ++ = endapan agak tebal
c
= Triterpenoid +++ = endapan tebal
d
= Streroid
4.3.1 Alkaloid
Pemeriksaan kualitatif uji alkaloid terhadap ekstrak heksana, kloroform, etil asetat, aseton, dan metanol daun katang-katang menunjukkan adanya endapan
berwarna merah, cokelat, dan putih yang bervariasi. Hasil pengamatan secara visual uji alkaloid dapat dilihat pada Gambar 12.
Hasil dari uji alkaloid daun katang-katang Gambar A
1
, A
2
, dan A
3
ekstrak heksana menunjukkan bahwa ekstrak heksana memiliki kandungan alkaloid
karena pada pengujian terbentuk endapan merah setelah direaksikan dengan Dragendorff A
1
dan endapan cokelat setelah direaksikan dengan Wagner A
3
, namun ekstrak yang direaksikan dengan Mayer tidak menunjukkan ada endapan
putih, yang artinya senyawa alkaloid negatif untuk pereaksi Mayer. Hal ini sama dengan ekstrak etil asetat C
1
, C
2
, C
3
, dan ekstrak aseton D
1
, D
2
, D
3
. Ketiga ekstrak tersebut dapat dikatakan memiliki kandungan alkaloid secara kuantitas
relatif kecil, karena hanya dua dari tiga pengujian yang dilakukan menunjukkan hasil positif.
Keterangan : A = Ekstrak heksana 1 = Pereaksi Dragendorff B = Ekstrak kloroform 2 = Pereaksi Mayer
C = Ekstrak etil asetat 3 = Pereaksi Wagner D = Ekstrak aseton
E = Ekstrak metanol
Gambar 12. Hasil pengamatan uji fitokimia alkaloid. Pada ekstrak kloroform B
1
, B
2
, B
3
, dan ekstrak metanol E
1
, E
2
, E
3
menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloid dengan kuantitas tinggi, karena dengan penggunaan ketiga pereaksi menunjukkan hasil positif. Hasil penelitian
Souza et al. 1999 menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat memiliki kandungan senyawa alkaloid, sedangkan ekstrak metanol dan air menunjukkan hasil negatif
yang berbeda dengan hasil penelitian ini. Perbedaan hasil tersebut disebabkan banyak faktor, di antaranya adalah asal sampel, umur sampel, jumlah sampel, dan
perlakuan proses ekstraksi.
4.3.2 Flavonoid
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun katang-katang memiliki kandungan senyawa flavonoid yang dominan, terbukti dalam pemeriksaan secara
kualitatif sederhana menggunakan pereaksi NaOH dan H
2
SO
4
pekat semua ekstrak dari daun katang-katang membentuk endapan berwana merah, meskipun
pada ekstrak etil asetat membentuk endapan yang tipis pada penambahan pereaksi NaOH dan tidak ada endapan pada pereaksi H
2
SO
4
pekat. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 13.
E
1
E
2
E
3
B
1
B
2
B
3
D
2
D
3
A
1
A
2
A
3
C
1
C
2
C
3
Keterangan : 1= Ekstrak heksana A = NaOH 10 2 = Ekstrak kloroform B = H
2
SO
4
pekat 3 = Ekstrak etil asetat
4 = Ekstrak aseton 5 = Ekstrak metanol
Gambar 13. Hasil pengamatan uji fitokimia flavonoid. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Agustiningrum 2004 yang
menduga ekstrak kloroform dari daun katang-katang memiliki senyawa kumarin yang termasuk ke dalam golongan fenilpropanoid. Souza et al. 1999 juga
membuktikan bahwa ekstrak etil asetat daun katang-katang memiliki kandungan senyawa flavonoid. Dengan adanya senyawa flavonoid ini diharapkan daun
katang-katang dapat dijadikan bahan baku antioksidan yang mampu melindungi tubuh dari radikal bebas yang dapat menyebabkan kanker.
4.3.3 Tanin
Tanin merupakan salah satu golongan bahan polimer penting dalam tumbuhan yang masuk ke dalam senyawa polifenol. Senyawa ini cenderung
mudah larut dalam air karena umumnya sering berikatan dengan gula sebagai glikosida. Sebagian besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan
pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat. Tanin dapat dideteksi langsung dengan mendidihkan ekstrak dan menambahkan FeCl
3.
Pada Gambar 14 dapat dilihat bahwa dari kelima ekstrak katang-katang hanya ekstrak metanol yang memiliki senyawa tanin. Ini terbukti terbentuknya
warna hitam kehijauan pada ekstrak yang dilarutkan dalam pelarut metanol 30. Hal ini didukung oleh penelitian Souza et al. 1999 yang melaporkan bahwa daun
katang-katang yang diekstrak menggunakan air memiliki kandungan senyawa tanin. Senyawa tanin dalam dunia kedokteran tidak banyak digunakan sebagai
A
B
1 2 3 4 5
bahan baku obat, namun senyawa tanin juga memiliki khasiat astringent yang dapat mengurangi pembengkakan, radang, dan antidiare Stahl 1985.
Keterangan : A = Ekstrak heksana D = Ekstrak aseton B = Ekstrak kloroform E = Ekstrak metanol
C = Ekstrak etil asetat Gambar 14. Hasil pengamatan uji fitokimia tanin.
4.3.4 Saponin
Dalam penelitian ini uji saponin yang diamati secara visual terbentuk busa pada ekstrak yang dilarutkan dalam air yang dipanaskan. Hasil uji saponin dapat
dilihat pada Gambar 15.
Keterangan : A = Ekstrak heksana D = Ekstrak aseton B = Ekstrak kloroform E = Ekstrak metanol
C = Ekstrak etil asetat Gambar 15. Hasil pengamatan uji fitokimia saponin.
Gambar 15 menunjukkan bahwa kelima ekstrak kasar katang-katang tidak memiliki kandungan senyawa saponin, terbukti setelah dikocok tidak terlihat
adanya busa yang artinya kandungan senyawa saponinnya negatif. Hasil ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Souza et al. 1999 yang mengatakan bahwa ekstrak
etil asetat daun katang-katang memiliki kandungan senyawa saponin. Perbedaan hasil tersebut disebabkan banyak faktor, di antaranya adalah asal sampel, umur
sampel, jumlah sampel, dan perlakuan proses ekstraksi.
4.4 Aktivitas Ekstrak Kasar Sebagai Inhibitor Topoisomerase I
Ekstrak kasar yang sudah dibersihkan dalam proses pencucian diuji aktivitas inhibitor enzim topoisomerase I dengan konsentrasi ekstrak sebesar 50 µgml. Uji
ini dilakukan terhadap empat ekstrak bioaktif terpilih yang rendemennya relatif besar yaitu ekstrak heksana, kloroform, aseton, dan metanol dengan kontrol positif
senyawa kamptotekin. Adanya aktivitas inhibitor ditandai dengan perubahan bentuk substrat DNA supercoil menjadi bentuk DNA nick complex, dan band dari
DNA hasil reaksi dapat dicocokkan dengan band kontrol Topo I + DNA, Marker DNA supercoil, Topo I + DNA + Pelarut, Marker DNA relaks, Topo I + DNA +
kamptotekin. Hasil positif sebagai inhibitor enzim topoisomerase I ditandai dengan cocoknya bentuk band dari hasil ekstrak dengan band Marker DNA
supercoil aktivitas bersifat katalitik dan band Topo I + DNA + kamptotekin
aktivitas bersifat poison. Keempat ekstrak yang diujikan pada konsentrasi 50 µgml terhadap aktivitas
enzim topoisomerase I menunjukkan hasil positif menghambat aktifitas enzim topoisomerase I Tabel 6. Ekstrak etil asetat dari daun katang-katang tidak diuji
karena pada uji fitokimia ekstrak etil asetat memiliki kuantitas rendah pada senyawa golongan alkaloid dan flavonoid, sedangkan pada senyawa golongan
tanin, saponin, dan triterpenoidsteroid menunjukkan hasil negatif. Selain itu ekstrak etil asetat memiliki rendemen paling kecil di antara kelima ekstrak daun
katang-katang. Hal ini dilakukan karena dengan jumlah ekstrak yang banyak akan lebih mudah melakukan pengujian lanjut.
Tabel 6 Hasil uji inhibitor enzim topoisomerase I dari ekstrak heksana, kloroform, aseton dan metanol pada konsentrasi 50 µgml
Sampel Aktivitas Inhibitor
Topoisomerase I Ekstrak heksana
+ Ekstrak kloroform
+ Ekstrak aseton
+ Ekstrak metanol
+
1 9
8 7
6 5
4 3
2
Keterangan : 1.Relaks DNA hasil reaksi Topo I + DNA, 2. Marker DNA supercoil, 3. Relaks DNA hasil reaksi Topo I + DNA + DMSO, 4. Marker DNA relaks, 5. Topo I +
DNA + kamptotekin, 6. Ekstrak Heksana, 7. Ekstrak Kloroform, 8. Ekstrak Aseton, 9
. Ekstrak Metanol
Gambar 16. Hasil elektroforesis uji inhibitor enzim topoisomerase I dari berbagai ekstrak.
Gambar 16 menunjukkan ekstrak heksana sumur no 6, ekstrak kloroform sumur no 7, ekstrak aseton sumur no 8, dan ekstrak metanol sumur no 9
mampu menghambat aktivitas katalitik topo I, terlihat dengan tidak terbentuknya relaks DNA seperti pada kontrol sumur no 2 Marker DNA supercoil. Hal ini
menunjukkan enzim topoisomerase I tidak dapat bekerja karena dihambat oleh senyawa ekstrak daun katang-katang. Aktivitas keempat ekstrak daun katang-
katang sebagai inhibitor topoisomerase I diduga karena adanya senyawa fitokimia yang terkandung di dalam daun katang-katang dalam hal ini adalah alkaloid,
flavonoid, dan tanin. Seperti yang dinyatakan oleh Sukardiman et al. 2002 bahwa senyawa golongan alkaloid, glikosida, dan flavonoid memiliki aktivitas
antikanker dengan salah satu target molekul enzim DNA topoisomerase. Salah
satu obat antikanker komersial dari jenis alkaloid dengan aktivitas inhibitor topoisomerase I adalah kamptotekin Gambar 2.
Proses selanjutnya adalah penentuan konsentrasi penghambatan minimum aktivitas senyawa inhibitor topoisomerase I, dalam hal ini ekstrak yang digunakan
adalah ekstrak kasar bersih kloroform. Alasan menggunakan ekstrak kasar bersih kloroform karena ekstrak kloroform memiliki rendemen yang besar setelah
ekstrak metanol, selain itu juga berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Agustiningrum 2004 ekstrak kloroform memiliki aktivitas
antioksidan tertinggi dibandingkan dengan ekstrak metanol. Dengan dasar ini maka ekstrak kloroform digunakan untuk melihat hubungan antara aktivitas
antioksidan dengan aktivitas antikanker dari daun katang-katang. Kriteria ekstrak daun katang-katang terpilih ekstrak kloroform dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Kriteria ekstrak daun katang-katang terpilih ekstrak kloroform Kriteria Keterangan
Bobot sampel g 150
Jenis pelarut Kloroform
Volume pelarut ml 300
Bobot ekstrak g 0.45
Rendemen 0.67
Warna ekstrak visual Hijau tua
Bentuk fisik Pasta
Polaritas ekstrak Semipolar
Aktivitas antioksidan 76.21
Keterangan : = Agustiningrum 2004
4.5 Konsentrasi Penghambatan Minimum Aktivitas Ekstrak Kasar Sebagai Inhibitor Topoisomerase I