38
B. PERSPEKTIF PADA KEKUATAN STRENGTHS
PERSPECTIVE
Selama beberapa dekade terakhir, pekerjaan sosial dan profesi pertolongan lainnya telah memusatkan fokus utamanya pada
pendiagnosaan pathology, shortcomings, dan dysfunctions klien. Salah satu alasannya mungkin bahwa psikologi Freud
digunakan sebagai teori utama dalam menganalisis perilaku manusia. Psikologi Freud didasarkan pada model medis dan
dengan
demikian memiliki
konsep yang
berupaya mengidentifikasi kesakitan atau pathology. Sebagaimana
diuraikan dalam tulisan sebelumnya, pekerjaan sosial saat ini telah beralih pada model sistem dalam menilai perilaku
manusia.
Model tersebut
memfokuskan diri
pada pengidentifikasian baik kekuatan maupun kelemahan.
Hal terpenting bahwa para pekerja sosial memasukan kekuatan atau kelebihan klien dalam proses asesmen. Dalam
bekerja bersama dengan klien, para pekerja sosial fokus pada kekuatan dan sumber-sumber klien guna membantu mereka
mengatasi permasalahannya sendiri. Untuk memanfaatkan kekuatan atau kelebihan klien secara efektif, para pekerja
sosial pertama-tama harus mengidentifikasi kekuatan- kekuatan tersebut.
Sayangnya, Maluccio 1979 menemukan bahwa banyak para pekerja sosial fokus perhatiannya terlalu banyak
pada kelemahan-kelemahan klien dan memandang rendah atau
buta dengan
kekuatan-kekuatannya. Maluccio
menyimpulkan bahwa terdapat suatu tuntutan untuk mengubah fokus perhatian pendidikan dan praktik pekerjaan
sosial dari masalah atau patologi beralih kepada kekuatan,
39
sumber-sumber, dan potensi-potensi dalam kehidupan manusia dan lingkungannya.
Terlalu focus pada kelemahan dapat memperburuk kapasitas seorang pekerja sosial untuk mengetahui potensi
pertumbuhan klien. Para pekerja sosial berkeyakinan kuat bahwa klien memiliki hak dan sebaiknya digali untuk
mengembangkan
potensialitas dirinya
secara penuh.
Memfokuskan pada penyakit pathology selalu melemahkan nilai tanggung jawab tersebut.
Alasan lainnya adalah untuk memelihara kekuatan- kekuatan kelebihan-kelebihan klien yaitu bahwa banyak
klien perlu dibantu meningkatkan harga dirinya. Banyak yang merasa tak berdaya, merasa tidak adil, merasa bersalah, dan
tidak memiliki kepercayaan serta harga diri. Glasser 1972 mencatat bahwa harga diri yang rendah seringkali mengarah
atau menimbulkan kesulitan emosional, mudah menyerah, atau bertindak kriminal. Bantulah klien untuk memandang
dirinya lebih positif, pekerja sosial pertama-tama harus memandang
kliennya sesuai
dengan kekuatan
dan kemampuannya. Berwick 1980 menilai rendah poin ini
dalam bekerja bersama orang tua yang mengabaikan anak- anak yang sulit berkembang:
Harga-diri yang menyurut rendah di orang tua anak- anak tersebut, dan keberhasilan rumah sakit
memelihara seorang anak saat si ibu gagal yang hanya meratapi penderitaan….Bahkan dalam beberapa kasus
yang membutuhkan layanan perawatan, tugas perawatan kesehatan berupaya mencari kekuatan dan
mengembangkan pemikiran kompetensi baik orang
40
tua dan anak yang akan memungkinkan hubungan pemeliharaan yang sinkron terus tumbuh.
Perspektif kekuatan
sangat erat
kaitannya dengan
pemberdayaan empowerment. Empowerment sebagaimana didefinisikan oleh Barker 1995 sebagai “the process of helping
individuals, families, groups, and communities to increase their personal, interpersonal, socioeconomic, and political strength and to
develop influence toward improving their circumstances”
p.20. Perspektif ini berupaya mengidentifikasi, memanfaatkan,
membangun, dan memperkuat kekuatan dan kemampuan yang mereka punya. Hal tersebut berlawanan dengan
perspektif patologis, yang cenderung fokus pada kelemahan dan ketidakmampuan mereka. Perspektif kekuatan berguna
untuk melihat lingkaran kehidupan dan melintasi seluruh tahap proses pertolongan—assessment, intervention, and
evaluation
. Fokus tersebut menekan pada kemampuan orang, nilai-nilai, minat, keyakinan, sumber-sumber, prestasi dan
aspirasi seseorang Weick, Rapp, Sulivan, Kisthardt, 1989 Menurut Saleebey 1997, pp. 12-15, terdapat lima
prinsip yang mengarahkan asumsi perspektif kekuatan tersebut:
Pertama. Setiap individu, kelompok, keluarga dan masyarakat memiliki kekuatan. Perspektif kekuatan melihat
sumber-sumber tersebut. Saleebey mencatat bahwa di tahap akhir, klien ingin mengetahui bahwa anda benar-benar
membantu mereka, bahwa bagaimana melihat diri anda berbeda, bahwa anda akan mendengarkan mereka, bahwa
anda akan menghargai diri mereka tidak perduli latar belakang mereka, dan bahwa anda yakin bahwa mereka dapat
41
membangun sesuatu yang bernilai dengan sumber-sumber yang ada dalam diri dan di sekitar mereka. Tetapi yang
terpenting, klien ingin mengetahui bahwa anda yakin bahwa mereka dapat mengatasi kemalangan dan mulai menapaki ke
arah perubahan dan pertumbuhan p.12
Kedua. Trauma, siksaan, sakit, dan perjuangan dapat membuat luka, tetapi hal tersebut dapat dijadikan sumber
tantangan dan kesempatanpeluang. Klien yang telah menjadi korban dipandang sebagai individu aktif dan berkembang,
melalui trauma, mereka belajar keterampilan dan atribut pengembangan diri yang membantu mereka menghadapi
persoalan yang sama di masa mendatang. Kehormatan akan ditemui ketika mampu mengatasi hambatan-hambatan. Kita
akan cepat tumbuh berkembang apabila kita mampu melewati krisis dan mampu mengatasi situasi secara efektif di setiap
periode kehidupan.
Ketiga. Diasumsikan bahwa anda sama sekali tidak mengetahui batas atas dari kapasitas untuk terus tumbuh dan
berubah, dan melakukan aspirasi individu, kelompok dan masyarakat secara serius. Prinsip ini berarti bahwa pekerja
social harus memegang harapan yang tinggi terhadap klien dan mengikatnya dengan visi, impian, dan nilai-nilainya.
Individu, keluarga, dan masyarakat memeiliki kapasitas untuk memantulkan dan memulihkan persoalan. Ketika
pekerja sosial menghubungkannya dengan harapan dan impian klien, klien secara tepat memiliki keyakinan yang lebih
besar. Sehingga seterusnya mereka mampu menempatkan upaya-upaya yang dibutuhkan untuk memenuhi harapan dan
impian mereka sendiri.
Keempat. Kita lakukan pelayanan terbaik kepada klien dengan berkolaborasi dengannya, yang lebih besar akan
dirinya sendiri. Seorang pekerja sosial akan lebih efektif jika
42
dilihat oleh klien sebagai kolaborator atau konsultan daripada sebagai seorang ahli atau seorang professional. Sikap mental
kolaboratif oleh seorang pekerja sosial membuat dia lebih rentan dengan beragam akibat kelemahan dari hubungan
expert-inferior
, termasuk pemolaan, victim-blaming, dan pesolek pandangan klien.
Kelima. Setiap lingkungan penuh dengan sumber- sumber. Dalam setiap lingkungan tidak perduli seberapa
kerasnya terdapat individu-individu, kelompok-kelompok, asosiasi, dan institusi dengan sesuatu untuk pemberian, dan
dengan sesuatu kebutuhan lainnya mungkin menyedihkan. Perspektif kekuatan berupaya mengidentifikasi sumber-
sumber tersebut dan membuat mereka keberadaannya bermanfaat bagi individu, keluarga, dan kelompok-kelompok
dalam masyarakat.
Prinsip-prinsip tersebut begitu esensial penerapannya, khususnya berkaitan dengan proses awal pertolongan
pekerjaan sosial, yaitu assessment. Hasil dari assessment ini akan ditentukan bersama antara pekerja sosial dan klien
mengenai rencana kegiatan plan of treatment yang sekiranya tepat sesuai dengan sumber—sumber dan potensi yang
dimiliki klien dan yang ada di sekitar klien. Namun, sebelum berlanjut perlu pula untuk melihat suatu kerangka assessment,
yang telah ada dan berkembang baik yaitu asesmen dengan kerangka bio-psiko-sosio-spiritual’; yang mencoba untuk
secara menyeluruh melihat beragam dimensi dalam asesmen.
Kerangka Bio-Psiko-Sosio-Spiritual
Langkah pertama untuk melakukan asesmen yang bermakna adalah dengan memperluas cara pandangnya.
Kebanyakan orang melihat diri mereka sebagai gabungan dari
43
berbagai kualitas yang kompleks, dengan berbagai dimensi, yang sebagian diketahui orang lain, sebagian lagi tidak
diketahui. Semua manusia dipengaruhi oleh dan berdiri paling sedikit dalam 4 dimensi utama, biologis, psikologis,
sosial dan spiritual. Kebanyakan teori-teori praktik, bahkan dalam pekerjaan sosial, menekankan pada dua dimensi
pertama, dan praktik asesmen tradisional, terutama DSM, sedikit atau bahkan tidak menghiraukan dua dimensi terakhir.
Yang menarik adalah bahwa dalam dimensi sosial dan spiritual tersebutlah substansi dari kehidupan individu itu
ditampilkan. Yaitu dimana makna dikonstruksi dan hubungan dikembangkan.
Terutama dimensi
sosiallah dimana
individual dapat berinteraksi dengan lingkungannya, dan menemukan lingkungan tersebut sebagai sumber yang
berlimpah atau meningkatkan perkembangan atau penuh tekanan dan melemahkan.
Kapan seorang klien menjadi bukan seorang klien?
Akan membantu untuk memahami bahwa tidak setiap orang menyebut klien adalah seorang klien. Sebagai contoh,
saya bertaruh bahwa tidak ada itu kasus klien yang tidak kooperatif atau klien yang mendapatkan mandat, dan dengan
anggapan tersebut menyarankan bahwa ada pemikiran delusional di sisi praktisi dan menjamin munculnya perilaku
“tidak kooperatif” de Shazer, 1985; Walter Peller, 1992. Hal tersebut lebih masuk akal lagi ketika seseorang memahami
bahwa banyak individu yang dilihat oleh seorang pekerja sosial bukan sebagai klien, tapi sesuatu atau seseorang lain.
44
Ada 5 tipe individu yang dipandang pekerja sosial sebagai klien: pengeluh, pengunjung, sasaran, pasien dan klien de Shazer,
1985; Pincus Minahan, 1973.
Pengeluh adalah orang dengan sebuah keluhan, dan mereka
ingin sesuatu atau lebih umum, seseorang untuk berubah. Terapi perkawinan dan keluarga seringkali menemukan
mereka memiliki satu atau lebih keluhan, individu yang ingin pasangan atau anak mereka berubah.
Pengunjung adalah orang yang pada intinya sedang melewati;
mereka tidak mengeluh maupun tertarik pada sesuatu. Pekerja sosial sekolah melihat banyak anak yang paling tidak,
diawalnya adalah sebagai pengunjung.
Sasaran adalah orang-orang yang diinginkan berubah oleh
orang lain. Banyak anak-anak yang diterapi adalah sasaran, begitu juga dengan banyak pasangan, dan klien yang disebut
tidak kooperatif, menolak dan dimandatkan.
Pasien adalah penerima perawatan medis. Pekerja sosial tidak
memberikan pelayanan medis, dan menyebut klien sebagai pasien menciptakan ruang epistemologi dan prasangka yang
tidak sesuai dengan etika.
Klien didefinisikan oleh dua kriteria yang sangat penting: a
mereka mempunyai keluhan, dan b mereka masuk ke dalam kontrak dengan pekerja sosial untuk melakukan sesuatu
dengan keluhan mereka.
45
Memahami siapa yang ditemui mengubah keseluruhan pengalaman dan hasil dari proses asesmen. Sebagai contoh,
memahami seseorang sebagai sebuah sasaran secara lengkap akan mengubah makna interaksi yang dikonstruksikan secara
sosial, dan ekspektasi yang dimiliki seseorang atas interaksi tersebut. “melawan” atau kurang kooperatif dipandang
sebagai cara sasaran untuk mengajarkan pemberi pelayanan bagaimana bekerja dengan sasaran tersebut O’Hanlon
Wilk, 1987.
Identitas, Atribut Dan Perilaku: Atau Menjadi, Memiliki Dan Melakukan
Perspektif berdasarkan kekuatan tidak menghiraukan atau
meminimalisasi diagnosa
atau keterampilan-
keterampilan diagnosa, tapi menekankan bahwa mereka harus dipandang kontekstual dan sebagai bagian dari proses yang
lebih besar. “Setelah melakukan asesmen, dampaknya pekerja sosial perlu meyakinkan bahwa diagnosis tidak menjadi sudut
identitas diri” Saleebey, 1996, hal. 303. Sehingga, pertimbangan penting lainnya dalam proses asesmen adalah
memahami perbedaan antara identitas, atribut, dan perilaku. Sebagai contoh, pertimbangkan bagaimana ketiga pernyataan
berikut memiliki dampak kepada persepsi diri klien dan persepsi pekerja sosial terhadap mereka: “dia adalah rata-
rata”. “dia memiliki disorder kepribadian borderline”. Dan “kadang-kadang dia sangat baik, kadang-kadang dia sangat
kritis”. Atau contoh lainnya: “Saya seorang alkoholik”, “saya memiliki penyakit yang disebut alkoholisme”, dan “Kebiasaan
46
minum saya menciptakan masalah dalam kehidupan saya”. Di setiap contoh, ketiga pernyataan berasal dari asumsi
epistemologi dan ontologi yang berbeda, dan dampaknya terhadap persepsi sedikit tapi sangat besar signifikansinya,
dan sangat beragam dengan individu yang terkena. Mendeklarasikan seseorang sebagai seorang alkoholik adalah
perubahan yang sangat kritis untuk sebagian orang, sementara menyebutkan seseorang itu rata-rata mungkin akan
mendapatkan reaksi diskriminasi dari pemberi pelayanan, dan juga berbahaya bagi perasaan diri indvidu tersebut.
Pekerja sosial harus memahami bagaimana perbedaan ini mempengaruhi cara mereka melihat dan berhubungan
dengan orang-orang yang memerlukan pelayanan, dan bagaimana klien-klien tersebut melihat dirinya sendiri dalam
dunia ini. Label memiliki kekuatan tidak saja menjelaskan, namun juga mempenjarakan dan mempersempit serta
memperberat klien dengan cara mengurangi fakta-fakta berarti dari kehidupan mereka menjadi fakta tidak penting.
Tabel 4. Dimensi Asesmen Bio-Psycho-Socio-Spiritual Biological
Basic need—food, clothing, shelter Comprehensive health
Physical attributes and abilities Physical environment
Psychological Individual history
Personality style and makeup Intelligence and mental abilities
Self-concept and identity
47
Lanjutan: Tabel 4 Dimensi Asesmen Bio-Psycho-Socio-Spiritual
Sociocultural Family through biology, choice, or
circumstance Community
Ethnicity Social environment
Political environment Economic environment
Spiritual Sense of self, in relation to the world
Sense of meaning and purpose Value base
Religious life
Sumber: Graybeal, 2001
Graybeal 2001;p237-238 mengusulkan penggunaan Model ROPES resources, options, possibilities, exceptions,
solutions dalam melakukan asesmen yang berbasis pada
kekuatan. Model ini digunakan sebagai alat praktis untuk mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber-sumber dan
kekuatan-kekuatan personal dan lingkungan. Kerangka model tersebut digunakan untuk memandu baik perspektif secara
umum maupun pertanyaan khusus bagi para praktisi. Yaitu ketika para praktisi mengalami kebuntuan, kurang inspirasi,
atau tidak mampu menentukan pemanfaatan kekuatan. Maka ROPES, dapat dipahami sebagai alat mnemonic yang dapat
memberi arah panduan bertindak.
48
Tabel 5 Indentifikasi Kekuatan: Menggunakan ROPES
Resources Pribadi personal
Keluarga family Lingkungan sosial social environment
Keorganisasian organizational Komunitas community
Options Fokus saat ini present focus
Penentuan pilihan Emphasis on choice Apa yang dapat diakses saat ini? what can be
accessed now? Apa yang tersedia dan belum dicoba atau digunakan?
what is available and hasn’t been or tried or utilized?
Possibilities Fokus masa depanfuture fokus
Imaginasi imagination Kreativitas creativity
Visi masa depan Vision of the future Lakukan play
Apa yang anda berfikir dicobakan tapi belum dilakukan
Exceptions Saat masalahnya tidak juga terjadi?
Saat permasalahan berbeda? Saat bagian dari hipotesis di masa depan terjadi?
Bagaimana anda selamat, bertahan, dan terus berjuang?
Solutions Fokus pada konstruksi solusi bukan pada pemecahan
masalah Apanya yang dapat berjalan?
Apa keberhasilan anda? Apa yang anda lakukan ketika anda ingin terus
melanjutkan ? Mukjizat apa yang terjadi?
Apa yang akan anda lakukan sekarang untuk membuat potongan mukjizat tersebut?
Sumber: Graybeal, 2001
49
Tantangannya bagi para pekerja sosial adalah bagaimana memasukan perspektif kekuatan tersebut, bahkan dalam
sebuah setting dimana hanya terdapat sedikit relevansi pemahaman, pengakuan, atau penerimaan. Pada sisi inilah
nilai-nilai dasar dan etika pekerjaan sosial seharusnya melandasi pilihan bertindak, karena hati, pemikiran, gagasan
dan perilaku tindakan tersebut dapat memperkuat dan mempertahankan paradigma berfikir tersebut. Oleh karena itu
diperlukan upaya advokasi agar mempercepat perubahan paradgima tersebut baik dalam level kebijakan maupun
praktik.
Menghadapi form isian asesmen yang tradisional, adalah memungkinkan untuk menggeser cara penulisannya,
melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada klien, dan memberi ruang khusus pada respon-respon pengecualian,
harapan, dan kemungkinannya. Dalam bagian berikut Graybeal 2001 juga memperlihatkan contoh bagaimana
pergeseran yang dapat dilakukan dari asesmen tradisional kemudian bergeser pada asesmen berbasis pada kekuatan
dengan menambahkan informasi tambahan.
Tabel 6 Informasi Asesmen Tambahan dari Perspektif Kekuatan Jenis Area
Informasi Informasi tradisional
Informasi tambahan
Keberadaan masalah
Gambaran detail permasalahan
Daftar simpton Status msental
Strategi koping Menekankan pada
bahasanya klien Pengecualian
permasalahan Eksplorasi sumber
Menekankan pada solusinya klien
Pertanyaan mukjizat
50
Lanjutan: Tabel 6 Informasi Asesmen Tambahan dari Perspektif Kekuatan
Jenis Area Informasi
Informasi tradisional
Informasi tambahan
Sejarah masalah Onset and duration
Course of development
Interactional sequences
Previous teratment history
Exceptions: When was the probem not
happening, orhappening
differently? Include “future history”
---vision of when problem is solved
Sejarah pribadi Developmental
miletones Medical history
Pshysical, emotional, sexual abuse
Diet, exercise Physical, psychological,
social, spiritual, enviromental assets.
“how did you do that?” “how have you
managed to overcome your adversities?”
“what have you learned that you would want
others to know?”
Substance Abuse History
Patterns of use: onset, frequency,
quantity Drugshabits of
choice: alcohol, drugs, caffeine,
nicotine, gambling Consequences:
physical, social, psychological
“How does using help?” Periods of using less
difference Periodes of abstinence
exceptions Persosn and family
rituals---what has endured despite
useabuse?
Sumber: Graybeal, 2001
51
Lanjutan: Tabel 6 Informasi Asesmen Tambahan dari Perspektif Kekuatan
Jenis Area Informasi
Informasi tradisional
Informasi tambahan
Sejaran keluarga Age and health of
parents, siblings Descriptions of
relationships Cultural and ethic
influences History of illness,
mental illness Family rituals
mealtimesholidays Role models---nuclear
and extended Strategies for enduring
Important family stories
Pekerjaan dan Pendidikan
Educational history Employment history
Achievements, patterns, and
problems List of skill and interests
Homemaking, parenting skills
Community involment Spiritual and ritual
involment
Ringkasan dan rekomendasi
treatment Summary and
prioritization of concern
Diagonis: DSM-IV, PIE
Recomended treatment strategies
Expanded narrative- reduce focus on
diagnosis and problems Summary of resources,
options, possibilities, exceptions, and
solutions. Recommendations to
other professionals for how to utilize strengths
in work with client
Sumber: Graybeal, 2001
52
Penting untuk memahami bahwa seorang klien mungkin berpartisipasi dalam proses asesmen pada salah satu
hari terburuk yang pernah dialaminya. Dia mungkin sedang mengalami kehilangan, trauma, keterasingan, kemiskinan,
kekerasan, kekurangan gizi dan psikosis. Dia mungkin tidak pernah perlu meminta pertolongan sebelumnya, dan merasa
malu, bersalah, danatau tidak kompeten. Pertanyaan- pertanyaan yang diberikan oleh pekerja sosial adalah kritikal.
Pertanyaan yang diajukan mungkin dapat memperburuk keadaan, atau dapat membimbing klien untuk mengenali dan
mengakui perasaan mereka dan harga diri serta kemungkinan yang ada. Dan penemuan yang paling penting bagi pekerja
sosial ialah bahwa pertanyaan yang diajukan tidak menghiraukan masalah atau patologi, namun menempatkan
kekhawatiran dalam konteks kepercayaan bahwa klien juga memegang petunjuk-petunjuk dan kreatifitas yang dapat
mengarah pada penyelesaian masalah. Belajar mengajukan pertanyaan yang dapat membuka kemungkinan aalah sebuah
bentuk seni yang berada dalam tataran praktik. Untungnya, sekarang banyak berkembangan sumber-sumber untuk
pertanyaan-pertanyaan tersebut, Tomm, 1987; Cowger, 1994; DeJong Miller, 1995; DeJong Berg, 1998. Para pekerja
sosial didukung untuk mendedikasikan paling tidak waktu yang sama untuk mempelajari keterampilan ini seperti
mempelajari keterampilan diagnostic berdasar pada patologi.
Struktur terkini dari format asesmen tradisional seringkali dibuat berdasarkan pada permintaan peraturan
pemerintah dan praktik-praktik penagihan asuransi. Ini juga dipengaruhi oleh hegemoni yang luar biasa dari model medis
53
dalam praktik kesehatan mental, dengan penekanan pada masalah-masalah, patologi dan diagnosis. Namun begitu,
pengalaman menyebutkan bahwa tidak saja mungkin menggunakan format tradisional dalam cara yang berbeda,
tapi juga memulai perubahan di tingkat institusi. Saya memiliki beberapa siswa dan kolega yang telah menulis ulang
format asesmen lembaga dan menggunakannya secara efektif untuk
mempengaruhi praktik
ke arah
yang lebih
mengakomodasi perspektif kekuatan.
C. SUMBER-SUMBER INFORMASI