78
seharusnya ada sebagai suatu penerapan pendekatan analisis sistem yang akan terdiri dari suatu kelompok bekerja bersama
dan dengan demikian diperlukan koordinasi dan pengaturan.
Juga penting sekali untuk mengevaluasi dan memantapkan upaya-upaya perubahan setelah menentukan
jangka waktu tertentu. Evaluasi ini sebaiknya berupaya mencari ukuran mengenai hasil yang dapat dicapai dari
sistem sasaran yang akan makin memperlengkapkan.
Tidak semua kasus sekompleks yang satu ini, atau melibatkan sejumlah sasaran dan sistem kegiatan seperti ini.
Kasus seperti bisa saja ada, dan asesmen dan strateginya dikembangkan sesuai dengan gambaran tadi. bagamanapun
banyak, dan mungkin sangat banyak kasus-kasus pekerjaan sosial yang komplikati. Sebagaimana disebutkan, analisa
sistem dapat membantu pekerja sosial memamhami kompleksitas permasalahan yang dihadapi. Analisis sistem
dapat diterapkan secara virtual oleh seluruh pekerja sosial. Sayangnya, kemampuan penerapannya saat ini sedang
dipertanyakan. Khususnya berkaitan dengan kemampuan penerapannya untuk pekerjaan sosial klinis. Kebutuhannya ini
bukanlah kasus, untuk suatu pemahaman tentang aspek- aspek keunikan dari analisis sistem dan keteramplan klinis
dapat mendemostrasikan gabungan pemanfaatan teknik yang sangat efektif.
F. BEBERAPA MODEL ASSESSMENT LAINNYA DALAM PRAKTEK PEKERJAAN SOSIAL:
1. Pemanfaatan Sistem Diagnosis Multiaxis DSM-IV TR Diagnostic and Statistical Manual. Suatu model yang
digunakan untuk mengkaji dan mendiagnosis gangguan
79
mental. Isi utama dari system DSM adalah format multiaxial yang menggunakan lima level atau bidang
untuk menentukan arah suatu diagnosis. System multiaxial mempertimbangkan sejumlah factor yaitu psikologis, fisik,
internal, eksternal, perkembangan, dan sosial. Lima garis menopang system yang menyediakan format untuk
pencatatan diagnosis individual. Garis-garis tersebut antara lain:
a. Garis I Clinical disorder; kondisi lainnya mungkin fokus pada perhatian klinis
b. Garis II Personality disorder; kemunduran mental c. Garis III General medical conditions
d. Garis IV Psychosocial and environmental problems
PEP. Terdapat Sembilan kategori dalam garis ini, yaitu:
i. Masalah dengan dukungan kelompok utama
ii. Masalah berkaitan dengan lingkungan social
iii. Masalah pendidikan iv. Masalah pekerjaan
v. Masalah tempat tinggal vi. Masalah ekonomi
vii. Masalah dengan akses pelayanan rawatan kesehatan
viii. Masalah berkaitan
dengan system
hukumcriminal ix. Masalah-masalah
psikososial dan
lingkungan lainnya e. Garis V Global assessment of functioning
2. Developing Client-Focused Measures Pengukuran Terfokus Perkembangan
Klien. Para
pekerja social
juga
80
memanfaatkan pengukuran
klient-terfokus untuk
mengkaji keberadaan permasalahan klien, melalui kemajuan klien setelah melalui suatu intervensi tertentu,
dan menentukan apakah suatu intervensi dapat segera dihentikan. Pengukuran tersebut menggunakan beragam
teknik yang dikembangkan secara khusus bagi klien tertentu dan murah merupakan suatu metode untuk
memonitor kemajuan klien. Kelebihan metode ini, karena pengukuran inti berbasis pada tampilan permasalahan
yang dihadapi klien maka seringkali hasilnya lebih akurat jika dibandingkan dengan sejumlah metode yang telah
terstandardisasi. Kelebihan lainnya dari pengukuran terfokus-klien
adalah mereka
dapat berkembang
memanfaatkan perkataan dan pengalaman klien sendiri berkaitan dengan permasalahan yang dihadapinya. Satu
kelemahan pengukuran klien-terfokus adalah masalah reabilitas dan validitas yang tidak dapat diuji dan
dipastikan dengan pengukuran-pengukuran lainnya. Karenanya kekuatan dari sejumlah pengukuran terfokus-
klien ini tergantung pada keterampilan pekerja sosialnya dalam mengembangkan pengukuran. Sejumlah contoh
dari pengukuran jenis ini adalah: individualized rating scales, client-monitored observation, goal-attainment scales, etc
. 3. Person-in-Environment System PIE System. Adalah suatu
metode untuk menggambarkan, mengklasifikasikan dan mengkoding permasalahan-permasalahan pasien dan
klien dewasa yang memperoleh pelayanan pekerja sosial. PIE system mirip dengan DSM-IV-TR yang dikembangkan
oleh para psikiater. PIE system adalah suatu “holistic model system”
yang mengidentifikasi dan mengklasifikasi permasalahan-permasalahan klien atau pasien dalam
pengalamannya dengan
keberfungsian social.
Di
81
dalamnya termasuk assessment mengenai hubungan sosial, masalah institusi kelembagaan dalam masyarakat yang
umumnya berkaitan
dengan upaya
pemeliharaan keberfungsian
sosial. Termasuk
juga assessment
permasalahan kesehatan mental dan kesehatan fisik yang berdampak keberfungsian sosial. Struktur dari PIE system
terdiri dari
empat factor
system .
Setiap faktor
menggambarkan suatu kualitas situasi permasalahan klien. Dua faktor pertama I: permasalahan dalam
keberfungsian peran sosial, II: permasalahan dalam lingkungan membentuk inti praktek pekerjaan sosial. Dua
factor lainnya III: permasalahan kesehatan mental; dan IV: permasalahan kesehatan fisik melengkapi gambaran dari
kompleksitas permasalahan.
a. Factor I mengidentifikasi dan menggambarkan permasalahan klien dalam keberfungsian sosial.
Gambaran bersisikan permasalahan peran sosial, jenis
permasalahan, ragam
dan durasi
permasalahan, dan
kapasitas klien
dalam mengatasinya.
b. Factor II menggambarkan awal permasalahan dari lingkungan yang mempengaruhi keberfungsian
klien. Hal tersebut juga menggambarkan tiap masalah serta ragam dan durasinya.
c. Factor III menggambarkan permasalahan kesehatan mental klien yang mungkin dialami.
d. Factor IV menyediakan suatu statement tentang
permasalahan kesehatan fisik klien.
82
G. APLIKASI PIE DALAM PRAKTEK