1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap orang di dunia karena merupakan investasi jangka panjang dalam kehidupan. Melalui
pendidikan, pengetahuan dan karakter setiap orang akan dibentuk dan berkembang. Kesejahteraan suatu bangsa dapat ditentukan melalui
pendidikan yang ada di dalam bangsa tersebut. Oleh sebab itu hampir seluruh bangsa dewasa ini menjadikan pendidikan sebagai perhatian yang utama.
Sukmadinata 2009: 4 menyatakan bahwa pendidikan berfungsi untuk membantu siswa dalam pengembangan dirinya, yaitu mengembangkan semua
potensi, kecakapan, serta karakteristik pribadinya ke arah yang positif. Pendidikan bukan hanya sekedar memberikan pengetahuan atau nilai-nilai
keterampilan tetapi mengembangkan potensi yang telah dimiliki oleh siswa. Menurut Ki Hajar Dewantara dalam Samani 2012: 7, pendidikan
merupakan upaya menumbuhkan budi pekerti karakter, pikiran intellect dan tubuh anak. Ketiganya tidak boleh dipisahkan, agar anak dapat tumbuh
dengan sempurna. Dunia pendidikan di Indonesia hingga saat ini masih banyak terjadi
masalah dan banyak kalangan yang menganggap bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara yang lainnya.
2
Proses pembelajaran yang sering dijumpai dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah pembelajaran konvensional yang diterapkan hampir disemua
jenjang pendidikan baik di tingkat SD, SMP, maupun SMA. Pembelajaran yang terjadi di kelas hanya menekankan pada aspek kognitif saja sedangkan
aspek lainnya tidak begitu diperhatikan. Guru dalam melaksanakan proses pembelajaran kurang memperhatikan konteks belajar siswa baik diri siswa,
lingkungan siswa, dan tempat belajar siswa. Guru tidak mengaitkan pembelajaran dengan kejadian-kejadian dalam kehidupan siswa sehari-hari
yang mungkin sudah menjadi pengalaman siswa. Sehingga siswa kurang mengetahui manfaat dari materi yang dipelajarinya di sekolah. Nilai-nilai
kemanusiaan juga belum menjadi perhatian yang penting bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Menurut Dominuco dalam Hartana dkk, 2016: 766, proses pembelajaran yang seharusnya terjadi adalah bagaimana mengintegrasikan nilai-nilai
kemanusiaan dalam setiap materi ajar sehingga para siswa tidak hanya berkembang sisi kompetensinya competence, tetapi juga terolah sisi hati
nuraninya conscience dan sisi bela rasanya kepada sesama compassion. Ketiga hal inilah yang menjadi perhatian utama dalam proses pembelajaran
dengan paradigma pedagogi ignatian reflektif. Salah satu mata pelajaran yang wajib di sekolah adalah matematika.
Matematika merupakan salah satu pelajaran yang penting dan memliki kaitan erat dengan kehidupan sehari-hari. Sejak dibangku SD siswa sudah
mempelajari matematika dan terus berlanjut hingga ke perguruan tinggi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Materi yang dipelajari pun bertingkat dan menuntut siswa agar dapat berpikir logis, kritis dan abstrak. Semakin tinggi jenjang pendidikan siswa materi
matematika yang dipelajari semakin kompleks. Hal ini membuat motivasi dan minat siswa dalam mempelajari matematika menjadi menurun dan
sampai saat ini matematika masih menjadi momok bagi siswa dan menjadi mata pelajaran yang paling sering dihindari siswa. Selain itu metode yang
diterapkan guru matematika dalam proses pembelajaran masih cenderung sama yaitu ceramah, pemberian teori atau rumus-rumus, dan pemberian tugas
dalam bentuk soal latihan sehingga terkesan hanya kemampuan kognitif yang ingin dikembangkan dalam diri siswa. Menurut Mulyana 2011: 179
pembelajaran matematika yang ideal semestinya mengembangkan kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai komponen esensial dan pembelajaran
matematika yang disertai oleh pengembangan nilai, moral, dan etika diyakini mampu menumbuhkan potensi peserta didik melebihi apa yang dicapai dalam
pengajaran konvensional. Trianto 2011: 89 menjelaskan bahwa siswa hanya mampu menghafalkan
konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang
dimiliki siswa. Siswa masih mengalami kesulitan dalam menentukan inti dari suatu masalah dan juga kurang mampu untuk merumuskan penyelesaian
terhadap masalah tersebut sehingga guru dalam proses pembelajaran diharapkan dapat berkomunikasi baik dengan siswa dan dapat membuka
wawasan berpikir siswa untuk dapat memecahkan masalah serta dapat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
mempelajari berbagai konsep dan cara mengaitkannya dalam kehidupan nyata. Salah satu hal yang dapat dilakukan oleh guru untuk mencapai tujuan
tersebut adalah dengan menerapkan sebuah model pembelajaran yang berkaitan dengan cara memecahkan suatu masalah.
Menurut Arends dalam Trianto 2011: 92, Problem Based Learning merupakan salah satu model pembelajaran dimana siswa diarahkan untuk
menyelesaikan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan siswa, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir
tingkat tinggi, dan mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Problem Based Learning memiliki karakteristik diantaranya : 1 pengajuan
pertanyaan atau masalah, 2 berfokus pada keterkaitan antardisiplin, 3 penyelidikan autentik, 4 menghasilkan suatu produk tertentu, 5 kolaborasi.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah siswa adalah model pembelajaran Problem Based Learning.
Salah satu materi yang dipelajari dalam matematika adalah lingkaran. Dari hasil wawancara dengan salah satu guru matematika di SMP Negeri 1
Yogyakarta, materi lingkaran bagi beberapa siswa masih menjadi materi yang sulit. Alat peraga yang digunakan dalam proses pembelajaran lingkaran
belum terlalu optimal dan guru tidak menekankan penggunaan alat peraga pada proses pembelajaran. Selain itu proses penilaian yang dilakukan guru
hanya terpusat pada penilaian kognitif siswa saja sedangkan penilaian afektif PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
dan psikomotorik dilakukan oleh guru bidang studi yang lainnya. Namun sesungguhnya penilaian afektif dan psikomotorik sangat dibutuhkan dalam
proses pembelajaran matematika karena dalam proses pembelajaran matematika kemampuan siswa yang seharusnya dikembangkan mencakup 3
aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Penelitian
yang dilakukan
oleh Melati
2016 dengan
judul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Menggunakan
Paradigma Pedagogi Reflektif yang Mengakomodasi Group Investigation di Kelas VIII SMP Negeri 1 Yogyakarta” memperoleh hasil yakni rata-rata
pencapaian skor aspek competence siswa adalah 62,86 sedangkan aspek conscience adalah 82,86 dan aspek compassion adalah 94,05.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka pengembangan perangkat pembelajaran matematika menggunakan paradigma pedagogi reflektif PPR
dapat dapat menjadi salah satu cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk membantu mengembangkan kemampuan competence, conscience, dan
compassion siswa dalam proses pembelajaran. Selain itu untuk mengembangkan kemampuan competence siswa, proses pembelajaran juga
dapat didukung dengan penggunaan media pembelajaran salah satunya yaitu dengan menggunakan alat peraga.
Subagya 2012: 23 menjelaskan bahwa PPR menuntut pembentukan pribadi manusia secara utuh yang melalui proses pembentukan yang unggul
agar terwujudnya semua bakat dan kemampuan yang dimiliki siswa. Paradigma pedagogi reflektif PPR dapat diterapkan pada semua kurikulum.
6
PPR menyatukan materi yang diajarkan dengan nilai-nilai kemanusian dalam kehidupan sehari-hari sehingga diharapkan siswa dapat berkembang secara
utuh baik dalam competence, conscience, dan compassion. Oleh karena itu perlu disusun sebuah perangkat pembelajaran matematika yang menggunakan
PPR untuk diterapkan dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang menggunakan paradigma pedagogi reflektif melalui tahap-tahap yaitu
konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi. Hasil wawancara dengan guru di SMP Negeri 1 Yogyakarta ditemukan
bahwa siswa belum terbiasa melakukan refleksi setelah proses pembelajaran. Refleksi yang dilakukan belum optimal dan belum mengarah kepada siswa.
Guru mengajak siswa berefleksi hanya untuk mengetahui respon siswa terhadap cara mengajar guru. Namun refleksi tentang apa yang didapatkan
siswa selama proses pembelajaran berlangsung belum dilakukan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka akan dilakukan penelitian
pengembangan perangkat pembelajaran matematika dengan menggunakan paradigma pedagogi reflektif PPR dan model pembelajaran problem based
learning. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan berupa silabus, RPP, bahan ajar, LKS, dan instrumen penilaian untuk materi lingkaran dan
menggunakan alat peraga untuk membantu pemahaman siswa dalam memahami materi lingkaran sehingga diharapkan siswa akan semakin tertarik
dalam pembelajaran matematika dan semakin menyadari manfaat mempelajari matematika dalam kehidupan serta dapat menumbuhkan nilai-
nilai kemanusiaan melalui proses pembelajaran. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang berjudul “Penerapan strategi pembelajaran
paradigma pedagogi ignatian reflektif terhadap peningkatan hasil belajar dan motivasi berprestasi belajar ilmu pengetahuan alam IPA siswa kelas V
Sekolah Dasar” oleh Albertus Hartana, Punaji Setyosari, Dedi Kuswandandi dalam jurnal pendidikan. Selain itu penelitian ini juga relevan dengan
penelitian yang berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika
Menggunakan Paradigma
Pedagogi Reflektif
yang Mengakomodasi Teori Van Hiele Pokok Bahasan Balok di Kelas VIII E SMP
Negeri 1 Yogyakarta” oleh Clara Prasetyawati Prabaningrum. Sedangkan model pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian relevan dengan
penelitian sebelumnya yaitu penelitian yang berjudul “Penerapan Model Problem Based Learning PBL Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Pada Materi Panjang Garis Singgung Persekutuan Dua Lingkaran di Kelas VIII SMP Negeri 19 Palu” oleh Muhammad Fachri Baharuddin Paloloang.
Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan judul ”Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Matematika Menggunakan Paradigma Pedagogi Reflektif PPR dengan Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Bantuan Alat Peraga Pada
Materi Lingkaran Kelas VIII- H SMP Negeri 1 Yogyakarta”.
B. Identifikasi Masalah