42
Potongan harga atau diskon membiarkan konsumen untuk membenarkan pembelanjaan mereka sebagai langkah yang bijaksana untuk
menyimpan uang. Hal tersebut diyakini sebagai suatu kompromi yang mengijinkan konsumen untuk berbelanja dengan sedikit rasa bersalah Mishra
dan Mishra, 2011. Di sisi lain, Dickson dan Sawyer dalam Gupta dan Cooper, 1992 menyatakan bahwa konsumen tidak menjadikan barang yang
diberi potongan harga sebagai indikasi dari rendahnya kualitas yang dimiliki barang tersebut namun menjadikannya isyarat untuk menduga kualitas produk
tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut mengenai potongan harga maka non-
potongan harga berarti tidak adanya potongan atau pengurangan dari harga normal. Hal ini berarti harga yang ditawarkan sesuai dengan harga pembelian
pada umumnya tanpa adanya potongan harga.
F. Dinamika Pengaruh Iklan Potongan Harga yang Melekat Pada Kartu
Kredit Terhadap Pembelian Impulsif Remaja Putri Pengguna Kartu Kredit
Iklan sebagai suatu proses komunikasi mempunyai kekuatan sangat penting sebagai alat pemasaran untuk membantu menjual barang melalui
saluran tertentu dalam bentuk informasi yang persuasif Liliweri dalam Widyatama, 2005. Secara lebih khusus, iklan didefinisikan sebagai pesan
yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media. Iklan memiliki kecenderungan untuk membujuk orang supaya
43
membeli Kasali, 1992. Madjadikara 2004 menambahkan bahwa pesan di dalam iklan berupa ajakan untuk mengubah suatu kebiasaan atau perilaku
sehingga terjadi perubahan perilaku dari masyarakat ketika iklan sudah menyebar ke media masa. Kasali 1992 menjelaskan bahwa sasaran iklan
adalah mengubah jalan pikiran konsumen untuk membeli. Senada dengan hal tersebut, Bram 2005 menjelaskan bahwa iklan telah menjadi aspek
informasi yang penting dalam bisnis. Kegiatan periklanan yang efektif dipandang mampu mempengaruhi kecenderungan mengkonsumsi dalam
masyarakat. Salah satu kegiatan periklanan yang mempengaruhi kecenderungan
mengkonsumsi masyarakat adalah adanya iklan potongan harga atau diskon. Potongan harga didefinisikan sebagai pemberian potongan atau pengurangan
dari daftar harga Heidingsfield Blankenship, 1873. Secara lebih khusus, Kotler 1988 menyatakan jika potongan harga dari harga normal adalah
bentuk promosi harga yang masuk akal. Kotler 1989 menambahkan bahwa potongan harga merupakan salah satu bentuk promosi perdagangan. Pihak
penjual menggunakan promosi untuk menarik konsumen baru supaya mencoba, memberi imbalan kepada pelanggan setia, dan untuk menaikkan
tingkat pembelian ulang pada konsumen yang sesekali menggunakan. Islahuddin 2010 menyatakan jika potongan harga atau diskon dibuat agar
seseorang membeli barang yang ditawarkan. Senada dengan hal tersebut, Fitria, Nina, dan Koentjoro 2009 menyatakan bahwa iklan potongan harga
memang memberikan daya tarik tersendiri bagi para konsumen. Konsumen
44
tergiur oleh harga yang ditawarkan dan membeli barang yang sebenarnya tidak mereka rencanakan. Konsumen mengedepankan harga yang murah dan
kepuasan saat membeli tanpa memikirkan faktor kegunaan dari barang yang dibeli. Di sisi lain, pada iklan yang tidak menawarkan potongan harga berarti
tidak terdapat potongan atau pengurangan dari daftar harga sehingga barang tersebut memiliki harga yang tetap. Dalam hal ini penjual tidak menggunakan
potongan harga sebagai alat promosi penjualan. Iklan potongan harga sebagai salah satu bentuk promosi harga yang
dapat mempengaruhi kecenderungan mengkonsumsi masyarakat ini juga menjadi salah satu bentuk inovasi marketing yang ada dalam kartu kredit.
Kehadiran kartu kredit sebagai salah satu metode pembayaran sudah mulai merebak di Indonesia. Kartu kredit merupakan salah satu jenis dari kartu
plastik yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran transaksi jual beli barang atau jasa di mana pelunasan atau pembayarannya dapat dilakukan
sekaligus atau dengan mencicil sejumlah minimum tertentu. Makin memasyarakatnya penggunaan kartu kredit dalam transaksi jual beli berkaitan
dengan faktor-faktor yang ditawarkan kartu kredit antara lain keamanan, kenyamanan, kemudahan, dan unsur prestise bagi pemegangnya. Siamat,
2005. Semakin banyaknya masyarakat Indonesia yang menggunakan kartu kredit ditandai dengan meningkatnya penggunaan kartu kredit dari tahun ke
tahun. Peningkatan pertumbuhan kartu kredit yang terjadi di Indonesia juga disertai dengan meningkatnya total transaksi penggunaan kartu kredit setiap
tahunnya. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa kartu kredit memiliki andil
45
yang cukup besar dalam perkembangan perilaku konsumsi, salah satunya perilaku konsumsi yang didasari iklan potongan yang melekat pada kartu
kredit. Iklan potongan harga yang melekat pada kartu kredit ini merupakan
salah satu inovasi marketing hasil kerjasama antara penerbit kartu kredit issuer dengan pihak toko atau pedagang merchant. Para card holder akan
mendapatkan potongan harga atas produk yang dibelinya jika melakukan transaksi pembelian dengan menggunakan kartu kredit terkait pada merchant
yang bersangkutan yang telah melakukan kerjasama. Tinarbuko 2006 menjelaskan bahwa iklan potongan harga yang ditawarkan memiliki prinsip
untuk mengubah perilaku dengan membuat pengguna kartu kredit mengutamakan felt need ketika membeli produk yang ditawarkan daripada
membeli kebutuhan yang memang diperlukan real need. Adanya diskon atau potongan harga merupakan salah satu hal yang
memotivasi pembelian Virvilaite, Saladience, Bagdonaite, 2009. Senada dengan hal tersebut, Parboteeah dalam Virvilaite dkk 2009 menjelaskan
bahwa harga dari suatu barang menjadi salah satu faktor dari pembelian impulsif. Konsumen akan cenderung impulsif saat ada diskon. Stern 1962
menambahkan bahwa harga yang berkurang atau mendapatkan potongan dapat menyebabkan pembelian impulsif seseorang.
Pembelian impulsif ditandai dengan pembelian yang terjadi secara spontan dan didominasi oleh respon emosional mendorong konsumen untuk
melakukan pembelian yang tidak terencana saat itu juga. Pembelian yang
46
dilakukan tanpa disertai pertimbangan yang matang dan didasari atas kesenangan tanpa peduli bagaimana cara mendapatkannya Rook, 1987.
Senada dengan hal tersebut, Rook dan Fisher 1995 menyatakan bahwa pembelian impulsif merupakan pembelian yang tidak terduga dan relatif
kurang perenungan. Secara lebih khusus, Hoch dan Loewenstein; Thompson, Locander, dan Pollio dalam Rook Fisher, 1995 menjelaskan bahwa
pembelian impulsif juga ditandai oleh terpikat harapan dari kepuasan yang ingin dipenuhi saat itu juga.
Rook 1987 menyatakan bahwa konflik psikologis yang muncul dari konsumen adalah ketika mereka berada pada pilihan untuk menyimpan uang
mereka atau mengeluarkan uang untuk pembelian impulsif. Di sisi lain, pembelian impulsif juga melibatkan faktor emosional. Adanya faktor
emosional membuat konsumen merasa di luar kontrol ketika melakukan pembelian impulsif Rook, 1987.
Pembelian impulsif yang melibatkan faktor emosional sejalan dengan kecenderungan respon emosional yang tidak terlepas dari konsumen wanita.
Wanita memiliki kecenderungan faktor emosional yang kuat dalam berbelanja Gasiorowska, 2011. Wanita biasa berbelanja dengan sepenuh
hati walaupun untuk barang biasa yang tidak spesial Dholakia Underhill, dalam Gasiorowska, 2011. Claimed dalam Gasiorowska, 2011
menambahkan jika bagi wanita, berbelanja membuat mereka bisa keluar dan menjadi sarana pencegah kesepian atau untuk mengatasi kebosanan dalam
kehidupan keluarga. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Underhill dalam
47
Gasiorowska, 2011 menyatakan jika wanita memaknai berbelanja sebagai suatu pengalaman untuk mengalami perubahan, sebagai metode untuk
menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih ideal, sehingga berbelanja memiliki faktor emosional dan psikologis yang kuat bagi mereka.
Selanjutnya, Gasiorowska 2011 menyatakan bahwa wanita melihat nilai hedonik dan ekonomis sebagai alasan yang menentukan dalam
berbelanja. Hal ini dimaksudkan bahwa wanita cenderung berbelanja didasari prinsip bersenang-senang dengan pengeluaran yang tetap ekonomis. Kedua
nilai tersebut erat kaitannya dengan keberadaan diskon potongan harga yang memungkinkan konsumen untuk membeli banyak barang dengan harga yang
tidak terlalu mahal karena barang sudah mengalami pengurangan harga. Seperti yang sudah dipaparkan bahwa pembelian impulsif
berhubungan dengan gender, Parboteeah dalam Virvilaite dkk, 2009 menyebutkan bahwa pembelian impulsif juga berkaitan dengan usia. Hal
tersebut didukung oleh Eysenck dkk dalam Lin dan Lin, 2005 yang menyatakan bahwa orang yang lebih muda lebih tinggi nilai impulsifnya
dibandingkan dengan orang yang lebih tua. Secara khusus dijelaskan oleh Parboteeah dalam Virvilaite dkk, 2009 bahwa terdapat penelitian yang
menunjukkan bahwa orang muda merasa tidak terlalu beresiko untuk membelanjakan uang. Selain itu, Kahn dkk dalam Lin dan Chuang, 2005
menjelaskan bahwa remaja cenderung menjadi impulsif dengan melakukan sesuatu pada saat itu juga tanpa memperhitungkan tanggungan resiko. Lin dan
48
Chuang 2005 menambahkan bahwa berbelanja merupakan suatu keseharian bagi banyak remaja.
Disebutkan oleh Lin dan Lin 2005 bahwa sebagian besar penelitian mengenai pembelian impulsif menggunakan subjek dewasa sebagai sampel
sedangkan masih sedikit penelitian yang menggunakan remaja sebagai sampel. Jadi penelitian ini fokus pada remaja dengan gender wanita.
G. Skema Pengaruh Iklan Potongan Harga yang Melekat pada Kartu