Berdasarkan uraian di atas dapat dapat disimpulkan bahwa abnormal audit fee adalah selisih antara audit fee faktual dengan ekspektasi audit fee normal yang
seharusnya dikenakan untuk perikatan audit tersebut. Abnormal audit fee dapat lebih rendah maupun lebih tinggi daripada fee normal yang seharusnya dibayarkan
untuk perikatan audit tertentu.
2.5 Audit Tenure
Audit tenure adalah lamanya masa perikatan audit antara auditor dengan suatu klien. Tenure menjadi perdebatan saat tenure dilakukan secara singkat dan
tenure yang dilakukan terlalu lama. Beberapa peneliti berpendapat bahwa pada saat auditor mendapatkan klien yang baru, auditor akan membutuhkan waktu yang
lama untuk memahami bisnis kliennya. Tenure yang singkat akan berdampak pada perolehan informasi berupa data dan bukti-bukti yang terbatas. Selain itu,
dalam masa awal-awal perikatan, auditor akan lebih banyak mengandalkan informasi yang diberikan oleh manajer. Hal ini menimbulkan adanya potensi
adanya salah saji data yang tidak terdeteksi oleh auditor. Sehingga, tenure yang semakin panjang dikaitkan dengan meningkatnya keahlian karena semakin
panjang tenure maka auditor akan memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap proses bisnis klien dan risiko klien. Di sisi lain, tenure yang panjang juga
dapat meningkatkan kedekatan emosional antara auditor dengan klien. Adanya kedekatan emosional ini dapat mengganggu independensi auditor dalam
melaksanakan auditnya, sehingga kualitas audit yang dihsailkan menjadi rendah.
Ketentuan mengenai audit tenure telah diatur dalam Sarbanes-Oxley Act 2002 yang mensyaratkan adanya rotasi partner audit sedikitnya sekali dalam lima
tahun. Hal ini berarti batas maksimal audit tenure adalah lima tahun. Di Indonesia, Pemerintah telah mengeluarkan peraturan terkait dengan masa
perikatan audit yaitu Keputusan Menteri Keuangan No. 423KMK.062002, yang diperbaharui dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 359KMK.062003.
Peraturan ini menyebutkan bahwa pemberian jasa audit umum laporan keuangan bagi klien dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik KAP paling lama untuk
lima tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan Publik paling lama untuk tiga tahun buku berturut-turut. Selanjutnya peraturan tersebut diperbaharui
lagi dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 17 Tahun 2008. Bagian kedua peraturan tersebut menjelaskan tentang pembatasan masa pemberian jasa auditor.
Sebagaimana yang dijelaskan pada Pasal 2 ayat 1 huruf a peraturan tersebut, pemberian jasa audit yang dilakukan oleh KAP paling lama untuk enam tahun
buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan Publik paling lama untuk tiga tahun buku berturut-turut. Selanjutnya dalam ayat 3 PMK No. 17 tahun 2008 dijelaskan
bahwa jasa audit umum atas laporan keuangan dapat diberikan kembali kepada klien yang sama melalui KAP sebagaimana dimaksud pada ayat 1 setelah satu
tahun buku tidak diberikan melalui KAP tersebut. Peraturan tersebut kemudian diperbaharui lagi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2015 yang
mengatur bahwa pembatasan pemberian jasa audit atas laporan keuangan oleh Akuntan Publik paling lama adalah lima tahun buku berturut-turut dan tidak diatur
lagi pembatasan masa perikatan audit oleh KAP.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa audit tenure adalah lamanya masa perikatan audit antara auditor dengan suatu klien. Sesuai dengan
PMK No. 17 tahun 2008, audit tenure dapat berupa audit tenure partner maupun audit tenure KAP. Selanjutnya, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20
Tahun 2015 audit tenure hanya berupa audit tenure partner.
2.6 Spesialisasi Auditor