Hubungan Paparan Kebisingan Dan Karakteristik Pengemudi Becak Vespa Terhadap Tekanan Darah Di Kota Padangsidimpuan Tahun 2013

(1)

(2)

HUBUNGAN PAPARAN KEBISINGAN DAN KARAKTERISTIK

PENGEMUDI BECAK VESPA TERHADAP TEKANAN DARAH

DI KOTA PADANGSIDIMPUAN

TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh

NURUL HIDAYAH NST NIM. 101000237

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(3)

(4)

ABSTRAK

Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu kegiatan yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Dampak kebisingan seperti gangguan fisiologis, psikologis, komunikasi dan efek terhadap pendengaran. Saat ini kebisingan mulai meningkat di masyarakat berupa kegiatan pembangunan secara fisik seperti sarana transportasi, harus dikendalikan tingkat kebisingannya sehingga tidak melampaui batas.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan paparan kebisingan dan karakteristik pengemudi becak vespa terhadap tekanan darah di Kota Padangsidimpuan.

Jenis Penelitian adalah survei yang bersifat Analitik dengan desain penelitian Cross Secsional. Variabel yang diukur adalah karakteristik pengemudi, paparan kebisingan dan tekanan darah. Populasi dalam penelitian ini adalah pengemudi becak vespa yang berjumlah 300 orang dan sampel berjumlah 55 orang. Data penelitian dianalisis dengan uji Spearman danMann-Whitney.

Hasil penelitian yaitu tidak terdapat korelasi yang bermakna antara usia dan masa kerja terhadap tekanan darah (p>0,05) dengan kekuatan korelasi yang sangat lemah (r<0,02) dan arah korelasi positif sedangkan lama paparan dan paparan kebisingan memiliki arah korelasi negatif dengan uji Spearman. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan helm dan suka minum kopi terhadap tekanan darah (p>0,05) dengan ujiMann-Whitney.

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan pengemudi mengurangi kebisingan dengan cara tidak modifikasi knalpot vespa, menggunakan helm, mengurangi lama paparan dengan beristirahat/tidak berada di tempat dengan intensitas suara tinggi, diharapkan kepada instansi terkait seperti Dinas Kesehatan, Dinas Perhubungan memberikan penyuluhan kepada pengemudi tentang pengaruh kebisingan dan cara pengendaliannya, dan pengemudi dengan kenaikan tekanan darah memeriksakan kesehatannya.

Kata Kunci : Paparan Kebisingan, Tekanan Darah


(5)

ABSTRACT

Noise is unwanted sound from an activity which could cause disruption of human health and comfort environment. The impact of noise like physiological disturbances, psychological, communication and effects of hearing loss. At this time the noise began to increase in the community in the form of physical development activities as a means of transport, should be controlled noise level so as not to exceed the limits.

The objective of this study to know correlated the exposure to noise and the characteristics of the driver becak vespa to the blood pressure in Kota Padangsidimpuan.

Type of research is a survey has analytic with research design cross secsional. The variables measured were the characteristics of the driver, the noise exposure and blood pressure. The population in this research is the driver becak vespa, which conducted to 300 persons and a sample of 55 people. Research is analyzed with test Spearman and Mann-Whitney.

The research found no significant correlation between age and work time towards blood pressure (p>0,05) with correlation power very weak(r<0,02)and way of correlation is positive meanwhile long exposure to noise and exposure to noise have way of negative with test Spearman. No significant correlation between use of helmet and habit drink coffee towards blood pressure (p>0,05) with Mann-Whitney.

This is suggested to reduce noise by not modified exhaust vespa, use of helmet, reducing long exposure with rest/not in places with high sound intensity, is expected to relevant agencies such as the Department of Health, the Department of Transportation to educate driver about the influence of noise and his way, and the driver with the rise in blood pressure checked his health.

Keywords: Exposure to Noise,Blood Pressure


(6)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahim.

Assalaamu’alaikum Wr. Wb

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, yang tidak pernah berhenti mencurahkan cinta dan kasih sayang-NYA dan shalawat kepada Rasulullah SAW. Adapun judul skripsi penulis berjudul “Hubungan Paparan Kebisingan dan Karakteristik Pengemudi Becak Vespa Terhadap Tekanan Darah Di Kota Padangsidimpuan Tahun 2013”.

Dalam Penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan pengetahuan penulis sebagai manusia dengan segala kekurangan dan kekhilafan.

Selama penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan moril dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulismenyampaikan ucapan terima kasih kepada Dra. Nurmaini, M.KM, Ph.D dan dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes selaku dosen pembimbing dalam penulisan skripsi ini, yang telah meluangkan waktunya dengan keikhlasan hati untuk memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Selanjutnya tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada : 1. Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Fitri Ardiani, SKM, MPH, selaku Dosen Pembimbing Akademik.


(7)

3. Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Kepala Bagian Departemen Kesehatan Lingkungan di FKM USU beserta Staf Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dra. Nurmaini, M.KM, Ph.D dan dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes Selaku Dosen Pembimbing I dan II.

5. Ir. Evi Naria, M.Kes dan dr. Taufik Azhar M.KM, Selaku Dosen Penguji I dan II.

6. Ahmad Nasirwan, S.Sos, Selaku Kepala Dinas Kesatuan Bangsa dan Politik dan Staf Bagian Dinas Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Padangsidimpuan. 7. Syarifuddin, S.Sos, Selaku Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu dan

Staf Bagian Kantor Pelayanan Perizinan Kota Padangsidimpuan.

Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih begitu besar dan tidak terhingga kepada :

1. Ayahanda tercinta, H. Abd. Rahim Nasution, ST dan Ibunda tercinta Hj. Nurhamdah Lubis, S.Pd yang selalu memotivasi penulis.

2. Adik tercinta, Fitrah Purnama Ramadhani Nasution dan Syahid Muammar Al-Hakim Nasution yang selalu menyemangati dan menghibur penulis agar tetap semangat.

3. Sahabat Mahasiswa Reguler Tahun 2010 Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat khususnya Aminah Arfah, Rofiqoh, Syahraeni Ayu, Dyah Ayu, Evi Sriwahyuni.


(8)

4. Kakak dan Abang Ekstensi Tahun 2010 Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat khususnya Kak Dian Akhfiana Lubis, Kak Riski Sarjani dan Kak Marlina.

5. Teman-teman Stambuk Tahun 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. 6. Sahabat Peace Generation SMA NI Padangsidimpuan khususnya Saidah

Suryani dan Rona Iriani yang telah memberikan bantuan dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-NYA kepada kita semua dan penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Februari 2014

Penulis


(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nurul Hidayah Nasution

Tempat/Tanggal Lahir : Padangsidimpuan, 12 September 1991

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Anak ke : 1 dari 3 bersaudara

Alamat Rumah : Jln. M. Nawawi Gg. Harahap I No.3 Kota Padangsidimpuan

Riwayat Pendidikan

1. TK Aisyiah Kota Padangsidimpuan : 1996 - 1998

2. SD Negeri 200117 Kota Padangsidimpuan : 1998 - 2004 3. SMP Swasta Nurul ‘Ilmi Kota Padangsidimpuan : 2004 - 2007 4. SMA Swasta Nurul ‘Ilmi Kota Padangsidimpuan : 2007 - 2010 5. Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) USU : 2010 - 2014


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

Kata Pengantar... iii

Daftar Riwayat Hidup... vi

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel... x

Daftar Lampiran... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan ... 8

1.3.1. Tujuan Umum ... 8

1.3.2. Tujuan Khusus ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 11

2.1. Bunyi / Suara... 11

2.1.1. Defenisi Bunyi / Suara ... 11

2.1.2. Karakteristik Bunyi / Suara... 12

2.1.3. Sumber Bunyi / Suara ... 15

2.1.4. Syarat Terjadinya Suatu Bunyi / Suara ... 16

2.2. Anatomi dan Fisiologi Alat Pendengaran ... 16

2.2.1. Alat Pendengaran Manusia ... 16

2.2.2. Mekanisme Mendengar... 19

2.3. Kebisingan ... 20

2.3.1. Defenisi ... 20

2.3.2. Sumber Bising... 21

2.3.3. Jenis–Jenis Kebisingan ... 22

2.3.4. Pengukuran Kebisingan ... 24

2.3.5. Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan... 25

2.3.6. Dampak Kebisingan ... 27

2.3.7. Pengendalian Kebisingan ... 33

2.4. Becak Vespa... 35

2.4.1. Defenisi ... 35

2.4.2. Sejarah Becak Vespa di Kota Padangsidimpuan ... 35

2.4.3. Kerangka Becak Vespa ... 37

2.4.4. Becak Vespa Dalam Menimbulkan Kebisingan ... 38

2.5.Tekanan Darah ... 39

2.5.1. Defenisi ... 39

2.5.2. Sistem Sirkulasi Tekanan Darah ... 40

2.5.3. Jenis–Jenis Tekanan Darah ... 41

2.5.4. Klasifikasi Tekanan Darah... 42


(11)

2.5.5. Pengukuran Tekanan Darah ... 43

2.5.6. Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Darah ... 44

2.5.7. Pengendalian Tekanan Darah ... 56

2.6. Hubungan Paparan Kebisingan dan Karakteriktik Pengemudi Dengan Tekanan Darah... 58

2.7. Kerangka Konsep ... 62

2.8. Hipotesis Penelitian ... 62

BAB III METODE PENELITIAN... 63

3.1. Jenis Penelitian... 63

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 63

3.2.1. Lokasi Penelitian... 63

3.2.2. Waktu Penelitian ... 63

3.3. Populasi dan Sampel ... 63

3.3.1. Populasi... 63

3.3.2. Sampel... 63

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 65

3.4.1. Data Primer ... 65

3.4.2. Data Sekunder ... 65

3.5. Cara Kerja Pengukuran ... 65

3.5.1. Pengukuran Kebisingan Dengan Alat Sound Level Meter ... 65

3.5.2. Pengukuran Tekanan Darah Dengan Alat Tensi Meter ... 66

3.6. Defenisi Operasional dan Aspek Pengukuran... 67

3.8. Teknik Pengambilan Sampel ... 68

3.9. Teknik Analisis Data... 69

3.9.1. Analisa Data Univariat... 69

3.9.2. Analisa Data Bivariat ... 69

BAB IV HASIL PENELITIAN... 70

4.1. Gambaran Umum Kota Padangsidimpuan... 70

4.1.1. Geografi ... 70

4.1.2. Kependudukan ... 71

4.2. Hasil Penelitian ... 74

4.2.1. Karakteristik Responden ... 74

4.2.2. Paparan Kebisingan ... 78

4.2.3. Tekanan darah Responden ... 78

4.3. Analisa Statistik ... 79

4.3.1. Hubungan Karakteristik Responden Terhadap Tekanan darah... 79

4.3.2. Hubungan Paparan Kebisingan Terhadap Tekanan Darah ... 82

BAB V PEMBAHASAN... 83

5.1. Gambaran Karakteristik Pengemudi Becak Vespa ... 83

5.1.1. Usia ... 83

5.1.2. Masa Kerja ... 84

5.1.3. Lama Paparan Kebisingan ... 85

5.1.4. Penggunaan Helm ... 87


(12)

5.1.5. Kebiasaan Minum Kopi ... 88

5.1.6. Kebiasaan Merokok ... 90

5.2. Paparan Kebisingan ... 92

5.3. Tekanan darah ... 93

5.4. Hubungan Karakteristik Pengemudi Becak Vespa Terhadap Tekanan darah... 94

5.4.1. Hubungan Usia Terhadap Tekanan darah ... 94

5.4.2. Hubungan Masa Kerja Terhadap Tekanan darah... 96

5.4.3. Hubungan Lama Paparan Kebisingan Terhadap Tekanan Darah ... 97

5.4.4. Hubungan Penggunaan Helm Terhadap Tekanan Darah ... 99

5.4.5. Hubungan Kebiasaan Minum Kopi Terhadap Tekanan darah ... 100

5.4.6. Hubungan Kebiasaan Merokok Terhadap Tekanan darah ... 102

5.5. Hubungan Paparan Kebisingan Terhadap Tekanan Darah ... 103

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 105

6.1. Kesimpulan ... 105

6.2. Saran ... 106

DAFTAR PUSTAKA... 108

LAMPIRAN ... 115


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Baku Mutu Kebisingan ... 25

Tabel 2.2 Zona Kebisingan ... 27

Tabel 2.3 Intensitas dan Waktu Paparan Bising Yang Diperkenankan ... 27

Tabel 2.4 Klasifikasi Tekanan Darah Dewasa >18 Tahun Menurut JNC 7... 42

Tabel 2.5 Paparan Bising Yang Diperkenankan ... 46

Tabel 3.1 Uraian Defenisi Operasional dan Aspek pengukuran Variabel Penelitian... 67

Tabel 3.2 Panduan Interpretasi Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan Kekuatan Korelasi, Nilai p dan Arah Korelasi ... 69

Tabel 4.1. Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kota Padangsidimpuan Tahun 2013 ... 72

Tabel 4.2. Luas Daerah, Jumlah Desa/Kelurahan, Jumlah Lingkungan, Jumlah Rumah Tangga dan Kepadatan Penduduk diperinci Menurut Kecamatan Di Kota Padangsidimpuan Tahun 2013 ... 73

Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Usia Pengemudi Becak Vespa Di Kota Padangsidimpuan Tahun 2013 ... 74

Tabel 4.4 Distribusi Responden Menurut Masa Kerja Pengemudi Becak Vespa Di Kota Padangsidimpuan Tahun 2013 ... 74

Tabel 4.5 Distribusi Responden Menurut Lama Paparan Kebisingan Pengemudi Becak Vespa Di Kota Padangsidimpuan Tahun 2013 ... 75

Tabel 4.6 Distribusi Penggunaan Helm Pada Pengemudi Becak Vespa Di Kota Padangsidimpuan Tahun 2013 ... 75

Tabel 4.7 Distribusi Responden Menurut Alasan Tidak Menggunakan Helm Pada Pengemudi Becak Vespa Di Kota Padangsidimpuan Tahun 2013 ... 75

Tabel 4.8 Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Minum Kopi Pada Pengemudi Becak Vespa Di Kota Padangsidimpuan tahun 2013... 76

Tabel 4.9 Distribusi Kategori Responden Menurut Kebiasaan Minum Kopi Pada Pengemudi Becak Vespa Di Kota Padangsidimpuan tahun 2013 ... 76


(14)

Tabel 4.10 Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Merokok Pada Pengemudi Becak Vespa Di Kota Padangsidimpuan tahun 2013... 77 Tabel 4.11 Distribusi Responden Menurut Paparan Kebisingan Pada Pengemudi Becak Vespa Di Kota Padangsidimpuan tahun 2013... 78 Tabel 4.12 Distribusi Responden Menurut Tekanan Darah Responden Pengemudi Becak Vespa Di Kota Padangsidimpuan tahun 2013... 79 Tabel 4.13 Hubungan Usia Terhadap Tekanan Darah Pada Pengemudi Becak Vespa Di Kota Padangsidimpuan tahun 2013 ... 80 Tabel 4.14 Hubungan Masa Kerja Terhadap Tekanan Darah Pada Pengemudi Becak Vespa Di Kota Padangsidimpuan tahun 2013... 80 Tabel 4.15 Hubungan Lama Paparan Kebisingan Terhadap Tekanan Darah Pada Pengemudi Becak Vespa Di Kota Padangsidimpuan tahun 2013 ... 80 Tabel 4.16 Hubungan Penggunaan Helm Terhadap Tekanan Darah Pada Pengemudi Becak Vespa Di Kota Padangsidimpuan tahun 2013... 81 Tabel 4.17 Hubungan Kebiasaan Minum Kopi Terhadap Tekanan Darah Pada Pengemudi Becak Vespa Di Kota Padangsidimpuan tahun 2013 ... 81 Tabel 4.18 Hubungan Paparan Kebisingan Terhadap Tekanan Darah Pada Pengemudi Becak Vespa Di Kota Padangsidimpuan tahun 2013 ... 82


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Lembar Kuesioner... 113

Lampiran II Master Data... 116

Lampiran III Print Out Data SPSS... 124

Lampiran IV Dokumentasi Penelitian ... 131

Lampiran V Permohonan Izin Penelitian... 135

Lampiran VI Surat Izin Rekomendasi Penelitian ... 136

Lampiran VII Surat Izin Walikota Kota Padangsidimpuan ... 137

Lampiran VIII Surat Keterangan Selesai Penelitian ... 138


(16)

ABSTRAK

Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu kegiatan yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Dampak kebisingan seperti gangguan fisiologis, psikologis, komunikasi dan efek terhadap pendengaran. Saat ini kebisingan mulai meningkat di masyarakat berupa kegiatan pembangunan secara fisik seperti sarana transportasi, harus dikendalikan tingkat kebisingannya sehingga tidak melampaui batas.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan paparan kebisingan dan karakteristik pengemudi becak vespa terhadap tekanan darah di Kota Padangsidimpuan.

Jenis Penelitian adalah survei yang bersifat Analitik dengan desain penelitian Cross Secsional. Variabel yang diukur adalah karakteristik pengemudi, paparan kebisingan dan tekanan darah. Populasi dalam penelitian ini adalah pengemudi becak vespa yang berjumlah 300 orang dan sampel berjumlah 55 orang. Data penelitian dianalisis dengan uji Spearman danMann-Whitney.

Hasil penelitian yaitu tidak terdapat korelasi yang bermakna antara usia dan masa kerja terhadap tekanan darah (p>0,05) dengan kekuatan korelasi yang sangat lemah (r<0,02) dan arah korelasi positif sedangkan lama paparan dan paparan kebisingan memiliki arah korelasi negatif dengan uji Spearman. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan helm dan suka minum kopi terhadap tekanan darah (p>0,05) dengan ujiMann-Whitney.

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan pengemudi mengurangi kebisingan dengan cara tidak modifikasi knalpot vespa, menggunakan helm, mengurangi lama paparan dengan beristirahat/tidak berada di tempat dengan intensitas suara tinggi, diharapkan kepada instansi terkait seperti Dinas Kesehatan, Dinas Perhubungan memberikan penyuluhan kepada pengemudi tentang pengaruh kebisingan dan cara pengendaliannya, dan pengemudi dengan kenaikan tekanan darah memeriksakan kesehatannya.


(17)

ABSTRACT

Noise is unwanted sound from an activity which could cause disruption of human health and comfort environment. The impact of noise like physiological disturbances, psychological, communication and effects of hearing loss. At this time the noise began to increase in the community in the form of physical development activities as a means of transport, should be controlled noise level so as not to exceed the limits.

The objective of this study to know correlated the exposure to noise and the characteristics of the driver becak vespa to the blood pressure in Kota Padangsidimpuan.

Type of research is a survey has analytic with research design cross secsional. The variables measured were the characteristics of the driver, the noise exposure and blood pressure. The population in this research is the driver becak vespa, which conducted to 300 persons and a sample of 55 people. Research is analyzed with test Spearman and Mann-Whitney.

The research found no significant correlation between age and work time towards blood pressure (p>0,05) with correlation power very weak(r<0,02)and way of correlation is positive meanwhile long exposure to noise and exposure to noise have way of negative with test Spearman. No significant correlation between use of helmet and habit drink coffee towards blood pressure (p>0,05) with Mann-Whitney.

This is suggested to reduce noise by not modified exhaust vespa, use of helmet, reducing long exposure with rest/not in places with high sound intensity, is expected to relevant agencies such as the Department of Health, the Department of Transportation to educate driver about the influence of noise and his way, and the driver with the rise in blood pressure checked his health.


(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat menjamin ketersediaan lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai resiko buruk bagi kesehatan melalui upaya kesehatan lingkungan yang ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 mengenai Kesehatan Lingkungan).

Berdasarkan peraturan diatas, dalam rangka mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, dapat disebutkan bahwa sektor transportasi memiliki peranan yang penting dalam menunjang kegiatan perekonomian masyarakat baik di daerah perkotaan, pedalaman pedesaan maupun daerah terpencil.

Tetapi perlu disadari dan diperhatikan bahwa sekalipun pembangunan transportasi dapat menciptakan dan meningkatan perekonomian yang lebih baik tetapi dalam pelaksanaannya dapat juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Sehingga pemerintah menetapkan peraturan yang bertujuan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat (Depkes RI, 1993).

Salah satu sektor yang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan adalah sektor transportasi dimana udara yang dihasilkan dapat menyebabkan polusi dan kebisingan dari mesin alat transportasi seperti mobil, taksi, angkutan kota, sepeda motor dan becak mesin serta becak vespa.


(19)

Kebisingan merupakan salah satu faktor lingkungan yang berperan penting sebagai penyebab stress dalam kehidupan dunia modern, sumber kebisingan dapat berasal dari kendaraan bermotor, kawasan industri atau pabrik, pesawat terbang, kereta api, tempat – tempat umum dan niaga. Kebisingan dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Pengaruhnya berupa peningkatan sensitifitas tubuh seperti peningkatan sistem kardiovaskuler dalam bentuk kenaikan tekanan darah dan denyut jantung. Apabila kondisi tersebut terus berlangsung dalam waktu yang lama, akan muncul reaksi psikologis berupa penurunan konsentrasi dan kelelahan (Chandra, 2006).

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48 tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan menyatakan bahwa kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat dan kenyamanan lingkungan.

Saat ini, kebisingan merupakan salah satu penyebab “penyakit lingkungan” yang penting (Slamet, 2006). Kebisingan mempunyai efek pada masyarakat secara umum dan pada pengemudi becak vespa secara khusus. Pengaruh buruk kebisingan, diartikan sebagai suatu perubahan morfologi dan fisiologi suara organisme yang menyebabkan penurunan kapasitas fungsional untuk mengatasi adanya stress tambahan atau peningkatan kerentanan suatu organisme terhadap pengaruh efek faktor lingkungan yang merugikan, termasuk pengaruh yang bersifat sementara maupun gangguan jangka panjang terhadap suatu organ atau seseorang secara fisik, psikologis atau sosial.


(20)

Pengaruh khusus akibat kebisingan berupa gangguan pendengaran, gangguan kehamilan, pertumbuhan bayi, gangguan komunisasi, gangguan istirahat, gangguan tidur, psikofisiologis, gangguan mental, kinerja, pengaruh terhadap perilaku pemukiman, ketidaknyamanan dan juga gangguan berbagai aktivitas sehari-hari (Mansyur, 2003).

Efek kebisingan yang cukup keras dengan intensitas lebih dari 70 dB dapat mengakibatkan kegelisahan (nervousness), kurang enak badan, kejenuhan mendengar, sakit lambung, dan masalah peredarahan darah. Hal ini juga berlaku pada intensitas diatas 85 dB dapat menyebabkan kemunduran yang serius pada kondisi kesehatan seseorang pada umumnya dan apabila berlangsung dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kehilangan pendengaran sementara atau permanen, masalah penyakit jantung dantekanan darah tinggi (Suma’mur,1996).

Dampak kebisingan di suatu daerah besar pengaruhnya bagi kesehatan dan kenyamanan hidup masyarakat, hewan ternak maupun satwa liar dan gangguan terhadap ekosistem alam. Bagi kesehatan manusia, kebisingan dapat menimbulkan gangguan pada sistem pendengaran dan pencernaan, stress, sakit kepala, peningkatan tekanan darah serta dapat menurunkan prestasi kerja (Gunarwan, 1992).

Hubungan antara kebisingan dengan kemungkinan timbulnya gangguan terhadap kesehatan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu intensitas kebisingan, frekuensi kebisingan dan lamanya seseorang berada di tempat atau di dekat bunyi tersebut, baik dari hari ke hari ataupun seumur hidupnya (Rosidah, 2005).


(21)

Kebisingan juga dapat berhubungan dengan terjadinya penyakit hipertensi. Hal ini didukung dengan suatu studi epidemiologis di Amerika Serikat. Peneliti tersebut mengaitkan masyarakat, kebisingan, serta risiko terjangkit penyakit Hipertensi. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa masyarakat yang terpapar kebisingan, cenderung memiliki emosi yang tidak stabil. Ketidakstabilan emosi tersebut akan mengakibatkan stress. Stress yang cukup lama, akan menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah, sehingga memacu jantung untuk bekerja lebih keras memompa darah keseluruh tubuh. Dalam waktu yang lama, tekanan darah akan naik, dan inilah yang disebut hipertensi (Haryoto,2005).

Berdasarkan hasil penelitian Rosenlund (2000) menyatakan bahwa kebisingan dapat menyebabkan masyarakat yang tinggal di wilayah yang masih jelas mendengar kebisingan misalnya mesin pesawat terutama di dekat bandara beresiko untuk meningkatkan tekanan darah. Rosenlund melakukan perbandingan antara keompok masyarakat yang tinggal di dekat bandara Stockholm Arlanda (266 orang) dengan kelompok lain yang tinggal juga di sana tetapi letaknya yang jauh dari bandara (2700 orang).

Masyarakat yang rumahnya terletak di dekat bandara Stockholm Arlanda rata-rata terpapar oleh suara gemuruh pesawat diatas 55 dB – 72 dB. Ternyata 20% dari kelompok masyarakat ini memiliki tekanan darah yang tinggi. Berbanding terbalik dengan kelompok kedua yang memiliki prevalensi tekanan darah tingginya hanya sebesar 14 %. Penelitian yang dilakukan ini memanfaatkan metode statistik yang dilakukan dengan membagi wilayah menjadi kelompok masyarakat yang bertempat tinggal dekat bandara Stockholm Arlanda menjadi beberapa bagian berdasarkan


(22)

tingkat kebisingan suara/bunyi. Dan diperoleh hasilnya, dimana masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah yang paling bising memiliki prevalensi penyakit hipertensi 80%.

Suryani (2003) mengatakan bahwa kebisingan yang berkisar 77-88 dB A dapat meningkatkan tekanan darah bagi masyarakat yang tinggal di sekitar Terminal Umbulharjo. Menurut pendapat Suryani (2003) yang mengutip hasil studi yang dilakukan oleh Robert Koch Institusi di Jerman menemukan bahwa orang yang tinggal di lingkungan dengan rata-rata tingkat kebisingan sebesar 55 dB A atau lebih, memiliki resiko dua kali lebih besar untuk dirawat karena tekanan darah tinggi dibandingkan dengan mereka yang tinggal di lingkungan dengan rata-rata tingkat kebisingan sebesar 50 dB A.

Salah satu transportasi selain becak mesin dalam bidang jasa dan angkutan umum adalah becak vespa. Becak vespa ini banyak ditemukan di Kota Padangsidimpuan. Becak vespa yang berasal dari Kota Padangsidimpuan merupakan becak yang terbilang unik. Sehingga Kota Padangsidimpuan sering juga dikenal masyarakat dengan sebutan Kota Becak Vespa. Becak vespa merupakan salah satu alat transportasi yang memiliki roda tiga yang dapat mengangkut penumpang dan barang di bagian kabinnya dengan bodi yang lebih menyerupai kapsul (bagian depan yang lancip) sampai kapasitas 100 kg dan kecepatan rata-rata 80-90 km/jam. Bahan bakar becak vespa adalah bensin. Becak vespa menghasilkan asap yang dapat menyebabkan pencemaran udara serta suara bising akibat dari adanya pembelahan yang dilakukan oleh pemilik becak vespa ataupun montir pada bagian knalpot dengan tujuan mengurangi atau menghilangkan adanya tumpukan sisa oli pada saringan


(23)

tetapi memiliki efek terhadap suara yang dihasilkan sehingga dapat menyebabkan pencemaran suara dan gangguan kesehatan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Dinas Perhubungan Kota Padangsidimpuan dimana banyaknya becak vespa yang beroperasi di Kota Padangsidimpuan adalah 300 unit. Becak vespa ini tersebar di setiap sudut Kota Padangsidimpuan. Masyarakat Kota Padangsidimpuan sering mengeluhkan suara bising becak vespa yang melintas dekat rumah saat mereka istirahat maupun lokasi tempat mereka beraktifitas. Lokasi pangkalan becak terletak di pinggir-pinggir jalan raya sehingga tidak ideal karena sekitarnya terdapat sekolah dan kantor yang memerlukan suasana tenang dan tidak bising.

Berdasarkan survei pendahuluan yang telah dilakukan, pengukuran kebisingan dilakukan sebanyak 3 jenis, yaitu pada daerah yang sering dilalui oleh becak vespa, pada pengemudi dan pada mesin becak vespa. Pengukuran dilakukan di Jalan Sudirman, Jalan Patrick Lumumba, Jalan M.H. Thamrin, Jalan Mongonsidi dan Jalan Sutan Sori Pada Mulia.

Hasil pengukuran yang diperoleh di Jalan Sudirman, hasil rata-rata pengukuran pada daerah yang sering dilalui oleh becak vespa sebesar 86,97 dB, pada pengemudi sebesar 97,08 dB dan pada mesin becak vespa sebesar 102,48 dB, di Jalan Patrick Lumumba, hasil rata-rata pengukuran pada daerah yang sering dilalui oleh becak vespa sebesar 92,23 dB, pada pengemudi sebesar 87,42 dB dan pada mesin becak vespa sebesar 103,60 dB, di Jalan Thamrin, hasil rata-rata pengukuran pada daerah yang sering dilalui oleh becak vespa sebesar 84,16 dB, pada pengemudi sebesar 93,43 dB dan pada mesin becak vespa sebesar 98,15 dB, di Jalan


(24)

Mongonsidi, hasil rata-rata pengukuran pada daerah yang sering dilalui oleh becak vespa sebesar 74,14 dB, pada pengemudi sebesar 96,45 dB dan pada mesin becak vespa sebesar 102,54 dB, Jalan Sutan Sori Pada Mulia, hasil rata-rata pengukuran pada daerah yang sering dilalui oleh becak vespa sebesar 90,14 dB, pada pengemudi sebesar 98,50 dB dan pada mesin becak vespa sebesar 102,30 dB.

Dari hasil survei yang telah diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa kebisingan yang diakibatkan oleh becak vespa tidak memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 718 tahun 1987 tentang kebisingan.

Berdasarkan penjelasan diatas perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan paparan kebisingan dan karakteristik pengemudi becak vespa dengan tekanan darah di Kota Padangsidimpuan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan survei pendahuluan yang telah dilakukan, kebisingan yang berasal dari becak vespa memiliki intensitas kebisingan yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yaitu 85 dB A sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 718 tahun 1987 tentang kebisingan serta adanya kebiasaan pada pengemudi becak vespa seperti pengunaan helm, kebiasaan minum kopi dan kebiasaan merokok yang mendukung terjadinya tekanan darah tinggi (hipertensi). Hal inilah yang menjadi dasar bagi peneliti untuk mengetahui paparan kebisingan dan karakteristik pengemudi becak vespa dengan tekanan darah di Kota Padangsidimpuan.


(25)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan paparan kebisingan dan karakteristik pengemudi becak vespa terhadap tekanan darah di Kota Padangsidimpuan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik pengemudi becak vespa seperti usia, masa kerja, lama paparan kebisingan, pengunaan helm, kebiasaan minum kopi dan kebiasaan merokok.

2. Untuk mengetahui intensitas kebisingan pada pengemudi becak vespa di Kota Padangsidimpuan.

3. Untuk mengetahui tekanan darah pada pengemudi becak vespa di Kota Padangsidimpuan.

4. Untuk mengetahui hubungan usia terhadap tekanan darah di Kota Padangsidimpuan.

5. Untuk mengetahui hubungan masa kerja terhadap tekanan darah di Kota Padangsidimpuan.

6. Untuk mengetahui hubungan lama paparan kebisingan terhadap tekanan darah di Kota Padangsidimpuan.

7. Untuk mengetahui hubungan pengunaan helm terhadap tekanan darah di Kota Padangsidimpuan.

8. Untuk mengetahui hubungan kebiasaan minum kopi terhadap tekanan darah di Kota Padangsidimpuan.


(26)

9. Untuk mengetahui hubungan kebiasaan merokok terhadap tekanan darah di Kota Padangsidimpuan.

10. Untuk mengetahui paparan kebisingan terhadap tekanan darah di Kota Padangsidimpuan.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Pemerintah Kota Padangsidimpuan, penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

2. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan masukan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian selanjutnya.

3. Bagi Akedemik, penelitian ini dapat meningkatkan wawasan tambahan mengenai adanya faktor internal yang dapat mempengaruhi konsentrasi belajar dari mahasiswa/mahasiswi untuk belajar dalam meraih prestasi belajar yang lebih baik.

4. Bagi pengemudi becak vespa, sebagai bahan masukan dan pertimbangan terutama mengenai resiko tingkat kebisingan dengan tekanan darah, sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan dan penanggulangan resiko kebisingan. 5. Bagi peneliti untuk mengaplikasikan ilmu yang berkaitan dengan kebisingan


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bunyi / Suara

2.1.1 Defenisi Bunyi / Suara

Berdasarkan pendapat para ahli, defenisi dari bunyi atau suara adalah sebagai berikut :

1. Suara merupakan gangguan mekanik dalam medium gas, cair atau padat dikarenakan getaran molekul. (Bell, 1996).

2. Bunyi adalah perubahan tekanan dalam udara yang ditangkap oleh gendang telinga dan disalurkan ke otak (Harrington dan Gill, 2005).

3. Bunyi adalah suatu gelombang berupa getaran dari molekul – molekul zat yang saling beradu satu dengan yang lainnya secara terkoordinasi sehingga menimbulkan gelombang dan meneruskan energy serta sebagian dipantulkan kembali. Media yang dilalui mempunyai massa yang elastic sehingga dapat mengantarkan bunyi tersebut. (Sarwono, 2002).

4. Bunyi atau suara didefenisikan sebagai serangkaian gelombang yang merambat dari suara sumber getar sebagai akibat perubahan kerapatan dan juga tekanan udara (Gabriel, 1996).

5. Gelombang bunyi adalah gelombang mekanis longitudinal, gelombang bunyi tersebut dapat dijalarkan di dalam benda padat, benda cair dan gas (Halliday, 1990).


(28)

2.1.2 Karakteristik Bunyi / Suara

Karakteristik dasar dari suatu bunyi atau suara terbagi menjadi 2 bagian (Tambunan, 2005), yaitu :

1. Karakteristik fisik gelombang suara, yang terdiri dari : a. Frekuensi

Frekuensi diartikan sebagai jumlah perubahan tekanan dalam setiap detiknya atau frekuensi setiap detiknya dalam satuan cycles per second (cls) atau Hertz (Hz). Sifat dari bunyi ditentukan oleh frekuensi dan intesitasnya. Medium dan suhu mempengaruhi kecepatan rambatan suara yang bervariasi, tetapi untuk kecepatan perambatan suara pada medium udara pada suhu 20°C berkisar 344 m/s, pada kondisi tersebut maka panjang gelombang suara berkisar 13 inch (0,344 m) pada frekuensi 1000 Hz (Wardhana, 2001).

Berdasarkan frekuensi, bunyi atau suara dibedakan menjadi 3 daerah frekuensi (Gabriel, 1996), yaitu :

1. 0–16 Hz (20 Hz) : DaerahInfrasonik, contoh : getaran tanah, gempa bumi. 2. 16–20.000 Hz : DaerahSonik, yaitu daerah yang dapat didengar oleh manusia

(audio frekuensi).

3. Diatas 20.000 Hz : DaerahUltrasonik.

Pembagian frekuensi penting untuk diketahui baik dalam hal pengobatan, diagnosa serta nyeri yang ditimbulkan dan lainnya.


(29)

1. Frekuensi bunyi antara 0–16 Hz (DaerahInfrasonik)

Frekuensi bunyi ini contohnya adalah getaran tanah, getaran bangunan maupun truk mobil. Vibrasi yang ditimbulkan oleh truk mobil memiliki Frekuensi sekitar 1 – 16 Hz. Frekuensi dibawah 16 Hz dapat menyebabkan perasaan yang kurang nyaman (discomfort), kelesuan (fatique), dan terkadang dapat menimbulkan gangguan penglihatan. Apabila vibrasi bunyi infra mengenai tubuh dapat menyebabkan resonansi dan akan terasa sakit pada beberapa bagian tubuh (Gabriel, 1996).

2. Frekuensi bunyi antara 16–20.000 Hz (Frekuensi Sonik/pendengaran)

Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan oleh John R. Cameron and James G. Skofronick dalam buku Medical Physic halaman 297 pada tahun 1978, diperoleh kepekaan telinga terhadap frekuensi bunyi antara 16-4.000 Hz. Kepekaan telinga; dB = 0 terjadi pada Frekuensi 1.000 Hz, dimana nilai ambang rata-rata secara internasional terletak pada daerah 1.000 Hz. Arti dari nilai ambang adalah frekuensi yang berkaitan dengan nineau bunyi (dB) yang dapat didengar, misalnya pada Frekuensi 30 Hz nineau bunyi harus 60 dB (yaitu 10 × 10 W/ . Untuk mendengar bunyi 60 dB artinya telinga seseorang harus10 × lebih kuat pada nada 1.000 Hz baru dapat mendengar bunyi tersebut dan artinya lagi tekanan bunyinya harus10 ×lebih besar.

Pada usia lanjut misalnya 60 tahun, nilai ambang pendengaran bagi 4.000 Hz terletak±40 dB lebih tinggi dari usia muda (20 tahun). Gejala naiknya nilai ambang


(30)

karena usia tua disebut dengan Presbikusis (kurang pendengaran karena umur yang semakin tua) (Gabriel, 1996).

3. Frekuensi bunyi diatas 20.000 Hz (DaerahUltrasonik)

Dalam bidang kedokteran, frekuensi ini berfungsi dalam menentukan 3 hal, yaitu: pengobatan, penghancuran/destruktif dan diagnosa. Hal ini disebabkan karena frekuensi yang tinggi memiliki daya tembus jaringan yang cukup besar (Gabriel, 1996).

b. Periode

Periode adalah waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus amplitudo, satuan periode adalah detik (Nasri,1997).

c. Amplitudo

Amplitudo sebuah gelombang suara adalah tingkat gerakan molekul-molekul udara dalam gelombang, yang sesuai terhadap perubahan dalam tekanan udara yang sesuai gelombang. Lebih besar amplitudo gelombang maka lebih keras molekul-molekul udara untuk menabrak gendang telinga dan lebih keras suara yang terdengar (Tambunan, 2005).

Amplitudo gelombang suara dapat diekspresikan dalam istilah satuan absolut dengan pengukuran jarak sebenarnya perubahan letak molekul-molekul udara, perubahan tekanan atau energi yang terkandung dalam gelombang (Wardhana, 2001). d. Panjang Gelombang

Panjang gelombang diartikan sebagai jarak antara dua gelombang yang dekat dengan perpindahan dan kecepatan partikel yang sama dalam satu bidan medan bunyi datar. Sehingga dengan mengetahui kecepatan dan frekuensi bunyi dapat ditentukan


(31)

panjang gelombangnya. Panjang gelombang suara yang dapat didengar telinga manusia mulai dari beberapa sentimeter sampai kurang lebih 20 meter. Panjang gelombang merupakan salah satu satuan yang erat kaitannya dengan Frekuensi (Wahyu,2003).

2. Karakteristik mekanik gelombang suara, yang terdiri dari : a. Pemantulan gelombang suara

b. Penggabungan gelombang suara

c. Kualitas suara, ditentukan oleh Frekuensi dan Intensitas. Dalam hal ini Frekuensi merupakan banyaknya/jumlah getaran tiap detik. Tinggi rendahnya bunyi ditetapkan oleh Frekuensi. Satuan bunyi dinyatakan dalam Herzt (Hz). Sedangkan intensitas merupakan perbandingan tegangan suara yang datang dan tegangan suara standar yang dapat didengar oleh manusia dengan pendengaran normal pada Frekuensi 1000 Hz, dinyatakan dalamdecibel(dB) (Wardhana, 2001).

2.1.3 Sumber Bunyi / Suara

Bunyi merupakan salah satu bentuk energi yang dapat didengar. Bunyi dihasilkan oleh benda yang bergetar. Semua getaran benda yang dapat menghasilkan bunyi disebut sumber bunyi. Salah satu contoh sumber bunyi/suara yaitu suara mesin (contoh mesin kendaraan bermotor, mesin diesel), benturan antar benda, suara manusia dan lain sebagainya.


(32)

2.1.4 Syarat Terjadinya Suatu Bunyi/Suara a. Ada sumber bunyi ( benda yang bergetar ). b. Ada medium yang digunakan untuk merambat.

c. Adanya penerima atau pendengar di dalam jangkauan sumber bunyi. (Dafid, 2013).

2.2 Anatomi dan Fisiologi Alat Pendengaran 2.2.1 Alat Pendengaran Manusia

Menurut pendapat Watson yang menyatakan bahwa alat pendengaran pada manusia berupa telinga. Telinga merupakan organ pendengaran dan juga memainkan peran penting dalam mempertahankan keseimbangan. Bagian-bagian yang berperan dalam pendengaran yaitu :

a. Telinga Bagian Luar

Terdiri dari daun telinga, liang atau kanal telinga sampaimembrane tympani. Daun telinga berfungsi sebagai pengumpal energi bunyi dan di konsentras pada membrane tympani (Tambunan, 2005). Pada liang telinga (kanal) terdapat wax (malam) yang berfungsi sebagai peningkatan kepekaan terhadap frekuensi suara 3000-4000 Hz, panjang liang telinga ini adalah 2,5-4 cm terbentuk dari jaringan kartilago, membran dan tulang dan dibalut oleh kulit yang mengandung kelenjar minyak (wax). Membaran tympani mempunyai ketebalan 0,1 mm dan luas 65 , membran ini mengalami vibrasi yang akan diteruskan ke telinga tengah yaitu pada tulangmalleus, incus, danstapes(Tambunan, 2005).

Telinga bagian luar berfungsi sebagai mikrofon yaitu menampung gelombang suara dan menyebabkan membrane timpany bergetar. Semakin tinggi frekuensi


(33)

getaran semakin cepat pula membran tersebut bergetar begitu pula sebaliknya (Buchari, 2007).

b. Telinga Bagian Tengah

Telinga bagian tengah merupakan ruang kecil yang terdapat dalam tulang temporal, dipisahkan oleh membran timpani dari telinga bagian luar, dinding selanjutnya dibentuk oleh dinding bagian lateral telinga dalam (Watson, 2002).

Mulai dari membran tympani sampai tube eustachius, yang terdiri dari tiga buah tulang pendengaran (osicles) yaitu tulang malleus, incus, stapes. Suara yang masuk akan mengalami pemantulan sebesar 99,9% dan yang diteruskan 0,1%. Saluran eustachius menghubungkan ruang telinga tengah dengan pharynx, sehingga berfungsi sebagai penyeimbang tekanan udara pada kedua sisi ruangan tersebut. Telinga bagian tengah memegang proteksi terhadap suara yang terlalu keras karena adanyatuba eustachius yang mengatur tekanan di dalam telinga bagian tengah yang berhubungan langsung dengan pharynx. Apabila mendengarkan suara yang terlalu keras (petir) maka dengan membuka mulut lebar-lebar, suara tersebut akan banyak berkurang kekerasannya dalam telinga (Tambunan, 2005).

Martil landasan sanggurdi atau stapes yang berfungsi memperbesar getaran dari membrane timpany dan meneruskan getaran yang telah diperbesar ke oval window yang bersifat fleksibel. Oval window ini terdapat pada ujung dari cochlea (Buchari, 2007).

c. Telinga Bagian Dalam

Telinga dalam berada di belakang tulang tengkorak kepala terdiri daricochlea (rumah siput) dan oval window (tingkat oval). Cochlea berbentuk spiral (seperti


(34)

rumah siput) dengan isi cairan di dalamnya (Tambunan, 2005). Ukuran panjang cochleaberkisar 3 cm yang terdiri dari dua saluranmembrane, yaitu :

1. Mulai dari oval window sampai sepanjang tabung spiral yang berbalik pada ujung saluran tersebut, selanjutnyaberjalan turun menujuround window. 2. Sebuah sistem tertutup yang terdiri dari organ corti terletak dalam ruangan

yang terbentuk oleh kedua saluran.

Kedua saluran ini mengandung cairan yang disebutprelymphdan cairan yang disebut tulang yang kurang sempurna danmembran basiler.Organ cortimengandung lebih dari 20.000 sel sensor, terletak pada membrane basiler, sejumlah rambut halus terletak pada ujung sel sensor tersebut dan berhadapan dengan membran tectorial, dan serat-seratnya bergabung bersama sel-sel rambut untuk tersambung/membentuk saraf pendengaran. Jika suara sampai pada telinga luar maka akan diteruskan ke gendang yang akan mengentarkan dan menggerakkan tulang pendengaran. Tulang tapes melekat pada oval window dan cairan pada saluran membrane yang dirubah menjadi gerakan gelombang dan berbalik kemudian merangsang organ corti (Tambunan, 2005). Getaran ini merupakan implus bagiorgan corti yang selanjutnya diteruskan ke otak melalui syaraf pendengar (Buchari, 2007).

2.2.2 Mekanisme Mendengar

Suara yang berasal dari lingkungan diterima oleh daun telinga dan liang telinga yang termasuk bagian telinga luar. Semua bunyi yang masuk ke telinga kita sebenarnya merupakan tenaga dari suatu gelombang suara. Kemudian gelombang suara akan menggetarkan gendang telinga (membrane tympani) berupa selaput tipis dan transparan. selanjutnya getaran – getaran tersebut sampai ke telinga tengah yang


(35)

terdiri dari tulang–tulang pendengaran (tulang malleus, incus danstapes). Sebagian tulang malleusmelekat pada bagian dalam gendang telinga dan akan bergetar apabila membrane tympanibergetar. Tulang stapesberhubungan denganselaput ovalwindow (tingkat oval) yaitu telinga bagian dalam. Ketiga tulang pendengaran saling bersendi satu sama lain sehingga dapat menjembatani getaran dari gendang telinga, memperkeras dan menyampaikan ke telinga dalam (Watson, 2002).

Cochlea yang termasuk telinga dalam berisi cairan elektrolik yang memiliki struktur pipa dengan dua setengah lingkaran yang hampir sama dengan rumah siput. Pergerakan dari tulang-tulang pendengaran akan menggetarkan selaput oval window yang mengakibatkan aliran cairan cochlea. Aliran dari cairan cochlea ini akan menggerakkan sel-sel rambut halus yang melekat pada saluran cochlea, pada saat inilah terjadi perubahan gelombang suara menjadi gelombang listrik. Potensial listrik yang timbul akan dilanjutkan ke otak untuk diolah/diterjemahkan melalui saraf pendengaran.

Perubahan gelombang suara menjadi potensial listrik pada saraf melalui tulang-tulang pendengaran disebut sebagai gejala sensasi bunyi ataubone conduction. Proses terjadinya getaran pada gendang telinga yang mencapai tulang pendengaran dinamakanair conduction,sehingga gelombang yang masuk dari telinga luar sampai ke telinga dalam berlangsung secaraborne conduction(Watson, 2002).


(36)

2.3 Kebisingan 2.3.1 Defenisi

Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 menyatakan bahwa kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.

Terdapat 2 hal yang mempengaruhi kualitas bunyi yaitu frekuensi dan intensitas. Dimana dalam pengertiannya frekuensi merupakan jumlah getaran yang sampai di telinga setiap detiknya sedangkan intensitas merupakan besarnya arus energi yang diterima oleh telinga manusia. Perbedaaan frekuensi dan intensitas bunyi menyebabkan adanya jenis-jenis kebisingan yang memiliki karakteristik yang berbeda (Mulia, 2005).

Berdasarkan Permenkes No 718 Tahun 1987, kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu dan membahayakan kesehatan (Mukono, 2006).

Kebisingan adalah tiap bunyi yang tidak diinginkan oleh penerima. Setiap bunyi dapat mengalihkan perhatian, menganggu, atau berbahaya bagi kegiatan sehari-hari (waktu kerja, istirahat, hiburan atau belajar) disebut sebagai bising (Leslie, 1993).

Bising memiliki konotasi fisik, fisiologi dan psikologi. Secara fisik, bising adalah bunyi yang kompleks, sangat sedikit atau tanpa periodik. Tetapi bising ini dapat diukur dan dapat dianalisis sifatnya. Secara fisiologik, bising itu merupakan


(37)

akustik dan intensitasnya bervariasi dalam suatu saat. Secara psikologi, bising merupakan bunyi yang tidak menyenangkan dan tidak disukai (Iskandar, 1994). 2.3.2 Sumber Bising

Sumber bising merupakan sesuatu yang sudah tidak dapat diragukan lagi sebagai asal atau aktivitas yang menghasilkan suara bising yang dapat merusak sistem pendengaran baik bersifat sementara maupun permanen.

Sumber bising utama dalam hal pengendalian bising lingkungan diklasifikasikan dalam 2 kelompok, yaitu :

a) Bising interior/dalam, berasal dari manusia, alat-alat rumah tangga, mesin gudang dan aktifitas di dalam ruangan atau gedung.

b) Bising eksterior/luar, bising yang dikategorikan berasal dari aktifitas diluar ruangan seperti transportasi udara, termasuk bus, mobil, sepeda motor, transportasi air, kereta api dan pesawat terbang dan bising yang berasal dari industri. Untuk bising transportasi yang paling penting diketahui bahwa makin besar kendaraan akan semakin keras suara bising yang dihasilkan (Doelle, 1993).

Sumber kebisingan dapat dibagi sebagai berikut (Soesanto, 1990); 1. Industri

2. Lalu Lintas darat, laut dan udara

3. Sekolah (pada waktu istirahat atau pulang sekolah), anak bermain di halaman/jalan

4. Radio, televisi yang dibunyikan terlalu keras 5. Diskotik, tempat hiburan, pesta


(38)

6. Perancangan tiang (pondasi), pembongkaran bangunan, bongkar muat bahan, bor pneumatic

7. Pidato, ceramah dengan pengeras suara yang berlebihan

8. Pedagang yang menawarkan dagangannya dengan pengeras suara 9. Mesin

10. Stadion dengan banyak penonton

11. Terminal bus, stasiun kereta api, pelabuhan laut dan udara 12. Peternakan ayam, anjing dan kebun binatang.

2.3.3 Jenis–Jenis Kebisingan

Kebisingan dibagi menjadi 2 (dua) jenis golongan besar, yaitu : (Tambunan, 2005).

1. Kebisingan tetap (steady noise), dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu : a) Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frekuensi noise)

Kebisingan ini merupakan nada-nada murni pada frekuensi yang beragam, contoh : suara mesin, suara kipas dan lain sebagainya.

b) Kebisingan tetap (brod band noise)

Kebisingan dengan frekuensi terputus dan kebisingan tetap (brod band noise) digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise). Perbedaannya adalah brod band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi (bukan nada murni).

2. Kebisingan tidak tetap (non steady noise) dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu : a) Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise)


(39)

b) Intermitten noise

Sesuai dengan terjemahannya, intermitten noise adalah kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contoh : kebisingan lalu lintas.

c) Impulsive noise

Kebisingan impulsif dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, contoh : suara ledakan senjata api dan alat-alat sejenisnya (Tambunan, 2005).

Kebisingan dapat dikelompokkan berdasarkan kontinuitas, intensitas, dan spectrum frekuensi suara yang ada, yaitu :

1. Steady state and narrow band noise

Kebisingan secara terus menerus dengan spectrum suara yang sempit seperti suara mesin dan kipas angin.

2. Non steady state and narrow band noise

Kebisingan yang tidak terus menerus dengan spectrum suara yang sempit seperti suara mesin gergaji dan katup uap.

3. KebisinganIntermitten

Kebisingan yang terjadi sewaktu – waktu dan terputus, contohnya suara pesawat terbang dan kereta api.

4. KebisinganImpulsif

Kebisingan yang impulsive atau yang dapat memekakkan telinga, seperti bunyi tembakan bedil, meriam atau ledakan bom (Chandra, 2005).


(40)

2.3.4 Pengukuran Kebisingan

Beberapa alat yang digunakan untuk mengeukur kebisingan, yaitu:

1. Audiometer, alat ini berfungsi untuk mengukur kebisingan dengan cara membandingkan suara yang intensitasnya telah diketahui (Soesanto,1990). 2. Noisemeter, alat ini memperoleh suara dalam sebuah mikrofon dan

memindahkan energinya ke impuls listrik. Hasil pengukurannya berupa energy total, diacatat sebagai aliran listrik yang hamper sama dengan kebisingan yang ditangkap (Soesanto,1990).

3. The Equivalent Continous Level, alat ini berfungsi untuk menganalisa suatu kebisingan yang sangat fluktuatif, misalnya kebisingan lalu-lintas (Soesanto, 1990).

4. Octave Band Analizer, alat ini berfungsi untuk menganalisa suatu kebisingan dengan spectrum frekuensi yang luas (Oloan,2005).

5. Sound Level Meter, alat ini berfungsi untuk mengukur kebisingan antara 30-130 dB dan dari frekuensi 20-20.000 Hz. Sound Level Meter terdiri dari mikrofon, amplifier, dan sirkuit attenuator dan beberapa alat lainnya. Sound Level Meter dilengkapi dengan tombol pengaturan skala pembobotan seperti A, B, C, dan D. Skala A, contohnya adalah rentang skala pembobotan yang melingkupi frekuensi suara rendah dan frekuensi suara tinggi yang masih dapat diterima oleh telinga manusia normal. Sementara itu skala B, C dan D digunakan untuk keperluan-keperluan khusus, misalnya pengukuran kebisingan yang dihasilkan oleh pesawat terbang bermesin jet (Sihar, 2005).


(41)

2.3.5 Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan Tabel 2.1 Baku Mutu Kebisingan

Zona Kawasan / Lingkunngan Kesehatan Tingkat Kebisingan dB (A) a.Peruntukan Kawasan

1. Perumahan dan Permukiman 55

2. Perdagangan dan Jasa 70

3. Perkantoran dan Perdagangan 65

4. Ruang Terbuka Hijau 50

5. Industri 70

6. Pemerintahan dan Fasilitas umum 60

7. Rekreasi 70

8. Khusus

-Bandar Udara 60

- Stasiun Kereta Api 60

-Pelabuhan Laut 70

-Cagar Budaya 70

b.Lingkungan Kegiatan

1.Rumah Sakit atau Sejenisnya 55

2.Sekolah dan sejenisnya 55

3.Tempat Ibadah atau sejenisnya 55

Sumber : Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996

Tingkat kebisingan maksimum yang dianjurkan maupun diperbolehkan adalah rata-rata nilai modus dari tingkat kebisingan pada siang hari, petang hari dan malam hari. Siang hari adalah waktu yang digunakan oleh kebanyakan orang untuk bekerja dan berpergian. Petang hari adalah waktu yang digunakan oleh kebannyakan orang untuk istirahat di rumah tetapi belum tidur. Malam hari adalah waktu yang digunakan kebanyakan orang untuk tidur.

Pembagian waktu pagi, siang dan malam hari disesuaikan dengan kegiatan kehidupan masyarakat setempat. Biasanya pagi hari adalah pukul 06.00-09.00, siang hari adalah pukul 14.00-17.00 dan malam hari adalah pukul 17.00-22.00 (Kep MENLH No : Kep-48/MENLH/11/1996).


(42)

Peraturan Menteri Kesehatan No. 718 tahun 1987 tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan menyatakan pembagian wilayah dalam empat zona: (Mukono, 2006) :

1. Zona A adalah zona untuk tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan atau sosial. Tingkat kebisingannya berkisar 35-45 dB.

2. Zona B untuk perumahan, tempat pendidikan, dan rekreasi. Tingkat kebisingan berkisar 45-55 dB.

3. Zona C, antara lain perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar. Tingkat kebisingan sekitar 50-60 dB.

4. Zona D bagi lingkungan industri, pabrik, stasiun kereta api, dan terminal bus. Tingkat kebisingan sekitar 60-70 dB.

Tabel 2.2 Zona Kebisingan

NO ZONA

Tingkat Kebisingan dB (A) Maksimum yang

Dianjurkan

Maksimum yang Diperbolehkan

1 Zona A 35 45

2 Zona B 45 55

3 Zona C 50 60

4 Zona D 60 70

Sumber : Permenkes No. 718 Tahun 1987

Pengawasan kebisingan berpedoman pada nilai ambang batas (NAB) seperti pada table 2.3 dibawah ini :


(43)

Tabel 2.3 Intensitas dan waktu paparan bising yang diperkenankan Waktu pemaparan tiap hari (jam) Batas suara (dB.A)

16 80

8 85

4 90

2 95

1 100

½ 105

¼ 110

1/8 115

Sumber : Depkes RI tahun 1999

Dengan adanya pemaparan 8 jam tiap hari, batas suara yang masih diperbolehkan adalah 85 dB A.

2.3.6 Dampak Kebisingan

Dampak kebisingan terhadap kesehatan adalah sebagai berikut (Prabu, 2006): 1. Adaptasi bila telinga terpapar oleh kebisingan

Mula-mula telinga akan merasa terganggu oleh kebisingan tersebut, tetapi lama-kelamaan telinga tidak merasa terganggu lagi karena suara terasa tidak begitu keras seperti pada awal pemaparan (Tri, 2005).

2. Gangguaan Fisiologis

Gangguan fisiologis merupakan gangguan yang mula-mula timbul akibat bising, dengan kata lain fungsi pendengaran secara fisiologis dapat terganggu. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat didengar secara jelas, sehingga dapat menimbulkan gangguan lain seperti: kecelakaan. Pembicaraan terpaksa berteriak-teriak sehingga memerlukan tenaga ekstra dan juga menambah kebisingan (Wahyu, 2003).


(44)

Bising yang bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus atau yang munculnya secara tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, kontruksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi vestibular dalam telinga dalam yang akan menimbulkan efek pusing/vertigo. Perasaan mual, susah tidur dan sesak napas disebabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf, keseimbangan organ dan keseimbangan elektrolit. Melalui makanisme hormonal adrenalin, yang dapat meningkatkan frekuensi detak jantung dan tekanan darah.

Pada berbagai penyelidikan yang telah dilakukan oleh para ahli menyatakan bahwa pemaparan bunyi terutama yang mendadak menimbulkan reaksi fisiologis seperti: denyut nadi, tekanan darah, metabolisme, gangguan tidur dan penyempitan pembuluh darah. Reaksi ini terutama terjadi pada permulaan pemaparan terhadap bunyi kemudian akan kembali pada keadaan semula. Bila terus menerus terpapar maka akan terjadi adaptasi sehingga perubahan itu tidak tampak lagi (Rosidah, 2005).

Kebisingan dapat menimbulkan gangguan fisiologis melalui tiga cara yaitu : 1) Sistem internal tubuh

Sistem internal tubuh adalah sistem fisiologis yang penting untuk kehidupan seperti:

a).Kardiovaskuler(jantung, paru-paru, pembuluh) b).Gastrointestinal(perut,usus)


(45)

d).Musculoskeletal(otot, tulang) dan e).Endocrine(kelenjar)

2) Ambang pendengaran

Ambang pendengaran merupakan suara terlemah yang masih dapat di dengar. Makin rendah level suara terlemah yang di dengar berarti makin rendah nilai ambang pendengaran, berarti makin baik pendengaranya. Kebisingan dapat mempengaruhi nilai ambang batas pendengaran baik bersifat sementara (fisiologis) atau menetap (patofisiologis). Kehilangan pendengaran bersifat sementara apabila telinga dengan segera dapat mengembalikan fungsinya setelah terkena kebisingan (Rosidah, 2003). 3) Gangguan pola tidur

Pola tidur sudah merupakan pola alamiah, kondisi istirahat yang berulang secara teratur dan penting untuk tubuh normal dan pemeliharaan mental serta kesembuhan. Kebisingan dapat menganggu tidur dalam hal kelelapan, kontinuitas, dan lama tidur (Fahmi, 1997).

Seseorang yang sedang tidak bisa tidur atau sudah tidur tetapi belum terlelap. Tiba-tiba ada gangguan suara yang akan mengganggu tidurnya, maka orang tersebut mudah marah/tersinggung. Berprilaku irrasional, dan ingin tidur. Terjadinya pergeseran kelelapan tidur dapat menimbulkan kelelahan (Fahmi, 1997).

Berdasarkan penelitian yang menemukan bahwa presentase seseorang bisa terbangun dari tidurnya sebesar 5% pada tingkat intensitas suara 40 dB (A) dan meningkat sampai 30% pada tingkat 70 dB (A). Pada tingkat intensitas suara 100 dB (A) sampai 120 dB (A), hampir setiap orang akan terbangun dari tidurnya (Jain, 1981).


(46)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Burns (1979), pekerja yang terpapar kebisingan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan perubahan kecepatan sekresi bahan dalam aliran darah, sehingga mengubah konsentrasi darah dalam waktu berjam-jam, berhari-hari, atau lebih lama lagi dengan konsekuensi gangguan fungsional (Soesanto, 1990).

3. Gangguan Psikologis

Gangguan fisiologis dalam waktu yang cukup lama dapat menimbulkan gangguan psikologis (Wahyu, 2003). Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, kejengkelan, kecemasan, ketakutan dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam kurun waktu yang lama dapat mengakibatkan penyakitpsikosomatikberupagastritis, jantung, stress, kelelahan (Sasongko, 2000). 4. Gangguan komunikasi

Kebisingan dapat mengganggu komunikasi yang sedang berlangsung baik melalui tatap muka ataupun melalui via telepon. Tingkat kenyaringan suara yang dapat mengganggu percakapan diperhatikan dengan seksama karena suara yang mengganggu komunikasi tergantung pada konteks suasana. Kriteria gangguan komunikasi yang terjadi pada ruangan (Sasongko, 2000).

Tempat dimana komunikasi tidak boleh terganggu oleh suara bising adalah sekolah, area latihan dan test, teater, pusat komunikasi militer, kantor, tempat ibadah, perpustakaan, rumah sakit dan laboratorium. Banyaknya suara yang dapat dimengerti tergantung dari beberapa faktor seperti level suara pembicaraan, jarak pembicaraan dengan pendengaran, bahasa/kata yang dimengerti, suara lingkungan dan faktor-faktor lain (Jain, 1981).


(47)

5. Efek Terhadap Pendengaran

Pada awalnya, efek kebisingan ini terhadap indra pendengaran manusia bersifat sementara dan pemulihan terjadi secara cepat setelah pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja secara terus menerus di area bising maka dapat menyebabkan tuli menetap dan tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian semakin meluas kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya digunakan untuk percakapan (Prabu, 2009).

Kelainan yang terjadi pada telinga akibat bising terjadi melalui beberapa tahapan, antara lain :

1). Stadium adaptasi

Adaptasi merupakan suatu daya proteksi / perlindungan alamiah dan keadaan yang dapat pulih kembali, atau kata lain sifatnyareversible(dapat pulih kembali). 2). Stadium “temporary threshold shiff”

Disebut juga “audtory fatigue” yang merupakan kehilangan pendengaran “reversible” setelah 48 jam terhindar dari kebisingan. Batas waktu yang diperlukan untuk pulih kembali setelah terpapar bising sekitar 16 jam. Apabila keesokan harinya pada waktu bekerja pendengaran hanya sebagian yang pulih maka akan terjadi “permanent hearing lose”.

3). Stadium “persistem trehold shiff”

Dalam stadium ini ambang pendengaran meninggi lebih lama, sekurang-kurangnya 48 jam setelah meninggalkan lingkungan bising, pendengaran masih terganggu.


(48)

4). Stadium “permanent trehold shiff”

Pada stadium ini meningginya ambang pendengaran sifatnya menetap, gangguan ini banyak ditemukan dan tidak dapat disembuhkan kembali. Tuli akibat bising ini merupakan tuli persepsi yang kerusakannya terdapat dalamcochlea berupa rusaknya syaraf pendengaran.

2.3.7 Pengendalian Kebisingan

Menurut Pramudianto, 1990, pengendalian kebisingan terdiri dari 3 cara, yaitu:

1) Pengendalian secara teknis

Pengendalian secara teknis dapat dilakukan pada sumber bising, media yang dilalui bising dan jarak sumber bising terhadap pengemudi. Pengendalian bising pada sumbernya merupakan pengendalian yang sangat efektif dan sebaiknya dilakukan pada sumber bising yang paling tinggi. Cara-cara yang dapat dilakukan antara lain :

a) Desain ulang peralatan untuk mengurangi kecepatan atau bagian yang bergerak, menambah mufflerpada masukan maupun keluaran suatu buangan, mengganti alat yang telah usang dengan yang lebih baru dan desain peralatan yang lebih baik.

b) Melakukan perbaikan dan perawatan dengan mengganti bagian yang bersuara dan melumasi semua bagian yang bergerak.

c) Mengisolasi peralatan dengan cara menjauhkan sumber dari pekerja/penerima, menutup mesin ataupun membuat barrier/penghalang.


(49)

d) Merendam sumber bising dengan jalan memberi bantalan karet untuk mengurangi getaran peralatan dari logam, mengurangi jatuhnya sesuatu benda dari atas ke dalam bak maupun pada sabuk roda.

e) Menambah sekat dengan bahan yang dapat menyerap bising pada ruang kerja. Pemasangan perendam ini dapat dilakukan pada dinding suatu ruangan yang bising.

2) Pengendalian secara administrasi.

Pengendalian ini meliputi peraturan daerah atau kebijakan dari suatu instansi yang berwenang atau bertanggung jawab terhadap pengemudi/pekerja becak vespa, pelatihan bagi pengemudi/pekerja terhadap bahaya kebisingan, cara mengurangi paparan bising dan melindungi pendengaran.

3) Pemakaian alat pelindung diri (ppe = personal protective equipment)

Alat pelindung diri untuk mengurangi kebisingan seperti helm (helmet). Pengendalian ini tergantung terhadap pemilihan peralatan yang tepat untuk tingkat kebisingan tertentu, kelayakan dan cara merawat peralatan.

Kebisingan dapat dikendalikan dengan berbagai cara (Chandra, 2007). Beberapa cara pengendalian kebisingan yaitu :

a) Mengurangi vibrasi sumber kebisingan, berarti mengurangi tingkat kebisingan yang dikeluarkan sumbernya.

b) Menutupi sumber suara.

c) Melemahkan kebisingan dengan bahan penyerap suara atau peredam suara. d) Menghalingi merambatnya suara (penghalang).


(50)

f) Melindungi telinga dari suara (Doelle, 1993)

Penggunaan proteksi dengan sumbatan telinga dapat mengurangi kebisingan sekitar 20-25 dB. Tetapi penggunaan tutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja, karena terasa risih adanya benda asing di telinganya. Untuk itu penyuluhan terhadap mereka agar menyadari pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya, dan akhirnya mau memakainya (Notoatmodjo, 2003).

2.4 Becak Vespa 2.4.1 Defenisi

Becak vespa adalah salah satu alat transportasi yang memiliki roda tiga yang dapat mengangkut penumpang dan barang di bagian kabinnya dengan bodi yang lebih menyerupai kapsul (bagian depan yang lancip) sampai kapasitas 100 kg dan kecepatan rata-rata 80-90 km/jam. Bahan bakar becak vespa adalah bensin.

2.4.2 Sejarah Becak di Kota Padangsidimpuan

Awalnya becak di Kota Padangsidimpuan adalah sado sekitar tahun 60-an. Tetapi bagi masyarakat, becak selain barang/alat transportasi baru juga dianggap sebagai kendaraan yang praktis, lebih nyaman (tidak berbau) dan lebih aman (kadang-kadang sadunya bias tidak terkendali jika kudanya sedang membuat ulah). Sadu pun lambat laun semakin berkurang dan akhirnya menghilang dari jalan-jalan kota.

Ketika sadu telah menghilang muncullah becak dayung (1971), lambatnya laju becak dan membutuhkan waktu tempuh yang lebih lama membuat becak ini mulai berkurang dan menghilang. kemudian berkembang menjadi becak brompit


(51)

(1974), becak ini adalah becak dayung yang digerakkan dengan mesin tempel (disebut juga becak tempel).

Pada fase (1976) muncul beberapa Becak Siantar yang menggunakan moge (motor gede) namun seiring dengan berjalannya waktu pasokan Becak Siantar hampir tidak ada sehingga muncul inovasi becak mesin motor Honda/Yamaha. Namun demikian, tidak lama setelah inovasi becak mesin motor Honda/Yamaha mulai menjamur, sekitar penghujung tahun 70-an dan awal tahun 80-an muncul beberapa bentuk becak jenis baru yang kemudian dikenal sebagai Becak Vespa sehingga becak mesin motor Honda/Yamaha populasinya tampak semakin sedikit dengan pertumbuhan populasi Becak Vespa.

Vespa yang digunakan untuk becak adalah vespa model lama merek Piaggio (buatan Italia). Bisa dibayangkan saat itu, permintaan becak semakin meningkat sementara vespa Piaggio semakin tersedot ke Kota Padangsidimpuan dari seluruh Sumatra Utara. Bahkan vespa Pianggio ini didatangkan dari Sumatra Barat dan Riau untuk memenuhi kebutuhan industri karoseri Becak Vespa (permasalahan yang sama dengan Becak Siantar). Semakin jauh semakin mahal.

Pada tahun 1987, Becak Vespa 100 % telah memenuhi jalan-jalan kota. Selanjutnya, dalam era tahun 1990-an perkembangan rancang bangun becak vespa sangat pesat dan tampaknya rancang bangunnya sudah mencapai final. Becak vespa pada dekade itu boleh dibilang sudah menjadi trade mark Kota Padang Sidempuan.

Pada era tahun 2000-an hingga masa kini, pengembangan rancang bangun Becak Vespa tidak banyak mengalami perubahan. Pengembangan lebih diarahkan pada interior dan jok serta aksesoris. Populasi becak vespa semakin bertambah dari


(52)

tahun ke tahun di Kota Padangsidimpuan. Jumlah becak yang ada jauh dari jumlah ideal/optimal. Kini, populasi becak vespa di Kota Padangsidimpuan sebanyak 300 lebih yang tergabung ke dalam beberapa organisasi yang terdaftar pada Dinas Perhubungan, yakni: Adu Nasib (organisasi tertua), kemudian, Abadi, Bintang Mas, Karya Bersama, Koperasi Becak Harapan, Rajawali, Rastra dan Sejahtera Jayama. 2.4.3 Kerangka Becak Vespa

Becak vespa di Kota Padangsidimpuan yang telah dikenal pada masa ini adalah alat transportasi yang terbilang unik. Becak vespa sebagai produk rekayasa khas ala Kota Padangsidimpuan kini bentuknya telah mengalami perkembangan jika dibandingkan dengan bentuk awalnya (protype) di masa lalu. Becak vespa yang sekarang bagian luar lebih ramping tetapi ruang kabinnya tetap terasa luas. Bentuk bodinya yang lebih menyerupai kapsul (bagian depan yang lancip) memungkinkan system aerodinamis yang lebih efisien ketika melaju kencang. Sistem rangka kabin dan rangka jok yang dibuat efisien memberi beban yang lebih ringan sehingga energi (BBM) yang dibutuhkan lebih hemat. Penggunaan aksesoris pada bagian luar dan interior kabin seta adanya penambahan warna metalik sehingga menambah kemewahan pada becak vespa.

Tujuan utama dari semua bentuk pengembangan Becak vespa ini di satu pihak dimaksudkan untuk memuaskan penumpang di pihak yang lain untuk meningkatkan persaingan dalam menjaring calon penumpang. Tiga pelaku utama dalam modifikasi ini adalah pemilik becak, montir mesin dan tukang kabin. Tiga pihak ini yang berperan penting dalam pengembangan inovasi Becak vespa sehingga bentuknya


(53)

yang sekarang sudah mencapai final (Akhir, 2012). Kerangka mesin dari becak vespa yaitu :

1. Busiberfungsi dalam sistem pengapian (menghidupkan mesin). 2. Blockberfungsi sebagai tempat peston.

3. Dekselberfungsi sebagai tempat busi. 4. Gigiberfungsi sebagai pengatur kecepatan.

5. Igimateberfungsi sebagai penghidup mesin secara manual. 6. Kabilatorberfungsi sebagai pengatur minyak.

7. Kain Klosberfungsi sebagai pemutar jalan mesin. 8. Knalpot berfungsi sebagai peredam suara.

9. Kolaherberfungsi untuk memperlancar putaran roda. 10.Koreasberfungsi sebagai pengatur kipas.

11.Kondensapberfungsi sebagai penyaring api. 12. Kipas berfungsi sebagai pengatur platina. 13.Kuilberfungsi sebagai penyuplai api ke busi. 14.Operan gigiberfungsi sebagai pengaur gigi. 15. Saringan berfungsi sebagai peredam suara. 16.Spul lampuberfungsi sebagai tempat lampu.

17.Tapak spulberfunngsi sebagai tempat platina,kondensap dan spul lampu. 2.4.4 Becak Vespa Dalam Menimbulkan Kebisingan

Becak vespa dapat menimbulkan kebisingan diakibatkan dari adanya pembelahan yang dilakukan oleh pemilik becak vespa ataupun montir pada bagian knalpot. Hal ini dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan adanya tumpukan


(54)

sisa oli pada saringan, apabila saringan tersebut diambil maka suara yang berasal dari mesin akan keluar tanpa adanya penyaringan dan peredaman terlebih dahulu, saringan pada becak vespa selain berfungsi sebagai penyaring sisa oli, saringan juga berfungsi sebagai peredam suara. Selain untuk mengurangi atau menghilangkan adanya tumpukan sisa oli dapat juga berfungsi dalam menambah kekuatan becak vespa apada saat digunakan. Sebagian besar becak vespa di Kota Padangsidimpuan melakukan pembelahan pada knalpot.

2.5 Tekanan Darah 2.5.1 Defenisi

Menurut pendapat para ahli defenisi tekanan darah dapat diartikan sebagai berikut :

1) Tekanan darah adalah tekanan desakan darah pada pembuluh darah yang diakibatkan oleh curah jantung dan tekanan terhadap aliran darah yang diatur oleh pembuluh darah, sebagian besar oleh diameter dariarteriola(Asih, 1995).

2) Tekanan darah sering juga disebut sebagai suara di mana detak jantung pertama kali di dengar dengan bantuan alat stetoskop. Tekanan darah dapat dilihat dengan mengambil dua ukuran yang biasa ditunjukkan dengan angka seperti berikut: 120/80 mmHg. Angka 120 mmHg menunjukkan tekanan pada pembuluh arteri ketika jantung berkontraksi, yang disebut tekanan darah sistolik. Angka 80 mmHg menunjukan jantung sedang berelaksasi disebut tekanan darah diastolik (Ganong, 1998).


(55)

3) Tekanan darah adalah kekuatan darah mengalir di dinding pembuluh darah yang keluar dari jantung (pembuluh arteri) dan kembali ke jantung (pembuluh balik) (Vitahealth, 2000).

4) Tekanan darah adalah tekanan di dalam pembuluh darah ketika jantung memompakan darah keseluruh tubuh (Beevers, 2002).

2.5.2 Sistem Sirkulasi Tekanan Darah

Darah memperoleh oksigen dari dalam paru-paru. Darah yang mengandung oksigen ini masuk ke dalam jantung lalu dipompakan ke seluruh bagian tubuh melalui pembuluh darah yang dinamakan dengan pembuluh darah arteri. Pembuluh darah yang lebih besar bercabang-cabang menjadi pembuluh-pembuluh darah yang lebih kecil hingga berukuran mikroskopik, yang akhirnya membentuk jaringan yang terdiri dari pembuluh-pembuluh darah sangat kecil yang disebut dengan pembuluh darah kapiler. Jaringan ini mengalirkan darah yang mengandung oksigen ke seluruh sel-sel tubuh untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan demi kelangsungan hidup. Kemudian darah, yang sudah tidak mengandung oksigen kembali ke jantung melalui pembuluh darahvena, dan di pompa kembali ke paru-paru untuk mengambil oksigen kembali (Beevers, 2002).

Saat jantung berdetak, otot jantung berkontraksi untuk memompakan darah ke seluruh tubuh. Tekanan tertinggi berkontraksi disebut sebagai tekanan sistolik (Beevers, 2002). Tekanan darah sistolik dihasilkan oleh otot jantung yang mendorong isi ventrikel masuk ke dalam arteri yang telang merenggang (Pearce, 1993). Kemudian otot jantung rileks sebelum kontraksi berikutnya, dan tekanan ini merupakan tekanan terrendah, yang dikenal sebagai tekanan diastolik (Beevers,


(56)

2002). Selama diastolik arteri masih tetap menggembung karenatahanan perifer dari arteriol-arteriolyang menghalangi semua darah mengalir ke dalam jaringan (Pearce, 1993). Tekanan sistolik dan diastolik ini diukur ketika Anda memeriksakan tekanan darah (Beevers, 2002).

2.5.3 Jenis–Jenis Tekanan Darah

Tekanan darah terdiri dari 2 (dua) bagian besar, yaitu : 1) Tekanan Darah Sistolik

Tekanan darah sistolik adalah tekanan yang terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar ketika jantung berkontraksi (Beevers, 2002).

Tekanan darah sistolik menyatakan puncak tekanan yang dicapai selama jantung menguncup. Tekanan yang terjadi apabila otot jantung berdenyut memompa untuk mendorong darah keluar melalui pembuluh darah arteri. Tekanan ini berkisar antara 95-140 mmHg (Vitahealth, 2000).

2) Tekanan Darah Diastolik

Tekanan darah diastolik adalah tekanan yang terjadi ketika jantung rileks di antara tiap denyutan (Beevers, 2002). Tekanan diastolik menyatakan tekanan terendah selama jantung mengembang melaui pembuluh darah vena. Tekanan ini berkisar antara 60-95 mmHg (Vitahealth, 2000).

2.5.4 Klasifikasi Tekanan Darah

Tekanan darah diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu : 1) Tekanan darah rendah (hipotensi)

2) Tekanan darah normal (normotensi)


(57)

Tekanan darah dapat lebih tinggi (hipertensi) atau lebih rendah (hipotensi) dari normal. Hipotensi berat berkepanjangan yang menyebabkan penyaluran darah ke seluruh jaringan tidak adekuat dikenal sebagaisyok sirkulasi.

Tabel 2.4 Klasifikasi Tekanan Darah Dewasa≥ 18 Tahun Menurut JNC 7

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal < 120 dan < 80

Prehipertensi 120–139 atau 80 - 89

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Hipertensi

Derajat 1 140–159 atau 90 -99

Derajat 2 ≥ 160 atau ≥ 100

Sumber : National High Blood Pressure Education, 2003

The seventh report of Joint National Committee on Prevention Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (2003), tekanan darah normal sebagai tekanan darah sistolik <120 mmHg dan tekanan darah diastolik < 80 mmHg. Tekanan darah sistolik 120– 139 mmHg atau tekanan darah diastolik 80 -89 mmHg disebut sebagai prehipertensi. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasi seseorang yang tekanan darahnya cenderung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang.

2.5.5 Pengukuran Tekanan Darah

Naik dan turunnya gelembung tekanan darah seirama dengan pemompaan jantung untuk mengalirkan darah di pembuluharteri(Beevers, 2002). Tekanan darah manusia ada 2 yaitu tekanan drah sistolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik yaitu tekanan yang terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar ketika jantung berkontraksi. sedangkan tekanan darah diastolik yaitu adalah tekanan yang terjadi ketika jantung rileks di antara tiap denyutan (Beevers, 2002).


(58)

Tensi meteradalah alat yang digunakan untuk mengukur tekanan darah pada manusia. Alat tekanan darah ini memiliki manset yang dapat digembungkan dan dihubungkan dengan suatu tabung berisi air raksa. Jika bola pemompa dipakai memompa udara memasuki kantong udara, maka kantong udara akan menekan pembuluh darah arteri sehingga menghentikan aliran darah pada arteri. Pada saat udara pada kantong udara dilepas,mercury(air raksa) pada alat pengukur akan turun, dengan menggunakan stetoscope yang diletakkan pada nadi arteri kita yang dapat memantau adanya suara "Duk" pada saat turunnya tekanan kantong udara menyamai tekanan pada pembuluh darah arteri, berarti mengalirnya kembali darah pada arteri, tekanan darah terbaca pada alat ukur mercury (air raksa) bersamaan dengan suara "Duk" menunjukkan tekanan darah sistolik. Suara "Duk" pada stetoscope akan terdengar terus sampai pada saat tekanan kantong udara sama dengan tekanan terendah dari arteri (pada saat jantung tidak memompa) maka suara "Duk" akan hilang. Pada saat itu tekanan pada alat ukurmercury(air raksa) disebut tekanan darah diastolik (Beevers, 2000).

2.5.6 Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah 1) Usia

Usia mempengaruhi terjadinya hipertensi. Semakin bertambah usia seseorang, kemungkinan terjadinya hipertensi semakin besar (Anies, 2006). Pada golongan umur di bawah 40 tahun angka prevalensi hipertensi umumnya masih dibawah 10%, tetapi usia di atas 50 tahun prevalensinya mencapai 20% atau lebih, sehingga merupakan masalah yang serius pada golongan usia lanjut (Luh, 1995). Pada usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan darah sistolik.


(59)

Tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun. Tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur, disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar, yang terutama menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik tersebut (Depkes, 2006).

Kajian pengamatan prospektif pada beberapa kelompok orang, selalu menunjukkan adanya hubungan yang positif antara umur dan tekanan darah di sebagian besar populasi dengan berbagai ciri geografi, budaya, dan sosioekonomi (WHO, 2001).

2) Jenis Kelamin

Pada usia dini tidak terdapat bukti nyata tentang adanya perbedaan tekanan darah antara pria dan wanita. Akan tetapi, jika dilihat mulai pada remaja, pria cenderung menunjukkan atas peningkatan tekanan darah rata-rata yang lebih tinggi. Perbedaan ini lebih jelas pada orang dewasa muda dan orang setengah baya. Sehingga dapat diketahui bahwa pada beberapa tingkatan umur resiko lebih besar pada laki – laki daripada wanita (WHO, 1999). Pada usia tua, perbedaan ini menyempit dan polanya bahkan dapat berbalik (WHO, 2001). Di USA usia 34-74 tahun resiko kematian karena stroke 30 % lebih tinggi pada laki – laki dari pada wanita (WHO, 1999).

Berdasarkan data yang diperoleh dari DepKes (2006) menyebutkan bahwa faktor jenis kelamin berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi, dimana pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita, dengan rasio sekitar 2,29 untuk kenaikan tekanan darah sistolik dan 3,76 untuk kenaikan tekanan darah


(60)

diastolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita. Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita tinggi. Bahkan setelah umur 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal.

Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun (Dwi, 2009).

3) Masa Kerja

Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja pada suatu organisasi, lembaga dan sebagainya. Masa kerja seseorang perlu diketahui karena masa kerja merupakan salah satu indikator tentang kecenderungan para pekerja dalam melaksanakan aktivitas kerjanya (Siagian, 1989).

Masa Kerja dapat dikategorikan menjadi 2, yaitu : 1. masa kerja baru (< 5 tahun)


(61)

Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut(Suma’mur, 1996). 4) Lama paparan Kebisingan

Lama paparan adalah jumlah jam kerja pekerja pada saat bekerja dalam satu hari. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51 tahun 1999 tentang nilai ambang batas faktor bising dalam lingkungan kerja adalah sebagia berikut :

Tabel 2.5 Paparan Bising yang Diperkenankan

Waktu pemaparan tiap hari (jam) Batas suara (dB.A)

16 80

8 85

4 90

2 95

1 100

½ 105

¼ 110

1/8 115

Sumber : Depkes RI tahun 1999

Pfander (1975) menyebutkan bahwa tekanan suara sebesar 165 dB hanya diijinkan paparan selama 0.23 detik per hari dan untuk 145 dB hanya 0.3 detik per hari. Sebuah penelitian terhadap 1073 prajurit arteleri Kroasia, menunjukkan hasil bahwa 907 (84.25%) orang mengalami peningkatan ambang dengar (fatique) pada tingkatan yang berbeda segera setelah melakukan tembakan (Spirov A,1982).

5) Ras

Berdasarkan kajian populasi menunjukkan bahwa tekanan darah pada masyarakat kulit hitam lebih tinggi dibandingkan pada golongan suku lain. Suku bangsa mungkin berpengaruh pada hubungan antara umur dan tekanan darah, seperti yang ditujukkan oleh kecenderungan tekanan darah yang meninggi bersamaan


(62)

dengan bertambahnya umur secara progresif pada orang Amerika berkulit hitam keturunan Afrika ketimbang pada orang Amerika berkulit putih. Perbedaan tekanan darah rata-rata antara kedua golongan tersebut beragam, mulai dari yang agak lebih rendah dari 5 mmHg (0,67 kPa) pada usia 20-an sampai hampir 20 mmHg (2,67 kPa) pada usia 60-an. Orang Amerika hitam keturunan Afrika telah menunjukkan pula mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi daripada orang Afrika hitam. Hal ini memberi kesan bahwa ada penambahan pengaruh lingkungan pada kecenderungan kesukuan. Peran kesukuan yang bebas dari faktor lingkungan perlu dijelaskan pada golongan suku Lin di Negara yang mempunyai keanekaragaman suku (WHO, 2001). 6) Faktor Sosial Ekonomi

Di negara-negara yang berada pada tahap pasca-peralihan perubahan ekonomi dan epidemiologi, selalu dapat ditunjukkan bahwa tekanan darah dan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi terdapat pada golongan social ekonomi rendah. Hubungan yang terbalik itu ternyata berkaitan dengan tingkat pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan. Akan tetapi, dalam masyarakat yang berada dalam masa peralihan atau pra-peralihan, tinggi tekanan darah dan prevalensi-hipertensi yang lebih tinggi ternyata terdapat pada golongan sosioekonomi yang lebih tinggi. Ini barangkali menggambarkan tahap awal epidemik penyakit kardiovaskular (WHO, 2001).

7) Faktor Genetik

Dasar genetika tekanan darah tinggi didukung oleh penelitian eksperimental dengan baik, dan sementara beberapa penyakit hipertensi manogen pada manusia telah dipaparkan, hipertensi secara umum sekarang ini masih dianggap sebagai


(1)

LAMPIRAN IV

DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 1. Jalan Sudirman


(2)

Gambar 3. Jalan Thamrin


(3)

Ga

Gambar 5. Sound Level Meter (SLM)


(4)

Gambar 7. Pengukuran Kebisingan


(5)

(6)