Teori Lokasi dan Teori Tempat Pusat (Central Place)

2.6 Teori Lokasi dan Teori Tempat Pusat (Central Place)

2.6.1 Teori Lokasi

  Lokasi menggambarkan posisi relatif suatu benda pada ruang dan terhadap benda-benda lain dalam ruang tersebut. Webber (1984) mendefinisikan lokasi adalah suatu konsep yang menggambarkan dimana letak sesuatu dalam hubungannya dengan hal-hal lain. Menurut Tarigan (2008) lokasi berbagai kegiatan seperti sekolah, pabrik, toko dan sebagainya tidak berada pada suatu tempat begitu saja secara acak tetapi memiliki suatu pola dan susunan tertentu. Dengan demikian teori lokasi dapat diartikan sebagai ilmu yang menyelidiki alokasi geografis sumber-sumber yang potensial serta hubungan atau pengaruhnya terhadap berbagai usaha atau kegiatan ekonomi maupun sosial.

  Teori lokasi telah menyumbangkan konsep-konsep yang berguna bagi pemilihan site pada berbagai sektor usaha sebagai berikut (Smith, 1991):

  1. Lokasi berperan penting dalam menentukan ukuran dan keberhasilan usaha.

  2. Pilihan lokasi yang bagus melibatkan pertukaran antara biaya transportas i, biaya produksi, sumber daya, tenaga kerja, aksesibilitas pasar dan biaya lahan.

  3. Sektor tertentu akan berjalan baik jika berlokasi jauh dari kompetitornya, sementara sektor lain justru kebalikannya.

  4. Jumlah penduduk, jumlah pesaing dan lokasi pesaing dapat membatasi pertumbuhan usaha-usaha yang baru dengan cara-cara yang dapat diramalkan.

  5. Usaha yang memerlukan pengapalan barang berat atau bulky yang dibutuhkan dalam produksi atau berhubungan erat dengan sumberdaya tertentu cenderung berlokasi dekat sumberdaya tersebut. Usaha yang memproduksi barang berat atau bulky akan cenderung berlokasi dekat dengan pasarnya.

  Menurut Weber (1909) dalam Tarigan (2008) lokasi industri harus mempertimbangkan biaya transportasi dan biaya tenaga kerja sehingga lokasi yang optimal adalah lokasi dengan biaya transportasi dan tenaga kerja minimal. Weber juga mengkaitkan antara biaya transportasi minimal dengan aglomerasi industri dimana aglomerasi memberikan keuntungan bagi industri untuk berlokasi.

  Teori lokasi berkembang dengan memperhitungkan perm intaan pasar sebagai aspek penting bagi pilihan berlokasi. Losch (1954) dalam Tarigan (2008) mengatakan bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap konsumennya sehingga produsen harus memilih lokasi yang menghasilkan penjualan terbesar sehingga akan menghasilkan pendapatan yang paling besar pula.

  Lokasi yang terbaik (optimum location) suatu kegiatan industri adalah pada suatu lokasi yang terbaik secara ekonomi, yakni yang memberikan keuntungan secara maksimal. Keuntungan maksimal tersebut akan diraih pada saat biaya-biaya berada pada titik paling rendah (least cost location) sementara pendapatan berada pada titik paling tinggi ( maximum revenue location) sehingga teori-teori lokasi yang berkembang dibagi berdasarkan aspek tersebut ( least cost location theory dan maximum revenue location theory) (Daldjoeni, 1992).

2.6.2 Teori Tempat Pusat (Central Place)

  Lloyd (1977) dalam Tarigan (2008) melihat bahwa jangkauan luas suatu komoditi memiliki batas (range) dimana masyarakat bersedia menempuh jarak tertentu untuk mendapatkan komoditi tersebut. Disisi lain, penjual memerlukan Lloyd (1977) dalam Tarigan (2008) melihat bahwa jangkauan luas suatu komoditi memiliki batas (range) dimana masyarakat bersedia menempuh jarak tertentu untuk mendapatkan komoditi tersebut. Disisi lain, penjual memerlukan

  Christaller (1933) dalam Djojodipuro (1992) mengembangkan suatu teori yang disebut teori tempat pusat (central place theory). Menurut teori ini terdapat jarak tertentu yang disebut range of good service yang bersedia ditempuh konsumen menuju suatu tempat untuk mendapatkan pelayanan, disisi lain terdapat jumlah penduduk minimal yang disebut threshold value atau threshold population yang dibutuhkan suatu unit pelayanan sebelum dapat beroperasi secara profitabel. Dalam konteks pendidikan, unit pelayanan tersebut adalah sekolah yang juga memiliki range dan treshold..

  Menurut Christaller (1933) dalam Tarigan (2008), pada akhirnya area perdagangan suatu komoditi akan berbentuk heksagonal atau segi enam. Proses terbentuknya area perdagangan heksagonal dapat dijelaskan sebagai berikut:

  a. Mula-mula tiap komoditi memiliki area perdagangan berbentuk lingkaran

  yang menggambarkan treshold komoditi tersebut.

  b. Tiap komoditi memiliki range masing-masing yang antar range dapat terjadi

  tumpang tindih karena adanya overlapping.

  c. Range yang saling tumpang tindih dibagi dua untuk tiap-tiap pusat yang

  memilikinya sehingga terbentuk area heksagonal yang saling berbatasan.

  Sumber : Tarigan, 2008:82

GAMBAR. 2.4 KRONOLOGI TERJADINYA AREA PERDAGANGAN HEKSAGONAL GAMBAR. 2.4 KRONOLOGI TERJADINYA AREA PERDAGANGAN HEKSAGONAL

  maka berdasarkan K=3 dari Christaller dapat ditentukan bahwa barang orde 1 memiliki luas heksagonal 3 kali barang orde 2 dan b arang orde 2 memiliki luas heksagonal 3 kali barang orde 3. Antara barang pada orde yang sama, area heksagonalnya tidak akan saling tumpang tindih, tapi jika ordenya berbeda maka area heksagonalnya saling tumpang tindih.

  King (1984 : 78) mengatakan dalam model tempat pusat klasik, diasumsikan rural household akan menuju tempat pusat terdekat yang memberikan pelayanan yang dibutuhkannya. Namun b eberapa studi empiris menunjukkan adanya pola kemana rural household memenuhi kebutuhannya, yang dalam banyak kasus mereka melewati tempat pusat terdekat dan menuju tempat pusat lain yang lebih jauh tapi lebih besar. Dalam hal ini tempat pusat yang lebih besar mungkin menyediakan pilihan pelayanan yang lebih beragam.