2.11. Otonomi Derah dan Partisipasi Publik
Otonomi Daerah menurut UU No. 32 tahun 2004 didefenisikan sebagai berikut; Otonomi Daerah ialah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan
Daerah Otonom menurut UU No. 32 tahun 2004 adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk memahami
lebih jauh, dalam UU No. 32 tahun 2004 juga mendefenisikan tentang Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah Pusat
kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam Otonomi Daerah kewenangan daerah dalam menentukan arah
pembangunan di berikan kebebasan yang cukup luas sehingga dimana prinsip Dekonsentrasi yang mengatur pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat
kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah danatau perangkat pusat di daerah, menjadi kian berarti. Dalam UU ini mendefenisikan juga tentang Pemerintah
Daerah yaitu sebagai penyelenggara Pemerintahan Daerah otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi.
Kewenangan Daerah Otonom, khususnya untuk KabupatenKota dalam Pasal 14 UU No. 32 Tahun 2004 dirinci sebagai berikut:
a. Perencanaan dan Pengendalian Pemerintahan dan Pembangunan
M. Arifin. Nst : Perencanaan Pembangunan Partisipatif Studi Tentang Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun 2006-2010.
USU e-Repository © 2008.
b. Penyelenggaraan Ketertiban Umum
c. Penanggulangan Masalah Sosial
d. Pelayanan Bidang Ketenagakerjaan
e. Fasilitas Pengembangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
f. Pengendalian Lingkungan Hidup
g. Pelayanan Lingkungan dan Tata Ruang
h. Pelayanan Pertahanan dan Catatan Sipil
i. Pelayanan Dalam Penanaman Modal
j. Penyelenggaraan Pelayanan Dasar Lainnya
k. Pengembangan dan Pelestarian Budaya
l. Hubungan Harmonis Antara Pemerintah: Induk, Tetangga, Propinsi dan
Pusat Sejak memasuki era reformasi pola-pola penyelenggaraan pemerintahan
yang sentralistik dan kurang peka terhadap perkembangan ekonomi, politik dan sosial masyarakat harus ditingkatkan dan diarahkan sejalan dengan tuntuatan
masyarakat yang menjamain kepentingan yang prima kepada masyarakat tanpa diskriminasi, memperkenalkan kontrol masyarakat, kepastian hukum, ketertiban,
hak-hak asasi manusia, demokrasi dan akuntabilitas. Tuntutan-tuntutan masyarakat ini terwujud apabila dapat tercapai suatu
pemerintahan yang baik good governance yang didefenisikan sebagai proses yang berkenaan dan memungkinkan penggunaan kekuasaan negara di bidang
ekonomi, politik dan administrasi secara sangkil dan mangkus dengan menjaga hubungan sinergisdan konstruktif antara pemerintah, sektor swasta dan
M. Arifin. Nst : Perencanaan Pembangunan Partisipatif Studi Tentang Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun 2006-2010.
USU e-Repository © 2008.
masyarakat dalam melaknakan fungsinya masing-masing mengenai urusan-urusan negara pada setiap tingkatan.
Untuk dapat mewujudkan kepemerintahan yang baik itu salah satu yang harus diperhatikan adalah prinsip akuntabilitas yang didefenisikan disini sebagai
kewajiban-kewajiban dan individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya
untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggungjawaban piskal, manajerial dan program. Sedangkan akuntabilitas pemerintahan daerah
didefenisikan sebagai kewajiban-kewajiban dari pemerintah daerah baik Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD yang dipercayakan
merencanakan kebijakan pembangunan daerah dan pelaksanannya, melaksanakan kebijaksanaan nasional di daerah, untuk dapat menjawab hal-hal yang
menyangkut pertangggungjawabannya. Sedangkan pemberdayaan masyarakat dimaksudkan di sini sebagai upaya
menjadikan masyarakat seperti lembaga politik, lembaga ekonomi, lembaga keagamaan, lembaga adat, lembaga hukum dan lembaga swadaya masyarakat
serta komunitas, keluarga dan individu-individu, memiliki kermandirian, kemampuan, kapasitas dan efektifitas untuk melaksanakan partisipasinya dalam
menyelenggarakan otonami daerah. Dalam membahas kondisi masyarakat daerah di Indonesia, apabila ditinjau
dari sejarah politik pembangunan nasional dan dari segi institusi kepemerintahan dapat diuraikan sebagai berikut:
M. Arifin. Nst : Perencanaan Pembangunan Partisipatif Studi Tentang Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun 2006-2010.
USU e-Repository © 2008.
1. Dilihat dari sejarah politik pembangunan nasional, dapat kita bagi ke dalam
tiga polarisasi: a.
Berdasarkan konotasi etnis dan tingkat kemajuan yaitu Jawa dan Luar Jawa. Jawa yang berkonotasi padat penduduk dan majuu serta Luar Jawa
yang berkonotasi kurang penduduk, kaya sumber daya alam dan terbelakang. Padahal tidak semua wilayah Jawa dan rakyatnya sudah maju.
Oleh karena itu ada yang lebih suka menyebutkan dengan polarisasi kedua yaitu;
b. Berdasarkan sentralisasi pemerintah yaitu Jakarta yang berkonotasi
menjadi pusat segala-galanya, dan Luar Jakarta yang menjadi wilayah pinggiran. Ada juga yang menyebutnya dengan “Indonesia Bagian Barat”
dan “Indonesia Bagian Timur”. Tetapi bagi sementara kalangan tak suka memakai istilah Indonesia bagian Timur karena berkonotasi salah satu
negara bagian daripada Republik Indonesia Serikat dahulu. Oleh karena itu ada yang lebih suka menggunakan polarisasi ketiga,
c. Berdasarkan istilah “Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur
Indonesia”. Menjelang akhir rezim Soeharto sampai sekarang, baik penguasa maupun elit politik lebih melihatnya berdasarkan polarisasi yang
didasarkan pada aspek kewilayahan yaitu Kawasan Barat Indonesia yang berkonotasi maju dan “Kawasan Timur Indonesia” yang kurang
berkembang atau tepatnya terbelakang.
M. Arifin. Nst : Perencanaan Pembangunan Partisipatif Studi Tentang Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun 2006-2010.
USU e-Repository © 2008.
Dalam konteks pemahaman politik pembangunan yang demikian itulah maka kondisi masyarakat luar Jakarta termasuk di daerah-daerah kawasan timur
indonesia, berada dalam ketidakberdayaan sebagai berikut: a.
Dari aspek politik daerah berada dalam ketidakberdayaan berpartisipasi. Padahal rakyat yang berdaulat.
b. Dari aspek ekonomi, masyarakat daerah berada dalam
ketidakberdayaan mengembangkan kemampuan ekonominya apalagi berkompetisi dalam menghadapi sumber mata pencaharian yang
menjanjikan masa depan yang lebih sehat. Padahal pembangunan ekonomi kerakyatan berdasarkan persaingan yang sehat dengan
menciptakan lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan menjadi fungsi daripada sektor swasta dalam membangun bangsa.
c. Dari aspek sosial masyarakat berada dalam ketidakberdayaan dalam
berpola hidup bersih dan sehat dalam mengejar harapan hidup yang lebih baik, kekurangan tenaga-tenaga ahli dan terampil serta terutama
kemampuan menyeleksi dan mewaspadai ancaman integrasi bangsa yang berkonotasi suku dan agama. Padahal harapan hidup yang baik,
tersedianya tenaga terdidik dan terampil serta nasionalisme menjadi kebutuhan bangsa.
d. Dari aspek budaya masyarakat berada dalam ketidakberdayaan
mengembangkan budaya masyarakat karena adanya politik penyeragaman budaya. Padahal simbol Bhineka Tunggal Ika
bersumber dari keanekaragaman budaya bangsa.
M. Arifin. Nst : Perencanaan Pembangunan Partisipatif Studi Tentang Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun 2006-2010.
USU e-Repository © 2008.
e. Dari aspek keagamaan, masyarakat daerah mengalami
ketidakberdayaan dari ancaman tindak kekerasan dan ketidaktertiban. Padahal tertib hukum dan ketertiban umum menjadi paradigma
demokrasi. Oleh karena itu masalah utama pembangunan daerah adalah belum
berdayanya masyarakat. 2.
Dilihat dari segi institusi kepemerintahan ketidakberdayaan itu mencakup: masyarakat, dunia usaha dan pemerintahan daerah:
a. Ketidakberdayaan masyarakat daerah partai politik, kelompok
kepentingan, kelompok penekan, media massa dan tokoh masyarakat adalah belum mampu mandiri dan memangkuskan partisipasinya
dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Juga termasuk ketidakberdayaan kaum perempuan terutama dalam jabatan-jabatan
politik dan pemerintahan. b.
Ketidakberdayaan sektor swasta lebih kepada lemahnya daya saing pengusaha daerah dibandingkan dengan pengusaha PMA. Pengusaha
besar mendapatkan peluang bisnisnya akibat berkolusi dengan birokrasi yang memiliki kewenangan yang luas tanpa kontrol. Di lain
pihak pengusaha kecil tidak mendapatkan akses dalam meraih peluang bisnis yang dibutuhkan untuk mengembangkan usahanya.
Bila mengamati amanat GBHN 1998, ketidakberdayaan masyarakat luar Jakarta itu diakibatkan oleh mekanisme hubungan yang kurang sesuai dengan
kondisi geografis dan demografis. Keadaan ini menghambat penciptaan keadilan
M. Arifin. Nst : Perencanaan Pembangunan Partisipatif Studi Tentang Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun 2006-2010.
USU e-Repository © 2008.
dan pemerataan hasil pembangunan dan pelaksnaan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab. Hal ini dipertegas pula dalam amanat GBHN 1999
yang mengaskan tentang pembangunan nasional yang terpusat dan tidak merata, kebijakan yang terpusat, serta tindakan ketidakadilan pemerintah.
Untuk mengatasi ketidakadilan dan ketidak berdayaan masyarakat daerah tersebut, pemerintah kemudian mengeluarkan kebijaksanaan perlunya
pemberdayaan masyarakat seperti lembaga ekonomi, lembaga politik, lembaga hukum, lembaga keagamaan, lembaga adat dan lembaga swadaya masyarakat
serta seluruh potensi masyarakat. Sejalan dengan kebijakan tersebut pemerintah daerah mengeluarkan pula kebijakan yang sama, dengan menekankan perlunya
pula pemberdayaan pemerintah lokal, dan aparatur pemerintah, pemberdayaan kaum perempuan, pemberdayaan pengusaha kecil, menengah dan koperasi,
pemberdayaan Badan Usaha Milik Daerah, melalui pendidikan bermutu. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah lokal, aparaturnya, sektor swastanya dan
masyarakatnya mampu berpartisipasi dalam membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasinya.
Selanjutnya perlu memberikan perhatian kepadan daerah diluar Jakarta termasuk kawasan Timur Indonesia telah menjadi kebijakan pembangunan
menjelang berakhirnya rezim Republik Indonesia III. Hal ini dapat dilihat pada amanat GBHN 1993 yang menegaskan perlunya diberikan perhatian yang lebih
besar khususnya kepada daerah terbelakang, serta daerah yang memiliki ciri khas seperti daerah tertentu di kawasan Timur Indonesia. Hal yang sama diteruskan
lagi dalam memasuki era reformasi ini seperti tercantum dalam GBHN.
M. Arifin. Nst : Perencanaan Pembangunan Partisipatif Studi Tentang Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun 2006-2010.
USU e-Repository © 2008.
Untuk mengantisipasi minimnya pemberdayaan masyarakat terutama partisipasinya dalam pembangunan pemerintah melalui UU No. 25 Tahun 2004
Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional meregulasikan perlunya penyusunan Rencana Pembanguanan Jangka Panjang Daerah RPJPD Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD dan yang melibatkan berbagai unsur dalam komunitas daerah.
Metode penyusunan RPJMD itu sendiri dimulai dari Prediksi kondisi umum daerah yang terdiri atas geomorfologi dan lingkungan, ekonomi dan
Sumber Daya Alam, Demografi, Prasarana dan Sarana. Dari assesment tersebut ditentukan Rancangan Arah Pembangunan serta Visi, Misi dan Arah
Pembangunan Daerah. Selanjutnya pemerintah daerah meminta partisipasi publik baik melalui
sosialisasi, konsultasi publik dan jaring asmara. Dalam pembahasan akhirnya dilakukan musyawarah perencanaan pembangunan yang menghasilkan rumusan
hasil kesepakatan dan komitmen antara pemerintah daerah dengan unsur masyarakat.
M. Arifin. Nst : Perencanaan Pembangunan Partisipatif Studi Tentang Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun 2006-2010.
USU e-Repository © 2008.
BAB III METODE PENELITIAN