Sistematika Penulisan. Hipotesis Penelitian

25

1.3.2.2 Manfaat Praktis

Adapun manfaat secara praktis adalah memberikan informasi tentang persepsi kepemimpinan transformasional dan motivasi kerja terhadap kepuasan kerja karyawan.

1.4 Sistematika Penulisan.

Bab 1 Pendahuluan Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2 Kajian Teori Bab ini berisi tentang pengertian kepuasan kerja, penelitian – penelitian tedahulu tentang kepuasan kerja. aspek – aspek kepuasan kerja, faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, pengukuran kepuasan kerja, definisi kepemimpinan, definisi kepemimpinan transformasional, pengukurang kepemimpinan transfomasional, definisi motivasi kerja, teroi motivasi dua faktor, pengukuran motivasi kerja, kerangka teoritis, hipotesis. Bab 3 Metodelogi Penelitian Berisi tentang metode penelitian yang terdiri dari tujuh subbab. Subbab tersebut adalah populasi dan sampel, variabel penelitian, definisi operasional dari variabel, instrumen pengumpulan data, pengujian validitas konstruk, prosedur pengumpulan data, dan metode analisis data.. BAB 4 Analisa Hasil Penelitian Berisi tentang analisis deskriptif subjek, dan pengujian hipotesis penelitian. BAB 5 Kesimpulan, Diskusi dan Saran 26 Berisi tentang rangkuman keseluruhan hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Bab ini terdiri dari tiga bagian yaitu kesimpulan, diskusi, dan saran. BAB 2 KAJIAN TEORI Pada bab dua peneliti akan memaparkan mengenai definisi kepuasan kerja karyawan, penelitian-penelitian mengenai kepuasan kerja karyawan, aspek-aspek kepuasan kerja karyawan, faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, pengukuran kepuasan kerja karyawan, definisi persepsi, kepemimpinan, kepemimpnan transformasional, pengukuran kepemimpinan transfomasional, definisi motivasi, definisi motivasi kerja, teori dua faktor, pengukuran motivasi kerja, hubungan kepuasan kerja dan kepemimpinan transformasional, hubungan kepuasan kerja dan motivasi kerja, kerangka berfikir dan hipotesis penelitian.

2.1 Kepuasan Kerja

2.1.1 Definisi kepuasan Kerja

Locke Lathan 1976 dalam Tella 2007 mendefinisikan kepuasan kerja secara komperenshif yaitu sebagai sesuatu yang menyenangkan atau positif emosional yang dihasilkan dari penilaian suatu pekerjaan atau pengalaman kerja. Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan yang beranggapan seberapa baik pekerjaan yang telah diberikan dan dianggap penting untuk perusahaan. Berikut adalah kutipan tulisannya Locke, 1976 dalam Tella, 2007 : 27 “ Locke and Lathan 1976 give a comprehensive definition of job satisfaction as pleasurable or positive emotional state resulting from the appraisal of ones job or job experience. Job satisfaction is a result of employees perception of how well their job provides those things that are viewed as important “. Dengan demikian, kepuasan kerja sering didefinisikan sebagai keadaan emosional yang menyenangkan yang diasosiasikan dengan situasi kerja atau pekerjaan Locke, 1976 dalam Johnson, 2004. Selain itu, Berry 1998 dalam Gurbuz 2007 mendefinisikan kepuasan kerja sebagai reaksi dari individu ke lingkungan kerja. Dalam hal ini, kepuasan kerja ditunjukan pada gambaran respon karyawan terhadap pekerjaannya . Robbins 2007 mendefinisikan bahwa kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Sedangkan menurut Spector 1997 kepuasan kerja dianggap sebagai suatu perasaan seseorang secara umum terhadap pekerjaannya ataupun sebagai rangkaian yang saling berhubungan dari sikap – sikap seseorang terhadap aspek – aspek pekerjaannya. Kepuasan kerja telah lama dipandang oleh peneliti sebagai cara untuk menilai respon afektif pekerja pada pekerjaannya karena itu merupakan jenis sikap kerja yang generik Firebaugh and Harley, 1995 dalam Bird, 2000. Kepuasan kerja tersebut menggambarkan tingkatan seseorang yang merasa puas atau tidak terhadap pekerjaannnya. Menurut Robert dan Kinicki 2001 menjelaskan bahwa kepuasan kerja adalah suatu respon emosional atau perasaan seorang pekerja terhadap berbagai macam aspek dari suatu pekerjaannya. Dari definisi diatas dapat diartikan bahwa seseorang bisa secara relatif puas pada satu aspek pekerjaannya dan juga merasa tidak puas pada satu atau lebih dalam aspek pekerjaan yang lainnya. Kemudian Howell dan Dipboye 1986 dalam Munandar 2008 menjelaskan bahwa kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga 28 kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Dengan kata lain, kepuasan kerja ditunjukan pada sikap tenaga kerja terhadap pekerjaanya. Kepuasan kerja sangat relevan untuk semua orang yang tertarik pada subjektif evaluasi terhadap kondisi kerja seperti responsibility, task variety, or communication requirements Hackman and Oldham, 1980 dalam Dorman, 2001 . Job satisfaction is important in its own right as a part of social welfare, and this simple taxonomy [of a good job] allows a start to be made on such questions as ‘In what respects are older workers’ jobs better than those of younger workers?’ and vice versa, ‘Who has the good jobs?’ and ‘Are good jobs being replaced by bad jobs?’. In addition, measures of job quality seem to be useful predictors of future labour market behaviour. Workers’ decisions about whether to work or not, what kind of job to accept or stay in, and how hard to work are all likely to depend in part upon the worker’s subjective evaluation of their work, in other words on their job satisfaction. Clark, 1998 dalam Erofound, 2007 Berdasarkan pernyataan diatas dapat diasumsikan kepuasan kerja sangat penting dalam diri individu karena sebagai bagian dari kesejahteraan sosial dan membentuk pekerjaan yang baik. Selain itu, sebagai ukuran kualitas kerja yang menjadi prediktor berguna untuk perilaku masa depan pasar tenaga kerja. Dalam Umar 2008 para ahli banyak mendefinisikan kepuasan kerja dengan berbagai macam statement, seperti ada yang menyebutkan kepuasan kerja sebagai perasaan seseorang terhadap pekerjaannya Herbert dkk, 1976, kemudian ada yang mendefinisikan kepuasan kerja sebagai “positive emotional state” Athanasiou, 1973, atau refleksi dari “job attitude” yang bervalensi positif Vroom, 1964. Dengan demikian, dari beberapa definisi kepuasan kerja yang peneliti kutip dari berbagai sumber bacaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Pada penelitian ini peneliti mengambil teori dari Spector 1997, karena pada teori ini lebih menggambarkan pada situasional dan kondisi 29 kerja karyawan serta menjelaskan bahwa pada dasarnya ada suatu kebutuhan yang mengkondisikan individu untuk mendapatkan kepuasan kerja Robbins, 2007

2.1.2 Penelitian – penelitian mengenai kepuasan kerja

Penelitian mengenai kepuasan kerja sudah dimulai sejak tahun 1935 oleh Hoppock Vroom, 1964 dalam Umar, 2010. Namun, akhir – akhir ini sudah banyak para peneliti yang melakukan penelitian lebih mendalam mengenai kepuasan kerja. Dari kepustakaan yang penulis temui, hal – hal yang terbukti berhubungan erat atau pun mempengaruhi kepuasan kerja seseorang adalah sebagai berikut : a. Job Satisfaction and Oganizational Commitment in Relation to work performence Shore and Martin, 1989 b. Relationship between Age, Perceptions of Organizational Politics and Job Satisfaction Malik and Danish, 2009 c. Relationship job satisfaction and performence McCue, 1997 d. Work Motivation, Job Satisfaction, and Organisational Commitment of Library Personnel in Academic and Research Libraries in Oyo State, Nigeria Tella, 2007 e. An assesment on the effect of education level on the job satisfaction from the toursim sector point of view Gurbuz, 2007 Sebagian besar penelitian yang ada menempatkan “ job satisfaction ” atau kepuasan kerja untuk mengetahui hal – hal apa sajakah yang mempengaruhi level dari kepuasan. Dari penelitian – penelitian sebelumnya mengemukakan bahwa banyak hal yang berhubungan dengan faktor individual, yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan, prestasi, dan 30 minat. Serta sebagian peneliti mengidentifikasikan kepuasan kerja yang berefek pada sikap kerja seperti turn over, productivity, absenteeism, accident, performence. Selain itu kepusan kerja pun berpengaruh terhadap motivasi seseorang dalam bekerja, pada penelitian sebelumnya Tella 2007 meneliti kepuasan kerja terhadap motivasi seseorang, hasil dari penelitian tersebut berkorelasi positif pada motivasi seseorang dalam bekerja. Selain itu dari hasil penelitian – penelitian yang telah ditemui hal yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja yaitu : 1. Kompensasi 2. Rekan sekerja 3. Supervisi pemimpin 4. Promosi 5. Tugas pekerjaan itu sendiri 6. Level jabatan 7. Lamanya jam kerja 8. Struktur organisasi 9. Gaya kepemimpinan 10. Komunikasi 11. Dll 31

2.1.3 Teori – teori tentang kepuasan kerja.

Ada tiga teori tentang kepuasan kerja yang berhubungan dengan kepuasan kerja, yaitu teori dikrepansi, teori ekuiti, dan teori dua faktor. Ketiga teori ini diperoleh dai beberapa konsep yang telah diutarakan oleh para ahli, yang tentunya berkaitan dengan kepuasan kerja. Berikut ini adalah pemaparan dari teori – teori tersebut :

1. Teori diskrepansi

Teori ini dipelopori oleh Porter 1961. Porter mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya ada dengan kenyataan yang dirasakan. Ia menghitung kepuasan kerja sebagai perbedaan discrepancy antara “ how much should there be “ dengan “ how much is there now” Porter, 1961. Kemudian Locke 1969 menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang bergantung kepada “ discrepancy “ antara apa yang diinginkan pengharapan, “ need “ , nilai – nilai dengan apa yang menurut perasaan atau persepsinya telah dicapai melalui pekerjaan. Perbedaan ini yang menjadi ukuran seseorang terhadap kepuasan kerjanya. Seseorang akan puas terhadap pekerjaannya jika tidak adanya perbedaan antara yang diinginkan dan dipersepsikan. Locke dalam Munandar 2001 menjelaskan bahwa puas atau tidak puasnya seseorang terhadap beberapa aspek pekerjaannya mencerminkan pertimbangan dua nilai. Pertama, pertentangan yang dipersepsikan oleh individu terhadap aspek yang diinginkan dan dan yang diterima oleh individu. Kedua, pertentangan terhadap aspek keinginan individu. Secara singkat, perasaan puas atau tidak puasnya individu 32 merupakan sesuatu yang pribadi tergantung pada hal yang diperesepsikan oleh pada apa yang dinginkannya.

2. Teori Ekuiti.

Prinsip dari teori ini adalah individu akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan equity atau tidak di dalam situasi. Perasaan equity dan inequity atas suatu situasi, diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain, baik yang sekantor maupun tempat lain. Teori ini mengemukakan bahwa individu akan merasa puas atau tidak puas, tergantung pada ada atau tidaknya keadilan dalam situasi, khususnya situasi kerja. Menurut teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio input hasil dirinya dengan rasio input hasil orang lain. Bila perbandingan itu dianggap cukup adil, maka karyawan akan merasa puas.

3. Teori dua faktor.

Prinsip dari teori ini ialah bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu merupakan dua halyang berbeda. Artinya, kepuasan kerja dan ketidakpuasan terhadap pekerjaaan itu tidak merupakan suatu variabel yang kontinum. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Herzberg et. al 1959. Berdasarkan hasil penyelidikan mereka, Herzberg dkk. membagi situasi yang mempengaruhi “ attitude “ seseorang menjadi dua kelompok, yaitu “ satisfiers” dan “ dissatisfiers “. Satisfier ialah faktor – faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja dan terdiri dari prestasi, penghargaan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, dan “ advancement “. Dissatisfier ialah faktor – faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari kebijaksanaan perusahaan, teknik pengawasan, upah, hubungan dengan atasan, dan kondisi – kondisi kerja. 33

4. Teori Proses – Bertentangan

Opponent – Process Theory Teori proses – bertentangan dikemukakan oleh Landy 1978 dalam Munandar 2008 yang menjelaskan kepuasan kerja dari perspektif yang berbeda secara mendasar daripada pendekatan yamg lain. Teori ini menekankan bahwa orang ingin mempertahankan suatu keseimbangan emosional emotional equilibirium. Teori proses – bertentangan mengasumsikan bahwa kondisi emosional yang ekstrim tidak memberikan kemaslahatan. Kepuasan atau ketidakpuasan kerja memacu mekanisme fisiologikal dalam sistem pusat yang membuat aktif emosi yang bertentangan atau berlawanan. Teori ini menyatakan bahwa jika individu memperoleh ganjaran pada pekerjaan mereka, mereka merasa senang, sekaligus ada rasa tidak senang yang lebih lemah. Setelah beberapa saat rasa senang menurun sedemikian rupa sehingga orang merasa agak sedih sebelum kembali ke normal.

2.1.4 Aspek – aspek Kepuasan Kerja

Robbin 2003 menjelaskan lima aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu : 1. Pekerjaan itu sendiri Work It self. Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidang nya masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja. 2. Atasan Supervisior Atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya. 3. Teman sekerja Workers 34 Merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya. 4. Promosi Promotion Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja. 5. GajiUpah Pay. Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak. Menurut Spector 1997 terdapat sembilan aspek yang sangat berpengaruh terhadap kepuasan kerja seseorang. Kesembilan aspek tersebut adalah : 1. Gaji pay yaitu kepuasan terhadap gai dan kenaikan gaji. 2. Promosi promotion yaitu kepuasan akan mendapatkan kesempatan promosi. 3. Kepemimpinan supervision yaitu kepuasan terhadap perilaku pemimpin. 4. Tunjangan fringe benefits, yaitu kepuasan akan keuntungan atau tunjangan yang didapatkan. 5. Penghargaan dari perusahaan contingent rewards yaitu kepuasan terhadap reward yang diberikan terhadap performa yang baik. 6. Prosedur kerja operating conditions yaitu kepuasan terhadap peraturan – peraturan dan prosedur perusahaan. 7. Rekan kerja coworkers yaitu kepuasan terhadap rekan sekerja. 8. Sifat pekerjaan nature of work yaitu kepuasan terhadap tipe pekerjaan yang dilakukan. 35 9. Komunikasi communication yaitu kepuasan akan berkomunikasi yang terjalin di dalam organisasi. Berdasarkan teori kepuasan kerja, aspek ini masuk pada bagian teori equity, yang menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan kerja karyawan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan equity atau tidak di dalam situasi. Keadilan ini yang ditinjau dari kesembilan aspek tersebut, bahwa individu akan mendapatkan kepuasan kerja jika kesembilan aspek ini terpenuhi. Levi 2002 menjelaskan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh beberapa aspek, yaitu : 1. Work its self Apa aspek ini pekerjaan karyawan diharapkan sesuai dengan bidangnya, karena sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan kerjanya. Karyawan yang menjalani proses kerja yang sesuai denga bidang nya, cenderung akan lebih terampil sehingga menimbulkan kepuasan dalam bekerjanya. 2. Satisfaction with pay Kompensasi merupakan aspek yang penting terhadap kepuasan kerja karyawan. karena berkaitan pada kebutuhan hidup individu. 3. Satisfaction with promosion opportunies Pada aspek ini mngukur sejauh mana peluang karyawan pada promosi – promosi yang ditawarkan oleh perusahaan yang brhubungan pada kariernya. 4. Satisfaction with supervision 36 Pada aspek ini meninjau hubungan yang baik antara karyawan dan pemimpinnya, serta arahan – arahan yang diberikan oleh pemimpin sehingga membentuk kualitas kerja yang baik. 5. Satisfaction with co – worker Pada aspek ini karyawan diperlukan untuk menjalin hubungan kerja yang baik pada rekan kerja nya.

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan kerja

Davis dan Newstroom 2002 merinci faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja seseorang, yaitu: 1. Usia. Ketika para guru makin bertambah lanjut usianya. Mereka cenderung sedikit lebih puas dengan pekerjaannya. Guru yang lebih muda cenderung kurang puas karena berpengharapan tinggi, kurang penyesuaian dan berbagai sebab lain, 2. Tingkat pekerjaan. Orang-orang dengan pekerjaan pada tingkat lebih tinggi cenderung merasa lebih puas dengan pekerjaan mereka.. Mereka biasanya memperoleh gaji dan kondisi kerja lebih baik, dan pekerjaan yang dilakukan memberi peluang untuk merasa lebih puas, 3. Ukuran organisasi. Pada saat organisasi semakin besar, ada beberapa bukti yang bahwa kepuasan kerja cenderung agak menurun apabila tidak diambil tindakan perbaikan untuk mengimbangi kecenderungan itu. Menurut Eburt 2000 faktor-faktor yang ikut menentukan kepuasan kerja sebagai berikut: 1. Faktor hubungan antar karyawan: 37 1. Hubungan langsung antara manajer dengan karyawan, 2. Faktor psikis dan kondisi kerja, 3. Sugesti teman sekerja, 4. Emosi dan situasi kerja. 2. Faktor individual: 1. Sikap, 2. Umur, 3. Jenis Kelamin. 3. Faktor-faktor luar: 1. Keadaan keluarga, 2. Rekreasi, 3. Pendidikan. Dari ketiga faktor diatas, kepemimpinan transformasional dan motivasi kerja masuk pada faktor yang pertama, yaitu faktor hubungan antar karyawan. Aspek kepemimpinan transformasional dijelaskan pada poin pertama, yaitu hubungan antar pemimpin dan bawahan serta pada motivasikerja dijelaskan pada poin dua dan empat, pada poin tersebut yang menggambarkan perannya motivasi kerja pada karyawan. Kemudian, Munandar 2001 menjelaskan bahwa banyak faktor yang telah diteliti sebagai faktor – faktor yang mungkin menentukan kepuasan kerja. Berikut ini faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja : 38 1. Ciri – ciri intrinsik pekerjaan. Menurut Locke, ciri – ciri intrinsik dari pekerjaan yang menentuan kepuasan kerja ialah keragaman, kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung jawab,otonomi, kendali terhadap metode kerja, kemajemukan, dan kreativitas. 2. Gaji dan Equittable Reward Siegel Lane mengutip kesimpulan yang diberikan oleh beberapa ahli yang meninjau kembali hasil – hasil penelitian tentang pentingnya gaji sebagai penentu dari kepuasan kerja, yaitu bahwa para sarjana psikologi yang salah meminimasi pentingnya uang sebagai penentu kepuasan kerja. Ternyata, menurut hasil penelitian yang dilakukan Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolut dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan – harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Dengan menggunakan teori keadilan dari Adams dilakukan berbagai penelitian dan salah satu hasilnya ialah bahwa orang yang menerima gaji yang dipersepsikan terlalu kecil akan mengalami distress atau ketidakpuasan. 3. Supervisory Hasil penelitian bahwa hanya ada satu ciri kepemimpinan yang secara konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja, yaitu consideration. Locke memberikan kerangka teoritis untuk memahami kepuasan tenaga kerja dengan supervisory. Ia menemukan dua jenis hubungan atasan - bawahan : hubungan fungsional dan keseluruhan entity. Hubungan fungsional mencerminkan 39 sejauh mana supervisory membantu tenaga kerja, untuk memuaskan nilai – nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. 4. Rekan – rekan kerja Di dalam kelompok kerja yang mana para pekerjanya harus bekerja sebagai satu tim, kepuasan kerja mereka dapat timbul karena kebutuhan – kebutuhan tingkat tinggi mereka kebutuhan harga diri, kebutuhan aktualisasi diri dapat dipenuhi, da mempunyai dampak pada motivasi kerja mereka. 5. Kondisi kerja yang menunjang Bekerja dalam ruangan kerja yang sempit, panas, konsisi kerja yang tidak nyaman akan menimbulkan ketidaknyamanan dalam bekerja. Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja terdapat pada diri individu seorang karyawan dan dari lingkungan kerja perusahaan yang mendukung guna terciptanya suatu kinerja kerja karyawan yang baik.

2.1.5 Pengukuran Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merupakan salah satu konstruksi yang sering digunakan namun sulit dipahami untuk melihat hubungan studi pada industrial Locke, 1976 dalam Mac Donald 1997. Wanous dan Lawller dalam Umar 2010 berpendapat bahwa cara yang paling tepat untuk mengukur ataupun menerangkan kepuasan kerja bergantung kepada tujuan pengukuran itu. Namun demikian, apa yang sering dilakukan seseorang selama ini dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu : 1. Meminta orang yang bersangkutan melaporkan perasaannya terhadap pekerjaannya 2. Dengan cara mengamati sikap dan tingkah laku orang tersebut. 40 Secara tradisional, kepuasan kerja telah diukur pada tingkat global dengan kuesioner item seperti ” pada umumnya, saya suka pekerjaan saya “ atau pada item yang menentukan bagaimana karyawan puas dengan gaji mereka, pengawasan, dll Levy, 2006. Dari hasil membaca literatur tentang penelitian-penelitian mengenai kepuasan kerja karyawan, peneliti memperoleh beberapa instrument untuk mengukur kepuasan kerja, diantaranya yaitu: 1. A questionnaire comprising yang dibuat oleh Neuberger and Allerbeck 1978 2. Teacher Job Satisfaction Questionnaire TJSQ yang dibuat oleh Lester, 1985 dalam Riley, 2001 3. Minnesota Satisfaction Questionnaire MSQ yang dibuat oleh Bolton, 1986 and Guion, 1978 dalam Riley, 2001 4. Job Descriptive Index JDI yang digunakan oleh Smith Kendall, 1969 dalam Levi, 2002 5. Job Diagnostic Survey yang digunakan oleh Hackman Oldman, 1980 dalam Levi, 2002. 6. Job Satisfaction Survey yang digunakan oleh Spector 1997 Salah satu cara yang paling sering digunakan dan pengukuran validasi yang baik dari kepuasan kerja adalah JDI. JDI dikembangkan pada tahun 1960 yang mengukur kepuasan kerja dengan lima dimensi, yaitu : work its self, satisfaction with supervision, dan satisfaction with co – workers. Dari data – data diatas alat pengukur yang paling banyak digunakan adalah JDI. JDI muncul sebagai sebuah instrumen ideal untuk penelitian dan sangat dihargai serta didokumentasikan dengan baik sebagai alat yang valid dan dapat diandalkan. Menurut Kerr 1985 dalam Riley 2001, JDI memiliki konten dan validitas yang baik, validitas konstruk yang mengesankan, dan memadai, dan instrumen yang sangat sedikit 41 di industri-organisasi psikologi yang telah mendapat banyak perhatian dari peneliti. Sedangkan, JDS merupakan alat ukur yang mengukur kepuasan kerja berdasarkan lima aspek yaitu: pay, security, social factors, supervision, and growth. Kemudian, alat ukur Minnesota Satisfaction Questionnaire MSQ dirancang untuk mengukur kepuasan karyawan pada pekerjaan khusus mereka. MSQ membuatnya layak untuk memperoleh gambaran kepuasan kerja, serta memberikan pengukuran yang akurat dari kepuasan kerja Levi, 2002. MSQ terdiri dari 100-item instrumen. MSQ mengukur tingkat kepuasan kerja berdasarkan 20 dimensi yang berbeda, dengan lima pertanyaan pada setiap dimensi. Dimensi di mana kepuasan kerja diukur sebagai berikut:. • Ability utilization – the chance to use one’s abilities • Achievement – feelings of accomplishment • Activity – being able to stay busy on the job • Advancement – the opportunity to advance • Authority – the chance to direct others • Company – satisfaction with company policies • Compensation – pay for the work done • Co-workers – relationships with co-workers • Creativity – the chance to try own work methods • Independence – the opportunity to work alone • Moral values – not having violate conscience at work • Recognition – praise received from work done • Responsibility – freedom to use own judgment • Security – steady employment of the job • Social service – the chance to do things for others • Social status – the opportunity to be “somebody” 42 • Supervision hr – way the boss handles employees • Supervision technical – competence of supervisor • Variety – the chance to do different things occasionally • Working conditions – all facets of the work environment Selanjutnya, Teacher Job Satisfaction Questionnaire TJSQ yang mengukur kepuasan kerja guru dalam mengajar. Pada pengukuran ini terdiri dari 8 item dan 2 item tambahan yang mengukur kepuasan kerja berdasarkan gaji Riley, 2001.

2.2 Persepsi Kepemimpinan Transformasional

2.2.1 Kepemimpinan

Sebagian besar definisi kepemimpinan mengemukakan asumsi bahwa kepemimpinan bekaitan dengan proses yang disengaja dari seseorang untuk menekankan pengaruhnya yang kuat terhadap orang lain untuk membimbing, membuat struktur, memfasilitasi aktivitas dan hubungan di dalam kelompok atau organisasi. Secara garis besar kepemimpinan didefinisikan yaitu proses untuk mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama Yukl, 2001 . Dalam Yukl 2001 kepemimpinan banyak didefinisikan oleh para ahli, seperti : 1. Burns 1978 mendefinisikan kepemimpinan dilaksanakan ketika seseorang memobilisasi sumber daya institusional, politisi, psikologis, dan sumber – sumber lainnya untuk membangkitkan, melibatkan dan memenuhi motivasi pengikutnya. 2. Menurut Jacobs Jaques 1990 kepemimpinan adalah proses memberikan tujuan arahan yang berarti ke usaha kolektif, yang menyebabkan adanya usaha yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan. 43 3. E. H. Schein 1992 mendefinisikan kepemimpinan adalah kemampuan untuk bertindak di luar budaya untuk memulai proses perubahan evolusi agar menjadi lebih adaptif . 4. Draft Paulus mendefinisikan kepemimpinan adalah proses untuk membuat individu memahami manfaat bekerja samadenga orang lain, sehingga mereka paham dan mau melakukannya.

2.2.2 Kepemimpinan Transformasional

Beberapa teori tentang kepemimpinan transformasional didasarkan pada ide dari Burns 1978, inti dari teori ini ialah para pengikut merasakan kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan penghormatan terhadap pemimpin, dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang awalnya diharapkan dari mereka. Pearson 2006 mengemukakan kepemimpinan transformasional merupakan gaya kepemimpinan di mana para pemimpin tidak dibatasi oleh persepsi pengikut mereka tetapi bebas dalam bertindak untuk mengubah serta mempengaruhi pengikutnya. Berikut adalah kutipan dari tulisannya: “ Leadership style in which leaders are not constrained by their follower perceptions but are free to act to change or transform their followers view “ Bass 1990 mengemukakan kepemimpinan transformasional terjadi jika pemimpin mampu memperluas dan meningkatkan kepentingan karyawannya sehingga mendapatkan hasil dari apa yang menjadi tujuan pada suatu kelompok tersebut. Berbeda dengan kepemimpinan transaksional yang melibatkan sebuah proses pertukaran yang dapat menghasilkan kepatuhan pengikut akan permintaan permintaan pemimpin tetapi tidak mungkin menghasilkan antusiasme dan komitmen terhadap sasaran tugas. Bass 1985 dalam Yukl 2001, kepemimpinan transformasional dan transaksional itu 44 berbeda, kepemimpinan transformasional lebih meningkatkan motivasi kerja dan kinerja pengikutnya sedangkan kepemimpinan transaksional mengukur pada tingkat pengaruh pemimpin terhadap bawahannya serta pencapaian tingkat kinerja yang telah disepakai oleh pemimpin dan bawahannya yang berkaitan pada imbalan yang akan diterima oleh bawahannya. Bass 1985 dalam Munandar 2008 mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki lima aspek yaitu : 1. Idealized influence Pemimpin berusaha, melalui pembicaraan, mempengaruhi bawahan dengan menekankan pentingnya nilai – nilai dan keyakinan, pentingnya keikatan pada keyakinan beliefs, perlu dimilikinya tekad mencapai tujuan, perlu diperhatikan akibat – akibat moral dan etik dari keputusan yang diambil. Pemimpin memperlihatkan kepercayaannya pada cita – citanya, keyakinannya dan nilai hidupnya. 2. Inspirational Leadership Pemimpin mampu menimbulkan inspirasi pada bawahannya, antara lain dengan menentukan standar – standar tinggi, memberikan keyakinan bahwa tujuan dapat dicapai. Bawahan merasa mampu melakukan tugas pekerjaannya, mampu memberikan berbagai macam gagasan.mereka merasa diberi inspirasi oleh pimpinannya. 3. Intellectual stimulation Bawahan merasa bahwa pimpinan mendorong mereka untuk memikirkan kembali cara kerja mereka, unuk mencari cara – cara baru melaksanakan tugas, merasa mendapatkan cara baru dalam mempersepsi tugas – tugas. 4. Individualized consideration 45 Bawahan merasa diperhatikan dan diperlakukan secara khusus oleh pimpinannya. Pemimpin memperlakukan setiap bawahannya sebagai sebagai seorang pribadi dengan kecakapan, kebutuhan, keinginannya masing – masing. Kepemimpinan transformasional ini diukur berdasarkan persepsi kepemimpinan yang diterima oleh bawahan, karena untuk aspek kepemimpinan transformasional ini ditujukan kepada staf karyawan di dalam suatu perusahaan.

2.2.3 Pengukuran Kepemimpinan Transformasonal.

Untuk mengetahui kepemimpinan transformasional pada individu dapat digunakan alat ukur yang mengadaptasi dari Bass and Avolio 1991 yaitu Multifactor Leadership Quetionnaire MLQ . Alat ukur ini berisi pernyataan dengan pilihan ganda dan pilihan isian. Pernyataan dengan pilihan ganda digunakan untuk memperoleh informasi mengenai perilaku pemimpinan transformasional dengan empat aspeknya. Sedangkan pernyataan dengan isian digunakan untuk memperoleh informasi berkaitan dengan data kontrol seperti jenis kelamin, usia, masa kerja, agama, nama, departemen dan posisi jabatan. Alat ukur MLQ sudah pernah digunakan pada penelitian sebelumnya, Lowe dkk 1996 dalam Yukl 2001 telah melakukan analisis meta atas hasil dari 39 studi yang menggunakan MLQ. Pada analisis meta ini menemukan bahwa tiga perilaku transformasional kharisma, pertimbangan individual, stimulasi intelektual berhubungan dengan efektivitas kepemimpinan dalam kebanyakan studi. 46

2.3 Motivasi Kerja

2.3.1 Motivasi

Motivasi berasal dari bahasa latin ”Movere”, yang berarti bergerak to move. Pada hakekatnya motivasi berhubungan pada keinginan individu untuk mendapatkan suatu tujuan. Ivancevich dkk 2006 menjelaskan motivasi merupakan suatu perilaku yang berfokus pada faktor – faktor di dalam diri individu untuk mendorong, mengarahkan, mempertahankan, dan menghentikan sesuai dengan apa yang menjadi tujuannya. Dessler 1978 dalam Oluseyi 2009 mengemukakan motivasi adalah dorongan dari dalam diri individu atau dukungan dari luar untuk memunculkan suatu perilaku dalam berbagai macam cara yang bertujuan pada reward. Greenberg Baron 1997 mendefinisikan : “ Motivation as a set of process that arouse, direct, and maintain human behavior toward attaining some goal”. Definisi ini menjelaskan motivasi adalah suatu proses yang membangkitkan, mengarahkan, dan menjaga perilaku manusia agar terarah pada tujuan. Motivasi berhubungan dengan tujuan, pentingnya tujuan dalam setiap pembahasan motivasi tampak nyata. Proses motivasi, seperti yang diinterpretasikan oleh sebagian besar ahli teori, diarahkan pada tujuannya. Berdasarkan tujuan itu individu akan perilaku yang Green Baron menjelaskan motivasi memiliki 3 komponen, yaitu : 1. Arousal Arousal merupakan suatu dorongan dari individu untuk mencapai tujuan yang diharapkan. 47 Misalnya : seseorang yang ingin mendapatkan nilai tinggi pada pelajaran matematika, pada kondisi ini seseorang akan terstimulisasi untuk melakukan berbagai hal untuk mencapai keinginannya. 2. Direction Direction merupakan suatu tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Misalnya : seseorang yang ingin mendapatkan nilai tinggi, ia mendapatkan nilai tinggi dengan cara belajar, mencontek, merayu gurunya dan sebagainya. 3. Maintenance Maintenance merupakan seberapa lama seseorang akan bertahan pada pilihan yang dibuatnya untuk mencapai tujuan tersebut.

2.3.2 Motivasi Kerja

Motivasi kerja ini menekankan pada pentingnya kerja keras yang dilaksanakan agar individu mencapai hasil kerja keras tersebut. Robbins 2006 mendefinisikan motivasi sebagai proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran. Munandar 2001 menjelaskan motivasi kerja merupakan suatu proses dimana kebutuhan – kebutuhan yang mendorong individu untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah pada tujuan yang ingin dicapai.

2.3.3 Teori Motivasi Dua Faktor Herzberg .

Teori motivasi dua faktor dikemukakan oleh Herzberg. Dinamakan teori dua faktor karena Herzberg mengemukakan perlunya memperhatikan dua faktor sebagai bentuk motivasi yang akan diberikan kepada individu. Kedua faktor itu disebut dissatisfier – satisfier , atau faktor ekstrinsik – intrinsik . Penelitian awal yang menghasilkan teori ini berdasarkan pada dua permasalahan. Pertama, adanya kondisi ekstrinsik seperti konteks 48 pekerjaan, kompensasi dll. yang meyebabkan ketidakpuasan tehadap karyawan ketika kondisi tersebut tidak ada. Faktor – faktor tersebut sangat diperlukan untuk mempertahankan ketidakpuasan karyawan. Kedua, adanya faktor intrinsik pada kondisi kerja. Faktor intrinsik ini sangat diperlukan untuk membentuk motivasi yang kuat, sehingga dapat menghasilkan kinerja yang baik. Faktor – faktor dalam rangkaian ini disebut satisfier. Faktor – faktor pada kondisi ekstrinsik tersebut yaitu : 1. Gaji Aspek ini meliputi pada semua keadaan yang menyangkut upah, kenaikan upah dan harapan karyawan pada upah dari hasil kerja yang dilaksanakan. 2. Keamanan pekerjaan Aspek ini meliputi pada rasa aman, kestabilan perusahaan, masa jabatan yang pasti dari karyawan. 3. Kondisi kerja Aspek ini meliputi pada kondisi tempat bekerja, lingkungan kerja, fasilitas kerja yang didapat dari karyawan. 4. Prosedur perusahaan Aspek ini meliputi pada pengorganisasian dan manajemen perusahaan yang teratur, peraturan dan administrasi perusahaan. 5. Kualitas pengawasaan teknis Aspek ini meliputi pada perlakuan adil yang diberikan atasan kepada karyawan, pemberian penghargaan, serta bimbingan pada karyawan. 6. Kualitas hubungan interpersonal antar rekan kerja, dengan atasan, dan dengan bawahan. 49 Aspek ini meliputi pada interaksi karyawan atasan, rekan kerja, bawahan. Hubungan ini bersifat sosial maupun sosia teknikal yang berhubungan dengan pekerjaan . Faktor – faktor pada kondisi instrinsik tersebut yaitu : 1. Prestasi Aspek ini merupakan besar kecilnya daya dorong seseorang untuk mencapai prestasi kerja yang optimal. Aspek ini meliputi pada keberhasilan ataupun kegagalan yang dinilai secara spesifik, misalnya pelaksanaan kerja, penyelesaian masalah, dan usaha untuk mempertahankan keberhasilan. 2. Tanggung jawab Aspek in meliputi pada hal – hal yang berhubungan dengan tanggung jawab dan otoritas pada karyawan 3. Kemajuan. Aspek ini merupakan kesempatan karyawan untuk dapat maju dalam pekerjaannya. Aspek ini meliputi situasi yang memungkinkan untuk mempelajari keahlian baru atau kesempatan untuk maju, meningkat, atau semakin baik. 4. Pekerjaan itu sendiri Aspek ini merupakan tantangan yang dirasakan karyawan dari pekerjaannya. Aspek ini meliputi pelaksanaan kerja yang aktual yang dapat dilihat dari rutinitas, jumlah pekerjaan, sifat pekerjaan. 5. Penghargaan Aspek ini merupakan besar kecilnya pengakuan atau penghargaan yang diberikan kepada karyawan atas hasil kerjanya. 50

2.3.4 Pengukuran Motivasi Kerja .

Pengukuran motivasi kerja diambil dari Skala Sikap yang berdasarkan faktor-faktor motivasi yang telah dikemukakan oleh Herzberg, yaitu achievement, responsibility, recognition , work itself, advancement, interpersonal relations, supervision, salary, job security , company policy and administration, serta working condition. Skala ini digunakan sebagai alat ukur karena skala ini memuat faktor-faktor motivasi kerja menurut Herzberg, sehingga dengan menggunakan skala ini dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang dapat memberikan sumbangan dalam memotivasi kerja karyawan. Penilaian yang diberikan partisipan dalam bentuk respon terhadap kuesioner dengan 5 pilihan jawaban, yaitu dari Sangat Tidak Sesuai STS, Tidak Sesuai TS, Raguragu R, Sesuai S, hingga Sangat Sesuai SS. Pengukuran motivasi kerja dapat dilakukan dengan menggunakan The Motivational at Work Scale Gagné, M.,et al, 2010 dalam Ayub, 2011. MAWS terdiri dari 12 item. Setiap subskala terdiri dari tiga item dari intrinsik nomor 4, 8, 12, Diidentifikasi item 3, 7, 11, Introjected item, 2, 6, 10, dan ekstrinsik item 1, 5, . 9 Skala Peringkat berkisar dari 1 = tidak sama sekali, 2 = sangat sedikit, 3 = sedikit, 4 = cukup, 5 = sangat; 6 = sangat kuat; 7 = persis. MAWS ditemukan secara internal konsisten pada tingkat = 0,824. 51

2.3.5 Hubungan kepemimpinan Transformasional dan Kepuasan kerja

Dari berbagai penelitian yang dilakukan oleh para ahli, bahwa kepemimpinan transformasional memiliki hubungan dengan kepuasan kerja karyawan. Lashbrook 1997 dalam Voon 2011 menyatakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional sangat berperan penting dalam mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Beberapa peneliti menemukan bahwa gaya kepemimpinan yang berbeda akan mengarahkan pada lingkungan kerja yang berbeda, serta secara langsung mempengaruhi kepuasan kerja karyawan Bogler dkk, 2001 dalam Voon, 2011. Bass 1985 mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional pada dasarnya dapat mendorong pada kepuasan pekerjaan yang lebih, mengingat kemampuannya untuk memberikan misi dan stimulasi intelektual. Pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan transformasional cenderung mendorong dan memotivasi para pengikut mereka untuk mengambil tanggung jawab lebih dan otonomi Emery Barker, 2007 dalam Voon, 2011 sehingga meningkatkan pemahaman karyawan dan kepuasan prestasi dengan pekerjaan mereka. Kepemimpinan transformasional telah banyak dikaitkan dengan konsekuensi individu dan organisasi positif Bass, 1990. Ini gaya kepemimpinan yang ditemukan berkorelasi positif dengan persepsi kerja karyawan, pemimpin dan organisasi. Selain itu, Watson 2009 mengemukakan bahwa teori kepemimpinan transformasional menggabungkan perilaku, faktor situasional dan relasional dan karenanya tetap relevan untuk mempelajari pengaruh kepemimpinan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi. 52 Voon 2011 melakukan penelitian mengenai pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja. Dalam penelitiannya hasil penelitian bahwa gaya kepemimpinan transformasional memiliki hubungan positif dengan kepuasan kerja dalam organisasi pemerintah. Sebuah studi, secara keseluruhan telah bahwa gaya kepemimpinan transformasional memiliki hubungan positif dengan kepuasan kerja. Sedangkan Bushra 2011 dalam penelitiannya bahwa adanya hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja karyawan. Berdasarkan temuan-temuan statistik pada kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional untuk membawa perubahan 42 pada kepuasan kerja secara keseluruhan. Oleh karena itu, temuan penelitian ini mendukung hipotesis 1 dan membuktikan bahwa dengan menggunakan gaya kepemimpinan transformasional, pemimpin dapat membuat staf lebih puas. Jika karyawan puas dengan pekerjaan mereka, mereka akan melakukan yang lebih baik. pemimpin yang menggunakan kepemimpinan transformasional memiliki tingkat lebih tinggi dalam membentuk kepuasan kerja karyawan. Berdasarkan temuan ini bahwa kepemimpinan transformasional adalah sebuah konsep modern dalam subjek kepemimpinan yang lebih disukai oleh organisasi karyawan. Sebuah studi oleh Parry Proctor-Thompson 2003 dalam menemukan pengaruh kepemimpinan di suatu perusahaan yang bahwa kepemimpinan transformasional mengarah pada kinerja dan kepuasan kerja karyawan yang lebih tinggi. Selain itu, sebuah studi terbaru oleh Tambang 2008 dalam Hukpati 2009 di sekolah umum di Siprus bahwa perilaku kepemimpinan transformasional kepala sekolah diidentifikasikan secara signifikan dan positif mempengaruhi kepuasan kerja guru. Studi lain yang ditemukan oleh Ejimofor dkk 2007 dalam Hukpati 2009 juga hubungan yang positif kepemimpinan transfomasional dan kepuasan kerja pada di Pertambangan lembaga publik. Namun studi lain antara lembaga-lembaga pelayanan publik dan sektor swasta di 53 Norwegia oleh Hetland Sandal 2003 dalam Hukpati 2009 juga menemukan kepemimpinan transformasional dalam lembaga-lembaga baik swasta dan publik sebagai memiliki hubungan yang kuat dan konsisten dengan kepuasan kerja karyawan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional dianggap cocok sebagai variabel yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan.

2.3.6 Hubungan Motivasi kerja dan Kepuasan Kerja

Berdasarkan berbagai literatur yang peneliti temui, motivasi kerja merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Lambrou 2010 mengemukakan bahwa kepuasan kerja dan motivasi saling bekerja sama untuk meningkatkan kinerja di dalam suatu organisasi. Sedangkan, Frankl 1984 dalam Lather 2005 bahwa motivasi mencerminkan tingkat individu yang menemukan makna pada pekerjaannya sehingga menimbulkan kepuasan dalam bekerja. Menurut Webster 2008 dalam Shief 2008 menjelaskan bahwa motivasi dapat didefinisikan sebagai drive, stimulus atau insentif yang mendorong individu untuk mencapai tujuan pribadi dan organisasi. Psikolog telah lama mempelajari aspek yang menyebabkan kepuasan kerja bagi karyawan dan mencoba untuk menjelaskan apa yang memotivasi orang untuk mencapai kesuksesan tidak hanya bagi diri mereka sendiri tapi untuk perusahaan mereka juga. Tella 2007 dalam penelitiannya meneliti hubungan motivasi kerja dan kepuasan kerja. Dalam penelitianya bahwa motivasi kerja sangat berhubungan dengan kepuasan kerja. Motivasi kerja dapat membentuk individu untuk menjalankan tujuan – tujuan kerja yang dilaksanakan. Pada penelitiannya, Tella 2007 menjelaskan korelasi yang ada dalam penelitian ini antara motivasi kerja dapat meningkatkan kinerja karyawan dan kepuasan kerja karyawan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dkemukakan oleh Catur 1994 dalam 54 Tella 2007, yang menjelaskan bahwa faktor-faktor motivasi berkontribusi terhadap kepuasan kerja. Motivasi kerja sangat diperlukan untuk membentuk kepuasan kerja yang baik. Schultz and Schultz 1998 dalam Ayub 2011 menjelaskan bahwa orang menghabiskan sepertiga sampai setengah jam aktivitas mereka di tempat kerja, untuk jangka waktu 40 sampai 45 tahun, waktu yang sangat lama bagi individu yang memungkinkan menjadi frustrasi, tidak puas dan tidak bahagia pada pekerjaannya, terutama karena membawa perasaan untuk kehidupan keluarga dan sosial , dan mempengaruhi kesehatan fisik dan emosional. Pada kondisi ini, motivasi sangat diperlukan agar mampu meminimalisir faktor – faktor kejenuhan yang dirasakan oleh individu, dan menciptakan semangat kerja yang baik. Vermeulen 2003 dalam Ayub 2011 menemukan bahwa sejauh mana individu termotivasi berdasarkan posisi, status dan memperhatikan peringkat pada pekerjaannya, dalam hal ini bahwa secara positif motivasi berhubungan dengan pengalaman mereka yang menciptakan kepuasan kerja. Ayub 2011 dalam penelitiannya mengemukakan bahwa terdapat hubungan positif antara motivasi kerja dan kepuasan kerja r =. 563. Temuan ini konsisten pada studi sebelumnya seperti Brown dan Shepherd, 1997 yang melaporkan bahwa motivasi untuk meningkatkan kinerja karyawan dan kepuasan kerja. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan Catur 1994, yang melaporkan bahwa faktor-faktor motivasi tertentu yang berkontribusi terhadap kepuasan kerja prediksi

2.3.7 Kerangka Berfikir

Kepuasan kerja job satisfaction pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seorang dengan sikap kepuasan tinggi sikap yang positif terhadap kerja, seseorang yang tidak puas terhadap pekerjaannya sikap yang negatif terhadap pekerjaan tersebut Robins, 2003. Salah satu faktor utama yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan adalah persepsi kepemimpinan transformasional. Persepsi adalah suatu proses 55 dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan – kesan indera agar memberikan makna bagi lingkungan mereka Robbins Judge 2009. Persepsi dalam penerapannya dapat diukur dengan adanya penilaian antar karyawan. Pearson 2006 mengemukakan kepemimpinan transformasional merupakan gaya kepemimpinan di mana para pemimpin tidak dibatasi oleh persepsi pengikut mereka tetapi bebas dalam bertindak untuk mengubah serta mempengaruhi pengikutnya. Terdapat empat aspek pada kepemimpinan transformasional, yaitu Idealized influence, Inspirational Leadership, Intellectual stimulation, Individualized consideration Bass, 1985. Peneliti ingin menguji apakah persepsi kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Kemudian, faktor lain yang juga mempengaruhi kepuasan kerja karyawan adalah motivasi kerja, yang mana dalam penelitian ini menggunakan model dua faktor Herzberg. Motivasi kerja merupakan suatu bentuk dorongan dari dalam diri individu yang memunculkan perilaku untuk mencapai tujuan yang diharapkan . Pada motivasi kerja ini, peneliti menggunakan teori motivasi kerja yang dikemukakan oleh herzberg, yaitu teori model 2 faktor . Teori model 2 faktor merupakan suatu pendekatan yang menjelaskan bahwa seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor , yaitu : intrinsik dan ekstinsik Pada faktor intrinsik memiliki 5 aspek yaitu : 1. Prestasi 2. Tanggung jawab 3. Kemajuan 4. Pekerjaan itu sendiri 56 5. Penghargaan Faktor ekstrinsik memiliki 6 aspek, yaitu : 1. Gaji 2. Keamanan pekerjaan 3. Kondisi Kerja 4. Prosedur Perusahaan 5. Kualitas pengawasan teknis 6. Kualitas hubungan interpersonal antar kerja Selanjutnya, Peneliti ingin meneliti apakah lima aspek kepemimpinan transformasional dan motivasi kerja memiliki hubungan dengan kepuasan kerja karyawan. 57 Bagan 2.1 Gambar Kerangka Berpikir. 58

2.2 Hipotesis Penelitian

Idealized Influence Gaji Inspirational Learning Intellectual Stimulation Individualized Consideration Keamanan pekerjaan Kepuasan kerja karyawan Kualitas pengawasan teknis Kondisi Kerja Prosedur Perusahaan Kepemimpinan Transformasional Kualitas hubungan interpersonal antar kerja Ekstrinsi k Prestasi Tanggung jawab Kemajuan Penghargaan Pekerjaan itu sendiri Intrinsik Model dua Faktor 59 Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat apakah tinggi rendahnya kepuasan kerja karyawan yang merupakan dependent variable bergantung pada tinggi rendahnya skor pada independent variable yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu persepsi kepemimpinan transformasional dan motivasi kerja. Bunyi hipotesis mayornya yaitu : “ada pengaruh yang signifikan persepsi kepemimpinan transformasional, motivasi kerja terhadap kepuasan kerja karyawan”. Selanjutnya hipotesis minor penelitian ini yaitu : • Idealized influence berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan • Inspirational Leadership berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan • Intellectual stimulation berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan • Individualized consideration berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan • Aspek Gaji dalam model dua faktor berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan • Aspek Keamanan pekerjaaan dalam model dua faktor berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan • Aspek Kondisi kerja dalam model dua faktor berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan 60 • Aspek Prosedur perusahaan dalam model dua faktor berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan • Aspek Kualitas pengawasan teknis dalam model dua faktor berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan • Aspek Kualitas hubungan interpersonal antar kerja dalam model dua faktor signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan • Aspek Prestasi dalam model dua faktor berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan • Aspek Tanggung jawab dalam model dua faktor berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan • Aspek Kemajuan dalam model dua faktor berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan • Aspek Pekerjaan itu sendiri dalam model dua faktor berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan • Aspek Penghargaan dalam model dua faktor berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan Selanjutnya, dikarenakan pengujian hipotesis di atas dilakukan dengan analisis statistik, maka hipotesis tersebut diubah menjadi hipotesis nihil, yang berbunyi “ bahwa persepsi kepemimpinan transformasional, dan motivasi kerja tidak mempengaruhi kepuasan kerja karyawan ”. Dengan demikian hipotesis nihil inilah yang akan diujikan apakah ditolak atau diterima secara statistik signifikan. 61 BAB 3 METODE PENELITIAN Pada bab tiga peneliti akan memaparkan mengenai populasi dan sampel, variabel penelitian, definisi operasional dari variabel, instrumen pengumpulan data, pengujian validitas konstruk, prosedur pengumpulan data, dan metode analisis data.

3.1 Populasi dan Sampel