Pnegaruh kepemimpinan transformasional dan motivasi kerja terhadap kepuasan kerja karyawan
PENGARUH PERSEPSI KEP
KERJA
TERH
Diajukan kepada Fakult
UNIVERSITAS IS
KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL D
ERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN
SKRIPSI
kultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat me gelar Sarjana Psikologi
Oleh:
DENIEL SEPTIAN AKBAR
107070000093FAKULTAS PSIKOLOGI
AS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATUL
JAKARTA
1432 H / 2011 M
1
AL DAN MOTIVASI
WAN
memperoleh
(2)
2
PENGARUH PERSEPSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
DAN MOTIVASI KERJA
TERHADAP KEPUASAN KERJA
KARYAWAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh:
DENIEL SEPTIAN AKBAR NIM: 107070000093
Di bawah bimbingan: Pembimbing I
Jahja Umar, Ph.D NIP: 130 885 522
Pembimbing II
Miftahuddin, M.Si NIP: 197303172006041001
FAKULTAS PSIKOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H / 2011 M
(3)
3
Skripsi yang berjudul “Pengaruh Persepsi Kepemimpinan Transformasional dan Motivasi Kerja terhadap Kepuasan Kerja Karyawan” telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 8 Desember 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 8 Desember 2011
Sidang Munaqosyah
Dekan/ Pembantu Dekan Bidang Akademik/ Ketua merangkap anggota Sekretaris
Jahja Umar, Ph.D Dra.Fadhilah Suralaga,M.Si NIP. 130 885 522 NIP. 19561223 198303 2 001
Anggota:
Penguji I Penguji 2
Yunita Faela Nisa, M. Psi Miftahuddin, M.Si
(4)
4
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Deniel Septian Akbar NIM : 107070000093
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Persepsi Kepemimpinan Transformasional dan Motivasi Kerja terhadap Kepuasan Kerja Karyawan” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.
Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta,8 Desember 2011
Deniel Septian Akbar NIM: 107070000093
(5)
5
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
(6)
6
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi B) Desember 2011 C) Deniel Septian Akbar
D) Pengaruh Persepsi Kepemimpinan Transformasional dan Motivasi Kerja terhadap Kepuasan Kerja Karyawan
E) XVIII + 108 Halaman (belum termasuk lampiran)
F) Sudah sejak pertengahan 1950an, kepuasan kerja merupakan topik yang menarik dikalangan ahli psikologi industri dan manajemen. Kepuasan merupakan suatu perasaan seseorang yang berasal dari hasil yang sudah dikerjakan. Kepuasan kerja merupakan hal yang penting dalam pelaksanaan kerja karena bertujuan untuk membentuk pelaksanaan kerja yang optimal. Tingkat kepuasan kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, dua faktor yang sangat berperan penting adalah persepsi kepemimpinan transformasional dan motivasi kerja. Persepsi kepemimpinan transformasional yang digunakan terdiri dari
Idealized influence, Inspirational Leadership, Intellectual stimulation, Individualized consideration. Motivasi kerja yang digunakan adalah motivasi kerja dua faktor Herzberg yang terdiri dari Gaji, keamanan pekerjaaan, kondisi kerja, prosedur perusahaan, kualitas pengawasan teknis, kualitas hubungan interpersonal antar kerja, Prestasi, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, penghargaan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh persepsi kepemimpinan transformasional dan motivasi kerja terhadap kepuasan kerja karyawan. Penelitian kuantitatif dengan analisis regresi berganda melibatkan sampel sebanyak 200 orang. Alat ukur kepuasan kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil adaptasi dari alat ukur JSS, sedangkan alat ukur persepsi kepemimpinan transformasional yang digunakan adalah adaptasi dari MLQ 6S, kemudian untuk alat ukur motivasi kerja yang digunakan adalah adaptasi dari MAWS. Hasil penelitian menyatakan bahwa secara bersamaan persepsi kepemimpinan transformasional dan motivasi kerja secara signifikan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan (P < 0.05). Dalam penjabarannya terdapat lima variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja, yaitu Intellectual stimulation, Individualized, Tanggung Jawab, Penghargaan, Rekan kerja. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan agar menambahkan faktor – faktor lain yang mempengaruhi kepuasan kerja.
Daftar Bacaan : 27 ; buku: 9 + jurnal: 13 + internet: 1 + disertasi: 1 + tesis: 1 + skripsi: 1 + personal communication: 1
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahiim
Syukur Alhamdulillah Peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan kekuatan yang diberikan-Nya, sehingga Peneliti dapat menyelesaikan skripsi
(7)
7
dengan judul ” Pengaruh Persepsi Kepemimpinan Transformasional dan Motivasi Kerja terhadap Kepuasan Kerja Karyawan.” Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, pemimpin dan tauladan kaum yang beriman, kepada keluarga, sahabat, dan seluruh umat yang senantiasa mencintainya. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Selama pengerjaan skripsi ini Peneliti dihadapkan dengan beragam cobaan, kesulitan, rintangan dan penuh perjuangan serta kesabaran yang telah memberikan banyak pelajaran hidup yang berarti bagi Peneliti.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini Peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan juga sebagai Dosen Pembimbing I. Terima kasih karena telah meluangkan waktu dalam proses bimbingan skripsi ini, banyak sekali ilmu dan inspirasi yang telah Peneliti dapatkan.
2. Pudek 1, 2 , 3 yang selalu memberikan arahan serta motivasi kepada peneliti
3. Bapak Miftahuddin, M.Si, sebagai Dosen Pembimbing II, terima kasih atas segala bimbingan, arahan, kritik yang membangun, dan waktu yang diberikan kepada Peneliti, terima kasih juga atas kesediaan mendengarkan keluh kesah Peneliti selama masa penelitian skripsi ini.
4. Bapak Drs. Rachmat Mulyono, M.Si.,Psi, Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih atas bimbingan dan masukannya selama Peneliti menjalani perkuliahan.
5. Ibu Luh Putu Haryanti, Psi ( Bu Yanti ), yang telah memberikan bimbingan, masukan, mendengarkan keluh – kesah Peneliti serta memberikan inspirasi khususnya mengenai dunia industri. Terima Kasih ibu, akhirnya saya bisa menjalankan apa yang saya rencanakan, tetap selalu membimbing saya yah ibu.
6. Bapak Ahmad Baydhowi, M,Si, yang telah memberikan arahan, serta masukan khususnya dalam ranah penelitian. Canda dan tawa serta masukan untuk selalu membaca shalawat akan selalu Peneliti ingat. Terima kasih bang atas semuanya, selalu bimbingannya yah bang.
(8)
8
7. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah banyak memberikan pelajaran kepada Peneliti, baik itu dalam hal akademis maupun dalam menjalani kehidupan.
8. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu Peneliti dalam menjalani perkuliahan dan menyelesaikan skripsi, terutama Mbak Rini yang selalu memberikan informasi mengenai Bapak.
9. Orang tua peneliti, H. Del Sabar dan Hj. Etin Juwati, atas cinta, kasih, perhatian, pengertian, motivasi dan dukungan baik moril maupun materiil, serta tak hentinya memberikan do’a dalam setiap sujud dan ibadahnya agar Peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
10.Kakak tercinta Taufik Amir Denata, ST, MSM, yang selalu memberikan arahan serta bimbingan yang tegas kepada peneliti agar peneliti selalu menjadi orang yang sukses dan yang selalu memotivasikan peneliti agar selalu lebih baik dari kakak ku ini khususnya dalam berkarir. Untuk Kakak Ipar ku yang cantik yang sedang mengandung dede bayi Teh Rani, terima kasih buat support dan perhatiannya yah teh.
11.Sanak saudara keluarga papah dari dibandung, mamah di tasik khusunya buat nenekku tercinta Hj. Eha Djulaeha yang selalu memberikan doa dan semangat kepada Peneliti, serta keluarga lembang yang selalu mendoakan dan meyakinkan peneliti kalau Peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini dengan cepat dan baik.
12. My Sweetheart, Afada Alhaque yang selalu menemani Peneliti saat suka maupun duka, memberi cinta, semangat, serta menjadi motivasi untuk Peneliti menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih “ Putri Tidurku “
13.Sahabat-sahabat Peneliti Anaconda ( Beta house ), terima kasih Rajib, Eda, Tokecang “ Arif ”, Cat “ Iswahyudi “, Lukem, Dwi “ Bibiw” yang selalu membantu peneliti dari apapun dan selalu menyemangatkan peneliti. Ketawa – ketawa bareng, dengerin suara super sonic tokecang, dengerin suara “ kruk – kruk “ dan buat iswahyudi yang rela begadang sampai jam 5 subuh. Terima Kasih Juga buat Suryadi, Ibnul yang selalu menjadi best partner di 7 Eleven. Dan juga , Lily dan Ucup, Acut, Pupis, Fajar “Gendut” dan Invisible man (Boby Hasan) pokoknya You’re My Best Friends.
14.Sahabat – sahabat dari Black Hole yang satu perjuangan dari semester 1 – akhir Andrew, Syifa, Gartika, Fahmi, Itep, Uyun, Dini, Tya, Rifqy, Belga dan kekasih – kekasihnya. Thanks For all Guys, tetap kompak yah kawan Semangat !
15.Sahabat – Sahabat dari PMII, terima kasih untuk sahabat – sahabat dan senior – senior yang selalu memberikan masukan serta motivasi kepada peneliti.
(9)
9
16.Teman – teman dari kepengurusan BEM – F, terima kasih atas kerja sama nya dalam mensukseskan acara di fakultas psikologi.
17.Terima kasih untuk Adiyo, kak Sarah, kakak - kakak yang banyak sekali membantu Peneliti dan memberikan arahan dalam mengerjakan skripsi.
18.Teman-teman angkatan 2007, khususnya kelas D yang sangat kompak dan penuh cerita. Kemudian untuk teman-teman seperjuangan dalam mengerjakan skripsi, Cahyu, Ferdi, terima kasih untuk kerjasamanya dan semangatnya dalam setiap momen menunggu Bapak.
19.Teman – teman angkatan 2009, 2010 yang selalu mensupport peneliti
20.Seluruh responden yang telah membantu mengisi angket penelitian yang Peneliti berikan. Tanpa anda semua, skripsi ini tidak akan ada.
21.Seluruh pihak yang tidak dapat Peneliti sebutkan satu per satu, terima kasih untuk segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu Peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya Peneliti memohon kepada Allah SWT agar seluruh dukungan, bantuan, bimbingan dari semua pihak dibalas dengan sebaik-baiknya balasan.Amiin. Selain itu mengingat kekurangan dan keterbatasan Peneliti, maka segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan Peneliti sebagai bahan penyempurnaan.
Jakarta, 8 Desember 2011 Peneliti
(10)
10
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Lembar Pengesahan Pembimbing ... ii
Lembar Pengesahan Panitia Ujian ... iii
Lembar Orisinalitas ... iv
Motto dan Persembahan ... v
Abstrak ... vi
Kata Pengantar ... vii
Daftar Isi ... x
Daftar Tabel ... xiii
Daftar Gambar ... xiv
Daftar Lampiran ... xv
BAB 1 Pendahuluan ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 7
1.3 Pembatasan Masalah ... 8
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9
1.5 Sistematika Penulisan ... 10
BAB 2 Kajian Teori ... 11
(11)
11
2.1.1 Definisi kepuasan kerja ... 13
2.1.2 Penelitian-penelitian mengenai kepuasan kerja ... 14
2.1.3 Teori kepuasan kerja ... 16
2.1.4 Aspek-aspek yang pempengaruhi kepuasan kerja ... 18
2.1.5 Faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja... 21
2.1.6 Pengukuran kepuasan kerja ... 24
2.2 Kepemimpinan Transformasional ... 27
2.2.1 Definisi kepemimpinan ... 27
2.2.2 Definisi kepemimpinan transformasional ... 28
2.2.4 Pengukuran kepemimpinan transformasional ... 30
2.3 Motivasi kerja dua faktor Herzberg ... 31
2.3.1 Definisi motivasi ... 31
2.3.2 Definisi motivasi kerja dua faktor ... 32
2.3.3 Pengukuran motivasi kerja dua faktor ... 35
2.4 Kerangka Berfikir ... 39
2.5 Hipotesis Penelitian... 43
BAB 3 Metode penelitian ... 45
3.1 Populasi dan Sampel ... 45
3.2 Variabel Penelitian ... 45
3.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 46
(12)
12
3.5 Pengujian Validitas Konstruk ... 56
3.5.1 Uji validitas konstruk kepuasan kerja ... 57
3.5.2 Uji validitas konstruk persepsi kep. transormasional... 73
3.5.3 Uji validitas konstruk motivasi kerja dua faktor ... 76
3.6 Prosedur Pengumpulan Data ... 79
3.7 Metode Analisis Data ... 80
BAB 4 Hasil Penelitian ... 83
4.1 Analisis Deskriptif ... 83
4.2 Uji Hipotesis Hipotesis Penelitian ... 86
4.2.1 Analisis regresi variabel penelitian ... 86
4.2.2 Pengujian proporsi masing-masing IV ... 93
BAB 5 Kesimpulan, Diskusi dan Saran ... 98
5.1 Kesimpulan ... 98
5.2 Diskusi ... 99
5.3 Saran ... 107
5.3.1 Saran metodologis ... 107
5.3.2 Saran praktis ... 108
Daftar Pustaka ... 109 Lampiran
(13)
13 DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Blueprint Kepuasan Kerja ... 42
Tabel 3.2 Blueprint Pesepsi Kepemimpinan Transformasional ... 43
Tabel 3.3 Blueprint Motivasi Kerja Dua Faktor. ... 44
Tabel 3.4 Muatan Faktor dari Kepuasan Kerja Pay ... 48
Tabel 3.5 Muatan Faktor dari Kepuasan Kerja Promotion ... 50
Tabel 3.6 Muatan Faktor dari Kepuasan Kerja Supervision ... 52
Tabel 3.7 Muatan Faktor dari Kepuasan Kerja Fringe Benefit ... 53
Tabel 3.8 Muatan Faktor dari Kepuasan Kerja Contingent Rewards ... 55
Tabel 3.9 Muatan Faktor dari Kepuasan Kerja Operating Conditions ... 57
Tabel 3.10 Muatan Faktor dari Kepuasan Kerja Co - Workers... 58
Tabel 3.11 Muatan Faktor dari Kepuasan Kerja Nature of Work ... 60
Tabel 3.12 Muatan Faktor dari Kepuasan Kerja Communication ... 62
Tabel 3.13 Muatan Faktor dari Persepsi Kepemimpinan Transformasional ... 64
Tabel 3.14 Muatan Faktor dari Motivasi Kerja Dua Faktor ... 66
Tabel 4.1 Subjek berdasarkan jenis kelamin ... 72
Tabel 4.2 Subjek berdasarkan usia ... 72
Tabel 4.3 Subjek berdasarkan masa kerja ... 73
Tabel 4.4 Rsquare Regresi ... 74
(14)
14
Tabel 4.6 Koefisien Regresi ... 76
Tabel 4.7 Penghitungan Proporsi Varians ... 87
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1Kerangka Berfikir ... 35
Gambar 3.1Analisis Konfirmatorik Skala Kepuasan kerja ... 47
(15)
15
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A : Kuisioner
Lampiran B : Contoh Syntax Analisis Faktor Konfirmatorik
Analisis Faktor Konfirmatorik Kepuasan Kerja
Analisis Faktor Konfirmatorik Persepsi Kepemimpinan
(16)
16
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab satu peneliti akan memaparkan beberapa hal yaitu, latar belakang masalah,
identifikasi masalah, tujuan dan manfaat penelitian, pembatasan masalah, dan sistematika
penulisan.
1.1Latar Belakang Masalah
Pada era modern ini bekerja menjadi suatu tuntutan bagi individu untuk dapat beraktivitas.
Selain itu bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan hidup
serta pengembangan karir. Bekerja juga menjadi salah satu alasan yang dapat mempengaruhi
status sosial di dalam lingkungan. Individu yang bekerja dengan maksimal akan memperoleh
hasil yang maksimal juga, seperti: pengembangan karier, kompensasi, dan sebagainya. Dari
hasil kerja yang maksimal itu, individu mendapatkan kepuasan pada hasil kerjanya yang
direfleksikan dalam bentuk sikap maupun perasaan.
Rendahnya kepuasan kerja pada karyawan seringkali ditemukan di Indonesia. Salah
satu dampak dari rendahnya kepuasan kerja tersebut adalah hilangnya semangat kerja yang
berakibat pada penurunan produktivitas kerja. Kepuasan kerja sangat diperlukan baik itu
secara teoritical dan practical karena berkaitan pada perasaan individu dari hasil kerja yang
telah dilaksanakan (Gianakis, 1997). Mathieu dkk (1989) dalam Gianakis (1997)
mengemukakan salah satu yang menyebabkan rendahnya kepuasan kerja yaitu job turn over,
dan motivasi kerja hal ini disebabkan karena dua aspek tersebut mempengaruhi semangat
(17)
17
dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan atasan, karena pada dasarnya seorang karyawan
membutuhkan arahan – arahan yang baik dalam pelaksanaan kerja. Arahan – arahan ini yang
dianggap penting karena akan berdampak pada kinerja yang optimal sehingga menghasilkan
kepuasan dalam bekerja. Berdasarkan penelitian tersebut dapat diasumsikan bahwa kepuasan
kerja sangat penting untuk keberlangsungan pelaksanaan kerja.
Sudah sejak pertengahan 1950an, kepuasan kerja merupakan topik yang menarik
dikalangan ahli psikologi industri dan manajemen (Umar, 2010). Di dunia industri dan
organisasi pun kepuasan kerja merupakan topik yang menarik untuk diteliti, karena berkaitan
langsung terhadap kinerja karyawan (Judge,Thoresen,Bono,& Patton dalam Skibba, 2002).
Banyak para ahli yang meneliti mengenai kepuasan kerja dari beragam macam aspek, seperti
Skibba (2002) yang meneliti aspek – aspek personality seperti 16 PF yang mempengaruhi
kepuasan kerja. Pada penelitiannya hasil yang positif hubungan personality pada kepuasan
kerja individu. Selain itu Tella (2007) juga meneliti mengenai kework motivation and
commitment organization yang berkaitan pada kepuasan kerja. Pada penelitiannya hasil,
work motivation and commitment organization berkorelasi positif pada kepuasan kerja. Hasil
penelitiannya sesuai dengan penjelasan yang telah dikemukakan Brown and Shepherd (1997)
yaitu motivasi dapat meningkatkan performa dan kepuasan kerja pada individu.
Selain itu, McCue & Gianaksis (1997) yang meneliti hubungan kepuasan kerja
dengan kinerja karyawan. Berdasarkan penelitiannya bahwa semakin tinggi kepuasan kerja
seseorang semakin tinggi pula kinerja karyawan sehingga pelaksanaan kerja yang
dilaksanakan efektif dan efisien. Berdasarkan penelitian – penelitian terdahulu yang telah
peneliti paparkan, kepuasan kerja merupakan aspek penting untuk meningkakan kinerja
karyawan. Kepuasan kerja yang baik cenderung menghasilkan produktivitas kerja yang baik
dan begitu juga sebaliknya. Kepuasan kerja merupakan dampak atau hasil dari keefektifan
(18)
18
Munandar (2001) menjelaskan bahwa salah satu bentuk perilaku yang menunjukan
tingginya kepuasan kerja karyawan yaitu adanya disipliner yang tinggi pada karyawan.
Namun pada kenyataanya, sering kali ditemukan dalam sebuah perusahaan karyawan yang
memiliki kepuasana kerja yang rendah khususnya pada disipliner kerja. Rendahnya kepuasan
kerja tersebut berdampak terhadap pelaksanaan kerja yang tidak optimal.
Seperti yang ditunjukkan oleh Fanani (2010) dalam penelitiannya yang menemukan adanya kondisi rendahnya tingkat disipliner kerja yang berdampak pada kepuasan kerja
karyawan. Pada kondisi tersebut diperoleh jumlah karyawan yang terlambat sebesar 10.23 %,
bulan Februari 2007 jumlah karyawan yang terlambat sebesar 7.95 %,kemudian bulan Maret
2007 jumlah karyawan yang terlambat sebesar 5.23 %, selanjutnya pada bulan April jumlah
karyawan yang terlambat sebesar 9.63 %, lalu pada bulan Mei jumlah karyawan yang
terlambat sebesar 7.47 %, kemudian pada bulan juni 9.89 %. Dari data yang ada menunjukan
bahwa terjadi penurunan pada kepuasan kerja karyawan yang diukur berdasarkan tingkat
kedisiplinan kerja.
Kemudian Darwito (2008) menemukan terjadinya tingkat absensi yang tinggi pula
pada rumah sakit X. Berdasarkan data yang diperoleh tingkat terjadi dalam 2 tahun terakhir
yang mencapai angka 4-5 % perbulan. Selain itu, adanya beberapa keluhan yang dirasa
karyawan rumah sakit tersebut.
Keluhan itu seperti :
1. Pembagian sistem pembagian upah jasa medik yang kurang adil
2. Pimpinan kurang mendengarkan aspirasi karyawan
3. Hubungan teman sekerja yang kurang baik
4. Tidak adanya tindakan sangsi hukum terhadap karyawan yang mangkir
Sehingga berdasarkan tingkat absensi dan keluhan – keluhan karyawan itu perlu adanya
(19)
19
rendahnya kepuasan kerja karyawan yaitu yang terjadi di Pemerintahan Provinsi di Nusa
Tenggara Barat yang mengalami ketidakdisiplinan pada pelaksanaan kerja karyawannya
(Lombok News, 2008).
Kepuasan kerja tidak terlepas pada sistem manajerial yang optimal, dalam hal ini
aspek kepemimpinan berperan penting pada sistem manajerial yang dilaksanakan. Berbagai
pertanyaan tentang kepemimpinan telah lama menjadi topik yang populer, tetapi penelitian
secara ilmiah baru dimulai setelah abad kedua puluh (Yukl, 2005). Terkait pada aspek
kepemimpinan, untuk mengatur sistem manajerial yang baik diperlukan gaya kepemimpinan
yang kuat sehingga mampu mentransformasikan acuan kerja yang diharapkan dari
perusahaan. Salah satu pendekatan kepemimpinan yang banyak dikembangkan dalam dua
dekade terakhir ini adalah kepemimpinan transformasional yang banyak dibahas oleh Burns
(1978) dan Bass (1985), Bass dan Avolio (1995).
Avolio, Waldman and Yammarini (Hasibuan, 2001) mengemukakan bahwa terdapat
puluhan penelitian yang sudah dilakukan dalam meneliti kepemimpinan transformasional
pada organisasi pekerjaan. Sampai dengan tahun 1991, sudah ada 25 disertasi serta
proyek-proyek riset lainnya di Amerika Serikat yang menelaah dan meneliti kepemimpinan
transformasional. Kepemimpinan transformasional tidak hanya berkaitan pada pemberian
imbalan apabila mencapai kinerja yang telah disepakati, tetapi melakukan pengembangan,
stimulus intelektual dan memberikan inspirasi kepada pengikutnya untuk mencapai satu
tujuan yang lebih tinggi (Bass, 1985).
Salah satu contoh mengapa kepemimpinan transformasional merupakan aspek yang
penting untuk pelaksanaan kerja karyawan, di daerah blitar pada pemilihan bursa kepala
daerah calon pemimpin ditekankan pada gaya kepemimpinan yang lebih transformatif. Dalam
(20)
20
kerja yaitu mendorong reformasi birokrasi pemerintah daerah yang tertutup menjadi birokrasi
yang responsif dan mampu menyediakan pelayanan publik secara efektif (Aribowo, 2009).
Untuk menunjang keefektivitasan pada kepuasan kerja diperlukan juga aspek motivasi
kerja. Motivasi kerja yang turun menyebabkan hilangnya semangat kerja yang dialami oleh
karyawan. Salah satu contoh, perusahaan terkenal yang berproduksi pada bidang komputer
pernah mengalami kesalahan fatal yang dilakukan oleh manajernya sehingga memakan biaya
sampai $3 juta. Pada kasus ini manajer tidak berhasil mencapai kinerja yang baik, namun
dengan dukungan intensif dari owner perusahaan tersebut produktivitas perusahaan tetap
stabil (Ivancevich dkk, 2006).
Dari semua data yang dipaparkan, rendahnya kepuasan kerja sangat berpengaruh
terhadap optimalisasi kerja perusahaan. Penurunan kepuasan kerja perusahaan ditunjukkan
oleh banyaknya pekerjaan yang tidak tepat waktu, sehingga kinerja operasional perusahaan
juga semakin menurun. Hal ini menjadi sangat merugikan terhadap perusahaan karena hasil
kerja yang tidak efektif, efisien dan optimal. Hal tersebut juga berakibat pada ketidakpuasan
pelanggan terhadap kinerja dan pelayanan yang diberikan perusahaan.
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa tingginya jumlah pekerjaan yang diselesaikan
tidak tepat pada waktunya sehingga bahwa terjadi penurunan pada kepuasan kerja (Fanani,
2010). Darwoto (2008) menjelaskan terjadinya penurunan kepuasan kerja pada data diatas
disebabkan kurangnya kewibawaan pimpinan pada karyawannya. Kepemimpinan yang kuat
sangat dibutuhkan oleh setiap organisasi guna untuk mencapai efektivitas kerja yang optimal
(Robbins, 2005). Dengan demikian, aspek kepemimpinan sangat diperlukan guna untuk
menunjang tingkat kinerja yang lebih optimal serta arahan – arahan yang tersistematis dalam
(21)
21
Yukl (1989) menunjukan bahwa ada 3 hal yang menyebabkan tingkat kepuasan kerja yang
rendah, yaitu :
1. Menurunnya pelaksanaan tugas
2. Meningkatnya absensi
3. Penurunan moral organisasi.
Berdasarkan kondisi tersebut peran motivasi sangat berpengaruh dalam meningkatkan
dorongan perilaku pada individu. Motivasi yang ada pada diri individu akan mewujudkan
suatu perilaku yang diarahkan untuk mencapai sasaran kepuasan. Jadi motivasi bukanlah
suatu yang dapat diamati, tetapi merupakan hal yang dapat disimpulkan karena adanya
sesuatu perilaku yang tampak (Umar, 2010). Dengan demikian, kepuasan kerja yang menurun
berdampak terhadap motivasi kerjanya yang ditunjukkan kurangnya semangat dalam
melaksanakan pekerjaan. Dari semua hasil pemaparan diatas, kepuasan kerja menjadi
masalah yang cukup menarik dan penting untuk diteliti karena terbukti besar manfaatnya baik
bagi kepentingan industri, maupun masyarakat khususnya pada karyawan.
Bagi industri, penelitian mengenai kepuasan kerja dilakukan dalam rangka usaha
peningkatan produksi dan perbaikan sikap dan tingkah laku karyawannya. Sedangkan bagi
individu, penelitian tentang kepuasan kerja ini memungkinkan akan menciptakan tingkat
kinerja karyawan sehingga memungkinkan timbulnya usaha – usaha peningkatan kebahagian
hidup mereka (Umar, 2010).
Kepemimpinan transformasional juga sangat berperan penting untuk mengoptimalkan
pelaksanaan kerja karyawan. Tichi dan Devana (Aritonang, 2006) mengasumsikan
kepemimpinan transformasional ini muncul karena adanya perubahan yang cepat pada era
(22)
22
kepemimpinan transformasional merupakan pemimpin yang mempunyai kekuatan untuk
mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu.
Kepemimpinan transformasional pada prinsipnya memotivasi bawahan untuk berbuat lebih
baik dari apa yang biasa dilakukan, dalam hal ini kepemimpinan transformasional mengacu
pada aspek kepercayaan atau keyakinan diri pada bawahan yang akan berpengaruh terhadap
peningkatan kerja. Dalam hal ini menunjukan, kepemimpinan transformasional merupakan
aspek yang menarik untuk diteliti yang akan berdampak positif terhadap kepuasan kerja.
Secara sederhana, kepuasan kerja merupakan perasaan seseorang terhadap pekerjaan (Umar,
2010). Dengan demikian kepuasan kerja sangat berperan penting pada individu untuk
melakukan suatu tugas dan tanggung jawab yang diberikan. Oleh karena itu, peneliti
mengkaitkan pentingnya kepemimpinan transformasional dan motivasi terhadap kepuasan
kerja, agar meningkatkan peformance kerja yang maksimal.
Pada umumnya perusahaan besar yang memproduksi suatu barang biasanya
mentitikberatkan pada sumber daya manusianya serta banyaknya SDM pada perusahaan
tersebut. Berdasarkan hal itu peneliti ingin meneliti lebih mendalam mengenai kepuasan kerja
pada salah satu perusahaan yang bergerak pada bidang produksi makanan. Pada PT X yang
bergerak pada bidang makanan ini memiliki sumber daya manusia yang banyak di dalam
perusahaanya. Dengan adanya sumber daya manusia yang banyak, pada perusahaan ini sering
terjadi uncontrol pada pengarahan karyawan. Selain itu tingkat absensi seperti looses time,
serta adanya turn over pada karyawan pernah terjadi pada perusahaan ini hal ini disebabkan
karena hilangnya semangat kerja yang dirasakan oleh karyawan
Terlepas dari permasalahan dan kebutuhan-kebutuhan karyawan apakah perusahaan
tersebut sudah memberikan seperti, tunjangan fasilitas, jaminan kesehatan dan kebutuhan
(23)
23
harus dipenuhi agar karyawan bisa terus bekerja dan mungkin memberikan kontribusi yang
lebih kepada perusahaan dan mungkin bisa tercapai suatu kepuasan dalam bekerja.
Oleh karena itu peneliti sangat tertarik meneliti pada bagian ini untuk mengukur apakah
kepemimpinan dan motivasi kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan.
Dari fenomena dan penelitian-penelitian yang telah di paparkan sebelumnya, maka
peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh persepsi kepemimpinan transformasional dan
motivasi kerja terhadap kepuasan kerja karyawan.
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, penelitian ini akan mengambil judul:
“ PENGARUH PERSEPSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN”
1.2 Rumusan dan Batasan Masalah. 1.2.1 Rumusan masalah.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
Apakah terdapat pengaruh yang signifikan persepsi kepemimpinan transformasional
dan motivasi kerja terhadap kepuasan kerja karyawan ?
1.2.2 Pembatasan masalah
Dalam penelitian ini, peneliti memberikan batasan permasalahan dengan tujuan untuk
menghindari terjadinya perluasan materi yang akan di bahas. Pokok permasalahan yang akan
dibahas adalah sebagai berikut:
1. Kepuasan kerja yang dimaksud adalah perasaan atau sikap karyawan terhadap
pekerjaannya.
2. Kepemimpinan transformasional yang dimaksud ialah pemimpin yang mempunyai
(24)
24
3. Motivasi kerja yang dimaksud ialah semangat atau dorongan dalam diri seseorang
untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan yang dapat
berpengaruh positif dalam mencapai kinerja.
4. Populasi pada penelitian ini adalah divisi produksi PT. X yang bergerak pada bidang
produksi makanan.
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat penelitian. 1.3.1 Tujuan penelitian
Dalam penelitian ini tujuan yang hendak dicapai adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan persepsi kepemimpinan
transformasional dan motivasi kerja terhadap kepuasan kerja karyawan.
1.3.2 Manfaat Penelitian. 1.3.2.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi literature bagi
khazanah kajian psikologi, yaitu psikologi industri dan organisasi serta penelitian ini
diharapkan juga dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, yaitu :
a. Bagi Praktisi.
Dapat memberikan masukan mengenai pengaruh persepsi kepemimpinan
transformasional dan motivasi kerja terhadap kepuasan kerja karyawan, guna mewujudkan
suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran kepuasan bersamaan dengan
tercapainya sasaran-sasaran organisasi.
b. Bagi Kalangan Akademis
Dapat menjadi acuan untuk mengembangkan penelitian-penelitian selanjutnya mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan persepsi kepemimpinan transformasional dan motivasi kerja
(25)
25
1.3.2.2 Manfaat Praktis
Adapun manfaat secara praktis adalah memberikan informasi tentang persepsi kepemimpinan transformasional dan motivasi kerja terhadap kepuasan kerja karyawan.
1.4 Sistematika Penulisan.
Bab 1 Pendahuluan
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
Bab 2 Kajian Teori
Bab ini berisi tentang pengertian kepuasan kerja, penelitian – penelitian tedahulu
tentang kepuasan kerja. aspek – aspek kepuasan kerja, faktor – faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja, pengukuran kepuasan kerja, definisi kepemimpinan, definisi kepemimpinan
transformasional, pengukurang kepemimpinan transfomasional, definisi motivasi kerja, teroi
motivasi dua faktor, pengukuran motivasi kerja, kerangka teoritis, hipotesis.
Bab 3 Metodelogi Penelitian
Berisi tentang metode penelitian yang terdiri dari tujuh subbab. Subbab tersebut
adalah populasi dan sampel, variabel penelitian, definisi operasional dari variabel, instrumen
pengumpulan data, pengujian validitas konstruk, prosedur pengumpulan data, dan metode
analisis data..
BAB 4 Analisa Hasil Penelitian
Berisi tentang analisis deskriptif subjek, dan pengujian hipotesis penelitian.
(26)
26
Berisi tentang rangkuman keseluruhan hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Bab
ini terdiri dari tiga bagian yaitu kesimpulan, diskusi, dan saran.
BAB 2
KAJIAN TEORI
Pada bab dua peneliti akan memaparkan mengenai definisi kepuasan kerja karyawan,
penelitian-penelitian mengenai kepuasan kerja karyawan, aspek-aspek kepuasan kerja
karyawan, faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, pengukuran
kepuasan kerja karyawan, definisi persepsi, kepemimpinan, kepemimpnan transformasional,
pengukuran kepemimpinan transfomasional, definisi motivasi, definisi motivasi kerja, teori
dua faktor, pengukuran motivasi kerja, hubungan kepuasan kerja dan kepemimpinan
transformasional, hubungan kepuasan kerja dan motivasi kerja, kerangka berfikir dan
hipotesis penelitian.
2.1 Kepuasan Kerja
2.1.1 Definisi kepuasan Kerja
Locke & Lathan (1976) dalam Tella (2007) mendefinisikan kepuasan kerja secara
komperenshif yaitu sebagai sesuatu yang menyenangkan atau positif emosional yang
dihasilkan dari penilaian suatu pekerjaan atau pengalaman kerja. Kepuasan kerja adalah hasil
dari persepsi karyawan yang beranggapan seberapa baik pekerjaan yang telah diberikan dan
dianggap penting untuk perusahaan. Berikut adalah kutipan tulisannya (Locke, 1976 dalam
(27)
27 “ Locke and Lathan (1976) give a comprehensive definition of job satisfaction as pleasurable or positive emotional state resulting from the appraisal of ones job or job experience. Job satisfaction is a result of employee's perception of how well their job provides those things that are viewed as important “.
Dengan demikian, kepuasan kerja sering didefinisikan sebagai keadaan emosional
yang menyenangkan yang diasosiasikan dengan situasi kerja atau pekerjaan (Locke, 1976
dalam Johnson, 2004). Selain itu, Berry (1998) dalam Gurbuz (2007) mendefinisikan
kepuasan kerja sebagai reaksi dari individu ke lingkungan kerja. Dalam hal ini, kepuasan
kerja ditunjukan pada gambaran respon karyawan terhadap pekerjaannya .
Robbins (2007) mendefinisikan bahwa kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif
tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya.
Sedangkan menurut Spector (1997) kepuasan kerja dianggap sebagai suatu perasaan
seseorang secara umum terhadap pekerjaannya ataupun sebagai rangkaian yang saling
berhubungan dari sikap – sikap seseorang terhadap aspek – aspek pekerjaannya. Kepuasan
kerja telah lama dipandang oleh peneliti sebagai cara untuk menilai respon afektif pekerja
pada pekerjaannya karena itu merupakan jenis sikap kerja yang generik (Firebaugh and
Harley, 1995 dalam Bird, 2000).
Kepuasan kerja tersebut menggambarkan tingkatan seseorang yang merasa puas atau
tidak terhadap pekerjaannnya. Menurut Robert dan Kinicki (2001) menjelaskan bahwa
kepuasan kerja adalah suatu respon emosional atau perasaan seorang pekerja terhadap
berbagai macam aspek dari suatu pekerjaannya. Dari definisi diatas dapat diartikan bahwa
seseorang bisa secara relatif puas pada satu aspek pekerjaannya dan juga merasa tidak puas
pada satu atau lebih dalam aspek pekerjaan yang lainnya.
Kemudian Howell dan Dipboye (1986) dalam Munandar (2008) menjelaskan bahwa
(28)
28
kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Dengan kata lain, kepuasan kerja ditunjukan
pada sikap tenaga kerja terhadap pekerjaanya. Kepuasan kerja sangat relevan untuk semua
orang yang tertarik pada subjektif evaluasi terhadap kondisi kerja seperti responsibility, task
variety, or communication requirements (Hackman and Oldham, 1980 dalam Dorman, 2001). Job satisfaction is important in its own right as a part of social welfare, and this (simple) taxonomy [of a good job] allows a start to be made on such questions as ‘In what respects are older workers’ jobs better than those of younger workers?’ (and vice versa), ‘Who has the good jobs?’ and ‘Are good jobs being replaced by bad jobs?’. In addition, measures of job quality seem to be useful predictors of future labour market behaviour. Workers’ decisions about whether to work or not, what kind of job to accept or stay in, and how hard to work are all likely to depend in part upon the worker’s subjective evaluation of their work, in other words on their job satisfaction. (Clark, 1998 dalam Erofound, 2007)
Berdasarkan pernyataan diatas dapat diasumsikan kepuasan kerja sangat penting
dalam diri individu karena sebagai bagian dari kesejahteraan sosial dan membentuk pekerjaan
yang baik. Selain itu, sebagai ukuran kualitas kerja yang menjadi prediktor berguna untuk
perilaku masa depan pasar tenaga kerja. Dalam Umar (2008) para ahli banyak mendefinisikan
kepuasan kerja dengan berbagai macam statement, seperti ada yang menyebutkan kepuasan
kerja sebagai perasaan seseorang terhadap pekerjaannya (Herbert dkk, 1976), kemudian ada
yang mendefinisikan kepuasan kerja sebagai “positive emotional state” (Athanasiou, 1973),
atau refleksi dari “job attitude” yang bervalensi positif (Vroom, 1964).
Dengan demikian, dari beberapa definisi kepuasan kerja yang peneliti kutip dari
berbagai sumber bacaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan
perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Pada penelitian ini peneliti mengambil teori dari
(29)
29
kerja karyawan serta menjelaskan bahwa pada dasarnya ada suatu kebutuhan yang
mengkondisikan individu untuk mendapatkan kepuasan kerja (Robbins, 2007)
2.1.2 Penelitian – penelitian mengenai kepuasan kerja
Penelitian mengenai kepuasan kerja sudah dimulai sejak tahun 1935 oleh Hoppock
(Vroom, 1964 dalam Umar, 2010). Namun, akhir – akhir ini sudah banyak para peneliti yang
melakukan penelitian lebih mendalam mengenai kepuasan kerja. Dari kepustakaan yang
penulis temui, hal – hal yang terbukti berhubungan erat atau pun mempengaruhi kepuasan
kerja seseorang adalah sebagai berikut :
a. Job Satisfaction and Oganizational Commitment in Relation to work performence
(Shore and Martin, 1989)
b. Relationship between Age, Perceptions of Organizational Politics and Job
Satisfaction (Malik and Danish, 2009)
c. Relationship job satisfaction and performence (McCue, 1997)
d. Work Motivation, Job Satisfaction, and Organisational Commitment of Library
Personnel in Academic and Research Libraries in Oyo State, Nigeria (Tella, 2007)
e. An assesment on the effect of education level on the job satisfaction from the toursim sector point of view (Gurbuz, 2007)
Sebagian besar penelitian yang ada menempatkan “ job satisfaction ” atau kepuasan
kerja untuk mengetahui hal – hal apa sajakah yang mempengaruhi level dari kepuasan. Dari
penelitian – penelitian sebelumnya mengemukakan bahwa banyak hal yang berhubungan
(30)
30
minat. Serta sebagian peneliti mengidentifikasikan kepuasan kerja yang berefek pada sikap
kerja seperti turn over, productivity, absenteeism, accident, performence.
Selain itu kepusan kerja pun berpengaruh terhadap motivasi seseorang dalam bekerja, pada
penelitian sebelumnya Tella (2007) meneliti kepuasan kerja terhadap motivasi seseorang,
hasil dari penelitian tersebut berkorelasi positif pada motivasi seseorang dalam bekerja.
Selain itu dari hasil penelitian – penelitian yang telah ditemui hal yang berpengaruh terhadap
kepuasan kerja yaitu :
1. Kompensasi
2. Rekan sekerja
3. Supervisi ( pemimpin)
4. Promosi
5. Tugas pekerjaan itu sendiri
6. Level jabatan
7. Lamanya jam kerja
8. Struktur organisasi
9. Gaya kepemimpinan
10.Komunikasi
(31)
31
2.1.3 Teori – teori tentang kepuasan kerja.
Ada tiga teori tentang kepuasan kerja yang berhubungan dengan kepuasan kerja, yaitu
teori dikrepansi, teori ekuiti, dan teori dua faktor. Ketiga teori ini diperoleh dai beberapa
konsep yang telah diutarakan oleh para ahli, yang tentunya berkaitan dengan kepuasan kerja.
Berikut ini adalah pemaparan dari teori – teori tersebut :
1. Teori diskrepansi
Teori ini dipelopori oleh Porter (1961). Porter mengukur kepuasan kerja
seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya ada dengan
kenyataan yang dirasakan. Ia menghitung kepuasan kerja sebagai perbedaan
(discrepancy) antara “ how much should there be “ dengan “ how much is there now”
(Porter, 1961). Kemudian Locke (1969) menerangkan bahwa kepuasan kerja
seseorang bergantung kepada “ discrepancy “ antara apa yang diinginkan (
pengharapan, “ need “ , nilai – nilai ) dengan apa yang menurut perasaan atau
persepsinya telah dicapai melalui pekerjaan. Perbedaan ini yang menjadi ukuran
seseorang terhadap kepuasan kerjanya. Seseorang akan puas terhadap pekerjaannya
jika tidak adanya perbedaan antara yang diinginkan dan dipersepsikan.
Locke dalam Munandar (2001) menjelaskan bahwa puas atau tidak puasnya
seseorang terhadap beberapa aspek pekerjaannya mencerminkan pertimbangan dua
nilai. Pertama, pertentangan yang dipersepsikan oleh individu terhadap aspek yang
diinginkan dan dan yang diterima oleh individu. Kedua, pertentangan terhadap aspek
(32)
32
merupakan sesuatu yang pribadi tergantung pada hal yang diperesepsikan oleh pada
apa yang dinginkannya.
2. Teori Ekuiti.
Prinsip dari teori ini adalah individu akan merasa puas atau tidak puas,
tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan ( equity ) atau tidak di dalam situasi.
Perasaan equity dan inequity atas suatu situasi, diperoleh orang dengan cara
membandingkan dirinya dengan orang lain, baik yang sekantor maupun tempat lain.
Teori ini mengemukakan bahwa individu akan merasa puas atau tidak puas,
tergantung pada ada atau tidaknya keadilan dalam situasi, khususnya situasi kerja.
Menurut teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio input hasil dirinya
dengan rasio input hasil orang lain. Bila perbandingan itu dianggap cukup adil, maka
karyawan akan merasa puas.
3. Teori dua faktor.
Prinsip dari teori ini ialah bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu
merupakan dua halyang berbeda. Artinya, kepuasan kerja dan ketidakpuasan terhadap
pekerjaaan itu tidak merupakan suatu variabel yang kontinum. Teori ini pertama kali
dikemukakan oleh Herzberg et. al (1959). Berdasarkan hasil penyelidikan mereka,
Herzberg dkk. membagi situasi yang mempengaruhi “ attitude “ seseorang menjadi
dua kelompok, yaitu “ satisfiers” dan “ dissatisfiers “. Satisfier ialah faktor – faktor
atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja dan terdiri dari
prestasi, penghargaan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, dan “ advancement “.
Dissatisfier ialah faktor – faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan, yang
terdiri dari kebijaksanaan perusahaan, teknik pengawasan, upah, hubungan dengan
(33)
33
4. Teori Proses – Bertentangan ( Opponent – Process Theory )
Teori proses – bertentangan dikemukakan oleh Landy (1978) dalam Munandar (2008)
yang menjelaskan kepuasan kerja dari perspektif yang berbeda secara mendasar daripada
pendekatan yamg lain. Teori ini menekankan bahwa orang ingin mempertahankan suatu
keseimbangan emosional (emotional equilibirium). Teori proses – bertentangan
mengasumsikan bahwa kondisi emosional yang ekstrim tidak memberikan kemaslahatan.
Kepuasan atau ketidakpuasan kerja memacu mekanisme fisiologikal dalam sistem pusat yang
membuat aktif emosi yang bertentangan atau berlawanan. Teori ini menyatakan bahwa jika
individu memperoleh ganjaran pada pekerjaan mereka, mereka merasa senang, sekaligus ada
rasa tidak senang (yang lebih lemah). Setelah beberapa saat rasa senang menurun sedemikian
rupa sehingga orang merasa agak sedih sebelum kembali ke normal.
2.1.4 Aspek – aspek Kepuasan Kerja
Robbin (2003) menjelaskan lima aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu :
1. Pekerjaan itu sendiri (Work It self).
Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan
bidang nya masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang
bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan
meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja.
2. Atasan (Supervisior)
Atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya.
(34)
34
Merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan
atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis
pekerjaannya.
4. Promosi (Promotion)
Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk
memperoleh peningkatan karir selama bekerja.
5. Gaji/Upah (Pay).
Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak
atau tidak.
Menurut Spector (1997) terdapat sembilan aspek yang sangat berpengaruh terhadap kepuasan
kerja seseorang. Kesembilan aspek tersebut adalah :
1. Gaji ( pay ) yaitu kepuasan terhadap gai dan kenaikan gaji.
2. Promosi ( promotion ) yaitu kepuasan akan mendapatkan kesempatan promosi.
3. Kepemimpinan ( supervision) yaitu kepuasan terhadap perilaku pemimpin.
4. Tunjangan ( fringe benefits), yaitu kepuasan akan keuntungan atau tunjangan yang
didapatkan.
5. Penghargaan dari perusahaan ( contingent rewards) yaitu kepuasan terhadap reward
yang diberikan terhadap performa yang baik.
6. Prosedur kerja ( operating conditions ) yaitu kepuasan terhadap peraturan – peraturan
dan prosedur perusahaan.
7. Rekan kerja (coworkers) yaitu kepuasan terhadap rekan sekerja.
8. Sifat pekerjaan ( nature of work ) yaitu kepuasan terhadap tipe pekerjaan yang
(35)
35
9. Komunikasi ( communication ) yaitu kepuasan akan berkomunikasi yang terjalin di
dalam organisasi.
Berdasarkan teori kepuasan kerja, aspek ini masuk pada bagian teori equity, yang
menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan kerja karyawan merasa puas atau tidak puas,
tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan ( equity ) atau tidak di dalam situasi.
Keadilan ini yang ditinjau dari kesembilan aspek tersebut, bahwa individu akan mendapatkan
kepuasan kerja jika kesembilan aspek ini terpenuhi.
Levi (2002) menjelaskan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh beberapa aspek, yaitu :
1. Work its self
Apa aspek ini pekerjaan karyawan diharapkan sesuai dengan bidangnya, karena
sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan kerjanya. Karyawan yang menjalani proses
kerja yang sesuai denga bidang nya, cenderung akan lebih terampil sehingga
menimbulkan kepuasan dalam bekerjanya.
2. Satisfaction with pay
Kompensasi merupakan aspek yang penting terhadap kepuasan kerja karyawan.
karena berkaitan pada kebutuhan hidup individu.
3. Satisfaction with promosion opportunies
Pada aspek ini mngukur sejauh mana peluang karyawan pada promosi – promosi yang
ditawarkan oleh perusahaan yang brhubungan pada kariernya.
(36)
36
Pada aspek ini meninjau hubungan yang baik antara karyawan dan pemimpinnya,
serta arahan – arahan yang diberikan oleh pemimpin sehingga membentuk kualitas
kerja yang baik.
5. Satisfaction with co – worker
Pada aspek ini karyawan diperlukan untuk menjalin hubungan kerja yang baik pada
rekan kerja nya.
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan kerja
Davis dan Newstroom (2002) merinci faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja seseorang, yaitu:
1. Usia. Ketika para guru makin bertambah lanjut usianya. Mereka cenderung sedikit
lebih puas dengan pekerjaannya. Guru yang lebih muda cenderung kurang puas
karena berpengharapan tinggi, kurang penyesuaian dan berbagai sebab lain,
2. Tingkatpekerjaan. Orang-orang dengan pekerjaan pada tingkat lebih tinggi cenderung
merasa lebih puas dengan pekerjaan mereka.. Mereka biasanya memperoleh gaji dan
kondisi kerja lebih baik, dan pekerjaan yang dilakukan memberi peluang untuk
merasa lebih puas,
3. Ukuran organisasi. Pada saat organisasi semakin besar, ada beberapa bukti yang
bahwa kepuasan kerja cenderung agak menurun apabila tidak diambil tindakan
perbaikan untuk mengimbangi kecenderungan itu.
Menurut Eburt (2000) faktor-faktor yang ikut menentukan kepuasan kerja sebagai
berikut:
(37)
37
1. Hubungan langsung antara manajer dengan
karyawan,
2. Faktor psikis dan kondisi kerja,
3. Sugesti teman sekerja,
4. Emosi dan situasi kerja.
2. Faktor individual:
1. Sikap,
2. Umur,
3. Jenis Kelamin.
3. Faktor-faktor luar:
1. Keadaan keluarga,
2. Rekreasi,
3. Pendidikan.
Dari ketiga faktor diatas, kepemimpinan transformasional dan motivasi kerja masuk pada
faktor yang pertama, yaitu faktor hubungan antar karyawan. Aspek kepemimpinan
transformasional dijelaskan pada poin pertama, yaitu hubungan antar pemimpin dan bawahan
serta pada motivasikerja dijelaskan pada poin dua dan empat, pada poin tersebut yang
menggambarkan perannya motivasi kerja pada karyawan.
Kemudian, Munandar (2001) menjelaskan bahwa banyak faktor yang telah diteliti
sebagai faktor – faktor yang mungkin menentukan kepuasan kerja. Berikut ini faktor – faktor
(38)
38
1. Ciri – ciri intrinsik pekerjaan.
Menurut Locke, ciri – ciri intrinsik dari pekerjaan yang menentuan kepuasan kerja
ialah keragaman, kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung jawab,otonomi, kendali
terhadap metode kerja, kemajemukan, dan kreativitas.
2. Gaji dan Equittable Reward
Siegel & Lane mengutip kesimpulan yang diberikan oleh beberapa ahli yang
meninjau kembali hasil – hasil penelitian tentang pentingnya gaji sebagai penentu
dari kepuasan kerja, yaitu bahwa para sarjana psikologi yang salah meminimasi
pentingnya uang sebagai penentu kepuasan kerja. Ternyata, menurut hasil penelitian
yang dilakukan Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolut dari
gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan – harapan tenaga
kerja, dan bagaimana gaji diberikan.
Dengan menggunakan teori keadilan dari Adams dilakukan berbagai penelitian dan
salah satu hasilnya ialah bahwa orang yang menerima gaji yang dipersepsikan
terlalu kecil akan mengalami distress atau ketidakpuasan.
3. Supervisory
Hasil penelitian bahwa hanya ada satu ciri kepemimpinan yang secara konsisten
berkaitan dengan kepuasan kerja, yaitu consideration.
Locke memberikan kerangka teoritis untuk memahami kepuasan tenaga kerja
dengan supervisory. Ia menemukan dua jenis hubungan atasan - bawahan :
(39)
39
sejauh mana supervisory membantu tenaga kerja, untuk memuaskan nilai – nilai
pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja.
4. Rekan – rekan kerja
Di dalam kelompok kerja yang mana para pekerjanya harus bekerja sebagai satu
tim, kepuasan kerja mereka dapat timbul karena kebutuhan – kebutuhan tingkat
tinggi mereka ( kebutuhan harga diri, kebutuhan aktualisasi diri dapat dipenuhi, da
mempunyai dampak pada motivasi kerja mereka.
5. Kondisi kerja yang menunjang
Bekerja dalam ruangan kerja yang sempit, panas, konsisi kerja yang tidak nyaman
akan menimbulkan ketidaknyamanan dalam bekerja.
Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja terdapat pada diri individu seorang karyawan dan dari
lingkungan kerja perusahaan yang mendukung guna terciptanya suatu kinerja kerja karyawan
yang baik.
2.1.5 Pengukuran Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan salah satu konstruksi yang sering digunakan namun sulit
dipahami untuk melihat hubungan studi pada industrial (Locke, 1976 dalam Mac Donald
1997). Wanous dan Lawller dalam Umar (2010) berpendapat bahwa cara yang paling tepat
untuk mengukur ataupun menerangkan kepuasan kerja bergantung kepada tujuan pengukuran
itu. Namun demikian, apa yang sering dilakukan seseorang selama ini dapat dikelompokkan
menjadi dua macam, yaitu :
1. Meminta orang yang bersangkutan melaporkan perasaannya terhadap pekerjaannya
(40)
40
Secara tradisional, kepuasan kerja telah diukur pada tingkat global dengan kuesioner item
seperti ” pada umumnya, saya suka pekerjaan saya “ atau pada item yang menentukan
bagaimana karyawan puas dengan gaji mereka, pengawasan, dll (Levy, 2006).
Dari hasil membaca literatur tentang penelitian-penelitian mengenai kepuasan kerja
karyawan, peneliti memperoleh beberapa instrument untuk mengukur kepuasan kerja,
diantaranya yaitu:
1. A questionnaire comprising yang dibuat oleh Neuberger and Allerbeck (1978)
2. Teacher Job Satisfaction Questionnaire (TJSQ) yang dibuat oleh (Lester, 1985 dalam
Riley, 2001)
3. Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ) yang dibuat oleh (Bolton, 1986 and
Guion, 1978 dalam Riley, 2001)
4. Job Descriptive Index (JDI) yang digunakan oleh (Smith & Kendall, 1969 dalam
Levi, 2002)
5. Job Diagnostic Survey yang digunakan oleh (Hackman & Oldman, 1980 dalam Levi,
2002).
6. Job Satisfaction Survey yang digunakan oleh (Spector 1997)
Salah satu cara yang paling sering digunakan dan pengukuran validasi yang baik dari
kepuasan kerja adalah JDI. JDI dikembangkan pada tahun 1960 yang mengukur kepuasan
kerja dengan lima dimensi, yaitu : work its self, satisfaction with supervision, dan satisfaction
with co – workers. Dari data – data diatas alat pengukur yang paling banyak digunakan
adalah JDI. JDI muncul sebagai sebuah instrumen ideal untuk penelitian dan sangat dihargai
serta didokumentasikan dengan baik sebagai alat yang valid dan dapat diandalkan.
Menurut Kerr (1985) dalam Riley (2001), JDI memiliki konten dan validitas yang
(41)
41
di industri-organisasi psikologi yang telah mendapat banyak perhatian dari peneliti.
Sedangkan, JDS merupakan alat ukur yang mengukur kepuasan kerja berdasarkan lima aspek
yaitu: pay, security, social factors, supervision, and growth. Kemudian, alat ukur Minnesota
Satisfaction Questionnaire (MSQ) dirancang untuk mengukur kepuasan karyawan pada
pekerjaan khusus mereka. MSQ membuatnya layak untuk memperoleh gambaran kepuasan
kerja, serta memberikan pengukuran yang akurat dari kepuasan kerja (Levi, 2002). MSQ
terdiri dari 100-item instrumen. MSQ mengukur tingkat kepuasan kerja berdasarkan 20
dimensi yang berbeda, dengan lima pertanyaan pada setiap dimensi. Dimensi di mana
kepuasan kerja diukur sebagai berikut:.
• Ability utilization – the chance to use one’s abilities
• Achievement – feelings of accomplishment
• Activity – being able to stay busy on the job
• Advancement – the opportunity to advance
• Authority – the chance to direct others
• Company – satisfaction with company policies
• Compensation – pay for the work done
• Co-workers – relationships with co-workers
• Creativity – the chance to try own work methods
• Independence – the opportunity to work alone
• Moral values – not having violate conscience at work
• Recognition – praise received from work done
• Responsibility – freedom to use own judgment
• Security – steady employment of the job
• Social service – the chance to do things for others
(42)
42
• Supervision (hr) – way the boss handles employees
• Supervision (technical) – competence of supervisor
• Variety – the chance to do different things occasionally
• Working conditions – all facets of the work environment
Selanjutnya, Teacher Job Satisfaction Questionnaire (TJSQ) yang mengukur kepuasan kerja
guru dalam mengajar. Pada pengukuran ini terdiri dari 8 item dan 2 item tambahan yang
mengukur kepuasan kerja berdasarkan gaji (Riley, 2001).
2.2 Persepsi Kepemimpinan Transformasional 2.2.1 Kepemimpinan
Sebagian besar definisi kepemimpinan mengemukakan asumsi bahwa kepemimpinan
bekaitan dengan proses yang disengaja dari seseorang untuk menekankan pengaruhnya yang
kuat terhadap orang lain untuk membimbing, membuat struktur, memfasilitasi aktivitas dan
hubungan di dalam kelompok atau organisasi. Secara garis besar kepemimpinan didefinisikan
yaitu proses untuk mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang
perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk
memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama (Yukl, 2001 ).
Dalam Yukl (2001) kepemimpinan banyak didefinisikan oleh para ahli, seperti :
1. Burns (1978) mendefinisikan kepemimpinan dilaksanakan ketika seseorang
memobilisasi sumber daya institusional, politisi, psikologis, dan sumber – sumber
lainnya untuk membangkitkan, melibatkan dan memenuhi motivasi pengikutnya.
2. Menurut Jacobs & Jaques (1990) kepemimpinan adalah proses memberikan tujuan (
arahan yang berarti ) ke usaha kolektif, yang menyebabkan adanya usaha yang
(43)
43
3. E. H. Schein (1992) mendefinisikan kepemimpinan adalah kemampuan untuk
bertindak di luar budaya untuk memulai proses perubahan evolusi agar menjadi lebih
adaptif .
4. Draft & Paulus mendefinisikan kepemimpinan adalah proses untuk membuat individu
memahami manfaat bekerja samadenga orang lain, sehingga mereka paham dan mau
melakukannya.
2.2.2 Kepemimpinan Transformasional
Beberapa teori tentang kepemimpinan transformasional didasarkan pada ide dari
Burns (1978), inti dari teori ini ialah para pengikut merasakan kepercayaan, kekaguman,
kesetiaan, dan penghormatan terhadap pemimpin, dan mereka termotivasi untuk melakukan
lebih daripada yang awalnya diharapkan dari mereka. Pearson (2006) mengemukakan
kepemimpinan transformasional merupakan gaya kepemimpinan di mana para pemimpin
tidak dibatasi oleh persepsi pengikut mereka tetapi bebas dalam bertindak untuk mengubah
serta mempengaruhi pengikutnya. Berikut adalah kutipan dari tulisannya:
“ Leadership style in which leaders are not constrained by their follower perceptions but are free to act to change or transform their followers view “
Bass (1990) mengemukakan kepemimpinan transformasional terjadi jika pemimpin
mampu memperluas dan meningkatkan kepentingan karyawannya sehingga mendapatkan
hasil dari apa yang menjadi tujuan pada suatu kelompok tersebut.
Berbeda dengan kepemimpinan transaksional yang melibatkan sebuah proses
pertukaran yang dapat menghasilkan kepatuhan pengikut akan permintaan permintaan
pemimpin tetapi tidak mungkin menghasilkan antusiasme dan komitmen terhadap sasaran
(44)
44
berbeda, kepemimpinan transformasional lebih meningkatkan motivasi kerja dan kinerja
pengikutnya sedangkan kepemimpinan transaksional mengukur pada tingkat pengaruh
pemimpin terhadap bawahannya serta pencapaian tingkat kinerja yang telah disepakai oleh
pemimpin dan bawahannya yang berkaitan pada imbalan yang akan diterima oleh
bawahannya.
Bass (1985) dalam Munandar (2008) mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional
memiliki lima aspek yaitu :
1. Idealized influence
Pemimpin berusaha, melalui pembicaraan, mempengaruhi bawahan dengan
menekankan pentingnya nilai – nilai dan keyakinan, pentingnya keikatan pada
keyakinan (beliefs), perlu dimilikinya tekad mencapai tujuan, perlu
diperhatikan akibat – akibat moral dan etik dari keputusan yang diambil.
Pemimpin memperlihatkan kepercayaannya pada cita – citanya, keyakinannya
dan nilai hidupnya.
2. Inspirational Leadership
Pemimpin mampu menimbulkan inspirasi pada bawahannya, antara lain
dengan menentukan standar – standar tinggi, memberikan keyakinan bahwa
tujuan dapat dicapai.
Bawahan merasa mampu melakukan tugas pekerjaannya, mampu memberikan
berbagai macam gagasan.mereka merasa diberi inspirasi oleh pimpinannya.
3. Intellectual stimulation
Bawahan merasa bahwa pimpinan mendorong mereka untuk memikirkan
kembali cara kerja mereka, unuk mencari cara – cara baru melaksanakan
tugas, merasa mendapatkan cara baru dalam mempersepsi tugas – tugas.
(45)
45
Bawahan merasa diperhatikan dan diperlakukan secara khusus oleh
pimpinannya. Pemimpin memperlakukan setiap bawahannya sebagai sebagai
seorang pribadi dengan kecakapan, kebutuhan, keinginannya masing –
masing.
Kepemimpinan transformasional ini diukur berdasarkan persepsi kepemimpinan yang
diterima oleh bawahan, karena untuk aspek kepemimpinan transformasional ini ditujukan
kepada staf karyawan di dalam suatu perusahaan.
2.2.3 Pengukuran Kepemimpinan Transformasonal.
Untuk mengetahui kepemimpinan transformasional pada individu dapat digunakan
alat ukur yang mengadaptasi dari Bass and Avolio (1991) yaitu Multifactor Leadership
Quetionnaire ( MLQ ). Alat ukur ini berisi pernyataan dengan pilihan ganda dan pilihan isian.
Pernyataan dengan pilihan ganda digunakan untuk memperoleh informasi mengenai perilaku
pemimpinan transformasional dengan empat aspeknya. Sedangkan pernyataan dengan isian
digunakan untuk memperoleh informasi berkaitan dengan data kontrol seperti jenis kelamin,
usia, masa kerja, agama, nama, departemen dan posisi jabatan.
Alat ukur MLQ sudah pernah digunakan pada penelitian sebelumnya, Lowe dkk
(1996) dalam Yukl (2001) telah melakukan analisis meta atas hasil dari 39 studi yang
menggunakan MLQ. Pada analisis meta ini menemukan bahwa tiga perilaku transformasional
( kharisma, pertimbangan individual, stimulasi intelektual ) berhubungan dengan efektivitas
(46)
46
2.3 Motivasi Kerja 2.3.1 Motivasi
Motivasi berasal dari bahasa latin ”Movere”, yang berarti bergerak (to move). Pada
hakekatnya motivasi berhubungan pada keinginan individu untuk mendapatkan suatu tujuan.
Ivancevich dkk (2006) menjelaskan motivasi merupakan suatu perilaku yang berfokus pada
faktor – faktor di dalam diri individu untuk mendorong, mengarahkan, mempertahankan, dan
menghentikan sesuai dengan apa yang menjadi tujuannya.
Dessler (1978) dalam Oluseyi (2009) mengemukakan motivasi adalah dorongan dari
dalam diri individu atau dukungan dari luar untuk memunculkan suatu perilaku dalam
berbagai macam cara yang bertujuan pada reward.
Greenberg & Baron (1997) mendefinisikan :
“ Motivation as a set of process that arouse, direct, and maintain human behavior toward attaining some goal”.
Definisi ini menjelaskan motivasi adalah suatu proses yang membangkitkan,
mengarahkan, dan menjaga perilaku manusia agar terarah pada tujuan. Motivasi berhubungan
dengan tujuan, pentingnya tujuan dalam setiap pembahasan motivasi tampak nyata. Proses
motivasi, seperti yang diinterpretasikan oleh sebagian besar ahli teori, diarahkan pada
tujuannya. Berdasarkan tujuan itu individu akan perilaku yang
Green & Baron menjelaskan motivasi memiliki 3 komponen, yaitu :
1. Arousal
(47)
47
Misalnya : seseorang yang ingin mendapatkan nilai tinggi pada pelajaran matematika, pada
kondisi ini seseorang akan terstimulisasi untuk melakukan berbagai hal untuk mencapai
keinginannya.
2. Direction
Direction merupakan suatu tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Misalnya : seseorang yang ingin mendapatkan nilai tinggi, ia mendapatkan nilai tinggi
dengan cara belajar, mencontek, merayu gurunya dan sebagainya.
3. Maintenance
Maintenance merupakan seberapa lama seseorang akan bertahan pada pilihan yang dibuatnya
untuk mencapai tujuan tersebut.
2.3.2 Motivasi Kerja
Motivasi kerja ini menekankan pada pentingnya kerja keras yang dilaksanakan agar
individu mencapai hasil kerja keras tersebut. Robbins (2006) mendefinisikan motivasi
sebagai proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha
mencapai sasaran. Munandar (2001) menjelaskan motivasi kerja merupakan suatu proses
dimana kebutuhan – kebutuhan yang mendorong individu untuk melakukan serangkaian
kegiatan yang mengarah pada tujuan yang ingin dicapai.
2.3.3 Teori Motivasi Dua Faktor Herzberg .
Teori motivasi dua faktor dikemukakan oleh Herzberg. Dinamakan teori dua faktor
karena Herzberg mengemukakan perlunya memperhatikan dua faktor sebagai bentuk
motivasi yang akan diberikan kepada individu. Kedua faktor itu disebut dissatisfier –
satisfier, atau faktor ekstrinsik – intrinsik . Penelitian awal yang menghasilkan teori ini
(48)
48
pekerjaan, kompensasi dll. yang meyebabkan ketidakpuasan tehadap karyawan ketika kondisi
tersebut tidak ada. Faktor – faktor tersebut sangat diperlukan untuk mempertahankan
ketidakpuasan karyawan.
Kedua, adanya faktor intrinsik pada kondisi kerja. Faktor intrinsik ini sangat diperlukan untuk
membentuk motivasi yang kuat, sehingga dapat menghasilkan kinerja yang baik. Faktor –
faktor dalam rangkaian ini disebut satisfier.
Faktor – faktor pada kondisi ekstrinsik tersebut yaitu :
1. Gaji
Aspek ini meliputi pada semua keadaan yang menyangkut upah, kenaikan upah dan
harapan karyawan pada upah dari hasil kerja yang dilaksanakan.
2. Keamanan pekerjaan
Aspek ini meliputi pada rasa aman, kestabilan perusahaan, masa jabatan yang pasti
dari karyawan.
3. Kondisi kerja
Aspek ini meliputi pada kondisi tempat bekerja, lingkungan kerja, fasilitas kerja yang
didapat dari karyawan.
4. Prosedur perusahaan
Aspek ini meliputi pada pengorganisasian dan manajemen perusahaan yang teratur,
peraturan dan administrasi perusahaan.
5. Kualitas pengawasaan teknis
Aspek ini meliputi pada perlakuan adil yang diberikan atasan kepada karyawan,
pemberian penghargaan, serta bimbingan pada karyawan.
6. Kualitas hubungan interpersonal antar rekan kerja, dengan atasan, dan dengan
(49)
49
Aspek ini meliputi pada interaksi karyawan atasan, rekan kerja, bawahan. Hubungan
ini bersifat sosial maupun sosia teknikal ( yang berhubungan dengan pekerjaan ).
Faktor – faktor pada kondisi instrinsik tersebut yaitu :
1. Prestasi
Aspek ini merupakan besar kecilnya daya dorong seseorang untuk mencapai prestasi
kerja yang optimal. Aspek ini meliputi pada keberhasilan ataupun kegagalan yang
dinilai secara spesifik, misalnya pelaksanaan kerja, penyelesaian masalah, dan usaha
untuk mempertahankan keberhasilan.
2. Tanggung jawab
Aspek in meliputi pada hal – hal yang berhubungan dengan tanggung jawab dan
otoritas pada karyawan
3. Kemajuan.
Aspek ini merupakan kesempatan karyawan untuk dapat maju dalam pekerjaannya.
Aspek ini meliputi situasi yang memungkinkan untuk mempelajari keahlian baru atau
kesempatan untuk maju, meningkat, atau semakin baik.
4. Pekerjaan itu sendiri
Aspek ini merupakan tantangan yang dirasakan karyawan dari pekerjaannya. Aspek
ini meliputi pelaksanaan kerja yang aktual yang dapat dilihat dari rutinitas, jumlah
pekerjaan, sifat pekerjaan.
5. Penghargaan
Aspek ini merupakan besar kecilnya pengakuan atau penghargaan yang diberikan
(50)
50
2.3.4 Pengukuran Motivasi Kerja .
Pengukuran motivasi kerja diambil dari Skala Sikap yang berdasarkan faktor-faktor motivasi yang telah dikemukakan oleh Herzberg, yaitu achievement, responsibility,
recognition, work itself, advancement, interpersonal relations, supervision, salary, job
security, company policy and administration, serta working condition. Skala ini digunakan
sebagai alat ukur karena skala ini memuat faktor-faktor motivasi kerja menurut Herzberg, sehingga dengan menggunakan skala ini dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang dapat memberikan sumbangan dalam memotivasi kerja karyawan. Penilaian yang diberikan partisipan dalam bentuk respon terhadap kuesioner dengan 5 pilihan jawaban, yaitu dari Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), Raguragu (R), Sesuai (S), hingga Sangat Sesuai (SS).
Pengukuran motivasi kerja dapat dilakukan dengan menggunakan The Motivational at
Work Scale (Gagné, M.,et al, 2010 dalam Ayub, 2011). MAWS terdiri dari 12 item. Setiap
subskala terdiri dari tiga item dari intrinsik (nomor 4, 8, & 12), Diidentifikasi (item 3, 7, &
11), Introjected (item, 2, 6, & 10), dan ekstrinsik (item 1, 5, & . 9) Skala Peringkat berkisar
dari 1 = tidak sama sekali, 2 = sangat sedikit, 3 = sedikit, 4 = cukup, 5 = sangat; 6 = sangat
(51)
51
2.3.5 Hubungan kepemimpinan Transformasional dan Kepuasan kerja
Dari berbagai penelitian yang dilakukan oleh para ahli, bahwa kepemimpinan
transformasional memiliki hubungan dengan kepuasan kerja karyawan. Lashbrook (1997)
dalam Voon (2011) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional sangat
berperan penting dalam mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Beberapa peneliti
menemukan bahwa gaya kepemimpinan yang berbeda akan mengarahkan pada lingkungan
kerja yang berbeda, serta secara langsung mempengaruhi kepuasan kerja karyawan (Bogler
dkk, 2001 dalam Voon, 2011). Bass (1985) mengemukakan bahwa kepemimpinan
transformasional pada dasarnya dapat mendorong pada kepuasan pekerjaan yang lebih,
mengingat kemampuannya untuk memberikan misi dan stimulasi intelektual.
Pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan transformasional cenderung
mendorong dan memotivasi para pengikut mereka untuk mengambil tanggung jawab lebih
dan otonomi (Emery & Barker, 2007 dalam Voon, 2011) sehingga meningkatkan pemahaman
karyawan dan kepuasan prestasi dengan pekerjaan mereka. Kepemimpinan transformasional
telah banyak dikaitkan dengan konsekuensi individu dan organisasi positif (Bass, 1990). Ini
gaya kepemimpinan yang ditemukan berkorelasi positif dengan persepsi kerja karyawan,
pemimpin dan organisasi. Selain itu, Watson (2009) mengemukakan bahwa teori
kepemimpinan transformasional menggabungkan perilaku, faktor situasional dan relasional
dan karenanya tetap relevan untuk mempelajari pengaruh kepemimpinan terhadap kepuasan
(52)
52
Voon (2011) melakukan penelitian mengenai pengaruh gaya kepemimpinan terhadap
kepuasan kerja. Dalam penelitiannya hasil penelitian bahwa gaya kepemimpinan
transformasional memiliki hubungan positif dengan kepuasan kerja dalam organisasi
pemerintah. Sebuah studi, secara keseluruhan telah bahwa gaya kepemimpinan
transformasional memiliki hubungan positif dengan kepuasan kerja. Sedangkan Bushra
(2011) dalam penelitiannya bahwa adanya hubungan positif antara kepemimpinan
transformasional dan kepuasan kerja karyawan. Berdasarkan temuan-temuan statistik pada
kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional untuk membawa
perubahan 42% pada kepuasan kerja secara keseluruhan. Oleh karena itu, temuan penelitian
ini mendukung hipotesis 1 dan membuktikan bahwa dengan menggunakan gaya
kepemimpinan transformasional, pemimpin dapat membuat staf lebih puas.
Jika karyawan puas dengan pekerjaan mereka, mereka akan melakukan yang lebih
baik. pemimpin yang menggunakan kepemimpinan transformasional memiliki tingkat lebih
tinggi dalam membentuk kepuasan kerja karyawan. Berdasarkan temuan ini bahwa
kepemimpinan transformasional adalah sebuah konsep modern dalam subjek kepemimpinan
yang lebih disukai oleh organisasi karyawan. Sebuah studi oleh Parry & Proctor-Thompson
(2003) dalam menemukan pengaruh kepemimpinan di suatu perusahaan yang bahwa
kepemimpinan transformasional mengarah pada kinerja dan kepuasan kerja karyawan yang
lebih tinggi.
Selain itu, sebuah studi terbaru oleh Tambang (2008) dalam Hukpati (2009) di
sekolah umum di Siprus bahwa perilaku kepemimpinan transformasional kepala sekolah
diidentifikasikan secara signifikan dan positif mempengaruhi kepuasan kerja guru. Studi lain
yang ditemukan oleh Ejimofor dkk (2007) dalam Hukpati (2009) juga hubungan yang
positif kepemimpinan transfomasional dan kepuasan kerja pada di Pertambangan lembaga
(53)
53
Norwegia oleh Hetland & Sandal (2003) dalam Hukpati (2009) juga menemukan
kepemimpinan transformasional dalam lembaga-lembaga baik swasta dan publik sebagai
memiliki hubungan yang kuat dan konsisten dengan kepuasan kerja karyawan. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional dianggap cocok sebagai variabel yang
berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan.
2.3.6 Hubungan Motivasi kerja dan Kepuasan Kerja
Berdasarkan berbagai literatur yang peneliti temui, motivasi kerja merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Lambrou (2010) mengemukakan
bahwa kepuasan kerja dan motivasi saling bekerja sama untuk meningkatkan kinerja di dalam
suatu organisasi. Sedangkan, Frankl (1984) dalam Lather (2005) bahwa motivasi
mencerminkan tingkat individu yang menemukan makna pada pekerjaannya sehingga
menimbulkan kepuasan dalam bekerja.
Menurut Webster (2008) dalam Shief (2008) menjelaskan bahwa motivasi dapat
didefinisikan sebagai drive, stimulus atau insentif yang mendorong individu untuk mencapai
tujuan pribadi dan organisasi. Psikolog telah lama mempelajari aspek yang menyebabkan
kepuasan kerja bagi karyawan dan mencoba untuk menjelaskan apa yang memotivasi orang
untuk mencapai kesuksesan tidak hanya bagi diri mereka sendiri tapi untuk perusahaan
mereka juga.
Tella (2007) dalam penelitiannya meneliti hubungan motivasi kerja dan kepuasan
kerja. Dalam penelitianya bahwa motivasi kerja sangat berhubungan dengan kepuasan kerja.
Motivasi kerja dapat membentuk individu untuk menjalankan tujuan – tujuan kerja yang
dilaksanakan. Pada penelitiannya, Tella (2007) menjelaskan korelasi yang ada dalam
penelitian ini antara motivasi kerja dapat meningkatkan kinerja karyawan dan kepuasan kerja
(54)
54
Tella (2007), yang menjelaskan bahwa faktor-faktor motivasi berkontribusi terhadap
kepuasan kerja.
Motivasi kerja sangat diperlukan untuk membentuk kepuasan kerja yang baik. Schultz
and Schultz (1998) dalam Ayub (2011) menjelaskan bahwa orang menghabiskan sepertiga
sampai setengah jam aktivitas mereka di tempat kerja, untuk jangka waktu 40 sampai 45
tahun, waktu yang sangat lama bagi individu yang memungkinkan menjadi frustrasi, tidak
puas dan tidak bahagia pada pekerjaannya, terutama karena membawa perasaan untuk
kehidupan keluarga dan sosial , dan mempengaruhi kesehatan fisik dan emosional. Pada
kondisi ini, motivasi sangat diperlukan agar mampu meminimalisir faktor – faktor kejenuhan
yang dirasakan oleh individu, dan menciptakan semangat kerja yang baik.
Vermeulen (2003) dalam Ayub (2011) menemukan bahwa sejauh mana individu
termotivasi berdasarkan posisi, status dan memperhatikan peringkat pada pekerjaannya,
dalam hal ini bahwa secara positif motivasi berhubungan dengan pengalaman mereka yang
menciptakan kepuasan kerja. Ayub (2011) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa
terdapat hubungan positif antara motivasi kerja dan kepuasan kerja (r =. 563). Temuan ini
konsisten pada studi sebelumnya seperti (Brown dan Shepherd, 1997) yang melaporkan
bahwa motivasi untuk meningkatkan kinerja karyawan dan kepuasan kerja. Hasil penelitian
ini juga sesuai dengan Catur (1994), yang melaporkan bahwa faktor-faktor motivasi tertentu
yang berkontribusi terhadap kepuasan kerja prediksi
2.3.7 Kerangka Berfikir
Kepuasan kerja (job satisfaction) pada sikap umum seorang individu terhadap
pekerjaannya. Seorang dengan sikap kepuasan tinggi sikap yang positif terhadap kerja,
seseorang yang tidak puas terhadap pekerjaannya sikap yang negatif terhadap pekerjaan
tersebut (Robins, 2003). Salah satu faktor utama yang mempengaruhi kepuasan kerja
(55)
55
dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan – kesan indera agar memberikan
makna bagi lingkungan mereka (Robbins & Judge (2009). Persepsi dalam penerapannya
dapat diukur dengan adanya penilaian antar karyawan.
Pearson (2006) mengemukakan kepemimpinan transformasional merupakan gaya
kepemimpinan di mana para pemimpin tidak dibatasi oleh persepsi pengikut mereka tetapi
bebas dalam bertindak untuk mengubah serta mempengaruhi pengikutnya. Terdapat empat
aspek pada kepemimpinan transformasional, yaitu Idealized influence, Inspirational
Leadership, Intellectual stimulation, Individualized consideration (Bass, 1985). Peneliti
ingin menguji apakah persepsi kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh terhadap
kepuasan kerja karyawan.
Kemudian, faktor lain yang juga mempengaruhi kepuasan kerja karyawan adalah
motivasi kerja, yang mana dalam penelitian ini menggunakan model dua faktor Herzberg.
Motivasi kerja merupakan suatu bentuk dorongan dari dalam diri individu yang
memunculkan perilaku untuk mencapai tujuan yang diharapkan . Pada motivasi kerja ini,
peneliti menggunakan teori motivasi kerja yang dikemukakan oleh herzberg, yaitu teori
model 2 faktor . Teori model 2 faktor merupakan suatu pendekatan yang menjelaskan bahwa
seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor , yaitu : intrinsik
dan ekstinsik
Pada faktor intrinsik memiliki 5 aspek yaitu :
1. Prestasi
2. Tanggung jawab
3. Kemajuan
(56)
56
5. Penghargaan
Faktor ekstrinsik memiliki 6 aspek, yaitu :
1. Gaji
2. Keamanan pekerjaan
3. Kondisi Kerja
4. Prosedur Perusahaan
5. Kualitas pengawasan teknis
6. Kualitas hubungan interpersonal antar kerja
Selanjutnya, Peneliti ingin meneliti apakah lima aspek kepemimpinan transformasional dan
(57)
57
(58)
58
2.2 Hipotesis Penelitian
Idealized Influence
Gaji Inspirational Learning
Intellectual Stimulation
Individualized Consideration
Keamanan pekerjaan Kepuasan
kerja karyawan
Kualitas pengawasan teknis
Kondisi Kerja
Prosedur Perusahaan Kepemimpinan
Transformasional
Kualitas hubungan interpersonal antar kerja
Ekstrinsik
Prestasi
Tanggung jawab
Kemajuan
Penghargaan Pekerjaan itu sendiri Intrinsik
Model dua
(59)
59
Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat apakah tinggi rendahnya kepuasan kerja
karyawan yang merupakan dependent variable bergantung pada tinggi rendahnya skor pada
independent variable yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu persepsi kepemimpinan
transformasional dan motivasi kerja.
Bunyi hipotesis mayornya yaitu : “ada pengaruh yang signifikan persepsi kepemimpinan transformasional, motivasi kerja terhadap kepuasan kerja karyawan”.
Selanjutnya hipotesis minor penelitian ini yaitu :
• Idealized influence berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan
• Inspirational Leadership berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan
• Intellectual stimulation berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan
• Individualized consideration berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan
• Aspek Gaji dalam model dua faktor berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan
• Aspek Keamanan pekerjaaan dalam model dua faktor berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan
• Aspek Kondisi kerja dalam model dua faktor berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan
(1)
175
Co - Workers
(2)
176
Nature of Work
(3)
177
(4)
178
Gambar 3.1
(5)
179
Gambar 3.3
(6)
180