Bayân Tasyri Fungsi Hadis Terhadap al-Qur’an

Dalam hadis terdapat hukum-hukum yang tidak dijelaskan al- Qur’an. Ia bukan berfungsi sebagai penjelas atau penguat, tetapi hadis sendirilah yang menjelaskan sebagai dalil atau ia menjelaskan yang tersirat dalam ayat-ayat al-Qur’an. 30 Contoh hadis yang berfungsi untuk bayan tasyri’ ini adalah hadis tentang perkawinan senasab yang berbunyi: إ ن ﷲا ﺮ م ﺮ ا ﺎ ﺔ ﺎ ﺮ م ا . ر و ﻩا 31 Sesungguhnya Allah mengharamkan pernikahan karena persusuan sebagaimana halnya Allah telah mengharamkan karena senasab. H.R. Muslim. Hadis yang termasuk bayan tasyri’ ini wajib diamalkan sebagaimana halnya dengan hadis-hadis lain. Ibnu al-Qayyim berkata bahwa hadis-hadis Rasulullah SAW yang berupa tambahan terhadap al- Qur’an harus ditaati dan tidak boleh menolak atau mengingkari. 32

4. Bayân Nasakh

Secara bahasa, Nasakh, berarti al-Ibt ħâl membatalkan, Izâlah menghilangkan, dan Taghyîr mengubah. Yang kemudian para ulama, melalui pendekatan bahasa, memberikan pengertian bayan nasakh. Sedangkan menurut ulama Ushul, nasakh berarti penghapusan oleh syariat terhadap suatu hukum syara’ dengan dalil syara’yang datang kemudian. Bagi Ulama Mutaqaddimin, nasakh terjadi karena adanya dalil syara’ yang mengubah suatu hukum ketentuan, karena telah berakhir masa keberlakuannya serta tidak bisa diamalkanlagi. Dan pembuat syariat ayat tersebut tidak diberlakukan untuk selama-lamanya 33 . Intinya, ketentuan yang datang kemudian menghapus ketentuan yang terdahulu, karena yang terakhir dipandang lebih luas dan lebih cocok dengan nuansanya. Sehingga hadis yang datangnya sesudah al-Qur’an 30 Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis…, h. 19 . 31 Abî al- Ħusain Muslîm al-Ħajjâj, Şâhiħ Muslîm, Bâb. Al-Rađa’, tt.p., t.p., t.t., Jilid Ke- 9, h. 21. 32 Mudasir, Ilmu Hadis, Jakarta: Pustaka Setia, 2007, Cet Ke-3, h. 85. 33 Ajjaj al-Khatib, Pokok-Pokok Ilmu Hadis, Ter. Dari Ushul al-Hadits. Oleh Qodirun Nur, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2003, Cet. Ke-3, 258. dapat menghapus ketentuan dan isi kandungan al-Qur’an. Akan tetapi ketidak berlakuan suatu hukum, harus terlebih dahulu memenuhi syarat- syarat yang ditentukan. Terutama syarat atau ketentuan adanya nasakh dan mansukh. Dalam bayan nasakh ini, ada perbedaan pendapat dikalangan ulama. Sebagian ada yang mengakui adanya bayan nasakh, dan sebagian lagi tidak mengakui adanya bayan nasakh ini. Di antara golongan yang mengaki adanya bayan nasakh adalah golongan Mu’tazilah, Hanafiyah dan Hazm al-Dhariri. Bagi Mu’tazilah, fungsi nasakh ini hanya berlaku untuk hadis-hadis yang mutawatir. Sementara golongan Hanafiyah dalam hal nasakh al-Qur’an dengan sunnah, tidak mensyaratkan hadisnya mutawatir, tetapi boleh dari hadis selainnya. Dan Ibnu Hazm berpendapat, meskipun dengan hadis Ahad sekalipun, sunnah bisa menasakh hukum yang ada dalam al-Qur’an. 34 Sedangakn golongan yang tidak mengakui adanya bayan nasakh ini di antaranya adalah golongan Imam Syafi’i, Madzhab Zahiriyah dan kelompok Khawarij. Mereka berpendapat, sunnah tidak bisa menghapus ketentuan yang ada dalam al-Qur’an meskipun di nasakh denagn hadis mutawatir. 35 Salah satu contoh yang biasa diajukan oleh para ulama adalah hadis yang berbunyi: و ﺎ ﺻ ﺔ ﻮ را ث ر و ﻩا ا ﺮ ﺬ ى 36 Tidak ada wasiat bagi ahli waris H.R. Tirmidzi. Hadis ini menurut mereka menasakh firman Allah surat al-Baqarah: 180: 34 Munzir Suparta, Ilmu Hadis…, h. 66. 35 Munzir Suparta, Ilmu Hadis…, h. 66-67. 36 Abi Isa Muhammad bin Isa bin Saurah Ibn Musa at-Turmudzi, Sunan at- Tirmidzi, al-Jâmi’ as- Şaħiħ, Bab Mâ Jâa Lâ Wasiyyat li Wâritsin, al-Qahirah: Dar al- Hadis, t.t., Juz 6, h. 309.