Bayân Nasakh Fungsi Hadis Terhadap al-Qur’an

dapat menghapus ketentuan dan isi kandungan al-Qur’an. Akan tetapi ketidak berlakuan suatu hukum, harus terlebih dahulu memenuhi syarat- syarat yang ditentukan. Terutama syarat atau ketentuan adanya nasakh dan mansukh. Dalam bayan nasakh ini, ada perbedaan pendapat dikalangan ulama. Sebagian ada yang mengakui adanya bayan nasakh, dan sebagian lagi tidak mengakui adanya bayan nasakh ini. Di antara golongan yang mengaki adanya bayan nasakh adalah golongan Mu’tazilah, Hanafiyah dan Hazm al-Dhariri. Bagi Mu’tazilah, fungsi nasakh ini hanya berlaku untuk hadis-hadis yang mutawatir. Sementara golongan Hanafiyah dalam hal nasakh al-Qur’an dengan sunnah, tidak mensyaratkan hadisnya mutawatir, tetapi boleh dari hadis selainnya. Dan Ibnu Hazm berpendapat, meskipun dengan hadis Ahad sekalipun, sunnah bisa menasakh hukum yang ada dalam al-Qur’an. 34 Sedangakn golongan yang tidak mengakui adanya bayan nasakh ini di antaranya adalah golongan Imam Syafi’i, Madzhab Zahiriyah dan kelompok Khawarij. Mereka berpendapat, sunnah tidak bisa menghapus ketentuan yang ada dalam al-Qur’an meskipun di nasakh denagn hadis mutawatir. 35 Salah satu contoh yang biasa diajukan oleh para ulama adalah hadis yang berbunyi: و ﺎ ﺻ ﺔ ﻮ را ث ر و ﻩا ا ﺮ ﺬ ى 36 Tidak ada wasiat bagi ahli waris H.R. Tirmidzi. Hadis ini menurut mereka menasakh firman Allah surat al-Baqarah: 180: 34 Munzir Suparta, Ilmu Hadis…, h. 66. 35 Munzir Suparta, Ilmu Hadis…, h. 66-67. 36 Abi Isa Muhammad bin Isa bin Saurah Ibn Musa at-Turmudzi, Sunan at- Tirmidzi, al-Jâmi’ as- Şaħiħ, Bab Mâ Jâa Lâ Wasiyyat li Wâritsin, al-Qahirah: Dar al- Hadis, t.t., Juz 6, h. 309. ☺ ⌧ ☺ ☺ Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan tanda-tanda maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara maruf Ini adalah kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. QS. Al-Baqarah: 180. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa hadis dalam Islam merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur’an, dan mempunyai fungsi yang begitu penting dalam Islam. Diantara fungsi hadis adalah bayân taqrîr, bayân tafsir, bayân tasyri’, serta bayân nasakh.

BAB IV SIFAT PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF HADIS

A. Beberapa Sifat Pendidik

Faktor guru sebagai tenaga pendidik sangat dominan dalam menentukan keberhasilan pendidikan, guru memiliki banyak fungsi di antaranya sebagai pendidik, pengajar dan pembimbing siswa di sekolah. Terlepas dari fungsi guru yang telah dikemukakan di atas, faktor terpenting dari seorang guru adalah sifat dan kepribadiannya. Sebagai suri tauladan, pendidik guru harus memiliki kepribadian yang dapat dijadikan profil dan idola, seluruh kehidupannya adalah figur yang paripurna. Itulah kesan terhadap pendidik sebagai sosok ideal, sedikit saja pendidik berbuat yang kurang baik, akan mengurangi kewibawaannya dan kharisma pun secara perlahan lebur dari jati diri. Sifat seorang pendidik sangat besar peranannya dan turut menuntukan keberhasilan proses belajar mengajar. Rasul dalam hadisnya banyak menjelaskan bagaimana sifat seorang pendidik yang ideal. Diantara sifat guru yang ideal itu, diantaranya:

1. Penyayang

ﺪ ﺔ ﺎ أ بﻮ أ هو ﺎ ﺪ لﺎ ﺪ أ ﻰ ﺎ ﻚ ﺎ ﺮ و ﷲا ﻰ ﺻ ا أ ثﺮ ﻮ ا ا ﺎ ر نﺎآو ﺔ ﺮﺸ ﻩﺪ ﺎ ﺄ ﻮ ىأر ﺎ ﺎ ر ﻮ لﺎ ﺎ ﺎهأ ﻰ إ ﺎ ا و ﻬ اﻮ ﻮﻜ اﻮ ﺟر ﺻو هﻮ اذﺈ اﻮ 46 Dari Mâlik bin Huwairits berkata: aku menemui Rasulullah saw yang berada dalam kelompok kami dari kaumku kemudian kami tinggal bersamanya selama dua puluh malam, dan Rasulullah selalu bersikap ramah dan penuh kasih sayang. Ketika Rasul mengetahui kami telah merasa rindu kepada keluarga kami, maka beliau berkata: “Pulanglah dan temui keluarga kalian, dan tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka dan shalatlah kalian ketika telah tiba waktunya dan hendaklah seseorang diantara kalian mengumandangkan adzan dan orang yang lebih tua di antara kami menjadi imam. H.R. Bukhari. Pada hadis di atas disebutkan bahwa Rasulullah memerintahkan para sahabatnya, mereks adalah Bani Laits yang terdiri dari tiga hingga sepuluh orang, 2 untuk pulang dan menemui keluarga mereka ketika para sahabat berkumpul di kediaman Rasul. Selama mereka tinggal bersama, Rasul senantiasa mengajak mereka untuk melakukan shalat secara berjama’ah dan menunjuk seseorang untuk menjadi Imam ketika shalat, serta mencontohkan kepada mereka tata cara shalat yang benar. Karena para sahabat sudah lama tidak bertemu dengan keluarga mereka, Rasul mengetahui bahwa para sahabatnya telah merasa rindu, menyadari hal itu, dengan sifat kasih dan sayangnya, ia memerintahkan para sahabat untuk pulang. Rasul tidak mau memaksakan para sahabat untuk tetap tinggal bersamanya dan melanjutkan pelajaran sedangkan mereka sudah tidak dapat berkonsentrasi. Karena jika dipaksakan, dikhawatirkan para sahabat tidak dapat menyerap pelajaran yang diberikan dengan baik. Kemudian tidak lupa Rasul berpesan kepada para sahabat untuk mengajarkan kepada keluarga mereka apa yang telah Ia ajarkan, serta 1 Abî Abdillah Muhammad bin Ismâ’íl al-Bukhârî, Şaħîħ al-Bukhâri, Bab Man Qâla liyuadzin fî as-Safari Muadzinun Wâhidun, Beirut: Maktabah al-A şriyyah, t.t., Juz 4, h. 1901. 2 Ahmad bin Alî bin Hajar al-Asqalânî, Fat ħ al-Bâri, Bab Man Qâla liyuadzin fî as-Safari Muadzinun Wâhidun, Beirut: Dar al-Fikr, 1993 Juz 2, h. 320.