Karakteristik Demografi Sampel Hasil Analisis Univariat

5.1.3.2. Hubungan Kualitas Tidur dengan Fungsi Kognitif Tabel 5.6. Analisis Korelasi Spearman Kualitas Tidur dengan Fungsi Kognitif Subjektif Latensi Durasi Efisiensi Gangguan Obat Disfungsi PSQI Visuospasial eksekusi r s p -0,080 0,485 -0,051 0,660 -0,083 0,471 -0,176 0,123 -0,170 0,137 0,043 0,708 -0,043 0,710 -0,153 0,182 Penamaan r s p -0,236 0,037 -0,009 0,936 -0,149 0,193 -0,113 0,323 -0,021 0,858 -0,121 0,291 -0,128 0,264 -0,258 0,023 Memori delayed recall r s p 0,046 0,691 -0,047 0,686 -0,019 0,872 -0,063 0,582 -0,060 0,602 -0,169 0,140 -0,187 0,101 -0,194 0,089 Atensi r s p -0,047 0,682 -0,118 0,304 -0,052 0,649 -0,290 0,010 -0,213 0,061 -0,430 0,707 -0,008 0,945 -0,207 0,069 Bahasa r s p -0,109 0,341 -0,205 0,072 0,028 0,807 -0,045 0,695 0,046 0,688 -0,157 0,169 -0,220 0,053 -0,214 0,059 Abstraksi r s p -0,186 0,104 -0,084 0,465 -0,066 0,567 -0,113 0,325 -0,177 0,121 -0,165 0,149 0,086 0,452 -0,195 0,087 Orientasi r s p 0,122 0,289 -0,075 0,514 -0,070 0,544 -0,363 0,001 0,019 0,868 -0,033 0,776 0,074 0,522 -0,039 0,736 MoCA r s p -0,082 0,477 -0,173 0,130 -0,072 0,533 -0,250 0,027 -0,202 0,076 -0,190 0,095 -0,104 0,366 -0,326 0,004 Berdasarkan tabel 5.6., dapat dianalisis bahwa korelasi antara kualitas tidur PSQI dengan fungsi kognitif MoCA yang diwakili oleh nilai r s adalah sebesar -0,326 dengan p value = 0,004. Pada penelitian ini didapatkan nilai r s bernilai negatif, ini berarti bahwa semakin tinggi nilai kualitas tidur semakin buruk kualitas tidur maka semakin rendah nilai fungsi kognitif semakin terganggu fungsi kognitif. Menurut Dahlan 2013, nilai r s tersebut memiliki sifat korelasi lemah dan ditambah dengan nilai p 0,05 yang berarti ada korelasi bermakna antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif. Hal ini berarti bahwa Ho yang menyatakan tidak ada hubungan atau korelasi antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif ditolak. Pada analisis lebih lanjut terhadap masing-masing komponen dari kedua variabel didapatkan hubungan bermakna pada kelompok berikut: Pada uji korelasi pada penilaian subjektif kualitas tidur dengan kemampuan penamaan didapatkan koefisien korelasi r s sebesar -0,236 yang berarti sifat korelasinya lemah dengan p value = 0,037 yang berarti ada hubungan atau korelasi yang bermakna antara penilaian subjektif kualitas tidur dengan kemampuan penamaan. Pada uji korelasi pada efisiensi tidur dengan kemampuan atensi didapatkan koefisien korelasi r s sebesar -0,290 yang berarti sifat korelasinya lemah dengan p value = 0,010 yang berarti ada hubungan atau korelasi yang bermakna antara efisiensi tidur dengan kemampuan atensi. Pada uji korelasi pada efisiensi tidur dengan kemampuan orientasi didapatkan koefisien korelasi r s sebesar -0,363 yang berarti sifat korelasinya lemah dengan p value = 0,001 yang berarti ada hubungan atau korelasi yang bermakna antara efisiensi tidur dengan kemampuan orientasi. Pada uji korelasi pada efisiensi tidur dengan fungsi kognitif didapatkan koefisien korelasi r s sebesar -0,250 yang berarti sifat korelasinya lemah dengan p value = 0,027 yang berarti ada hubungan atau korelasi yang bermakna antara efisiensi tidur dengan fungsi kognitif. Pada uji korelasi pada kualitas tidur dengan kemampuan penamaan didapatkan koefisien korelasi r s sebesar -0,258 yang berarti sifat korelasinya lemah dengan p value = 0,023 yang berarti ada hubungan atau korelasi yang bermakna antara kualitas tidur dengan kemampuan penamaan.

5.2. Pembahasan

Hasil pada penelitian ini yang dilakukan dengan analisis bivariat menggunakan uji korelasi spearman mendapatkan nilai r s = -0,326 dengan nilai p = 0,004. Hal ini berarti ada korelasi bermakna dan lemah antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif pada siswa SMA Wiyata Dharma. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wijck 2011 yang menemukan ada hubungan antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif. Ini ditandai dengan didapatkannya hubungan antara kualitas tidur dengan waktu reaksi p = 0,004 dan stabilitas waktu reaksi p = 0,010 pada tugas atensi berkepanjangan. Waktu reaksi pada tugas memori kerja juga berhubungan dengan kualitas tidur yang ditandai dengan perasaan cukup istirahat p = 0,018. Ini disebabkan karena responden dengan kualitas tidur yang buruk dan tidak cukup istirahat ketika tidur mengalami gangguan pada pola sirkadiannya yang mengalami ketertinggalan dari pola tidur- bangunnya, seperti ketika seseorang terbangun lebih awal dari yang diperlukan pola sirkadiannya. Ini menyebabkan seseorang terbangun tetapi kurang cukup istirahatnya, sehingga akibat kondisi inilah terjadi gangguan pada kemampuan kognitif. Sadeh et al. 2002 dalam Araújo 2013 juga menemukan hal yang hampir sama pada penelitiannya dimana kualitas tidur buruk yang ditandai dengan gangguan tidur yang terbagi-bagi fragmented sleep juga mempunyai hubungan dengan buruknya performa pada kemampuan kognitif terutama pada tes continuous performance p 0,005 dan tes symbol-digit substitution p 0,05. Terganggunya fungsi kognitif ini juga disebabkan oleh terganggunya pola sirkadian dimana pada responden dengan kualitas tidur baik memiliki nilai lebih tinggi pada hasil uji kemampuan kognitif berupa Symbol-Digit Test SDS response latency , Continuous Performance Test CPT commision errors, dan digit learning error score dibandingkan dengan responden dengan kualitas tidur yang buruk pada pagi hari. Penyebabnya kemungkinan dipengaruhi oleh rasa kantuk sleep inertia yang lebih besar sehingga mempengaruhi kemampuan kognitif pada responden dengan kualitas tidur buruk. Penelitian lain yang meneliti tentang kualitas tidur terhadap kemampuan kognitif diteliti lebih lanjut pada tahun berikutnya oleh Sadeh et al. 2003 dalam Gruber et al. 2012. Pada penelitiannya ditemukan bahwa responden yang mengalami ekstensi tidur mendapatkan nilai lebih baik daripada responden yang mengalami restriksi tidur pada tes simple reaction time p 0,005, tes symbol digit response latency p 0,001 dan tes continuous performance test-reaction time p 0,005. Ketiga tes ini merupakan tes yang berfungsi pada pengukuran kemampuan kognisi terutama pada kemampuan atensi yang berperan dalam proses belajar dan kemampuan akademik. Wright et al. 2012 mengemukakan penjelasan yang mirip, dimana pada dua dekade awal kehidupan terjadi perkembangan pada struktur otak dan fungsinya yang berhubungan dengan kognisi. Ketika terjadi gangguan pada fisiologi sirkadian, ini dapat berakibat pada terganggunya kemampuan kognitif pada remaja. Waktu masuk sekolah yang awal menyebabkan remaja harus terbangun lebih awal dari waktu bangun pola sirkadian sehingga mengganggu kemampuan kognisi secara keseluruhan. Penelitian yang dilakukan oleh Wolfson