BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tidur
2.1.1.  Definisi Tidur
Tidur  didefinisikan  sebagai  kondisi  tidak  sadar  dimana  seseorang  yang berada dalam  kondisi  tersebut  dapat  dibangunkan dengan rangsang sensorik  atau
rangsang  lain.  Tidur  harus  dibedakan  dari  koma,  yaitu  suatu  kondisi  tidak  sadar dimana  seseorang  yang  berada  dalam  kondisi  tersebut  tidak  dapat  dibangunkan
Guyton, 2010.
2.1.2.   Elektrofisiologi Tidur
Dalam keadaan fisiologis, tidur terbagi 2 yaitu  Non-Rapid Eye Movement NREM  dan  Rapid  Eye  Movement  REM.  Pada  tidur  NREM,  yang  terdiri  atas
tahap  1  sampai  4,  mayoritas  fungsi  fisiologis  sangat  berkurang  dibandingkan dengan  keadaan  terjaga.  Tidur  REM  secara  kualitatif  berbeda,  ditandai  dengan
dengan  tingginya  aktivitas  otak  dan  aktivitas  fisiologis  yang  setara  dengan  saat terjaga. Sekitar 90 menit setelah onset tidur, NREM berkembang menjadi episode
REM pertama. Periode latensi selama 90 menit secara konsisten ditemukan pada orang  dewasa  normal;  pemendekan  latensi  REM  sering  terjadi  pada  gangguan
seperti gangguan depresif dan narkolepsi Sadock, 2007. Pada  orang  normal,  tidur  NREM  merupakan  keadaan  yang  lebih  tenang
dibanding  saat  terjaga.  Denyut  jantung  per  menit  menurun  hingga  5  sampai  10 denyut  per  menit  dibawah  denyut  nadi  saat  terjaga  sedang  istirahat  dan  sangat
teratur  denyutnya.  Pernafasan  juga  terpengaruh  dan  tekanan  darah  cenderung lebih  rendah,  dengan  sedikit  variasi  dari  menit  ke  menit.  Resting  potential  otot
tubuh  lebih  rendah  pada  saat  tidur  REM  daripada  keadaan  terjaga.  Gerakan episodik dan involunter terdapat pada tidur NREM Sadock, 2007.
Bagian  terdalam  tidur  NREM  tahap  3  dan  4,  disebut  juga  slow-wave sleep
kadang  dikaitkan  dengan  karakteristik  bangkitan  yang  tidak  biasa.  Ketika
seseorang bangkit 30 menit hingga 1 jam setelah onset tidur biasanya pada slow- wave  sleep
,  orang  tersebut  akan  mengalami  diorientasi  dan  pikirannya  kacau. Bangkitan  singkat  dari  slow-wave  sleep  juga  menyebabkan  amnesia  terhadap
peristiwa  selama  bangkitan.  Masalah  spesifik  seperti  enuresis,  somnoambulisme, dan night terror dapat ditimbulkan oleh kekacauan pikiran selama bangkitan dari
tahap 3 atau 4 Sadock, 2007. Ukuran poligrafik selama tidur REM menunjukkan pola yang tidak teratur,
kadang  mendekati  pola  terjaga  ketika  dibangunkan.  Oleh  karena  itu,  tidur  REM disebut juga tidur paradoksal. Denyut jantung, pernafasan, dan tekanan darah pada
tidur  REM  meningkat,  jauh  lebih  tinggi  daripada  selama  tidur  NREM  dan seringkali lebih tinggi daripada saat bangun. Perubahan fisiologis lain yang terjadi
selama tidur REM adalah paralisis otot-otot postural Sadock, 2007. Karakteristik  tidur  REM  yang  mungkin  paling  berbeda  adalah  adanya
mimpi.  Orang  yang  terbangun  saat  tidur  REM  dilaporkan  mengalami  mimpi  60 sampai  90  persen.  Mimpi  selama  tidur  REM  bersifat  abstrak  dan  tidak  nyata.
Mimpi juga dapat terjadi selama tidur NREM, tetapi biasanya jelas dan penuh arti Sadock, 2007.
Sifat  siklik  pada  tidur  adalah  regular  dan  dapat  dipercaya;  periode  REM terjadi  kira-kira  setiap  90  hingga  100  menit  sepanjang  malam.  Periode  REM
pertama  cenderung  paling  singkat  dengan  hanya  berlangsung  kurang  dari  10 menit; periode REM selanjutnya berlangsung 15 hingga 40 menit tiap periodenya.
Sebagian  besar  periode  REM  terjadi  pada  sepertiga  malam  terakhir,  sedangkan sebagian tidur tahap 4 terjadi pada sepertiga malam pertama Sadock, 2007.
Pola  tidur  ini  berubah  sepanjang  kehidupan  seseorang.  Pada  periode neonatus,  tidur  REM  mewakili  lebih  dari  50  persen  total  waktu  tidur,  dan  pola
EEG  bergerak  langsung  dari  kondisi  terbangun  ke  periode  REM  tanpa  melalui stadium  1  sampai  4.  Neonatus  tidur  kira-kira  16  jam  sehari  dengan  periode
bangun  yang  singkat.  Pada  usia  4  bulan,  pola  ini  bergeser  sehingga  total persentase  tidur  REM  berkurang  hingga  40    persen,  dan  diawali  dengan  periode
tidur NREM.
Pada dewasa muda, distribusi tahapan tidur adalah sebagai berikut:   NREM 75 persen
1.  Tahap 1: 5 persen 2.  Tahap 2: 45 persen
3.  Tahap 3: 12 persen 4.  Tahap 4: 13 persen
  REM 25 persen Sadock, 2007. Distribusi  ini  relatif  tetap  konstan  sampai  usia  tua,  meskipun  terjadi
penurunan  slow-wave  sleep  dan  tidur  REM  pada  orang  yang  lebih  tua  Sadock, 2007.
2.1.3.  Regulasi Tidur
Sebagian  peneliti  berpikir  bahwa  sebenarnya  tidak  ada  satu  pusat pengendali  tidur  sederhana,  melainkan  terdapat  sejumlah  kecil  sistem  atau  pusat
yang terutama terletak di batang otak yang saling mengaktivasi dan menginhibisi satu sama lain Sadock, 2007.
Stimulasi  dari  beberapa  area  spesifik  otak  dapat  memicu  tidur  dengan karakteristik yang mendekati tidur normal. Beberapa area ini meliputi:
1.  Daerah yang bila distimulasi dapat menyebabkan tidur adalah nukleus rafe dibawah  pons  dan  di  medula.  Nuklei  ini  meliputi  lembaran  tipis  dari
neuron  khusus.  Serabut  saraf  dari  nuklei  tersebar  secara  lokal  di  formasi retikular  batang  otak  dan  juga  ke  talamus,  hipotalamus,  sebagian  besar
daerah sistem limbik, dan bahkan ke neokorteks serebrum. Serabut ini juga menyebar  ke  arah  sumsum  tulang  belakang.  Banyak  ujung  serabut  saraf
dari  neuron  rafe  mensekresi  serotonin.  Ketika  obat  yang  menghambat pembentukan  serotonin  diberikan  ke  hewan  coba,  hewan  tersebut  tidak
bisa  tidur  selama  beberapa  hari.  Oleh  karena  itu,  diasumsikan  serotonin merupakan transmitter yang diasosiasikan dengan tidur.
2.  Tidur juga dapat disebabkan oleh stimulasi pada beberapa area di nukleus traktus  solitarius.  Nukleus  ini  berakhir  di  medula  dan  pons  untuk
menghantarkan sinyal sensori viseral yang masuk melalui saraf vagus dan glossofaringeal.
3.  Tidur  dapat  dicetuskan  dengan  stimulasi  beberapa  daerah  di  diensefalon, termasuk 1 bagian rostral hipotalamus, utamanya di daerah suprakiasma
dan 2 daerah di nuklei difus dari talamus Guyton, 2010.
2.1.4.  Fungsi Tidur
Tidur  memiliki  fungsi  yang  penting.  Fungsi  fisik,  kognitif,  produktifitas, dan  kesehatan  seseorang  dapat  diturunkan  oleh  restriksi  tidur  ringan  selama
beberapa  hari.  Peran  penting  tidur  pada  homeostasis  secara  jelas  dapat didemonstrasikan dengan fakta bahwa tikus yang kurang tidur selama 2 sampai 3
minggu kemungkinan mati. Guyton, 2010 Tidur menyebabkan dua efek fisiologis utama yaitu pada sistem saraf dan
sistem fungsional tubuh yang lain. Tidur berfungsi untuk beberapa hal seperti: 1.  Maturasi saraf
2.  Mempermudah belajar dan mengingat 3.  Kognisi
4.  Konservasi energi metabolik Guyton, 2010
2.1.5.   Deprivasi Tidur
Deprivasi  tidur  adalah  istilah  untuk  menggambarkan  kondisi  yang disebabkan oleh kuantitas atau kualitas tidur yang tidak adekuat, termasuk kurang
tidur  yang  disadari  ataupun  tidak  disadari  serta  gangguan  irama  sirkadian Betterhealth, 2014.
Gejala-gejala deprivasi tidur, antara lain: 1.  Sering menguap.
2.  Kecenderungan  untuk  tertidur  ketika  tidak  aktif  dalam  waktu  yang sebentar misalnya saat menonton televisi.
3.  Merasa pusing ketika bangun pada pagi hari.
4.  Merasa pusing dan mengantuk sepanjang hari sleep inertia. 5.  Kurang konsentrasi serta perubahan mood atau lebih iritabel Betterhealth,
2014.
Sebab-sebab deprivasi tidur antara lain:   Pilihan  pribadi.  Beberapa  orang  tidak  menyadari  bahwa  tubuh
memerlukan  tidur  yang  cukup;  mereka  lebih  memilih  untuk  tetap  terjaga pada  malam  hari  untuk  bersosialisasi,  menonton  televisi,  atau  membaca
buku.   Kondisi  sakit.  Kondisi  seperti  pilek  dan  tonsilitis  dapat  menyebabkan
mendengkur, tersedak, dan sering terbangun.   Pekerjaan. Orang-orang yang melakukan giliran kerja di luar siklus tidur-
bangun  yang  normal,  memiliki  lebih  dari  satu  pekerjaan,  atau  memiliki profesi  yang  menyita  waktu  dapat  mengalami  deprivasi  tidur.  Misalnya
saja  seorang  perawat  yang  harus  merawat  pasien  hingga  malam  hari. Orang-orang  yang  menempuh  perjalanan  jauh  juga  sering  mengalami
gangguan pola tidur jet lag.   Gangguan  tidur.  Masalah  seperti  sleep  apnea,  mendengkur,  gerakan
ekstremitas  periodik,  dan  restless  legs  syndrome  dapat  mengganggu  tidur seseorang sampai beberapa kali sepanjang malam.
  Obat-obatan.  Beberapa  jenis  obat  yang  digunakan  untuk  terapi  pada penyakit-penyakit  seperti  epilepsi  atau  Attention  Deficit  Hyperactivity
Disorder ADHD dapat menyebabkan insomnia.
  Lingkungan  tidur.  Tidur  juga  dapat  terganggu  karena  alasan  lingkungan, contohnya  kamar  tidur  yang  terlalu  panas  atau  terlalu  dingin,  tetangga
yang berisik, atau teman tidur yang mendengkur.   Higiene  tidur  yang  buruk.  Beberapa  orang  memiliki  kebiasaan  yang
mengganggu,  misalnya  minum  kopi  atau  merokok  pada  saat  menjelang jam  tidur  yang  dapat  menstimulasi  sistem  saraf  dan  membuat  sulit  tidur.
Masalah  yang  lain  adalah  berbaring  di  tempat  tidur  lalu  khawatir  akan sesuatu hal, bukan merelaksasikan diri Betterhealth, 2014.