Definisi Fungsi Kognitif Metode Pengukuran

kurang lebih 1 detik. Jadi ada urutan pengucapan yang dapat didengar atau dapat juga tulisan yang dapat dilihat atau diraba yang berkaitan dengan persepsi waktu. Area korteks serebri yang terkait dengan urutan bunyi terdapat di dalam lobus temporalis, urutan tulisan di lobus oksipito-parietalis dan urutan gerakan di lobus frontalis. Selain itu, nukleus supra-kiasmatis di dalam diensefalon berfungsi sebagai jam biologis Markam, 2009.

2.2.2.7. Kalkulasi

Kemampuan berhitung dapat dinilai dengan meminta pasien berhitung sederhana seperti mengurangi 100 dengan 7 dan dikurangi 7 dan seterusnya. Kemampuan berhitung umumnya tidak dimakan oleh usia. Kemampuan berhitung dipengaruhi oleh pendidikan dan pekerjaan Satyanegara et al., 2010. Ukuran banyak, panjang, tinggi, dan jauh merupakan pengukuran dalam ruangan yang terlihat. Berat ringan suatu benda dirasakan dari bobotnya ketika diangkat. Pelihatan merupakan fungsi lobus oksipitalis. Penilaian dalam ruangan dan bobot adalah fungsi lobus parietalis. Kedua lobus ini berperan penting dalam kemampuan menghitung. Selain kemampuan visuospasial, pengertian auditorik yang berkaitan dengan bahasa juga penting karena berhitung menggunakan bahasa yang khusus. Hal ini menandakan bahwa lobus temporalis dan frontalis ikut terlibat Markam, 2009.

2.2.2.8. Eksekusi

Eksekusi merupakan kemampuan kognitif tinggi seperti cara berpikir dan kemampuan pemecahan masalah. Fungsi ini dimediasi oleh korteks prefrontal dorsolateral dan struktur subkortikal yang berhubungan dengan daerah tersebut. Fungsi eksekutif dapat terganggu bila sirkuit frontal-subkortikal terputus. Lezack membagi fungsi eksekutif menjadi 4 komponen yaitu volition kemauan, planning perencanaan, purposive action bertujuan, dan effective performance pelaksanaan yang efektif Markam, 2009.

2.2.2.9. Abstraksi

Berpikir abstrak diperlukan untuk menginterpretasi suatu pepatah atau kiasan, misalnya seseorang mampu menginterpretasi pepatah ada gula ada semut, atau kemampuan seseorang untuk mendeskrikpsikan perbedaan antara kucing dan anjing Satyanegara et al., 2010.

2.2.3. Metode Pengukuran

Terdapat beberapa metode untuk mengukur fungsi kognitif, seperti Mini Mental State Examination MMSE dan Montreal Cognitive Assessment MoCA. Menurut Tasha 2007, sensitifitas MoCA untuk mendeteksi pasien dengan Mild Cognitive Impairment MCI adalah sebesar 83, lebih tinggi dibandingkan sensitivitas MMSE yang hanya sebesar 17. Sensitivitas MoCA untuk mendeteksi pasien dengan demensia adalah sebesar 94, jauh lebih tinggi dibandingkan sensitivitas MMSE yang hanya sebesar 25 Smith, 2007. Tes MoCA membutuhkan waktu setidaknya 10 menit untuk diselesaikan, dengan total poin yang dapat dicapai sebesar 30 poin. Tes dibagi menjadi delapan domain yaitu: fungsi visuospasial, eksekusi, penamaan, memori, atensi, bahasa, abstraksi, dan orientasi. Kemampuan visuospasial dinilai dengan menugaskan pasien untuk menggambar jam dan kubus tiga dimensi 4 poin. Fungsi eksekusi dinilai dengan menggunakan tugas menghubungkan garis dari satu angka ke satu huruf dan seterusnya dalam secara berurutan 1 poin. Penamaan dinilai dengan menampilkan tiga gambar hewan 3 poin. Memori dan delayed recall dinilai dengan menyebutkan 5 kata dan pasien diminta untuk mengulang kata tersebut setelah 5 menit 5 poin. Atensi dinilai dengan mengulang serangkaian angka dengan urutan dari depan dan belakang, tugas deteksi target dan pengurangan berulang 6 poin. Bahasa dinilai dengan repetisi dua kalimat sintak yang kompleks dan tes kelancaran 3 poin. Abstraksi dinilai dengan menggunakan tes kesamaan 2 poin. Orientasi dinilai terhadap waktu dan tempat 6 poin. Semua domain fungsi kognitif dijumlahkan untuk mendapatkan total skor fungsi kognitif. Nilai fungsi kognitif normal adalah apabila skor ≥ 26. Jika skor 26, maka fungsi kognitif dikatakan terganggu. Friedman, 2012.

2.3. Hubungan Kualitas Tidur dengan Fungsi Kognitif

Penelitian yang mengaitkan antara kualitas tidur dan hubungannya dengan fungsi kognitif cukup banyak dilakukan pada berbagai kategori umur dimulai dari anak-anak sampai lansia Beebe, 2011; Blackwell et al., 2014; Bub et al., 2011; Dewald-Kaufmann et al., 2013; Miyata et al., 2013; Telzer et al., 2013. Thomas et al. 2000 dalam Alhola Polo-Kantola 2007 menyatakan bahwa pada studi neuroimaging fungsional, deprivasi tidur dapat menyebabkan perubahan pada aktivitas metabolik serebral. Hal ini dapat menyebabkan gangguan pada regio otak yang penting untuk fungsi kognitif seperti atensi, eksekusi, dan bahasa. Regio otak yang termasuk dalam hal ini meliputi korteks prefrontal, anterior cingulate , thalamus, basal ganglia, dan serebelum Alhola Polo-Kantola, 2007; Durmer Dinges, 2005; Killgore, 2010. Durmer Dinges 2005 menyatakan bahwa pada pemeriksaan Positron- Emission Tomography PET ditemukan ada perubahan sebagai akibat deprivasi tidur. Studi PET menunjukkan penurunan global dalam metabolisme glukosa diseluruh daerah kortikal dan subkortikal selama deprivasi tidur. Penurunan lebih spesifik terhadap penyerapan glukosa terjadi di korteks prefrontal, talamus,dan korteks posterior parietal terjadi ketika subjek terganggu pada tugas kognitif. Kualitas tidur yang buruk ternyata berpengaruh juga terhadap bagian hipokampus. Alkadhi et al. 2013 menyatakan bahwa tidur berperan penting dalam homeostasis. Deprivasi tidur yang berkepanjangan merupakan stresor poten yang menyebabkan gangguan metabolik dan kognitif pada area otak yang terlibat dalam fungsi belajar, memori, dan emosi seperti hipokampus, amigdala, dan korteks prefrontal. Deprivasi tidur juga dapat menyebabkan gangguan pada proses proliferasi sel dan neurogenesis di hipokampus sehingga dapat mengganggu proses belajar dan memori. Neurogenesis diduga disebabkan oleh peran Brain Derived Neurotrophic Factor BDNF pada prosesnya. Plastisitas neuronal, neurogenesis dan kognisi diduga dimodulasi oleh BDNF. Peran stres oksidatif pada deprivasi tidur memicu gangguan pada neurogenesis dan mempengaruhi fungsi belajar dan memori Alkadhi et al., 2013. Proses pengubahan memori jangka pendek dan working memory menjadi memori jangka panjang melalui proses yang dinamakan konsolidasi. Proses ini dimulai dengan peningkatan sementara kalsium Ca 2+ yang melalui reseptor N- methyl-D-aspartate NMDA dan α-amino-3-hydroxy-5-methyl-4- isoxazolepropionic acid AMPA serta peningkatan adenilat siklase ketika belajar. Enzim ini bertanggung jawab untuk produksi second messenger yaitu cyclic adenosine monophosphate cAMP. cAMP mengaktifkan tiga target penting untuk sintesis protein dan konsolidasi memori. Target ini mencakup protein kinase A PKA, pertukaran protein yang diaktivas cAMP, dan hyperpolarization-activated cyclic nucleotide-gated channels. Aktivasi dari target ini, bersama dengan kinase lain seperti calmodulin-dependent protein kinase CAMKII, mitogen activated protein kinase , dan extracellular signal-regulated kinase ERK12, menyebabkan fosforilasi faktor transkripsi. Faktor transkripsi seperti cAMP response element binding protein CREB, mendorong up-regulation dari ekspresi gen untuk protein yang akan mengkonsolidasikan memori sementara menjadi memori jangka panjang Prince Abel, 2013. Alkadhi et al. 2013 mengungkapkan bahwa deprivasi tidur dapat menyebabkan gangguan pada reseptor NMDA dan AMPA. Deprivasi tidur juga dapat menyebabkan gangguan pada jalur sinyal intraselular seperti pada jalur cAMP dan PKA, peningkatan kadar phosphodiesterase IV yang dapat menyebabkan penurunan cAMP. Gangguan ini dapat mengakibatkan gangguan pada kadar CaMKII dan CREB selama proses konsolidasi.

2.4. Kerangka Teori

Gambar 2.1. Kerangka Teori Kualitas Tidur Fungsi Kognitif Thomas et al. 2000  Studi neuroimaging fungsional menunjukkan kualitas tidur buruk mengganggu aktivitas metabolik serebral menyebabkan gangguan fungsi kognitif pada aspek atensi, eksekusi dan bahasa. Durmer Dinges 2005  Studi PET menunjukkan deprivasi tidur menyebabkan penurunan global metabolisme glukosa diseluruh daerah kortikal dan subkortikal sehingga mengganggu kemampuan kognitif. Alkadhi et al. 2013  kualitas tidur buruk merupakan stresor poten yang menyebabkan gangguan pada proses metabolik, kognitif, proliferasi sel, neurogenesis, dan jalur sinyal intraselular.

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tidur merupakan kebutuhan fisiologis manusia. Selama seseorang tidur, tingkat aktivitas otak secara keseluruhan tidak berkurang. Ada tahap tertentu dari tidur dimana terjadi peningkatan penyerapan oksigen oleh otak bahkan melebihi keadaan ketika terjaga. Tidur berfungsi untuk pemulihan dari kerusakan akibat radikal bebas toksik yang dihasilkan sebagai produk sampingan metabolisme selama keadaan terjaga. Tidur juga berfungsi bagi otak untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian kimiawi dan struktural jangka panjang yang diperlukan untuk belajar dan mengingat Sherwood, 2012. Ditinjau dari durasi tidur, didapatkan penurunan durasi tidur dimana pada anak usia 13 tahun, durasi tidurnya berkurang menjadi 7,7 jam dimana seharusnya durasi tidurnya selama 9-11 jam National Sleep Foundation, 2011. Sedangkan pada orang dewasa didapatkan sebanyak 35,3 penduduk memilik durasi tidur dibawah 7 jam CDC, 2013 dimana seharusnya memiliki durasi tidur selama 7-9 jam National Sleep Foundation, 2011. Menurut Wolfson Carskadon 1998 dalam National Sleep Foundation 2011, pada remaja didapatkan kecenderungan perlambatan waktu baik untuk tidur dan bangun. Studi juga menemukan bahwa siswa menengah atas cenderung tidur diatas jam 11 malam. Selain ditentukan dari durasi tidur, kualitas tidur juga ditentukan dari beberapa faktor antara lain onset tidur, efisiensi kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur dan gangguan pada siang hari Okubo et al., 2014. Penelitian pada siswa remaja di Portugal menunjukkan bahwa remaja mengalami gangguan pada onset tidur. Siswa yang berada di tahun kesebelas menunjukkan gangguan tidur dan durasi tidur yang kurang, sedangkan pada siswa yang berada di tahun kedua belas menunjukkan gangguan onset tidur, efisiensi kebiasaan tidur, dan penggunaan obat tidur Duarte et al., 2014. Deprivasi tidur akibat kualitas tidur yang buruk dapat menyebabkan gangguan perhatian dan berpikir serta mempengaruhi pada fungsi otak dan kognisi Ratcliff, Van Dongen, 2009. Penelitian pada orang dewasa yang sehat juga menunjukkan bahwa deprivasi tidur menyebabkan perubahan pada fisiologi saraf dan endokrin yang ditandai dengan gangguan fungsi kognitif Klumpers et al., 2015. Penelitian pada orang dewasa di Amerika juga didapatkan sebanyak 23,2 mengalami gangguan konsentrasi dan sebanyak 18,2 mengalami gangguan dalam mengingat CDC, 2013. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti berniat meneliti hubungan kualitas tidur dengan fungsi kognitif pada siswa menengah atas.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimana hubungan kualitas tidur dengan fungsi kognitif siswa SMA Wiyata Dharma?”

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dengan fungsi kognitif siswa SMA.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui karakteristik demografi siswa SMA Wiyata Dharma. 2. Mengetahui gambaran kualitas tidur siswa SMA Wiyata Dharma. 3. Mengetahui gambaran fungsi kognitif siswa SMA Wiyata Dharma.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Penelitian untuk Penelitian

Sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya tentang hubungan kualitas tidur terhadap fungsi kognitif pada siswa SMA.

1.4.2. Manfaat Penelitian untuk bidang Pendidikan

Sebagai sarana pendidikan dalam melatih melakukan penelitian, melatih cara berpikir, analisis sistematis berdasarkan metodologi penelitian serta meningkatkan wawasan pengetahuan tentang kualitas tidur dan fungsi kognitif pada siswa SMA.

1.4.3. Manfaat Penelitian untuk Masyarakat

Dengan mengetahui peranan kualitas tidur terhadap fungsi kognitif pada siswa SMA, maka dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan motivasi dalam upaya peningkatan kualitas tidur dan fungsi kognitif siswa SMA dalam proses belajar mengajar.