Model Dalam Mengevaluasi Pelatihan

kesehariannya, sampai sejauh mana materi topik mempengaruhi nilai-nilai dan perilaku yang ditampilkan oleh peserta dalam kesehariannya. Dalam kajiannya tersebut, Alliger et all. 1997 menemukan bahwa reaksi terhadap manfaat kegunaan dari materi topik pelatihan lebih berhubungan sangat erat terhadap transfer materi pelatihan jika dibandingkan dengan reaksi afeksi. Phillips Stone 2002 menjabarkan aspek-aspek dalam pengukuran reaksi meliputi: a Isi content pelatihan Terdiri dari adanya penjelasan tentang tujuan pelatihan, tercapainya tujuan pelatihan, materi mudah dipahami, dan penilaian tentang kesesuaian materi topik dalam kehidupan sehari-hari. b Metode yang digunakan Berkaitan dengan metode pengajaran, aktivitas-aktivitas, dan materi yang digunakan untuk membantu peserta memahami materi dan tercapainya tujuan pelatihan. c Lingkungan pendukung Berkaitan dengan penilaian peserta tentang keadaan ruangan tempat penyelenggaraan pelatihan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI d Fasilitator pelatihan Berkaitan dengan penguasaan materi, kejelasan dalam penyampaian materi untuk membantu pemahaman peserta, kemampuan menciptakan lingkungan yang melibatkan peserta untuk berdiskusi, respon terhadap komentar dan pertanyaan peserta, kemampuan manajerial kelas yang efektif, kemampuan menjadi moderator untuk menjaga fokus materi. e Rencana aksi planned actions Mengungkap rencana aksi yang akan dilakukan oleh peserta berkenaan dengan hasil dari setelah mengikuti pelatihan. f Penilaian dan komentar tentang program pelatihan secara keseluruhan Peserta menilai secara kuantitatif dengan angka dan secara kualitatif dengan memberi komentar mengenai program pelatihan secara keseluruhan. Kristanto 2004 mengungkapkan bahwa peserta tidak perlu menyertakan nama pada saat pemberian evaluasi reaksi untuk mendapatkan respon yang jujur. Selain itu, respon harus segera didapat setelah sesi terakhir pelatihan agar mampu mengindikasikan respon secara utuh satu kesatuan. 2 Evaluasi belajar Kristanto 2004 mendefinisikan evaluasi belajar sebagai “tingkat perubahan peserta dalam sikap, peningkatan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI pengetahuan, dan atau peningkatan keterampilan pada saat program pelatihan selesai”. Kristanto 2004 juga menambahkan bahwa Kirkpatrick dan beberapa peneliti lain menyatakan bahwa perubahan perilaku peserta dalam kehidupan sehari-hari tidak akan terjadi jika peserta tidak menemui perubahan pengetahuan setelah mengikuti pelatihan. Pengukuran belajar harus mengacu pada tujuan pelatihan dan berkaitan dengan instruksional pelatihan. Pengukuran hasil belajar tidak menunjukkan bagaimana mengaplikasikan hasil belajarnya dalam keseharian, tapi lebih kepada mengindikasikan efektivitas program pelatihan Kristanto, 2004. Cara untuk mengukur perubahan belajar ini harus dilakukan dengan metode kuantitatif, misalnya dengan mengadministrasikan tes pengetahuan misalnya paper and pencil test untuk mengukur pengetahuan dan sikap peserta Kristanto, 2004; Liberman, 2006. Liberman 2006 menambahkan bahwa hasil tes sesudah pelatihan harus lebih tinggi daripada hasil tes sebelum pelatihan. 3 Evaluasi perilaku Evaluasi perilaku didefinisikan sebagai “seberapa tingkat perubahan perilaku yang dilakukan peserta sebagai hasil dari mengikuti program pelatihan” Kristanto, 2004. Evaluasi perilaku bertujuan untuk mengetahui apakah peserta pelatihan mengalami perubahan perilaku dalam kehidupan sehari- PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI harinya setelah mengikuti program pelatihan. Akan tetapi, peserta pelatihan belum tentu juga mengalami perubahan perilaku segera setelah mengikuti pelatihan. Menurut Kirkpatrick 1998, ada 4 syarat agar seseorang mengubah perilakunya, yaitu: a Adanya hasrat untuk berubah dari pribadi orang tersebut, b Individu tersebut mengetahui apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya, c Adanya lingkungan yang tepat untuk mendukung perubahan perilakunya, d Adanya penghargaan atas perubahannya. Lebih lanjut, Kirkpatrick 1998 juga mengungkapkan bahwa program pelatihan mampu memfasilitasi dua persyaratan pertama, yaitu dengan menciptakan sikap yang positif terhadap hasrat untuk berubah dan mengajarkan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan. Sedangkan dua persyaratan berikutnya hanya bisa ditemui ketika peserta sudah kembali ke kehidupan sehari-harinya dan program pelatihan tidak bisa memfasilitasinya. Untuk mendapatkan data mengenai perilaku peserta pelatihan bisa dengan cara pengamatan observasi, penilaian diri dari peserta self-analyze, maupun penilaian dari rekan lingkungan Kristanto, 2004; Liberman, 2006; Tjia, 2006. Selain itu, langkah lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa ada sebagian orang yang memerlukan waktu lama untuk mengubah perilaku, sementara ada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI sebagian lagi yang tidak memerlukan waktu yang lama untuk berubah Kristanto, 2004. Cara untuk mengatasinya adalah dengan melakukan pengukuran lebih dari sekali dan atau memperhatikan interval pengukuran antara sebelum dan sesudah pelatihan. Tjia 2006 mengungkapkan sebaiknya ada jeda sekitar 2 – 4 minggu antara pengukuran sebelum dan sesudah pelatihan. 4 Evaluasi hasil Evaluasi hasil merupakan hasil akhir yang muncul akibat peserta hadir dalam program pelatihan. Dalam konteks perusahaan, evaluasi hasil dikaitkan dengan peningkatan produksi, berkurangnya biaya, turnover karyawan, dll Kristanto, 2004; Liberman, 2006. Dalam konteks institusi pendidikan, evaluasi hasil bisa dikaitkan dengan membaiknya rata-rata IPK yang diperoleh mahasiswa, menurunnya tingkat DO, dll. Kristanto 2004 menambahkan bahwa jenis-jenis pelatihan pengembangan diri, seperti kepemimpinan, komunikasi, motivasi, dll. sulit untuk diukur dengan menggunakan model ini. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

B. Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa PPKM

1. Tujuan PPKM

Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa PPKM dimulai pada tahun ajaran 19971998 dengan nama Pelatihan Menjadi Mahasiswa Efektif PMME. Kegiatan tersebut merupakan rangkaian penerimaan mahasiswa baru dan lahir dari keprihatinan pimpinan USD untuk menciptakan kegiatan inisiasi bagi mahasiswa baru yang lebih fungsional humanistik, bukan perploncoan Penyelenggaraan PMME, 1998. Susana 2007 mengungkapkan bahwa PPKM terinspirasi dari buku “The 7 Habits of Highly Effective People” karya Stephen R Covey. Tujuannya adalah menyiapkan mahasiswa baru memasuki dunia perguruan tinggi dan kehidupan. Konsep 7 Kebiasaan tersebut diharapkan akan membentuk karakter mahasiswa USD dan dinilai sangat bermanfaat bagi pengelolaan hidup pribadi dan interaksinya dengan orang lain. PPKM diharapkan sebagai salah satu proses dari sebuah pendampingan dan pengembangan mahasiswa yang berkesinambungan. Oleh karena itu, pelaksanaan PPKM juga bertujuan untuk menyiapkan dosen sebagai fasilitator dan mahasiswa senior sebagai asisten fasilitator sebagai pendukung terlaksananya proses kegiatan pendampingan di tingkat prodi. PPKM tahap I tahun 2008 memfokuskan pada 3 Kebiasaan awal dari konsep 7 Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif, yaitu Jadilah Proaktif, Memulai Dari Akhir alam Pikiran, dan Dahulukan Yang Utama. Secara khusus, setelah mendapat materi Kebiasaan 1, peserta diharapkan dapat: 1 Menjelaskan arti proaktivitas, 2 Menjelaskan perbedaan antara respon yang reaktif dan proaktif, 3 Merumuskan respon-respon yang proaktif, 4 Mengisi Lingkaran Pengaruhnya dalam lingkungan keluarganya Dalam materi Kebiasaan 2, peserta diharapkan dapat: 1 Menyadari pentingnya memiliki tujuan hidup, 2 Memiliki rumusan tujuan hidup, 3 Memiliki semangat untuk melakukan sesuatu lebih baik Materi Kebiasaan 3, tujuan yang ingin dicapai adalah: 1 Peserta mengetahui pentingnya memiliki prioritas dalam kehidupan, 2 Peserta mampu membedakan kegiatan-kegiatan berdasarkan kepentingan dan urgensi atau kemendesakan. Modul PPKM, 2008

2. Peserta PPKM

Peserta PPKM adalah mahasiswa baru di tahun ajaran yang bersangkutan. Secara khusus, dalam pelaksanaan PPKM tahun 2008, pesertanya adalah mahasiswa angkatan 2007.

3. Metode Dalam PPKM

Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa ini dilaksanakan dengan metode structured-experiences pengalaman terstruktur Modul Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa, 2007. Pfeiffer PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Ballew 1988 mengungkapkan bahwa structured experiences merupakan aplikasi dari prinsip belajar orang dewasa adult learning principles androgogy. Istilah androgogy berasal dari bahasa Yunani yang berarti “seni dan ilmu pengetahuan dalam membantu orang dewasa untuk belajar” Tjia, 2006. Lebih lanjut, Tjia 2006 mengungkapkan bahwa orang dewasa belajar dengan cara melibatkan dirinya dengan pengalaman. Beberapa hal yang bisa membantu proses pembelajaran orang dewasa: a. Orang dewasa perlu mengetahui mengapa mereka perlu mempelajari sesuatu, b. Orang dewasa memiliki kebutuhan untuk mengarahkan dirinya sendiri self-directing, c. Orang dewasa memiliki pengalaman yang lebih banyak daripada remaja youth, d. Pengalaman-pengalaman yang dimilikinya tersebut bisa menjadi stimulus sikap keingintahuannya dan untuk belajar, e. Orang dewasa belajar pada hal-hal yang berpusat pada tugas, berpusat pada masalah, atau berpusat pada orientasi hidupnya, f. Orang dewasa menginginkan proses pembelajaran yang berpusat pada masalah yang ada, menyentuh masing-masing personal personalized, dan proses pembelajaran yang memfasilitasi kebutuhan mereka untuk mengarahkan dirinya sendiri self-directing dan tanggung jawab pribadi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI