Pfeiffer Ballew 1988 mengungkapkan bahwa dengan structured experience, peserta dapat menemukan sendiri makna dari proses
pembelajaran yang diikutinya. Dalam structured experience, terdapat siklus belajar berdasar
pengalaman experiential learning cycle sbb:
Publishing
Sharing reaction and observasions
Processing
Discussing pattern and dinamics
Generalizing
Developing principles
Applying
Planning how to use the learning
Experiencing
The activity phase
Gambar 2.1. siklus experiential learning
Modul PPKM, 2007 a. Experiencing
Peserta melakukan aktivitas-aktivitas tertentu yang bertujuan untuk mengajak perserta “mengalami” sesuatu. Aktivitas-aktivitas dalam
tahap ini biasanya diasosiasikan dengan games atau hal-hal yang sifatnya menyenangkan. Akan tetapi, sebenarnya segala aktivitas yang
melibatkan asesmen diri atau interaksi interpersonal bisa digunakan dalam tahap ini, seperti, menulis, observasi, sharing informasi, dll.
Aktivitas-aktivitas itu pun dapat dilakukan secara individu, berpasangan, maupun dalam kelompok Pfeiffer Ballew, 1988.
b. Publishing Setelah peserta menjalani proses “mengalami”, peserta diminta
untuk menceritakan ulang pengalamannya tersebut dan disertai dengan pengungkapan perasaan, reaksi, dan opini mereka sendiri. Dalam tahap
ini, bisa dengan cara diskusi tak-terstruktur. Akan tetapi, yang perlu diingat adalah, pengungkapan yang terjadi hanya sebatas penceritaan
pengalaman aktivitas dan perasaan setelah menjalaninya. c. Processing
Peserta diajak untuk mendiskusikan dan menganalisis segala hal yang sudah dibagikan disharekan.
d. Generalizing Peserta mengambil kesimpulan berdasarkan prinsip-prinsip yang
sudah ada dan berdasarkan insight yang didapatnya. Prinsip, nilai, dan insight yang muncul merupakan hasil dari kesadaran mereka terhadap
situasi-situasi yang mereka alami sehari-hari yang serupa dengan aktivitas yang sudah mereka lakukan. Pfeiffer Ballew 1988 juga
menambahkan bahwa di tahap ini teori-teori ataupun hasil penelitian yang sudah ada bisa digunakan untuk memperkuat pengambilan
kesimpulan. e. Applying
Peserta melakukan perencanaan untuk menerapkan hasil belajarnya itu dalam kehidupan sehari-harinya. Pfeiffer Ballew 1988
menjelaskan bahwa individu akan lebih menaruh perhatian untuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengimplementasikan hasil belajarnya tersebut jika mereka dapat saling share dengan rekan-rekannya yang lain.
Beberapa kegiatan yang dilakukan peserta sebagai proses belajar dalam PPKM adalah sbb:
a. Refleksi Kegiatan refleksi dianalogikan seperti melihat diri sendiri di depan
cermin. Peserta diajak untuk memandang diri dalam suasana batin yang hening, tenang, damai, dan terbuka.
Hal ini dilakukan agar peserta dapat lebih mengenal diri serta mampu menentukan langkah-langkah yang hendak ditempuh
selanjutnya dalam rangka meningkatkan atau menyempurnakan diri. Kegiatan refleksi dilakukan dengan atau tanpa alat bantu yang
berupa daftar pertanyaan. b.
Sharing Peserta diajak untuk berbagi pikiran, perasaan, atau pengalaman
pribadinya bersama peserta lain. Kegiatan ini dilakukan dalam kelompok kecil maupun dalam
kelompok pleno yang meliputi seluruh satuan kelas. c. Diskusi
Peserta diajak untuk berpikir bersama. Kegiatan ini dilakukan dalam kelompok kecil maupun dalam kelompok pleno.
d. Lekturet Kegiatan ini berupa penjelasan ceramah oleh fasilitator.
e. Pengalaman terstruktur Peserta belajar melalui permainan-permainan games maupun
bermain peran role play secara individu maupun dalam kelompok. f. Bernyanyi
Modul Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa, 2007
C. 7 Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif
1. Konsep Dasar 7 Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif
Konsep 7 Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif pertama kali diperkenalkan oleh Stephen R. Covey pada tahun 1989 Tjia, 2006. Lebih
lanjut, Tjia 2006 mengungkapkan bahwa 7 Kebiasaan merupakan konsep yang terintegrasi, menyeluruh holistic, dan pendekatan yang berpusat
pada prinsip dalam menyelesaikan masalah-masalah personal dan profesional.
Covey 1995 menjelaskan bahwa sebenarnya konsep 7 Kebiasaan ini merupakan akal sehat yang disusun secara padu common sense organized
dan sudah dikenal luas dalam masyarakat. Akan tetapi, apa yang sudah dikenal dan menjadi common sense belum tentu kerap dipraktekkan
common practice. Lebih lanjut, Covey 1997 menyoroti bahwa setelah Perang Dunia I, perkembangan literatur tentang konsep “keberhasilan”
lebih berfokus pada Etika Kepribadian Personality Ethics yang ternyata dangkal. Pendekatan tersebut bersifat manipulatif, seringkali menipu, dan
mendorong seseorang menggunakan teknik tertentu untuk membuat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
seseorang tertarik atau berpura-pura tertarik terhadap individu tersebut. Teknik bagaimana mempengaruhi seseorang secara cepat, penjelasan
bahwa senyum bisa mendongkrak posisi seseorang menjadi fokus utama. Akan tetapi, bagaimana ketulusan dalam pemberian tersenyum tidak
menjadi fokus dasar. Etika Kepribadian memang esensial untuk mencapai keberhasilan, tetapi itu merupakan hal yang sekunder, bukan yang primer
Covey 1997 menjelaskan bahwa Konsep 7 Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif ini mencakup banyak prinsip dasar dari efektivitas manusia
yang sifatnya mendasar dan merupakan hal yang primer. 7 Kebiasaan terdiri dari langkah-langkah yang menuntun tercapainya kehidupan yang
penuh kejujuran, integritas, dan tercapainya prinsip-prinsip martabat manusia sehingga dapat mengantisipasi perubahan yang terjadi. Selain itu,
juga dapat memberi kekuatan dan kebijaksanaan dalam menyikapi perubahan-perubahan tersebut sehingga bisa menyesuaikan diri, dan
memungkinkan individu untuk tetap bisa melihat peluang-peluang yang terjadi dalam perubahan tersebut Tjia, 2006.
Secara spesifik, Covey 2001 mengungkapkan bahwa menjalani 7 Kebiasaan bisa membantu seseorang untuk dapat mengendalikan
hidupnya, menemukan nilai-nilai yang dianut dan mengetahui apa yang penting bagi dirinya, merasa bahagia, meningkatkan kepercayaan diri,
memiliki manajemen waktu yang efektif, terciptanya hubungan yang harmonis dengan orang lain keluarga, teman, dan rekanan, serta memiliki
keseimbangan dalam hidupnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dalam Modul Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa 2007, kebiasaan didefinisikan sebagai hal atau perbuatan yang dilakukan
secara berulang-ulang, tanpa kita sadari. Sejumlah kebiasaan bisa disebut positif atau baik misalnya: berolah-raga secara teratur, sejumlah
kebiasaan lain bisa disebut negatif atau buruk misalnya: menyalahkan orang lain, dan ada sejumlah kebiasaan bisa disebut netral contohnya:
mandi malam dengan air hangat. Lebih lanjut, dalam Modul PPKM 2007 tersebut juga dijelaskan bahwa kebiasaan yang dimiliki seseorang
dapat menuntunnya menjadi lebih baik, tapi bisa juga menghambat pertumbuhan dan perkembangannya.
Setiap individu adalah produk dari kebiasaannya masing-masing. Covey 1997 menjelaskan bahwa kebiasaan merupakan pertemuan dari
pengetahuan, keterampilan, dan keinginan. Pengetahuan merupakan paradigma teoritis yang dimiliki seseorang, apa yang harus dilakukannya,
mengapa harus dilakukan. Ketrampilan berkaitan dengan bagaimana kita melakukannya. Sedangkan keinginan merupakan motivasi, keinginan
untuk melakukan. Untuk menjadi sebuah kebiasaan, ketiga dimensi tersebut harus
terpenuhi. Sebagai contoh, kebiasaan mandi. Individu mengetahui bahwa dengan mandi maka tubuhnya menjadi lebih bersih dimensi pengetahuan,
semua individu membasahi dirinya dengan air ketika mandi dimensi keterampilan, dan kegiatan mandi tersebut akan terlaksana jika individu
tersebut memiliki keinginan untuk mandi dimensi keinginan. Salah satu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI