pelatihan. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh fasilitator pelatihan, yaitu:
a Menghindari sikap arogan dan superior dalam presentasi, b Bersikap terbuka terhadap segala pertanyaan dan komentar dari
peserta, c Memotivasi peserta untuk mengetahui lebih banyak dengan
bertanya, d Terlibat dengan peserta, memanggil dengan nama, menjaga
kontak mata dan senyum, e Memiliki rasa humor dan cerita-cerita.
2 Peserta Beberapa hal yang bisa memengaruhi efektivitas pelatihan
antara lain sifat dan tipe kepribadian, motivasi, kebutuhan- kebutuhan, usia, dan tingkat pendidikan. Bahkan efikasi diri
peserta juga memengaruhi efektivitas pelatihan Wei, 2006. 3 Topik pelatihan
Materi pelatihan harus mampu menjawab kebutuhan dari peserta berdasarkan hasil training need analysis. Jika materi
pelatihan tidak mampu menjawab itu semua, pelatihan tidak akan efektif karena peserta tidak termotivasi untuk belajar.
4 Metode pelatihan Tjia 2006 merekomendasikan metode experiential learning
dan metode yang berhubungan dengan prinsip belajar orang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dewasa untuk diaplikasikan agar efektivitas pelatihan menjadi maksimal.
Selain itu, topik pelatihan hendaknya dibawakan dengan cara yang mudah dipahami dan jelas, juga bersifat fun dan membuat
peserta merasa terfasilitasi untuk berbuat yang terbaik. 5 Lingkungan
Faktor lingkungan sekitar yang bisa mempengaruhi, antara lain tata ruang, jumlah peserta, maupun sarana pendukung seperti
musik. Tata ruang memengaruhi interaksi dan respon peserta selama
pelatihan. Termasuk di dalam tata ruang antara lain, sistem ventilasi, penerangan, akses keluar-masuk, tempat duduk, dll.
Jumlah peserta hendaknya berkisar antara 16 – 24 orang. Lebih dari itu, peserta akan cenderung tidak nyaman mengikuti pelatihan.
Sedangkan jika kurang dari 16 juga akan membuat peserta tidak nyaman, kecuali jika sesama peserta sudah terjalin keakraban
sebelum pelatihan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. Manfaat Pelaksanaan Evaluasi Pelatihan
Berikut ini merupakan alasan–alasan perlunya melaksanakan evaluasi pelatihan Kirkpatrick, 2007; Kristanto, 2004; Liberman
2006; Noe, 2002: 1 Memberikan validasi bagi trainer
Trainer fasilitator pelatihan merupakan ujung tombak dari sebuah pelatihan sehingga memegang peranan penting dalam
sebuah pelatihan. Pelaksanaan evaluasi pelatihan akan dapat memberikan penilaian apakah yang dilakukan fasilitator dalam
pelatihan memberikan hasil yang nyata mampu mentransfer materi topik pelatihan kepada peserta.
2 Memutuskan kontinuitas program pelatihan Menentukan kontinuitas program pelatihan berarti memutuskan
apakah program pelatihan bisa tetap diadakan untuk kemudian hari atau tidak. Keputusan tersebut didasari dari kekuatan dan
kelemahan program pelatihan dan disesuaikan dengan kesesuaian pelatihan terhadap program pengembangan secara keseluruhan,
keberhasilan mentransfer topik kepada peserta, manfaat bagi peserta maupun organisasi, dan biaya yang harus dikeluarkan.
3 Meningkatkan kualitas program pelatihan Setelah ada keputusan tentang kontinuitas tentunya perlu ada
perbaikan-perbaikan dari pelaksanaan pelatihan yang sudah dilakukan. Informasi untuk perbaikan bisa diperoleh dari pihak
peserta dengan meminta umpan balik tanggapan peserta, evaluasi fasilitator, maupun pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan
terhadap program pelatihan.
d. Model Dalam Mengevaluasi Pelatihan
Salah satu model evaluasi pelatihan yang ada adalah model yang dikembangkan oleh Donald Kirkpatrick Bramley, 1991; Kristanto,
2004; Liberman, 2006. Wei 2006 mengungkapkan bahwa meskipun ada beberapa pihak yang mengkritisi model evaluasi ini, tapi model ini
masih merupakan model evaluasi yang beguna untuk mengevaluasi hasil pelatihan. Pendapat tersebut juga didukung oleh Liberman 2006
yang mengatakan bahwa model tersebut merupakan model yang paling populer dan digunakan secara luas dalam melakukan evaluasi
pelatihan. Model yang dikembangkan oleh Kirkpatrick tersebut terdiri dari
empat model evaluasi, yaitu: 1 Evaluasi reaksi
Model evaluasi reaksi mengukur reaksi perasaan peserta terhadap pelatihan, apakah peserta menyukai program pelatihan
yang ada atau tidak, apakah peserta merasa pelatihan yang ada relevan dengan kehidupan maupun pekerjaannya sehari-hari atau
tidak. Kristanto 2004 dan Phillips Stone 2002 mengungkapkan
bahwa reaksi peserta adalah data yang mudah didapatkan tetapi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
hanya menyediakan informasi substantif yang terbatas tentang nilai sebuah pelatihan sehingga tidaklah bijak dan sangat
kontraproduktif apabila digunakan sebagai satu-satunya metode evaluasi.
Akan tetapi, Kirkpatrick 1998 dan Phillips Stone 2002 menambahkan bahwa model evaluasi reaksi tetap perlu
dilaksanakan karena: a Lebih baik daripada tidak ada sama sekali,
b Mampu mengidentifikasi tren dan keinginan di kalangan peserta terhadap sebuah pelatihan sehingga bisa menjadi
masukan bagi perkembangan program maupun materi pelatihan c Reaksi peserta mampu menjadi indikator apakah peserta akan
mengaplikasikan materi pelatihan. Metode yang paling sering digunakan dalam pengumpulan data
reaksi adalah kuesioner Phillips Stone, 2002. Alliger et all. 1997 membagi reaksi peserta menjadi 2, yaitu:
a Reaksi dalam hal afeksi affective reactions Berkaitan dengan apakah peserta merasa nyaman enjoy
atau tidak dalam mengikuti pelatihan. b Reaksi terhadap kegunaan manfaat pelatihan utility
reactions Berkaitan dengan apakah materi topik pelatihan berguna
bagi kehidupan aktivitas yang dijalani oleh peserta dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI