49
4 Adanya tenaga formator yang telah berpengalaman dalam pembinaan.
b. Weakness Kelemahan
1 Para formandi kurang kritis dalam mengolah informasi.
2 Kecenderungan para formandi memilih jalan termudah instan atau tidak mau
susah. 3
Formator belum mengoptimalkan psikologi kognitif dalam pembinaan. 4
Kurangnya keberanian dari formandi dalam bereksplorasi. c.
Opportunity Peluang 1
Formator dapat memadukan psikologi kepribadian dengan psikologi kognitif dalam pembinaan kepada para formandi.
2 Penanaman nilai-nilai spiritualitas dapat dipahami dan diwujudkan oleh para
formandi sesuai dengan situasi zaman. 3
Dengan menerapkan psikologi kognitif, formator dan formandi semakin kompeten dalam bidangnya.
4 Terbentuknya pribadi yang seimbang, dewasa dan utuh.
d. Threat AncamanTantangan
1 Lebih mengedepankan kemampuan rasio.
2 Nilai-nilai spiritualitas kurang terhayati secara mendalam dan seimbang.
3 Menurunnya semangat diskresi.
4 Narsis dan mengabaikan pribadi yang kurang mampu dalam berpikir.
5 Cenderung rasionalisasi sehingga membentuk pribadi sulit memiliki sikap
jujur dan rendah hati.
50
4. Bidang Pendidikan
a. Strength Kekuatan
1 Secara umum formandi memiliki bakat dan kemampuan rata-rata.
2 Tersedianya sarana-prasarana yang mendukung proses pendidikan.
3 Adanya tenaga formator yang telah berpengalaman.
4 Adanya kesempatan mendatangkan tutor yang kompeten.
5 Berlangsungnya pembinaan terus-menerus ongoing formation.
b. Weakness Kelemahan
1 Belum ada ketetapan masa dan rumah yuniorat.
2 Penyelenggaraan pendidikan religius bagi para formandi masih sebatas
rekoleksi bulanan dan bimbingan pribadi. 3
Belum semua materi pendidikan tahun yuniorat dijadikan bahan acuan dalam pembinaan.
4 Kurangnya minat belajar secara pribadi dari formandi.
c. Opportunity Peluang
1 Peran formator sebagai fasilitator dan motivator memberikan arahan,
kesempatan dan kepercayaan kepada para formandi yang telah memiliki bakat dan kecerdasan.
2 Formandi dapat mengoptimalkan bakat dan kemampuannya.
3 Kemajuan teknologi media komunikasi dapat menjadi sarana dalam
mengembangkan pendidikan. 4
Terselenggaranya pendidikan dan pembinaan jarak jauh.
51
5 Meningkatkan pendidikan dan pembekalan untuk mengembangkan
kemampuan, keterampilan dan kualitas formator. 6
Kontekstualisasi nilai-nilai spiritualitas sesuai dengan situasi dan kebutuhan zaman.
d. Threat AncamanTantangan
1 Banyaknya informasi dari berbagai media dapat menggeser materi ajar
pendidikan religius. 2
Kuatnya pengaruh budaya instan. 3
Tergesernya pengolahan hidup rohani. 4
Situasi lingkungan yang kurang kondusif. 5
Tuntutan tersedianya tenaga formator yang kompeten dan berkualitas.
5. Bidang Kepemimpinan
a. Strength Kekuatan
1 Sistem kepemimpinan yang demokratis dan dialogal.
2 Adanya tenaga formator resmi dan pemimpin komunitas yang ditunjuk dalam
pembinaan para suster yunior. 3
Adanya kesempatan dan kepercayaan bagi formandi dalam tugas di komunitas maupun karya.
4 Adanya kesempatan bagi formandi belajar dalam beberapa bidang kerja.
b. Weakness Kelemahan
1 Belum semua pemimpin mampu memberikan teladan ideal secara konkret.
2 Kurangnya daya juang para suster yunior.
52
3 Tujuan studi formal bagi para yunior bukan untuk optimalisasi kemampuan
yang bersangkutan melainkan untuk memenuhi kebutuhan kongregasi. 4
Spiritualitas kongregasi belum sepenuhnya memotivasi dan mendorong anggota kongregasi.
c. Opportunity Peluang
1 Berkembangnya potensi kepemimpinan formator dan formandi.
2 Berkembangnya bakat dan kemampuan formandi secara optimal.
3 Pentingnya pendidikan dan pembekalan bagi para formator untuk menunjang
kompetensi dalam tugas pembinaan. 4
Visi, misi dan tujuan kongregasi dipahami dan dihayati secara personal oleh formator dan formandi.
5 Tercipta gerak bersama berdasarkan opsi kongregasi.
6 Meningkatnya kesadaran untuk saling memberikan teladan baik sesuai dengan
spiritualitas kongregasi. 7
Meningkatnya kesadaran belajar secara terus-menerus. 8
Melakukan perubahan dalam berbagai bidang hidup sesuai dengan situasi dan kebutuhan zaman tanpa meninggalkan nilai-nilai spiritualitas kongregasi.
9 Mengembangkan kemampuan berwawasan global namun tetap memiliki
kebijakan lokal. d.
Threat AncamanTantangan 1
Berkembangnya budaya bebas yang cenderung menolak kepemimpinan hirarkis.
2 Banyaknya tawaran nilai dari lingkungan hidup sekular.
53
3 Penyimpangan aktualisasi dalam bertindak dari nilai-nilai spiritualitas
kongregasi. 4
Kurangnya keseimbangan antara hidup rohani dan hidup karya. 5
Menurunnya mutu penghayatan tri kaul.
D. KONTEKSTUALISASI SPIRITUALITAS PENDIRI
Spiritualitas pendiri Kongregasi BOZ yang diwariskan kepada para anggotanya hingga ke Indonesia dengan sebutan Kongregasi SFS masih sama,
yakni: pengungsian bagi yang menderita, semangat doa dan kontemplasi, ulah tapa dan pengendalian diri, pelepasan dari hal-hal duniawi, ketaatan dan
kerendahan hati, cinta kasih yang melayani, pengorbanan diri dan kegembiaraan Fransiskan hal. 17-19.
Konteks yang dibatasi pada bidang komunikasi, kebudayaan, psikologi, pendidikan dan kepemimpinan menunjukkan adanya perbedaan dengan trend
komunikasi, kebudayaan, psikologi, pendidikan dan kepemimpinan di masa sekarang, seperti telah diuraikan sebelumnya hal. 20-44. Dari perbedaan tersebut
diperoleh peluang dan tantangan dalam pembinaan hal. 45-53. Berdasarkan kedua pemikiran di atas maka dikemukakan gagasan
kontekstualisasi spiritualitas pendiri dalam pembinaan suster-suster yunior dalam masing-masing bidang sebagai berikut:
1. Bidang Komunikasi
Komunikasi verbal antara formator dan formandi dalam proses pembinaan harus lebih intensif mengingat spiritualitas pendiri harus terus-menerus
54
disampaikan sebagai warisan pendiri yang menjadi kekhasan kongregasi kepada para religius muda agar tidak menjadi semakin berkurang, berubah ataupun hilang
melainkan tetap dapat dihayati oleh para suster yunior dalam situasi sekarang yang semakin mengandalkan media komunikasi tanpa harus saling bertemu secara
langsung. Di sisi lain, media komunikasi yang semakin canggih di era globalisasi ini dapat dimanfaatkan sebagai sarana pendukung dalam pembinaan sehingga
informasi dapat diterima lebih cepat. Media komunikasi yang semakin murah juga dapat dimanfaatkan untuk membangun jejaring dengan lembaga religius lain
demi mendukung pembinaan suster yunior. Kemajuan teknologi komunikasi membawa dampak positif dan negatif maka
pengarahan para formator kepada para suster yunior sangat dibutuhkan agar mereka dapat menggunakan media komunikasi secara bijaksana. Oleh karena itu,
semangat diskresi harus terus-menerus ditekankan dengan demikian diharapkan para suster yunior semakin mampu menyikapi dan selektif dalam memilih
informasi melalui media komunikasi. Namun demikian, para suster yunior perlu diberi kebebasan dan
kepercayaan untuk mewujudkan nilai-nilai spiritualitas pendiri yang menjadi kekhasan kongregasi dalam hidup sehari-hari sesuai dengan kharisma pribadinya
dengan menggunakan media komunikasi tersebut.
2. Bidang Kebudayaan
Warisan nilai-nilai spiritualitas pendiri akan tetap sama maknanya dari zaman ke zaman bila tetap dikomunikasikan. Maka budaya dialog antar para
55
suster yunior sendiri maupun dengan pihak lain yang melibatkan para suster yunior baik dalam kongregasi maupun lintas kongregasi harus dibiasakan
mengingat situasi zaman semakin individualis, egois, mencari yang instan dan narsistis. Dengan demikian diharapkan para suster yunior semakin memiliki sikap
terbuka untuk mengakui dan menghargai setiap perbedaan serta semakin menjadi kebiasaan habit dalam praktek hidup konkret bersama dengan orang lain dalam
keseharian. Dalam menanamkan nilai-nilai spiritualitas yang bersifat informasi atau teori
hendaklah diberlakukan waktu untuk menerapkan atau praktek atas pengetahuan tersebut kemudian dievaluasi terus-menerus mengingat transformasi budaya yang
meliputi cara memandang, merasa, bertindak dan berelasi perlu dilatihkan dan membutuhkan waktu yang panjang untuk menjadi kebiasaan sehingga antara tahu
to know dan berbuat to do tidak terpisah atau berjarak jauh. Penciptaan budaya baru membutuhkan eksperimen maka para suster yunior
perlu diberikan kebebasan untuk mengungkapkan gagasannya dan memperjuangkan cita-cita atau impiannya dalam mewujudkan nilai-nilai rohani
yang luhur sebagai religius SFS. Tentu saja untuk mewujudkan hal itu membutuhkan sarana prasarana yang mendukung tugas perutusan dalam
perwujudan cita-cita tersebut maka dibutuhkan arahan dari formator agar tetap selektif dan prioritas dalam memilih dan menggunakan sarana prasarana yang
tersedia. Dengan demikian, penggunaan sarana prasarana bukan karena mengikuti trend
atau budaya pop melainkan sungguh-sungguh karena menjadi sarana
56
pendukung dalam perwujudan cita-cita luhur demi terwujudnya Kerajaan Allah di dunia ini.
3. Bidang Psikologi
Psikologi kognitif dipandang sebagai revolusi dalam psikologi karena merubah metateori psikologi. Psikologi kognitif mempelajari proses-proses
mental yang dilandasi oleh kerja otak manusia maka kecenderungan dalam diri religius muda bisa terjadi lebih mengedepankan kemampuan rasio sehingga
kurang seimbang dalam pengolahan afeksi dan perilaku kepribadian. Oleh karena itu, perpaduan psikologi kepribadian dan psikologi kognitif perlu dipadukan
dalam pembinaan para suster yunior. Penerapan perpaduan psikologi kepribadian dan psikologi kognitif
membutuhkan kerjasama dengan tenaga ahli, juga dalam mengadakan tes untuk mengetahui sejauh mana efektifitas penerapan perpaduan psikologi tersebut
dalam pembinaan terhadap para suster yunior. Selain itu, formandi bersama formator perlu membiasakan pembuatan
rencana kerja atau proyek pengolahan diri, latihan, refleksi dan evaluasi secara berkala untuk tercapainya tujuan penerapan perpaduan psikologi tersebut.
Psikologi kognitif didukung pula teori multi intelegen yang meliputi sembilan kecerdasan yang memungkinkan penerapan berbagai strategi dalam
pembinaan yang akan membantu memberikan panduan dalam menyusun program pembinaan dengan menyesuaikan pada bakat dan kemampuan formandi.
57
4. Bidang Pendidikan
Nilai-nilai spiritualitas pendiri yang telah ditanamkan kepada para calon sejak masa postulat dan novisiat dikembangkan dijenjang berikutnya yakni masa
yuniorat. Sedangkan materi pembinaan masa yuniorat meliputi teologi biblis, dogmatik, spiritual, dan pastoral, dan khususnya pada pendalaman pemahaman
doktrinal akan hidup bakti dan akan kharisma lembaga Pedoman-pedoman Pembinaan Dalam Kongregasi Untuk Lembaga Hidup Bakti dan Serikat Hidup
Kerasulan , 1990: art. 61. Oleh karena itu, Kongregasi SFS harus menentukan
masa yuniorat untuk tinggal di rumah yuniorat bersama formator dalam jangka waktu tertentu untuk mendalami materi yang harus digumuli di masa yuniorat
tersebut. Sumber belajar dalam pendidikan sekarang ini sangat banyak, maka konsep
pendidikan seumur hidup ongoing formation dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Perlu juga memberikan kebebasan bagi para formandi untuk aktif
mencari dan mengembangkan secara mandiri, termasuk pembuatan karya ilmiah. Spiritualitas yang telah dimiliki para suster yunior akan dapat diwujudkan
secara kompeten dan optimal dalam tugas pelayanan kepada sesama yang membutuhkan apabila didukung dengan studi formal yang memperkembangkan
bakat dan minat masing-masing suster yunior sehingga spiritualitas pendiri tetap relevan pada situasi zaman yang terus berubah.