Hubungan timbal balik antara doa dan semangat peniten rekolek menurut spiritualitas Suster Fransiskan Sukabumi.

(1)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA DOA DAN SEMANGAT PENITEN REKOLEK MENURUT SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI”. Pemilihan judul skripsi ini bertitik tolak pada perlunya lebih menghidupi doa dan semangat peniten rekolek dalam hidup para suster Fransiskan Sukabumi. Pemahaman doa yang baik akan membantu dalam perwujudan sikapnya. Peranan semangat peniten rekolek untuk semakin memberi kekuatan dalam menghidupi semangat kongregasi. Maka perlulah mengetahui hubungan timbal balik antara doa dan semangat peniten rekolek dalam hidup para Suster Fransiskan Sukabumi sehingga nanti semangat ini dapat dihidupi dan mampu diwujudkan dalam hidup pribadi, komunitas maupun dalam karya. Penulis mengkaji masalah ini menggunakan metode studi pustaka.

Semangat peniten rekolek dan doa adalah warisan dari pendiri yang perlu terus dihidupi sehingga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tidak hilang ataupun luntur. Dalam usaha untuk meghidupi nilai-nilai yang ada dalam semangat kongregasi maka perlulah untuk memahami dan mendalami sejarah munculnya semangat peniten rekolek. Munculnya semangat peniten rekolek ini di prakasai oleh beberapa tokoh diantaranya: Petrus Marchant dan Yohana Van Yesus. Dari kedua tokoh ini di dapatkan bagaimana perjuangan dalam usaha untuk menghidupi semangat pembaharuan yang sampai sekarang masih hidup dan relevan di zaman ini. Suster Fransiskan Sukabumi mempunyai teladan hidup yang nyata khususnya dalam menghidupi semangat peniten yaitu St. Fransiskus Assisi. Fransiskus menjadi model dalam penghayatan semangat peniten rekolek karena kerendahan hatinya dan totalitasnya kepada Allah.

Doa dalam hidup para Suster Fransiskan Sukabumi merupakan bentuk bakti dan juga usaha untuk semakin menghidupi semangat peniten rekolek. Suster Fransiskan Sukabumi dipanggil untuk menjadi pendoa dan pentobat yang sejati karena kongregasi ini memiliki semboyan hidup sebagai peniten rekolek. Maka akan ditemukan benang merah kaitan antara doa dan semangat peniten rekolek bahwa doa mendukung semangat peniten rekolek maupun sebaliknya semangat peniten rekolek mendukung dalam perwujudan doa.

Katekese Shared Cristian Praxis (SCP) adalah salah sarana yang dapat dipergunakan untuk semakin menyuburkan semangat peniten rekolek dalam hidup para Suster Fransiskan Sukabumi. Katekese model SCP sebagai bentuk on going formation karena memiliki kekhasan, sharing pengalaman iman, bentuk pertemuan dialog patisipatif, peserta sebagai subyek yang mampu membuat perubahan. Program Katekese yang ditampilkan untuk membantu para suster semakin menghidupi imannya. Penulis berharap bahwa semakin lama akan semakin memahami hubungan antara doa dan semangat peniten rekolek dalam hidup pribadi, komunitas maupun dalam karya.


(2)

ix

ABSTRACT

The title of this thesis is THE MUTUAL CONNECTION BETWEEN THE PRAYER AND THIS SPIRIT OF THE RECOLLECT PENITENCE ACCORDING TO THE SPIRITUALITY OF THE FRANSISCAN SISTERS OF SUKABUMI. The writer chose this title based on the needs to provide sustenance for prayer and the spirit of the recollect penitence in the life of the Fransiscan sisters of Sukabumi. Well understanding about prayer will helped the sisters in assisting their realization of their attitude. The role of the spirit of the recollect penitence is to strengthen their way of life in living out the spirit of the congregation. So it is nessary to know about the mutual connection between the prayer and the spirit of the recollect penitence in the life of the Fransiscan sisters of Sukabumi, later on, they can live out this spirit and able to realize on their own lives, in the community and apostolic activities. The writer examines this problem using the method of literature.

The spirit of the recollect penitence and prayer was the heritage of ythe founder which is needed to live it so that the values contained in it will not lost whethet faded. In an effort to live out the values that exist in the spirit of the congregation, it is needed to understand about the history of emerged initiating by several prominent figures including Peter Machant and Joana Van Yesus. Based om there two prominent figures we can find how they were stuggling to live out the spirit of renewal that still revant till this modern world. The Fransiscan sisters of Sukabumi have a real life example especially in living out the spirit of the recollect penitence that is St. Fransicis of Assisi. He became a model of total comprehension in living out the spirit of the recollect penitence, because of this humility and the totality of self giving to God.

Prayers in the life of the Fransiscan sisters of Sukabumi are form of devotions and the effort to be more provided sustenance for the spirit of the recollect penitence. The Fransiscan sisters of Sukabumi are called to become a genuine prayer and a repentant person, because this congregation have a motto that is to live as a recollect penitence. It will be found in common thread that links between prayer and the spirit of the recollect penitence, neither is prayer able to support the spirit of the recollect penitence nor just the opposite the recollect penitence will support the realization of prayer.

Cathechesis Shared Christian Praxis (SCP) is one means that we can use it in enriching out spirit of recollect penitence as a Fransiscan sisters of Sukabumi, personal, community and work of mission. Cathechesis Shared Christian Praxis (SCP) as a form of on going formation because of the uniqueness in terms of faith sharing experiences, participatory dialogue, participants as a subject which able to maka a changes. Catechetical program was offer to help the sisters to understand more about the mutual connection between the prayer and the spirit of the recollect penitence in their lives as personal, community and in the mission work.


(3)

HUBUNGAN TIMBAL BALIK

ANTARA DOA DAN SEMANGAT PENITEN REKOLEK MENURUT SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama katolik

Oleh:

Atik Suparyanti NIM : 081124011

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(4)

(5)

(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi, yang telah memberikan kesempatan untuk belajar, orang tua yang selalu menyertaiku dalam setiap doanya, teman-teman sepanggilan yang selalu memberiku semangat, dan

semua orang yang telah mendukungku lewat sapaan, senyuman, perhatian, kasih dan terutama doa-doa yang memberi daya kekuatan dan sumber pengharapan.


(7)

v

MOTTO

“Bersukacitalah dalam pengharapan, bersabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa.”


(8)

(9)

(10)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA DOA DAN SEMANGAT PENITEN REKOLEK MENURUT SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI”. Pemilihan judul skripsi ini bertitik tolak pada perlunya lebih menghidupi doa dan semangat peniten rekolek dalam hidup para suster Fransiskan Sukabumi. Pemahaman doa yang baik akan membantu dalam perwujudan sikapnya. Peranan semangat peniten rekolek untuk semakin memberi kekuatan dalam menghidupi semangat kongregasi. Maka perlulah mengetahui hubungan timbal balik antara doa dan semangat peniten rekolek dalam hidup para Suster Fransiskan Sukabumi sehingga nanti semangat ini dapat dihidupi dan mampu diwujudkan dalam hidup pribadi, komunitas maupun dalam karya. Penulis mengkaji masalah ini menggunakan metode studi pustaka.

Semangat peniten rekolek dan doa adalah warisan dari pendiri yang perlu terus dihidupi sehingga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tidak hilang ataupun luntur. Dalam usaha untuk meghidupi nilai-nilai yang ada dalam semangat kongregasi maka perlulah untuk memahami dan mendalami sejarah munculnya semangat peniten rekolek. Munculnya semangat peniten rekolek ini di prakasai oleh beberapa tokoh diantaranya: Petrus Marchant dan Yohana Van Yesus. Dari kedua tokoh ini di dapatkan bagaimana perjuangan dalam usaha untuk menghidupi semangat pembaharuan yang sampai sekarang masih hidup dan relevan di zaman ini. Suster Fransiskan Sukabumi mempunyai teladan hidup yang nyata khususnya dalam menghidupi semangat peniten yaitu St. Fransiskus Assisi. Fransiskus menjadi model dalam penghayatan semangat peniten rekolek karena kerendahan hatinya dan totalitasnya kepada Allah.

Doa dalam hidup para Suster Fransiskan Sukabumi merupakan bentuk bakti dan juga usaha untuk semakin menghidupi semangat peniten rekolek. Suster Fransiskan Sukabumi dipanggil untuk menjadi pendoa dan pentobat yang sejati karena kongregasi ini memiliki semboyan hidup sebagai peniten rekolek. Maka akan ditemukan benang merah kaitan antara doa dan semangat peniten rekolek bahwa doa mendukung semangat peniten rekolek maupun sebaliknya semangat peniten rekolek mendukung dalam perwujudan doa.

Katekese Shared Cristian Praxis (SCP) adalah salah sarana yang dapat dipergunakan untuk semakin menyuburkan semangat peniten rekolek dalam hidup para Suster Fransiskan Sukabumi. Katekese model SCP sebagai bentuk on going formation karena memiliki kekhasan, sharing pengalaman iman, bentuk pertemuan dialog patisipatif, peserta sebagai subyek yang mampu membuat perubahan. Program Katekese yang ditampilkan untuk membantu para suster semakin menghidupi imannya. Penulis berharap bahwa semakin lama akan semakin memahami hubungan antara doa dan semangat peniten rekolek dalam hidup pribadi, komunitas maupun dalam karya.


(11)

ix

ABSTRACT

The title of this thesis is THE MUTUAL CONNECTION BETWEEN THE PRAYER AND THIS SPIRIT OF THE RECOLLECT PENITENCE ACCORDING TO THE SPIRITUALITY OF THE FRANSISCAN SISTERS OF SUKABUMI. The writer chose this title based on the needs to provide sustenance for prayer and the spirit of the recollect penitence in the life of the Fransiscan sisters of Sukabumi. Well understanding about prayer will helped the sisters in assisting their realization of their attitude. The role of the spirit of the recollect penitence is to strengthen their way of life in living out the spirit of the congregation. So it is nessary to know about the mutual connection between the prayer and the spirit of the recollect penitence in the life of the Fransiscan sisters of Sukabumi, later on, they can live out this spirit and able to realize on their own lives, in the community and apostolic activities. The writer examines this problem using the method of literature.

The spirit of the recollect penitence and prayer was the heritage of ythe founder which is needed to live it so that the values contained in it will not lost whethet faded. In an effort to live out the values that exist in the spirit of the congregation, it is needed to understand about the history of emerged initiating by several prominent figures including Peter Machant and Joana Van Yesus. Based om there two prominent figures we can find how they were stuggling to live out the spirit of renewal that still revant till this modern world. The Fransiscan sisters of Sukabumi have a real life example especially in living out the spirit of the recollect penitence that is St. Fransicis of Assisi. He became a model of total comprehension in living out the spirit of the recollect penitence, because of this humility and the totality of self giving to God.

Prayers in the life of the Fransiscan sisters of Sukabumi are form of devotions and the effort to be more provided sustenance for the spirit of the recollect penitence. The Fransiscan sisters of Sukabumi are called to become a genuine prayer and a repentant person, because this congregation have a motto that is to live as a recollect penitence. It will be found in common thread that links between prayer and the spirit of the recollect penitence, neither is prayer able to support the spirit of the recollect penitence nor just the opposite the recollect penitence will support the realization of prayer.

Cathechesis Shared Christian Praxis (SCP) is one means that we can use it in enriching out spirit of recollect penitence as a Fransiscan sisters of Sukabumi, personal, community and work of mission. Cathechesis Shared Christian Praxis (SCP) as a form of on going formation because of the uniqueness in terms of faith sharing experiences, participatory dialogue, participants as a subject which able to maka a changes. Catechetical program was offer to help the sisters to understand more about the mutual connection between the prayer and the spirit of the recollect penitence in their lives as personal, community and in the mission work.


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah yang Maha baik, karena penyertaan-Nya yang tiada hentinya, sehingga penulis bisa menyelesaikan Skripsi yang berjudul: HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA DOA DAN SEMANGAT PENITEN REKOLEK MENURUT SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI.

Penulisan skripsi ini bertujuan memberikan sumbangan, untuk hidup religius dalam hubungan dengan doa yang merupakan ciri khas kehidupan religius. Doa dan pertobatan menjadi gerak bersama yang mampu mendukung dalam hidup rohani.

Penulis bersyukur bahwa kehadiran banyak pihak baik secara langsung maupun tidak yang telah mendampingi, membimbing, mendoakan dan memotivasi penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada:

1. Rm. Dr. J Darminta, SJ selaku dosen pembimbing utama, yang telah menyediakan waktu untuk membimbing dengan setia dan sabar, mengarahkan, memberikan masukan dan memotivasi dalam menyusun skripsi ini.

2. Rm. Drs. FX. Heryatno W.W.,S.J., M.Ed. selaku kaprodi IPPAK yang telah mendukung dan menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi.

3. Bpk. Y.H. Bintang Nusantara, SFK, M. Hum selaku dosen penguji II dan pembimbing akademik yang telah mendampingi, memberikan motivasi, membimbing dengan penuh kesabaran selama penulis menyelesaikan skripsi. 4. Bpk. Drs. L. Bambang Hendarto Y. M. Hum selaku dosen III yang selalu setia

mengarahkan dan membantu penulis untuk menyelesaikan tugas skripsi.

5. Segenap Staf Dosen prodi IPPAK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidkan Universitas Sanata Dharma yang membimbing penulis selama belajar.

6. Sr. Maria, SFS dan para suster SFS komunitas Sragen yang terbuka dan mendukung penulis selama menyelesaikan tugas menulis.


(13)

(14)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penulisan ... 9

D. Manfaat Penulisan ... 10

E. Metode Penulisan ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II SPIRITUALITAS PENITEN REKOLEK SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI A. Latar Belakang Sejarah Gerakan Spiritualitas Peniten Rekolek Suster Fransiskan Sukabumi ... 13

1.Sejarah Peniten Rekolek Suster Fransiskan Sukabumi ... 14

2.Sejarah Peniten Rekolek menurut Kontitusi Limburg ... 17

a. Petrus Marchan Perancang Konstitusi Limburg ... 18

b. Yohana Van Yesus Perancang Konstitusi Limburg ... 19

c. Kekhasan Yohana Van Yesus ... 21

B. Makna Gerakan Peniten Rekolek bagi Keempat Kongregasi ... 26


(15)

xii

2.Hubungan Keempat Kongregasi Peniten Rekolek ... 29

C. Peniten Rekolek menurut St. Fransiskus Assisi ... 30

1.Awal Pertobatan St. Fransiskus Assisi ketika berdoa di depan Salib San Damiano ... 30

a. Titik Awal Pertobatan Fransiskus ... 31

b. Praktek Pertobatan oleh Fransiskus ... 32

c. Puncak Hidup Pertobatan Fransiskus ... 33

2.Teladan Hidup Fransiskus Assisi dalam Memaknai Peniten Rekolek a. Semangat Tobat ... 34

b. Semangat Doa ... 35

c. Hidup dalam Kemiskinan ... 36

d. Hidup dalam Semangat Kehinadinaan ... 37

D. Spriritualitas Peniten Rekolek dalam Konstitusi Suster Fransiskan Sukabumi ... 37

1.Pengertian Spiritualitas secara umum ... 38

2.Pengertian Spiritualitas menurut Konstitusi Suster Fransiskan Sukabumi berdasarkan Kapitel Th. 2012 ... 38

a. Menghayati Kasih ... 39

b. Yesus Kristus Injili ... 39

c. Hidup Persaudaraan ... 40

d. Tobat ... 40

e. Doa ... 40

f. Pelayanan ... 41

g. Kesederhanaan ... 41

3. Usaha Kongregasi dalam Menfasilitasi Penghayatan Spiritualitas ... 42

E. Tantangan dalam Menghayati Semangat Peniten Rekolek ... 43

1.Tantangan Zaman Modern bagi Suster Fransiskan Sukabumi ... 43

2.Relevansi Peniten Rekolek untuk Zaman ini ... 46

BAB III DOA DALAM KEHIDUPAN PARA SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI A. Doa ... 48


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

Hidup religius adalah salah satu bentuk panggilan khusus. Seorang religius yang dipanggil memerlukan waktu untuk dapat berproses dalam menanggapi panggilanNya. Dalam proses menanggapi panggilan perlu memperhatikan hidup doanya. Bagi para religius doa merupakan hal yang pokok dan mendasar yang perlu dihayati dan dihidupi. Doa menjadi dasar bagi para religus untuk dapat melaksanakan apa yang menjadi kehendakNya. Sebagai religius tidak hanya melaksanakan doa tetapi juga perlu melakukan pertobatan dengan semangat tobat. Doa dan pertobatan Dalam kehidupan seorang religius merupakan hal penting, begitu juga dalam hidup para Suster Fransiskan Sukabumi doa dan pertobatan merupakan dua hal yang penting yang perlu diusahakan untuk semakin menjadi milik. Doa dan pertobatan merupakan dua hal penting karena para Suster Fransiskan Sukabumi memiliki spirit hidup sebagai peniten rekolek. Dalam usaha untuk semakin menghayati dan menghidupi semangat peniten rekolek ini maka perlunya on going formation (pembelajaran terus menerus). Dalam bab I penulis akan menguraikan latar belakang penulisan skripsi, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan mengenai hubungan timbal balik antara doa dan semangat peniten rekolek menurut spiritualitas Suster Fransiskan Sukabumi.

A. Latar Belakang

Hidup religius merupakan panggilan yang dihayati oleh manusia dalam kondisi-kondisi kemanusiaannya. Hidup religius merupakan bagian dari hidup Kristen.


(17)

Hidup Kristen merupakan hidup pertobatan terus menerus, yang berarti terus menerus mengarahkan hidup kepada Tuhan, atau dipanggil untuk mengadakan pembaharuan. Pembaharuan itu bukan berarti mengubah atau menggantikan karisma khas hidup religius, sehingga pembaharuan itu tetap menjaga kekhasan tarekat. Pembaharuan yang perlu dilakukan antara lain dalam hal doa.

Doa merupakan sarana memupuk hidup batin (ET n. 45) doa adalah ungkapan kedalaman kerinduan untuk dapat berjumpa dengan Allah. Doa adalah ungkapan semangat keanakkan maupun semangat penghambaan di hadapan Allah dan merupakan pernyataan iman bahwa Allah memang kuasa atas hidupnya. Oleh karena berdoa merupakan saat dimana orang membiarkan Allah menyatakan diriNya menopang hdup manusia. Doa merupakan bentuk olah diri agar menjadi orang rohani. (Darminta,1983:28-29)

Doa adalah sarana dimana seorang religius menyadari bahwa hidupnya ditopang oleh Allah, dan sumber kehidupannya. Pengalaman akan kepercayaan dan keyakinan akan pertolongan Allah itu terungkap dalam doa. Dalam doa orang akan bertemu dalam relasi intim penuh kerinduan akan peran serta Allah dalam kehidupannya.

Doa merupakan bagian inti dalam kehidupan seorang religius. Dalam Konsili Vatikan II, dalam Dekrit Perfectae Caritatis (1993: art. 6) menegaskan: “ Mereka yang mengikarkan nasihat Injil harus mencari dan mencintai di atas segalanya Allah, Yang lebih dahulu mencinta kita (bdk 1 Yoh 4: 10). Dalam segala situasi hendaknya mereka mengembangkan kehidupan yang tersembunyi bersama Kristus di dalam Allah (bdk Kol 3:3)”. Relasi yang intim dengan Allah dalam ketulusan dan penyerahan diri yang utuh akan semua realitas hidup.

Setiap pribadi religius diharapkan mampu mengembangkan hidup pribadinya dan imannya sehingga memiliki daya dampak dalam kehidupannya. Sebagai religius yang secara khusus mengabdikan diri bagi Kristus dalam hidup dalam ketaatan, kemiskinan, dan kemurnian, maka perlu adanya aturan yang membantu dalam rangka


(18)

3

untuk semakin menghayati imannya salah satunya adalah pembaharuan yang ditetapkan oleh Konsili Vatikan II ialah:

Lembaga hidup monastik hendaknya dipertahankan dengan setia dan makin memancarkan semangatnya yang asli baik Timur maupun Barat. Lembaga ini berjasa luhur selama perjalanan abad dalam Greja dan dalam masyarakat manusia. Tugas utama para rahib ilaha memberikan pelayanan kepada Kedaulatan Ilahi, pelayanan yang serentak rendah hati dan anggun di balik tembok-tembok pertapaan, ilahi dalam kehidupan tertutup, maupun dengan menerima secara sah sejumlah karya dibidang kerasulan atau cinta kasih Kristen. Maka, sambil mempertahankan ciri khas tiap lembaga, hendaknya tradisi-tradisi tua yang baik diperbaharui dan disesuaikan dengan kebutuhan jiwa-jiwa dewasa ini sekian, sehingga pertapaan menjadi semisal pesemaian bagi pembaharuan umat Kristen. Demikian pula sebaliknya biara-biara yang berdasarkan peraturan atau lembaganya menggabungkan secara mesra kehidupan kerasulan dengan ofisi dalam koor dan dengan tata hidup pertapaan, menyerasikan cara hidupnya dengan tuntutan-tuntutan kerasulan yang sesuai baginya, sehingga mereka mengikuti tata hidupnya dengan setia sebagai sesuatu yang sangat bermanfaat bagi kepentingan Gereja. (PC. Art. 9)

Lembaga hidup bakti perlu menyadari pentingnya kontemplasi karena dimensi ini ditemukan dalam doa dan karya. Doa menjadi salah satu makanan jiwa dan kekuatan dalam kehidupan seorang religius. Kehidupan doa tidak hanya berhenti pada keteraturan, ketaatan, kedisiplinan dalam doa tetapi juga menyangkut pada hal-hal lainnya. Doa yang dihayati dan dihidupi ini setiap hari perlu memiliki daya dampak dalam kehidupan seorang religius. Doa menjadi salah satu hal penting dalam kehidupan religius. Doa menjadi kekuatan dalam kehidupan religius, berbagai usaha dilakukan untuk dapat semakin memaknai doa. Pembaharuan dalam hidup doa perlu diusahakan terus menerus karena doa ini menjadi inti hidup religius yang perlu dikembangkan dan dihayati sehingga semakin memantapkan hidup panggilan.

Pembaharuan yang dilakukan oleh lembaga religius tidak hanya dalam hidup doa tetapi juga semangat tobat, karena tobat menjadi ciri khas seorang religius. Hidup religius sebagai tanda pertobatan, maka perlu terus diperbaharui untuk semakin


(19)

mengembangkan hidup rohani. Dalam kongregasi SFS kehidupan doa dan semangat pertobatan perlu diperbaharui terus menerus karena SFS memiliki dua ciri khas yaitu sebagai peniten rekolek sebagai pentobat dan pendoa. Para suster Fransiskan Sukabumi memiliki semangat Peniten Rekolek. Peniten artinya: pertobatan dan Rekolek artinya: mengumpulkan kembali. Jadi Peniten Rekolek artinya: Kembali memusatkan diri pada Allah. Bentuk dari peniten : pertobatan, ulahtapa, matiraga. Bentuk rekolek: samadi, permenungan, kontemplasi. Usaha untuk kembali pada semangat awal ini memotivasi untuk sungguh menghargai dan memberi tekanan penting khususnya dalam hidup rohani yang menjadi salah satu aspek yang menentukan dan mendukung hidup sebagai religius.

Kongregasi SFS disebut: “Saudara-saudari para pentobat” (AngOrReg art.2). Mengapa disebut dengan saudari-saudari para pentobat, karena Fransiskus menamakan dirinya adalah pentobat dari Asisi. Fransiskus sangat menekankan hidup dalam pertobatan, ia sangat menghidupi semangat tobat dalam keseluruhan hidupnya. “Pertobatan” biasanya dipahami sebagai praktek usaha-usaha matiraga lahiriah, seperti halnya: puasa dan matiraga. “Pertobatan” (Metanoia) Injili berarti harafiah merupakan suatu perubahan budi, pembaharuan menyeluruh dan terus menerus atas diri seseorang yang mengarahkan kepada kesatuan dengan Allah dengan seluruh keberadaannnya.

Di setiap tempat di mana pun juga, pada setiap saat dan segala waktu, hendaklah saudara-Saudari dengan sungguh-sungguh dan rendah hati mengimani Allah yang kekal, mahatinggi, dan mahaluhur, Bapa dan Putera dan Roh kudus; hendaklah mereka memiliki-Nya di dalam hati dan mencintai-Nya, menghormati, menyembah, mengabdi, memuji, meluhurkan serta memuliakan-Nya. Hendaklah mereka menyembah Dia dengan hati yang murni, karena kita harus selalu bedoa dengan tidak jemu-jemu; sebab Bapa mencari penyembah yang demikian itu.


(20)

5

Dengan jelas dikatakan Fransiskus bahwa saudara-saudari selalu menyediakan waktu khusus untuk berdoa serta tidak jemu-jemu. Menyadari bahwa Allah sungguh Mahaluhur dan pengikutnya diajak untuk memiliki kesungguhan dalam kehidupannya. Fransiskus mengajarkan kepada kita religius yang mengambil semangat dari St. Fransiskus, dapat mengikuti hidup seturut injil. “Cara hidup saudara-saudari Ordo Ketiga Regular Santo Fransiskus ialah: menepati Injil Suci Tuhan Yesus Kristus, dengan itu hidup dalam ketaatan tanpa milik dan dalam kemurnian....(AngOrReg Art.1). Berarti bahwa Injil menjadi sumber utama dari segala peraturan yang ada. Dalam AngOrReg dinyatakan bahwa setiap saudara yang mengambil spiritualitas Fransiskus diajak untuk menepati Injil sebagai pegangan dan pedoman dalam kehidupannya.

Sebagai pengikut Fransiskus para suster SFS diingatkan untuk selalu:

...Sebagai pengikut Yesus Kristus menurut teladan Fransiskus, mereka wajib mengerjakan hal-hal yang lebih banyak dan lebih besar dengan menepati perintah dan nasihat Tuhan kita Yesus Kristus, dan mereka harus menyangkal dirinya sebagaimana mereka masing-masing telah janjikan kepada Allah (AngOrReg art.1b hal: 6)

Dalam AngOrReg ini Fransiskus memberikan beberapa nasihat yang diarahkan bagi kaum religius . Undangan untuk mengerjakan hal-hal yang besar dan luhur sesuai dengan injil yang memadukan pertobatan. Pertobatan injili yang dituntut oleh kehadiran kerajaan Allah. Hidup pertobatan dapat diwujudkan lewat: puasa badani, matiraga terhadap kesombongan, dan melawan dosa-dosa.

Dalam kehidupan religius kita temukan juga adanya kecenderungan untuk mapan, tidak mau berubah, merasa sudah mampu melakukan segala sesuatu dan tidak perlu lagi untuk terus belajar, orang menjadi sombong dengan hidupnya. Mandeg dan


(21)

tak berkembang, diantaranya adalah dalam doa bisa kita lihat bagaimana kehadiran dalam doa itu sungguh dengan sepenuh hati atau hanya sekedar kewajiban saja. Begitu pula dalam penghayatan pertobatan apakah sudah mampu untuk mewujudkannya dalam kehidupan bersama. Para suster SFS juga mengalami kesulitan terutama dalam penghayatan dan menghidupi spiritualitas kongregasi.

Dalam rekomendasi kapitel di Sukabumi, tanggal 3 April 2012 para kapitularis menemukan sejumlah keprihatinan, bertolak dari pengalaman hidup sebagai anggota Kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi khususnya dalam hidup komunitas, menggereja dan memasyarakat. Keprihatinan mendorong untuk mencari, menggali, menemukan dan mendalami khasanah rohani pendiri, kongregasi, sejarahnya antara lain: Upaya-upaya pendalaman spiritualitas belum cukup memotivasi, mendorong dan menggugah para Suster Fransiskan Sukabumi untuk hidup sesuai dengan spiritualitas. Dalam Kapitel ini menjadi titik tolak untuk melihat bahwa para suster SFS perlu memahami dan mendalami spiritualitas sebagai suatu bentuk on going formation. Pembaharuan terus menerus adalah salah satu usaha untuk semakin mengembangkan hidup religius. Sebagai seorang religius dituntut untuk selalu hidup dalam semangat pembaharuan terus menerus. Pembaharuan terus menerus ini dikenal dalam kehidupan religius sebagai on going formation. Pembaharuan yang dilakukan dalam kehidupan religius dilakukan dalam banyak aspek antara lain: doa, persaudaraan, spiritualitas, karya, pelayanan, dll. Pembaharuan ini dirasakan sebagai usaha yang tidak hanya sekali jadi, perlu proses yang panjang dan juga ketekunan dalam mengusahakannya.

Untuk dapat mengetahui sejauh mana hubungan antara doa dan semangat peniten rekolek (pertobatan terus menerus) dalam KHK 1249


(22)

7

Semua orang beriman kristiani menurut cara masing-masing wajib melakukan tobat demi hukum ilahi. Akan tetapi, agar mereka semua bersatu dalam pelaksanaan tobat bersama, ditentukan hari-hari tobat, saat orang-orang beriman kristiani secara khusus meluangkan waktu untuk berdoa, menjalankan ibadat dan karya amalkasih, menyangkal diri sendiri dengan melaksanakan kewajiban-kewajibaannya secara lebih setia dan terutama dengan puasa dan berpantang, seturut norma kanon(1249).

Dalam kanon ini mau ditegaskan bahwa perlu melakukan pertobatan yang sejati yang disertai dengan kesungguhan, melakukan hal-hal yang nyata yang menjadi ciri khas pertobatan. Pertobatan berdasarkan AngOrReg art. 13 memberikan beberapa orientasi yang khas pertobatan: perjalanan pertobatan, tindakan-tindakan penitensi dan partisipasi dalam sengsara Kristus. Anggaran Dasar dan cara hidup Saudara-saudari Ordo ketiga regular Santo Fransiskus (2001:pasal 1 ayat 2) sebagai berikut:

Saudara-saudari dari Ordo ini, bersama semua orang yang mau mengabdi Tuhan Allah di dalam Gereja yang kudus, katolik dan apostolic, hendaknya bertekun dalam iman dan pertobatan yang sejati. Mereka mau menghayati pertobatan injili ini dalam semangat doa dan kemiskinan serta kerendahan hati. Dan hendaknya mereka menjauhkan diri dari segala kejahatan dan bertekun dalam yang baik hingga akhir sebab Putera Allah sendiri akan datang dengan mulianya dan mengatakan kepada semua orang yang mengakui Dia dan menyembah serta mengabdi kepadaNya dalam pertobatan: Mari hai kamu yang diberkati Bapa-Ku, terimalah kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak awal.

Dalam usaha untuk mengahayati dan melakukan pembaharuan tentu mengalami pasang surut maka perlu usaha untuk terus meningkatkan semangat peniten rekolek dalan kehidupan para suster Fransiksan Sukabumi. Para suster SFS sudah banyak belajar untuk memahami maksud dari konstitusi dan memahami apa yang menjadi ciri khas kongregasi yaitu semangat peniten rekolek, maka dalam usaha untuk semakin paham dan menghayati perlu ada pembelajaran terus menerus: lewat belajar bersama, rekoleksi, retret dan lain-lain.


(23)

Pemahaman akan doa dan semangat peniten rekolek perlu dipahami oleh para suster karena hal ini mendukung dalam penghayatan dalam kehidupan bersama. Pembaharuan terus menerus berkaitan dengan doa perlu diusahakan untuk semakin meningkatkan hidup beriman kristiani. Sehingga para suster semakin tangguh dalam kehidupan serta tidak mudah putus asa dalam menghadapi masalah-masalah yang ada, sehingga mampu mewujudkan diri sebagai tempat pengungsian bagi yang membutuhkannya. Doa menjadi sumber kekuatan dan ciri khas seorang Fransiskan rekolek maka dimensi hidup doa menjadi hal yang penting yang perlu diusahakan. Sehingga doa bukan hanya sebatas formalitas saja atau kewajiban tetapi sebagai kebutuhan yang hakiki yang mampu mendukung dalam kehidupan sebagai seorang Fransiskan sejati. Sehingga penulis merasa tertarik untuk mengetahui hubungan antara doa dan semangat peniten rekolek dalam kehidupan para suster SFS apakah dari antara keduanya ada hubngan yang semakin menyuburkan sehingga mampu mewujudkan sebuah pembaharuan. Doa menuju pada pembaharuan terus menerus dan pertobatan yang sejati.

Agar manusia tidak terjebak dalam rutinitas doa maka perlu melakukan pembaharuan terus menerus, dalam hal motivasi, semangat, memberi makna dalam doa. Bukan hanya sekedar rutinitas, atau kewajiban tetapi sebagai sumber kekuatan kekuatan yang menghidupkan. Untuk dapat memahami hubungan timbal balik antara semangat peniten rekolek dalam hidup doa sehingga keduanya dapat saling mendukung dan semakin memajukan kehidupan rohani. Memampukan menjadi setiap anggotanya untuk menjadi pembawa damai bagi sesama, dewasa dan mampu mengolah hidupnya dengan baik, maka penulis ingin menyumbangkan


(24)

9

gagasan yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh para Suster Fransiskan Sukabumi, sehingga pada penulisan skripsi ini penulis mengambil judul:

“HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA DOA DAN SEMANGAT

PENITEN REKOLEK MENURUT SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKAN

SUKABUMI.”

B. Rumusan Permasalahan

1. Apakah latar belakang semangat peniten rekolek Suster Fransiskan Sukabumi? 2. Bagaimanakah pandangan Suster Fransiskan Sukabumi mengenai semangat

peniten rekolek?

3. Bagaimana doa dalam kehidupan para suster Fransiskan Sukabumi menurut spiritualitas kongregasi?

4. Bagaimana hubungan timbal balik antara doa dan semangat peniten rekolek dalam kehidupan para Suster Fransiskan Sukabumi?

5. Usaha apa yang dapat dilakukan untuk semakin menyuburkan semangat peniten rekolek bagi para Suster Fransiskan Sukabumi?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah:

1. Membantu para Suster Fransiskan Sukabumi untuk mendalami latar belakang sejarah semangat peniten rekolek.

2. Membantu para Suster Fransiskan Sukabumi untuk semakin memahami dan menghidupi semangat peniten rekolek.


(25)

3. Membantu para Suster Fransiskan Sukabumi semakin menghidupi doa seturut spiritualitas kongregasi.

4. Membantu Para Suster Fransiskan Sukabumi untuk mengetahui hubungan timbal balik antara doa dan semangat peniten rekolek.

5. Menyuburkan semangat peniten rekolek dalam hidup doa sehingga buah-buah pertobatan sungguh dapat diaktualisasikan dalam hidup sehari-hari.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi para Suster Fransiskan Sukabumi

Membantu para Suster Fransiskan Sukabumi dalam menghayati doa dan semangat peniten rekolek.

2. Bagi kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi

Memberikan sumbangan untuk dapat mengusahakan menyuburkan doa dan semangat peniten rekolek dalam hidup para Suster Fransiskan Sukabumi.

3. Bagi penulis

Melalui ini penulis semakin diajak untuk lebih mendalami dan menghayati doa dan semangat peniten rekolek dalam kehidupan Suster Fransiskan Sukabumi.

E. Metode Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode studi pustaka yakni dengan membaca buku-buku dari berbagai sumber dan menyerapnya sebagai bahan untuk menulis skripsi. Selain itu penulis juga menyebarkan kuisoner untuk dapat mendukung tulisan ini, serta berdasarkan pengalaman dan penghayatan pribadi yang


(26)

11

dialami penulis pada setiap perjumpaan dan kebersamaan dengan para Suster Fransiskan Sukabumi.

F. Sistematika Penulisan

Karya tulis ini berjudul “Hubungan Timbal Balik antara Doa dan Semangat Peniten Rekolek menurut Spiritualitas Suster Fransiskan Sukabumi”. Dalam penulisan skripsi ini penulis membaginya dalam lima bab yakni:

Pada bab I pendahuluan yang meliputi: Latar belakang penulisan skripsi, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Pada bab II, penulis akan menguraikan dalam 5 bagian. Bagian pertama menjelaskan mengenai sejarah peniten rekolek beserta tokoh-tokoh yang menjadi penggerak peniten rekolek. pada bagian kedua membahas mengenai makna gerakan peniten rekolek bagi keempat kongregasi. bagian ketiga berbicara mengenai peniten rekolek menurut St. Fransiskus Assisi. Bagian keempat tentang spiritualitas peniten rekolek dalam konstitusi Suster Fransiskan Sukabumi dan bagian kelima berisi mengenai tantangan dalam menghidupi peniten rekolek.

Pada bab III, penulis akan membahas mengenai, Doa dalam kehidupan para suster Fransiskan sukabumi. Hidup doa, pengertian doa: doa menurut kitab suci, doa menutur dokumen Konsili Vatikan II, Makna doa, persoalan dalam doa. Doa dalam konstitusi Suster Fransiskan Sukabumi, Jalan kontemplatif dan asketik dalam doa. Makna peniten rekolek dalan doa, tantangan penghayatan doa dalam semangat peniten, dan peniten rekolek secara timbal balik dalam kehidupan para Suster Fransiskan Sukabumi.


(27)

Pada bab IV, penulis akan membahas mengenai program Katekese sebagai salah satu sarana untuk on going formation demi mendukung perkembangan hidup doa dan pertobatan. Katekese Shared Christian Praxis (SCP) untuk mengaktualisasikan doa dan pertobatan dalam kehidupan sehari-hari. Bab ini akan dibagi dalam tiga bagian, bagian pertama berisikan tentang on going formation dalam hidup religius, bagian kedua membahas mengenai katekese sebagai salah satu usaha dalam On going formation. Pada bagian ketiga beriskan tentang usulan program katekese beserta contohnya.


(28)

BAB II

SPIRITUALITAS PENITEN REKOLEK SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI

Peniten rekolek merupakan semangat yang dihidupi oleh religius SFS. Pada Bab II ini penulis akan menjelaskan tentang peniten rekolek dalam kongregasi suster Fransiskan Sukabumi (SFS), pada bagian pertama berisi mengenai latar belakang gerakan peniten rekolek. pada bagian kedua berisi tentang makna gerakan peniten rekolek bagi kehidupan para Suster Fransiskan Sukabumi, pada bagian ketiga memuat Gerakan ini tidak dapat terlepas dari seorang tokoh yaitu St. Fransiskus Assisi. Tantangan dalam penghayatan dan relevansinya. Gerakan ini muncul karena peran serta Fransiskus dalam mendirikan ordo, St. Fransiskus Assisi mendirikan tiga ordo: Ordo pertama yaitu Ordo Saudara Dina, Ordo kedua yaitu Ordo Klaris, dan Ordo ketiga yaitu Ordo Peniten. Ordo Peniten adalah ordo aktif yang berada di tengah dunia, yang ingin mengabdi Allah dan sesama, menurut Injil dalam tapa dan karya amal.

A. Latar Belakang Sejarah Gerakan Spiritualitas Peniten Rekolek Suster

Fransiskan Sukabumi

Pada bagian latar belakang gerakan peniten rekolek akan di munculkan 2 hal yaitu sejarah peniten rekolek yang bermula dari Fransiskus Assisi yang memiliki kekhasan dalam hidupnya sebagi seorang peniten rekolek. Pada bagian kedua memuat tentang sejarah peniten rekolek dalam konstitusi limburg di mana dalam konstitusi ini diatur segala hal yang berkaitan dengan cara hidup para peniten rekolek yang diprakasai oleh dua tokoh yaitu Petrus Marchant dan Yohana van Yesus.


(29)

Gerakan peniten rekolek adalah salah satu pembaharuan dalam kehidupan religius pada abad ke-17. Gerakan ini juga dipengaruhi oleh seorang tokoh yaitu Martin Luther. Pembaharuan dalam hidup membiara ditunjukkan dengan semangat untuk semakin menghayati Injil suci Tuhan Yesus Kristus tanpa terlepas dari tradisi hidup membiara. Gerakan ini melestarikan tradisi hidup membiara menggunakan unsur baru tetapi juga tidak melupakan unsur lama. Gerakan pada abad itu disebut “peniten” yang artinya pentobat. Fransiskus Assisi memperkenalkan kelompoknya sebagai “pentobat dari Assisi”. Para religius yang tertarik pada cara hidup Fransiskus dan meneladan pola menghayati Injil ala Fransiskus disebut sebagai para peniten.

1. Sejarah Peniten Rekolek Suster Fransiskan Sukabumi

Sejarah peniten rekolek berawal dari St. Fransiskus Assisi yang memberi perhatian besar pada pembaharuan. Pembaharuan bagi Fransiskus adalah semacam usaha untuk kembali ke awal simple, sederhana, tidak mencolok sesuai dengan bentuk hidup Fransiskus (Eddy Kristianto 2009: 21-22). Gerakan peniten rekolek ini hanya terdapat dalam gerakan religius Fransiskan “Minoriten” atau OFM saja (Eddy Kristianto, 2009: 19). Hal ini mengatakan bahwa gerakan peniten rekolek ini tidak terdapat pada dua ordo OFMConv dan OFMCap, meskipun ketiganya sama-sama meneladan cara hidup Fransiskus Assisi tetapi masing-masing ordo memiliki kekhasannya yang berbeda satu dengan yang lain. Karena cara hidup Fransiskus yang khas membuat banyak orang tertarik untuk bergabung bersama dengan Fransiskus, meskipun pada awalnya Fransikus tidak memiliki cita-cita untuk mendirikan ordo.

Ordo pertama Santo Fransiskus yang melaksanakan Anggaran Dasar (Regula) dengan setia dan bakti disebut sebagai rekolek yang merupakan salah satu cabang


(30)

15

yang lahir dari ranah Observan. Fransiskan Observan berusaha menepati regula dengan baik. Hal itu mau menegaskan bahwa “penyesuaian” terus menerus untuk menjadi pribadi yang berkwalitas dengan tetap menyadari keterbatasannya sebagai manusia. Kesetiaan pada regula St. Fransiskus Assisi dengan tidak ada pemaafan keterbatasan diri dan juga pembenaran diri karena situasi, sehingga regular dilaksanakan dengan penuh ketaatan dan kesetiaan tanpa terkecuali ( Eddy Kristianto, 2009:23).

Dalam perjalanan waktu, untuk dapat sungguh menghayati regula dengan setia tidak selalu dapat berjalan sebagaimana mestinya, karena ada juga kemerosotan dalam upaya penghayatan semangat awal. (Eddy Kristianto 2009: 24). Maka muncullah gerakan pembaharuan untuk menghidupkan jiwa regula. Untuk melakukan pembaharuan itu diperlukan upaya yang pelik, unik dan rumit sehingga hal ini berujung pada pemisahan. Kelompok Observan; melaksanakan, melakukan, menghayati adalah rekolek. Gerakan ini merupakan usaha bersama (Eddy Kristianto ,2009: 25). Hal ini mau mengatakan bahwa gerakan pembaharuan ini bukan hanya diprakasai oleh seorang tokoh saja tetapi merupakan gerak bersama yang akhirnya menghasilkan suatu pembaharuan.

Reformasi katolik disuburkan oleh Reformasi Protestanisme (Martin Luther cs) dan Kontra Reformasi (Konsili Trento). Tahta suci berkepentingan untuk mengawasi, dan terutama memelihara dengan penuh perhatian kelompok-kelompok religius supaya kelompok ini menghayati dengan benar nasehat Injil dan memenuhi harapan Gereja Katolik Roma (Eddy Kristanto, 2009:25).

Sri Paus Clemens VII menerbitkan surat edaran yang berjudul In Suprema Kan (1532), bahkan Paus Gregorius XIII menulis surat untuk menyemangati bagi


(31)

berlangsungnya pembaharuan hidup religius di lingkungan Gereja khususnya dalam keluarga Fransiskan. Sri Paus dan Raja Henry IV mendukung gerakan rekolek sehingga memperoleh otonomi dari Observan. Pada 1602 Clemens VIII menyatakan para rekolek sebagai putra-putra sejati Fransiskus Assisi (Eddy Kristanto, 2009:26).

Rekolek merupakan salah satu cabang dari Observan yang muncul di Eropa barat pada abad ke-16 dan berkembang terutama di Prancis, Jerman, Belanda dan Belgia. Rekolek menciptakan dan mempertahankan tradisi tinggal di pedesaan, desentralisasi, menjunjung tinggi keugaharian, dan kesederhanaan melalui ulah tapa, doa serta meditasi dan refleksi. Petrus Marchant adalah minister Provinsi Belgia, ia adalah seorang Fransiskan Rekolek, yang memberikan ilham kepada Johanna Van Jesus untuk melalukan reformasi dari dalam hidup religius yang ia hayati.

Adanya hubungan antara satu dengan yang lain menghasilkan suatu tektur, yang mampu mendukung gerakan peniten ini, karena sejak awal diungkapkan, bahwa gerakan ini bukan sebagai gerak personal melainkan gerak bersama yang melibatkan banyak tokoh dalam mewujudkannya. Fransiskus Assisi menamakan kelompoknya sebagai: Ordo Pentobat” (The Order of Penitence), tetapi pada akhirnya istilah ini dipakai oleh Ordo ketiga regula Santo Fransiskus yang sudah eksis pada abad ke-13. (Eddy Kristianto, 2009:28).

Hal-hal yang mematangkan dan menjadi humus dalam peniten rekolek adalah askese (spiritual exercises, penguasaan diri, matiraga-puasa, penyangkalan diri) dan discretion (pembedaan roh). Dalam karya-karyanya, Poverello d’Assisi mewariskan kehendak dan semangat yang kuat dengan askese. Askese yang dimaksud adalah sikap tobat sejati dan kesadaran akan kerapuhan diri di hadirat Allah yang mahaagung, mahabaik, maha sempurna, satu-satunya yang patut disembah dan dimuliakan. Hal


(32)

17

yang hendak di usahakan adalah hati yang wening (jernih) dan roh ilahi yang menguasai insani religius.

Semangat doa dan devosi tidak bisa tidak dalam tradisi Fransiskan merupakan buah utama mengikuti Kristus dan oleh karena itu menduduki tempat terpenting dalam kehidupan Fransiskan. Tanpa pengalaman yang mendalam akan Allah, para fransiskan tidak akan mampu berbagi (peduli dan terlibat) dihadapan penderitaan bangsa manusia. Maka perlu menyadari perlunya menemukan kembali dimensi kontemplatif dari cara hidup ini.

Para Fransiskan menjunjung asas Copmtemplatio aliis tradere artinya membawa, menarik hasil dan buah kontemplatisi kepada orang lain (Eddy Kristanto, 2009:30). Hal ini mau menggambarkan bahwa kontemplasi yang dilakukan oleh para pengikut Fransiskus ini bukan hanya berhenti demi untuk keperluan pribadi tetapi juga dapat dirasakan oleh sesama lewat tutur kata, perbuatan dan pelayanan.

Para religius bukanlah orang-orang yang tinggal di menara gading, terpisah dengan masyarakat, melainkan bagian itegral masyarakat. Para religius memiliki kepedulian terhadap orang-orang yang terpinggirkan sehingga terasa kesehatian dengan masyarakat. Munculnya rekolek menegaskan adanya semangat untuk kembali ke akar ke sumber cita-cita pendiri seraya mempertimbangkan zaman. Gerakan rekolek mau mengingat kembali pada jati dirinya.

2. Sejarah Peniten Rekolek Menurut Konstitusi Limburg

Pembaharuan yang terdapat dalam konstitusi Limburg adalah pembaharuan yang terjadi dipengaruhi oleh Gereja di mana pada abad ke-17 di dalam gereja terjadilah suatu gerakan pembaharuan hidup religius. Yohana dari Yesus adalah


(33)

seorang pembaru hidup religius Suster-suster Ordo Fransiskan Regular (Nico Dister 2011:5). Pembaharuan ini dimulai dari kota Limburg (pegunungan Ardennes, Belgia) dan dikenal dengan sebutan “Reformasi Limburg”.

Di antara serikat Ordo Fransiskan Regular di Indonesia ada yang berasal dari Nederland dan mengikuti reformasi Limburg dan berspiritualitas Peniten Rekolek. Biara Suster Peniten Rekolek di Breda (Belanda) yang bersemboyan Alles voor allen

adalah ibu kandung dari keempat kongregasi yaitu FCH (Palembang), SFS (Sukabumi), KSFL (Pematangsiantar), dan FSE (Medan). Konstitusi Limburg pada abad XVI dipakai untuk pegangan dan konstitusi ini dirancang oleh Muder Yohana bersama saudara dina bernama Petrus Marchant (Nico Syukur Dister 2011:6). Kedua tokoh inilah yang telah membaharui semangat peniten rekolek dengan cara menyusun atura-aturan dalam biara yang akan mengingatkan para peniten untuk semakin menghayati panggilannya. Konstitusi Limburg ini memuat tentang aturan-aturan hidup dalam biara yang mengajak pengikutnya untuk kembali pada semangat awal. Semangat awal itu adalah kesadaran bahwa sebagai pengikut Fransiskus yang peniten dan rekolek, yang tidak melupakan doa dan pertobatan sebagai kekhasannya.

a. Petrus Marchant Perancang Konstitusi Limburg

Petrus Machant adalah salah seorang anggota Fransiskan rekolek yang lahir tahun 1585 di Couvin, Provinsi Namur. Setelah masuk persaudaraan Fransiskan Rekolek, beliau ditugaskan oleh ordonya pertama-tama ke Jerman dan kemudian ke Belanda dan Inggris . Ia mendirikan Provinsi Santo Yosef di Flandria dan tahun 1625 terpilih sebagai Minister Provinsi. Flandria adalah bagian dari negeri Belgia sekarang.


(34)

19

Petrus Marchant membidani lahirnya kongregasi Peniten Rekolek serta menyusun konstitusi Peniten Rekolek (tahun 1623). Konstitusi ini disusun berdasarkan inspirasi dari Sr. Yohana Van Jesus yang terdorong oleh Ilham Ilahi bercita-cita untuk membaharui semangat hidup religius Ordo ketiga Regular St. Fransiskus. Konstitusi disahkan oleh Paus Urbanus VIII pada tahun 1634. Lalu konstitusi ini menjadi sumber pegangan bagi para religius yang menamakan dirinya Peniten Rekolek (Eddy Kristianto, 2009: 39)

Pada tahun 1841, atas rekomendasi Mgr. Johanes Van Hooydonk, konstitusi itu dicetak ulang untuk kepentingan para religius yang baru tumbuh diwilayah keuskupannya, seperti di Dongen, Etten, Roosendal, Bergen Op Zoom, dll. Petrus Marchant kemudian menjadi Devinitor Jendral seluruh Ordo St. Fransiskus dan Kustos di Flandria dan akhirnya diangkat menjadi Komisaris Apostolik Jenderal. Beliaulah yang menerima pembaharuan profesi religius Johana Van Jesus, ia mengantar mereka ke tempat yang telah dipersiapkan yaitu di Limburg. Petrus Machant menjadi pembimbing rohani. Sampai pada akhir hidupnya ia setia mendampingi para suster kongregasi Peniten Rekolek. Petrus Marchant wafat di Gent pada tanggal 11 November 1661 (Eddy Kristisnto, 2009: 41).

b. Yohana Van Yesus Perancang Konstitusi Limburg

Johana Van Yesus lahir pada tanggal 3 Agustus 1576 di Gent. Nama babtisnya Johanna Baptista Neerinckx. Ayahnya bernama Neerinckx, seorang pegawai pajak terkemuka di Gent. Masyarakat menghormatinya, karena ia mencerminkan hidup sebagai seorang kristiani, yang jujur dalam menjalankan tugasnya. Ia mempunyai devosi kepada Santa Perawan Maria ( Eddy Kristianto, 2009: 42).


(35)

Pada usianya yang ke- 28 tahun Johanna Babtista Neerinckx masuk biara. Berawal dari pertemuan dengan seorang Fransiskan Rekolek, kemudian dia memutuskan untuk masuk biara Ordo santo Fransiskus yaitu kongregasi Suster-suster Kelabu di kota Gent dengan nama Sr. Johanna Neerinkx. Kongregasi ini merupakan Ordo Ketiga regular Santo Yakobus yang membaktikan diri kepada perawatan orang-orang sakit. Terdorong untuk menjadi putri yang terbaik dari Bapa Fransiskus, maka ketika dipilih menjadi pemimpin dalam kongregasi, ia mulai mengadakan pembaharuan. Ia meletakkan pembaharuan dengan keyakinan bahwa Allah adalah segala-galanya dan manusia bukan apa-apa dihadapan –Nya. Agar hatinya terus menerus ada pada hadirat-Nya maka sikap hening “clausura” dipandang penting. Pembaharuan ini ditolak oleh para anggotanya, sehingga akhirnya ia memutuskan untuk mengundurkan diri dan menjadi suster biasa.

Jiwa pembaharuan lebih diarahkan pada diri sendiri sampai mendapat waktu yang cukup matang. Keheningan dia ciptakan di sekeliling dirinya sehingga membuat suara Tuhan meresapkan lebih dalam. Ia juga tercekam oleh keinginan untuk melihat clausura, dan itu sangat mempengaruhi seluruh hidupnya, kemudian ia menjadi tidak tenang sebelum mewujudkannya (Eddy Kristianto, 2009: 43).

Untuk mewujudkan pembaharuan itu ia mengalami ketakutan, suatu ketakutan yang sungguh beralasan mengingat kesadaran atas kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi di satu pihak, tetapi di lain pihak dorongan hati terus menekan dirinya untuk sesegera mungkin mewujudkan pembaharuan. Yohana Van Yesus kemudian memberanikan diri untuk mengungkapkan keinginan dan dorongan hatinya kepada seorang Fransiskan Rekolek, yaitu Petrus Marchant. Berkat kerja Roh yang sama,


(36)

21

akhirnya Johanna Neerickx mendapat dukungan dan jalan keluar yang terbaik dari ketakutan tersebut.

Pada tanggal 21 September 1623, Sr. Johanna dan beberapa suster yang mendukung pembaharuan meninggalkan biara Gent menuju Limburg untuk memulai suatu cara hidup baru yang diperjuangkan. Kota Limburg terletak di Belgia Timur, wilayah pegunungan dan pariwisata Ardenes, tidak terlalu jauh dari metropolitan Liege. Sr. Johanna Neerikx, Sr. Francoise Verhelst, Sr. Catharina Baeke, Sr. Maria Makam, Sr. Johanna Wagenere. Mereka membaharui profesi berdasarkan Konstitusi Peniten Rekolek 1623, di tangan pater Petrus Marchant serta mengubah namanya menjadi Sr. Johanna Van Jesus, Sr. Francoise Van Maria, Sr. Catharina van Antonius, Sr. Maria Van Bonaventura dan Sr. Johanna Van Bernadus.

Di tempat yang baru suasana alam baru dan aturan baru jiwa mereka berkembang dengan sangat cepat. Pembaharuan itu lebih menitik beratkan segi kontemplatif, dengan dua ide besar yang menjiwai hidupnya yaitu: penitensi (pertobatan, ulah tapa, matiraga), dan rekolek (samadi, permenungan, kontemplasi) yang diwujudkan dengan menghayati kemiskinan sejati, hidup dalam klausura. Johanna wafat di Limburg 26 Agustus 1648 (Eddy Kristianto, 2009: 46-47).

c. Kekhasan Yohana Van Yesus

Kekhasan Yohana Van Yesus adalah memiliki jiwa pembaharu dan semangat hamba Yesus. Warisan dari Ibu Yohana Van Yesus melukiskan jiwa dan semangat sejati sebagai seorang Peniten Rekolek. Dengan mengenal warisan dan terutama perjalanan spiritualitasnya maka akan sangat membantu kita untuk semakin mampu menghayati hidup sebagai seorang peniten yang sejati.


(37)

Muder Yohana memiliki hasrat besar untuk dapat bermatiraga, cinta kasih serta Ekaristi. Kepekaan akan kebenaran, ketulenan dan kejujuran ia memandang segala sesuatu dengan secara benar dan jujur buahnya dapat terlihat yaitu keyakinan hidup bahwa ia bukan apa-apa dan bahwa Allah adalah segala-galanya. Kesadaran hidupnya bahwa ia bukan apa-apa dihadirat Allah menunjukkan bahwa ia memiliki kerendahan hati yang mendalam. Keyakinan bahwa manusia bukan apa-apa di hadapan Allah begitu juga diyakini oleh St. Fransiskus Assisi dalam syair-syair yang terkenal: Nyayian saudara matahari, mulai dengan menyapa Allah Yang Mahaluhur, Mahakuasa dan berakir dengan ajakan kepada segala mahkluk ciptaannNya untuk merendahkan diri serendah-rendahnya.

Barangsiapa hendak menjalankan hidup pasif atau hidup mistik, harus pertama-tama menyiapkan diri dalam hidup aktif atau hidup berkarya dengan melepaskan diri dari segala sesuatu yang padanya ia melekat, betapa pun kecilnya. Allah menghendaki hati dan maksud kita murni dan tak bernoda. Tak satu ciptaan pun boleh tinggal di dalamnya, karena Tuhan sendiri saja ingin mendiaminya untuk melaksanakan kehendak-Nya dan untuk menyempurnakan kekasihnya menurut perkenaan-Nya. (Nico Syukur Dister, 2011: 59).

Berikut ini adalah ajaran Muder Yohana mengenai kesempurnaan. Menurut Muder Yohana kesempurnaan terletak dalam pengalaman mistik bahwa Allah adalah segala-galnya, berkat persatuan kasih yang total dengan Allah. Hal ini dapat terjadi dengan latihan matiraga, pemurnian, pasrah dan pelepasan sehingga kehendakNya yang mendorong setiap hal yang kita perbuat.

Jangan ada seseorang yang memegahkan diri dihadapan Allah (1Kor 1:28-29). Hal ini mau mengatakan bahwa Tuhan tidak ingin manusia merasa minder atau rendah diri atau bahkan sebaliknya merasa super atau sombong. Yesus mengajak kta untuk belajar dari padaNya khususnya mengenai kerendahan hati supaya jwa kita akan mendapat ketenangan(Mat 11;29).


(38)

23

Dalam praktik hidup rohani kita dapat menghayati bahwa Allah adalah segala-galanya maka perlulah kita melakukan pengosongan diri secara total yaitu dengan: penyangkalanan terhadap hal pemuasaan inderawi dan rohani dengan melepaskan kesenangan jasmani dan rohani seperti makanan yang lezat, nikmat dalam doa(Konsolidasi), pujian orang-orang ekstase dan penglihatan. Usaha agar semua perbuatan dilakukan dengan maksud yang menyerupai kehendak Allah, memiliki sikap pasrah akan segala penderitaan, serta proaktif dalam menghadapi kesulitan dan tantangan. Dengan melakukan hal di atas maka semangat kebenaran itu akan tumbuh dan berkembang dalam kehidupan kita (Nico Syukur Dister 2011:64).

2). Aku sendiri bukan apa-apa

Pelepas-bebasan (atau pemurnian) yang aktif dilangsungkan oleh jiwa sendiri dengan bantuan rakmat Allah. Tujuan dari pelepas adalah memurnikan daya-daya yang indrawi dan rohani dari segala ketidak teraturan dan kelekatan sehingga oleh karenanya seluruh hidup dipimpin oleh kehendak Allah (Nico Syukur Dister 2011: 66)

Menyadari bahwa manusia bukan apa-apa ini akan mengajak kita untuk menyadari bahwa peran Allah dalam hidup kita memberi sesuatu yang mampu menggerakkan dan menghidupi kita. Pelepas-bebasan disebut juga kemiskinan rohani merupakan pekerjaan Allah yang harus ditanggung atau diderita oleh jiwa dengan sabar dan tenang.

3). Jalan Cinta kasih

“Jangan bertindak karena takut atau demi kepentingan dirimu sendiri, betapa pun rohani dan luhurnya, tetapi lakukanlah segala sesuatu demi cinta kasih murni Allah, untuk berkenan kepada-Nya dan untuk memenuhi kehendakNya dalam segala sesuatu”. (Nico Syukur Dister 2011: 72)


(39)

Ajaran cinta kasih inilah yang mendasari penghayatan Yohana bahwa Allah adalah segala-galanya dan Si aku bukan apa-apa. Kasih kepada Allah sebagai intensi semua perbuatan kita. Hal ini memiliki arti bahwa setiap hal yang kita lakukan adalah hanya untuk kemuliaan Allah. Bukan untuk kepentingan diri pribadi. Tetapi demi kemuliaan Allah.

4). Jalan Salib

Yohana hanya mengajarkan jalan yang dikemukakan Tuhan kita Yesus Kristus dalam injil karangan St. Matius, bab 16: “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya memikul salibnya dan mengikuti Aku.” Dalam hal ini diajarkan empat tingkat: keingingan untuk mendatangi Tuhan kita dengan meninggalkan semuanya, menyangkal dirinya dan meninggalkan semuanya yang dapat merayu atau menarik perhatian kita, memikul salib yaitu dengan menderita dan mati dalam Yesus Kristus dan mengikuti Yesus Kristus dengan menjadikan Dia pemimpin, serta teladan dalam perkataan dan perbuatan.

...Menyadari keangkuhan sebagai musuh yang paling licik dan berbahaya, ia berdoa dengan memohon agar Tuhan sudi mengambil darinya pengetahuan yang luhur dan ekstase yang mempesonakan itu, lagi pula spaya Allah hanya menyatakan dua hal yaitu: kebinaannya sendiri, kebukan apa-apaannya dan kelemahannya, dan kebaikan yang tiada habisnya dari Yesus Kristus yang tersalib. (Nico Syukur Dister, 2011: 80)

Sangat jelas dalam kutipan diatas bahwa Devosi kepada Yesus yang tersalib menjadi ciri khas dari kongregasi ini. Salib menjadi satu dalam kehidupan harian, Rosario sengsara Tuhan didaraskan setiap hari dan alat-alat sengsara Kristus tersalib sebagai lambang dan tanda pengenal kongregasi (Nico Syukur Dister 2011: 80).


(40)

25

Hal ini menunjukkan bahwa devosi kepada Kristus yang tersalib menjadi ciri khas kongregasi Peniten Rekolek yang diharapkan dapat meresap dalam kehidupan para suster Peniten Rekolek.

5). Taman Tertutup

Taman tertutup adalah gambaran jiwa. “Dinda, pengantinku, kebun tertutup engkau, kebun tertutup dan mata air termeterai” (Kid 4:12). Cintailah keheningan injili dengan menahan kata-kata yang sia-sia dan tak berguna. Keheningan seperti itu mempertahankan engkau dalam kemurnian hati, di mana Allah yang agung mempunyai kediaman-Nya Yang kudus. “Berbahagialah orang yang suci hatinya” sabda Guru” sebab mereka akan melihat Allah” (Mat 5:8).

Dalam jalan rawaji dijelaskan Muder Yohana bahwa pelepasan-bebasan aktif dalam kehidupan tidak mungkin kecuali berkat hidup doa yang mendalam. Sifat doa ini ditulisnya:

Doa yang benar itu terdiri dari gerak turun dan gerak naik. Adapun “turun” artinya secara kontinu melayangkan pandangan kepada kebukan-apa-apa-an kita sendiri dan kepada ketidak berdayakan kita. Gerak naik itu kita langsungkan dalam roh yang mengagumi keagungan dan kebaikan Bapa di surge, yang dengan penuh kasih sayang memimpin kita oleh ketuhanan-Nya (Nico Syukur Dister 2011:87).

Doa menjadi daya penggerak maka kehidupan doa yang mendalam menjadi kekuatan untuk menggerakkan hidup itu sendiri. Dalam doa kita menyadari bahwa kita manusia yang lemah tak berdaya menyadari bahwa kita memerlukan Allah dan menyadari dengan penuh bahwa keberadaan kita saat ini karena kebaikan dan keagungan Allah Bapa. Kontemplasi Allah yang paling luhur oleh mereka yang hatinya suci dalam matiraga, ulahtapa, dan doa ini sebagai tujuan klausura Yohana.


(41)

Kecondongan tetap untuk menarik diri dari dunia dan bersemedi dalam hati sebagai ciri khas peniten. Keheningan memiliki nilai tinggi dalam kehidupan seorang peniten bagaimana hal ini dapat dihidupi oleh para pengikutnya. Maka perlulah kita sebagi pengikutya selalu menyediakan waktu dan diri untuk mampu menciptakan suasana hening dalam hati.

B. Makna Gerakan Peniten Rekolek Bagi Keempat Kongregasi

Kongregasi yang dialiri oleh semangat Peniten Rekolek khususnya yang ada di Indonesia FCH (Suster St. Fransiskus Charitas), SFS (Suster Fransiskan Sukabumi), KSFL (Kongregasi Suster-suster Fransiskus dari St. Lusia), FSE (Suster Fransiskan Santa Elisabeth), memiliki satu semangat yang sama yang diilhami oleh Ibu Theresia Saelmaekers yang memiliki semboyan: “Alles Voor Allen” (Nico Dister Syukur 2011:6). Makna Gerakan peniten rekolek bagi keempat kongregasi adalah kekuatan untuk selalu yakin akan penyelenggaraan illahi.

1. Gerakan Peniten Rekolek Bagi Keempat Kongregasi

Makna gerakan peniten rekolek mengajak kita untuk selalu sadar akan cita-cita luhur untuk selalu membaharui diri terus menerus. Kesadaran akan pentingnya keheningan dalam kehidupan religius. Perkembangan hidup religius dipengaruhi oleh situasi dan kondisi dalam kehidupan di biara. Pada kenyataannya untuk selalu hidup dalam cita-cita memerlukan perjuangan dan kesetiaan dalam melaksanakannya. Peniten rekolek adalah semangat yang mendasari hidup para suster yang memiliki spiritualitas peniten rekolek. Semangat peniten rekolek sebagai suatu ikatan yang mengingatkan para pengikutnya untuk semakin mampu hidup sebagai seorang yang


(42)

27

selalu mau mengusahakan yang terbaik dalam kehidupannya. Hubungan dengan keempat kongregasi bahwa selama ini semangat Peniten ini telah hidup dan tumbuh subur dalam karya-karya para suster yang sampai sekarang masih dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan zaman. Perjuangan untuk selalu dapat menghidupi semangat pembaharuan diri terus menerus. Kongregasi yang dialiri oleh semangat Peniten Rekolek khususnya yang ada di Indonesia FCH (Suster St. Fransiskus Charitas), SFS (Suster Fransiskan Sukabumi), KSFL (Kongregasi Suster-suster Fransiskus dari St. Lusia), FSE (Suster Fransiskan Santa Elisabeth), memiliki satu semangat yang sama yang diilhami oleh Ibu Theresia Saelmaekers yang memiliki semboyan: “Alles Voor Allen” (Nico Dister Syukur 2011:6).

Moeder Theresia Saelmaekers adalah pendiri biara Breda. Sifat-sifatnya: tangguh, bertanggungjawab, berani, pekerja keras, teguh pada prinsip dan percaya akan penyelegaraan Tuhan. Biara Breda yang didirikan oleh Moeder Theresia Saelmaekers berasal dari pembaharuan Limbur. Biara ini juga disebut dengan nama biara peniten. Biara peniten di pengaruhi oleh semangat Suster dari Dongen. Biara ini mengkhususkan untuk merawat secara fisik, tetapi ia juga memperhatikan kehidupan rohani pasien. Kehidupan manusia dipulihkan secara utuh: sehat jasmani dan rohani dalam arti terjadi keseimbangan dalam proses penyembuhan (Eddy Kristianto, 2009: 81).

Dalam kongregasi Alles voor Allen ditanamkan semangat berbagi, peniten murah hati, rekolek tanpa pamrih dalam karya, percaya akan penyelenggaraan Ilahi. Keyakinan akan penyelenggaraan Ilahi ini lah yang mendorongnya untuk membuka komunitas-komunitas di Oosterhout, Bergen op Zoom, dan Rotterdam.


(43)

Kepercayaan pada penyelenggaraan Ilahi ini dapat kita lihat dari peran Allah dalam hidup pribadi para pengikutnya yang tangguh untuk berjuang seperti halnya Ibu Theresia Saelmaekers, dalam karya misi yang dilakukan bukan hanya di Belanda tetapi sampai di Indonesia, kongregasi peniten rekolek ini dapat berkembang sampai di Indonesia, makna peniten rekolek ini dapat dirasakan dan dibuktikan dari cara melayani pasien selain merawat secara fisik tetapi juga secara rohani.

Ini adalah bagan bentuk kekerabatan antara keempat konggregasi Biara Breda Alles Voor Allen

Th 1830

Kelompok Theresia Saelmaekers dari Leuven

Biara Oosterhout Bergen op Zoom Biara Rotterdam Biara Breda Jl. Haagdijk

“Charitas” Th. 1834 “Pengungsian bagi “Alles voor Allen” “Ketika Aku Sakit,

Theresia Saelmaekers Penderita” Th. 1838 Th. 1841-1847 kamu melawat Aku”

(FCH-Palembang) Sr. Rosa de Bie Sr. Lucia Dierckx Th. 1880

(SFS-Sukabumi) (KSFL-Pematang Siantar) Sr.Malthilda Leenders

(FSE-Medan)

( Eddy Kristianto, 2009: 86)

Yang melakukan misi di bidang perawatan adalah pertama Peniten Rekolek Roosendal (FCH) yang berdiri sejak tahun 1834 oleh Moeder Theresia Saelmaekers dan di Indonesia mulai berkarya sejak tahun 1926 yang pusatnya di Palembang. Yang kedua Biara Peniten Rekolek BOZ (SFS) yang berdiri sejak tahun1838 oleh Moeder


(44)

29

Rosa De Bie dan di Indonesia berkarya sejak tahun 1933 yang pusatnya di Sukabumi. Yang ketiga Biara Peniten Rekolek Rotterdam (KSFL) yang berdiri sejak tahun 1847 oleh Moeder Lucia dan di Indonesia berkarya sejak tahun 1925 yang pusat biaranya ada di Pemantang Siantar. Yang keempat Biara Peniten Rekolek Elisabeth Breda (FSE) yang berdiri sejak tahun 1880 oleh Moeder Malthilda leenders dan di Indonesia berkarya sejak tahun 1925 yang pusat biaranya ada di Medan.

2. Hubungan Keempat Kongregasi Peniten Rekolek

Keempat kongregasi ini saling berhubungan kekerabatan seperti yang dapat dilihat dalam diagram diatas. Moeder Theresia Saelmaekers mendirikan beberapa biara yang akhirnya datang dan berkarya di Indonesia. Semangat Ibu Theresia ini dihidupi oleh tarekat-tarekat yang ada di Indonesia: FCH, SFS, KSFL dan FSE.

Maria Theresia, sebagai pemimpin religius, memiliki banyak andil dalam mengembangkan kehidupan religius maupun kehidupan karya pelayanan. Barbara (Saelmaekers) lahir di Brabant (Belgia), tanggal 5 September 1797. Nama Biara: Suster Maria Theresia. Moeder Theresia Saelmakers ini adalah pendiri kongregasi Fransiskan Breda. Biara Breda menggunakan Anggaran dasar Ordo ketiga Regular St. Fransiskus Assisi dan Konstitusi Peniten Rekolek Reformasi Limburg (Eddy Kristianto, 2009:79).

Biara Breda terbuka akan tugas perutusan dan dalam menanggapi zaman. Theresia Saelmaekers memotivasi para susternya untuk selalu menghidupi semangat “Alles Voar Allen”. “Alles voor Allen” menjadi nama resmi kongregasi sejak 21 Maret 1855 yang disahkan oleh J.F. Van Gogh dari Bergen Op Zoom. Dalam kongregasi ditanamkan semangat berbagi, peniten murah hati, rekolek tanpa pamrih


(45)

dalam karya pelayanan (Moeder Theresia Saelmaekers, pendiri kongregasi Fransiskan Breda : 29).

Keyakinan akan penyelenggaraan Ilahi ini yang mendorong ntuk membuka komunitas-komunitas di Osterhout, Bergen Op Zoom, dan Rotterdam. Komunitas yang didirikan itu merupakan pusat dari biara-biara yang ada di Indonesia Osterhout adalah pusat biara FCH, Bergen Op zoom pusat biara SFS, Rotterdam adalah pusat dari biara KSFL, dan Breda adalah pusat biara FSE. Hubungan keempat kongregasi adalah hubungan saudara yang disatukan dalam satu semangat Peniten Rekolek “Alles Voor Allen” yang artinya Semua untuk semua.

C. Peniten Rekolek Menurut St. Fransiskus Assisi

Peniten Rekolek berawal dari pertobatan St. Fransiskus Assisi oleh karena dorongan dari Allah. Pertobatan yang membawa perubahan dalam hidupnya baik sebagai titik awal perubahan dalam hidupnya. Dari hidup yang serba tidak menentu menjadi pribadi yang memiliki arah hidup yang jelas. Perubahan yang menyeluruh dan menembus batas diri sendiri.

1. Awal Pertobatan Fransiskus Assisi Ketika Berdoa Di depan Salib San

Damiano

Fransiskus memahami “pertobatan (metanoia) Injili” merupakan perubahan budi, pembaharuan menyeluruh dan terus menembus batas diri seseorang yang mengarahkan kepada kesatuan dengan Allah dengan seluruh keberadaannya. Fransiskus mengawali pembaharuan ketika berdoa di depan salib San Damiano. Fransiskus menyerahkan dirinya pada Allah melalui totalitasnya dalam mengikuti apa


(46)

31

yang dikehendakiNya, hal ini terwujud dalam sikap hidupnya setelah ia mendengarkan suara Allah.

a. Titik Awal Pertobatan Fransiskus Assisi

“Kami bersyukur kepadaMu karena sebagaimana dengan perantaraan Putramu, Engkau telah menciptakan kami, demikian pula karena belas kasihMu yang mahakudus, yang telah Engkau berikan kepada kami, Engkau telah membuat Dia, yang sungguh Allah dan sungguh Manusia, lahir dari Santa Maria tetap perawan, yang mulia dan amat berbahagia dan oleh salib, darah dan wafatNya, Engkau mau menebus kami, orang tawanan. Dan kami bersyukur kepadamu, karena PuteraMu itu akan datang lagi dalam semarak keagunganNya, untuk mengirim ke dalam api yang kekal orang-orang terkutuk yang belum melakukan pertobatan dan belum mengenal Engkau serta mengabdi kepadamu dalam pertobatan: “Marilah kamu yang diberkatioleh bapaKu, terimalah kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia di jadikan.(Mat 25:34, AngTBul 23:3-5)

Fransiskus memulai langkah “Pertobatannya dalam Anggaran dasar Tanpa Bulla dengan doa syukur. Pertobatan Fransiskus adalah suatu ungkapan terima kasih karena kebaikan Allah atas belas kasih Allah bapa yang telah mengutus puteranya untuk manusia.

Pertobatan dilakukan bukan karena semata-mata dorongan manusiawi, melainkan tindakkan Allah. “Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi karena kemurahan hati Allah”.(Rom 9:16)

Apa yang dikerjakan Allah bukan karena jasa baik kita tetapi karena kebaikan hati dan kasihnya, maka hal ini menjadi landasan untuk selalu dapat bersyukur. Hidup dalam pertobatan adalah suatu tanggapan manusia akan kasih yang menyelamatkan manusia, karena rasa syukur seseorang dapat melaksanakannya secara tulus dan sepenuh hati.


(47)

Fransiskus memberikan petunjuk kepada kita arah hidup religius yang sejati khususnya dengan pertobatan yang tidak hanya dipergunakan untuk sendiri tetapi menyeluruh. Pertobatan seturut injil suci, khususnya kotbah di bukit (bdk.Mat 5-7).

b. Praktik Hidup Pertobatan oleh Fransiskus Assisi sebagai jawaban total

Fransiskus menjalani hidup pertobatan dengan penuh kebahagiaan, yang terungkap dalam keseluruhan hidupnya. Hidup pertobatan adalah jawaban total dan terang-terangan dari hati penuh rasa syukur atas semua karunia Allah melalui Kristus. Fransiskus bertekun dalam pertobatan yakni penyangkalan diri secara total menuju kepada Tuhan.

Marilah kita mencinta Tuhan dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dengan segenap budi, dengan penuh kekuatan dan ketabahan, dengan penuh daya pengertian, dan segenap tenaga, dengan segala jerih payah, dan segenap perasaan, dengan seluruh sanubari, dengan penuh hasrat, dan kemauan, Dia sudah dan masih memberikan kepada kita semuanya: seluruh badan, seluruh jiwa, dan seluruh hidup kita, Dia yang menciptakan kita dan menebus kita serta akan menyelamatkan kita karena belaskasihNya semata-mata, Dia sudah dan masih mengerjakan segalanya yang baik untuk kita, orang yang malang dan hina ini, busuk dan berbau, tak tahu terima kasih dan jahat” (AngTBul 23:8). Dalam AngTBul 23:8 tersebut mau dikatakan bahwa sebagai rasa syukur perlulah mencintai Tuhan dengan sepenuh hati dengan ketulusan dan cinta sejati karena karya keselamatan yang telah dianugerahkan kepada manusia. Ia telah menebus manusia yang berdosa dengan belaskasih yang tak ternilai.

Melakukan pertobatan berarti membiarkan dirinya dipersatukan dan dipadukan menjadi bagian kesatuan dengan Allah. Kerajaan Allah terwujud lewat kehadiran manusia yang mau bertobat. Jawaban dan kesanggupan manusia untuk menjawab panggilan Allah akan memampukan manusia berjuang dan mampu mewujudkan pertobatan itu. Pertobatan bukan hanya semata-mata atas kemauan manusia tetapi Allah memiliki berperan dalam hidup manusia.


(48)

33

c. Puncak hidup pertobatan Fransiskus Assisi

Puncak pertobatan Injili adalah sebagaimana orang mampu melepaskan diri sendiri demi Allah bahkan sampai melupakan diri. Hal ini berarti bahwa orang mengarahkan hidupnya menuju pada Allah sampai kekal.

Fransiskus menyebut dirinya”jalan pentobat”. Pertobatan berhubungan dengan metanoia pertobatan sejati. Pertobatan berasal dari Allah yang telah mencurahkan kasihNya kepada manusia. Titik awal hidup pertobatan tidak terletak pada diri seseorang tetapi terletak pada tindakan Allah. Allahlah yang menciptakan untuk melakukan petobatan, melalui kristus Allah menyelamatkan manusia yang jatuh dalam dosa.

Keseluruhan hidup Fransiskus adalah melakukan pertobatan Hidup dalam rencana Allah adalah sesuatu yang membahagiakan. Maka janganlah menginginkan dan menghendaki hal lainnya, janganlah sesuatu yang lain menyenangkan dan menggembirakan kita, kecuali pencipta dan penebus serta penyelamat kita (AngTBul 23:9).

Kesempurnaan dan kepenuhan hidup pertobatan dipaparkan Fransiskus dalam Anggaran Tanpa Bulla 23: 10-11

“Maka apa pun juga tidak boleh mencegah, merintangi dan menghalangi, di manapun juga, di segala tempat, pada setiap saat dan setiap waktu, setiap hari dan senantiasa, hendaklah kita semua mengasihi, menghormati, dan menyembah, mengabdi, memuji dan memuliakan, meluhurkan dan menjujung tinggi, mengagungkan dan mensyukuri Allah yang kekal, mahatinggi dan mahaluhur, Tritunggal dan Keesaan, Bapa, Putra dan Roh Kudus, Pencipta segala sesuatu, Penyelamat semua orang yang menaruh kepercayaan, harapan dan kasih kepadaNya, Dia yang tanpa awal dan tanpa akhir, tidak berubah, tidak kelihatan, tidak terkatakan, tidak terperikan, tidak terhingga, tak terduga, yang patut dihormati dan dipuji, mulia, agung, tinggi dan luhur, manis memikat hati, dan menyenangkan, seluruhnya patut dirindukan, melampaui segala-galanya, sepanjang masa. Amin.


(49)

Dalam seluruh hidupnya Fransiskus menampakkan bagaimana ia telah memberi teladan kesalehan khususnya dalam melakukan pertobatan sejati. Fransiskus menyadari bahwa dirinya adalah adalah seorang pendosa yang perlu selalu kembali kepada sang sumber rahmat. Kesadaran itu ia hidupi dan ia pancarkan lewat kehidupannya setiap hari. Sikap radikal yang dimiliki Fransiskus adalah pembaharuan diri terus menerus.

2. Teladan Hidup Fransiskus Assisi Terutama Dalam Memaknai Peniten

Rekolek (Wasiat-Wasiat)

Bagi pengikut Fransiskus hidup Fransiskus merupakan teladan dalam kehidupan. Hidup dijiwai oleh roh Fransiskan yang menjadi dasar atau disebut pilar utama yang menopang kehidupan sebagai seorang Fransiskan. Berikut ini diuraikan secara singkat ke-4 pilar utama roh Fransiskan itu:

a. Semangat Melakukan Pertobatan

Pertobatan merupakan tuntutan untuk suatu hidup religius, tetapi merupakan elemen hakiki dari hidup kristiani. Pertobatan dalam semangat Fransiskan mengandung dua unsur yang hakiki dan khas. Suatu pertobatan terus menerus dalam arti biblis”metanoia” yaitu suatu gerakan batin manusia yang mengarahkan diri kembali kepada Allah. Allah sebagai pusat hidup aspirasi dan aktivitas hidup. Pertobatan dalam pandangan Fransiskan menunjukkan sikap batin (psikologi spiritual) yang mengarahkan kerinduan utama jiwa dan gerakan hati yang tak henti-hentinya (Eddy Kristianto 2009:203).

Gerakan hidup beroroientasi pada Allah mendorong pula aspek pekerjaan karitatif-aktif terhadap orang-orang yang sungguh membutuhkan. Pelayanan karitatif (karya amal kasih) dipandang sebagai suatu ciri corak khas kehidupan tarekat ordo


(50)

35

ketiga regular. Pertobatan bagi Fransiskus adalah perubahan orientasi yaitu dengan memeluk orang kusta dan merawat mereka. Maka dalam sejarah kongregasi Peniten Rekolek perhatian pada orang sakit, anak terlantar, orang miskin amat jelas (Eddy Kristianto 2009:205). Karya karitatif merupakan dimensi konstitutif dari hal melakukan pertobatan dalam semangat cinta kasih kristiani.

Pada saat ini kongregasi yang memiliki semangat Peniten Rekolek juga memiliki karya-karya yang diperuntukkan untuk membantu mereka yang sakit dan menderita sesuai dengan semangat pertobatan. Pelayanan karya karitatif disesuaikan dengan zaman yang ada namun tetap dijiwai oleh semangat pelayanan kasih.

b. Semangat Berdoa

Berdoa merupakan puncak dari pertobatan. Dalam doa orang mengkontemplasikan misteri dan karya Allah dan mengangkat pujian serta syukur kepada Bapa dengan perantaraan Kristus dalam Roh Kudus. Berdoa mencakup keberadaan manusia sebagai makhluk yang selalu menundukkan diri kepada kehendak Allah.

Dalam konteks hidup religius bercorak Fransiskan, dimensi hidup doa mendapat tempat utama. Wejangan berkenaan dengan setiap orang yang bekerja berbunyi: “Saudara-saudara yang diberi karunia oleh Tuhan untuk bekerja, hendaknya bekerja dengan setia dan bakti, sedemikian rupa.... sehingga mereka tidak memadamkan semangat doa dan kebaktian suci....” (AngBul V:1-2). Sedangkan kepada setiap orang yang belajar dan studi, Fransiskus mengingatkan kita dalam surat kepada Antonius: “Aku setuju, engkau mengajarkan teologi suci kepada para saudara, asal engkau tidak memadamkan semangat doa dan kebaktian kepada studi itu, sebagaiamana tercantum dalam Anggaran Dasar.” (Leo Laba Ladjar 2001:272).


(51)

Hal ini mau menegaskan bahwa Fransiskus menekankan hidup doa sebagai hal yang utama dalam setiap pelayanan dan karyanya, mengapa demikian karena doa menjadi obor yang mampu memhidupkan serta memberi kekuatan dalam karya maupun dalam tugas-tugas yang dilaksanakannya. Maka Fransiskus menghendaki agar para pengikutnya memili ikatan perasaan dengan Gereja yaitu dengan melakukan Ofisi Ilahi atau Ibadat Harian. Ekaristi sebagai puncak dan sumber hidup mereka (Eddy Kristianto 2009:208).

Aspek keheningan menjadi hal yang penting dalam gerakan Ordo ketiga regular Fransiskan. Dalam keheningan orang mampu mendengarkan suara Allah lewat Sabda Injil. Maka tradisi silensium magnum (keheningan total) mendapat tempat dalam praksis hidup para Fransiskan.

c. Hidup dalam semangat kemiskinan

Semangat kemiskinandan kedinaan merupakan kembaran warisan rohani Fransiskus. Roh kedinaan dalam semangat Fransiskus berkaitan dengan pilihan bebas untuk mengambil disposisi batin sebagai minors, bawahan. Pilihan ini muncul bukan karena sindrom rendah diri (inferiority complex) (ed. Eddy Kristianto 2009: 209). Semangat kemiskinan Fransiskan merupakan suatu kemampuan dasar untuk melepaskan, mengosongkan diri sebagaimana Kristus yang “walaupun Ilahi, tetapi melepaskan keilahian-Nya dan mengosongkan diri” (Flp 2:7).

Hal ini mau mengatakan bahwa kedua hal diatas yaitu kedinaan dan kemiskinan memiliki hubungan yang tak terpisahkan karena dalam kedinaan di sana terkandung makna kemiskinan yang sesungguhnya, kemiskinan tanpa adanya kerendahan diri tak dapat juga disebut miskin. Pengalaman yang dapat dirasakan bahwa saat orang mampu mengosongkan diri sebagaimna adanya di sana ada


(52)

37

kebahagian dan kedinaan yang menyatakan bahwa manusia bukanlah apa-apa dan apa yang dimiliki manusia adalah pemberian dari kemurahanNya.

Miskin bukan berarti pada materiil saja tetapi dilaksanakan dalam cara hidup mengikuti Kristus menurut gaya Fransiskus sebagai “musafir dan perantau” (AngBul VI:3). Menerima semua dari Allah dan sesama, dan memberi kembali segala-galanya kepada Allah dan sesama.

d. Hidup dalam semangat kehinadinaan (Kerendahan Hati)

Kehinadinaan muncul karena pilihan bebasuntuk hidup seturut teladan Kristus (Luk 22:26), yang datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani dan memberi hidupNya bagi keselamatan banyak orang dan karena kasih Allah (1Ptr 2:13). Kehinadinaan merupakan ciri khas dalam Fransiskan.

Kesetiaan akan sikap hina dina membuat para saudara-saudari tidak mencari kesuksesan demi kesuksesan dalam karyanya, serta kedudukan terhormat. Hal ini mau mengatakan bahwa kehinadinaan menjadikan orang mampu untuk mensyukuri setiap kesempatan sebagai anugerah Tuhan.

Keempat pilar di atas memberikan gambaran bahwa sebagai seorang peniten tentunya memiliki semangat pertobatan yang terus menerus, semangat doa dalam keheningan batin, miskin di hadapan Allah dan dapat hidup dalam kehinadinaan sebagaimana Kristus telah memberikan teladan kepada kita Ia yang kaya mau turun dari surga untuk kita para pendosa.

D. Spiritualitas Peniten Rekolek Dalam Konstitusi SFS

Spiritualitas adalah semangat yang ada dalam hidup, roh atau jiwa. Pada bagian pertama akan dibicarakan mengenai spiritualitas secara umum dan pada bagian kedua


(1)

(1)

Lampiran 1: Surat Pemberitahuan penelitian kepada Pelayan Umum Persaudaraan Suster Fransiskan Sukabumi

Kepada Yth:

Sr. M. Marietta, SFS

Pelayan Umum Persaudaraan SFS

Di Sukabumi

Dengan Hormat,

Dengan ini saya Sr. M. Kamila, SFS, yang bertanda tangan dibawah ini mengajukan permohonan untuk dapat mengadakan penelitian sederhana mengenai semangat peniten rekolek yang selama ini telah dihidupi dan dihayati oleh para suster. Penelitian ini berupa kuisoner yang berisikan beberapa pertanyaan yang menyangkut pengalaman para suster dalam menghayati semangat peniten rekolek.

Saya mengharapkan kesediaan para suster untuk dapat mengisinya dengan baik sesuai dengan pengalamannnya. Jumlah para suster yang mengisi kuisoner 15 suster, lima suster yunior, lima suster medior dan lima suster senior. Penelitian ini saya pergunakan untuk mendukung skripsi yang berjudul: HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA DOA DAN SEMANGAT PENITEN REKOLEK MENURUT SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI.

Atas perhatian dan dukungannya saya mengucapkan terimakasih.

Sragen, 4 Desember 2012

Salam Hormat,


(2)

(2)

Lampiran 2: Daftar Pertanyaan kuisoner

Nama :

Umur :

1. Apa yang suster ketahui tentang semangat Peniten Rekolek?

--- 2. Tantangan atau kendala apa yang suster alami dalam menghayati Semangat

Peniten Rekolek?

---

3. Usaha apakah yang telah suster lakukan selama ini untuk dapat menghidupi Semangat Peniten Rekolek?

---


(3)

(3)

Lampiran 3: Rangkuman Hasil Pengisian Kuisoner Para Suster Fransiskan Sukabumi (SFS)

P1. Semangat peniten rekolek adalah pedoa dan pentobat dimana kita diajak untuk terus menerus memberi diri untuk menuju pada kesempurnaan.

Tantangan yang dihadapi adalah dengan diri sendiri (ada malas, egois, terlalu sibuk dengan pekerjaan sehingga mengabaikan hidup doa). Suka menunda-nunda waktu, tidak disiplin, pengaruh kemajuan iptek dan terpengaruh lingkungan membuat kita lupa akan hidup doa serta adanya kejenuhan, lelah.

Usaha yang dilakukan melakukan rekonsiliasi terus menerus.

P2. Semangat Peniten adalah spirit yang harus dihayati dan dihidupi serta dibatinkan sehingga membawa pribadi pada pembaharuan terus menerus.

Tantangan yang dihadapi adalah: mengalami kemalasan, kurang bisa mengendalikan diri, sikap kurang mampu melepas kelekatan, kurang terbuka akan karya Allah.

Usaha adalah setia dalam hidup doa, mengupayakan matiraga sikap, kehendak, makanan, pengendalian diri dalam berkehendak.

P3. Seorang peniten rekolek harus bersemangat dalam menghayati kasih Yesus Kristus Injili, bersemangat dalam membina hidup persaudaraan, semangat tobat doa, pelayanan dan kesederhanaan menjadi penopang dalam hidup hariannya.

Tantangan mengalami pasang surut kadang bersemangat dalam mengejar kehidupan yang lebih baik pribadi yang bermutu kadang juga kurang berlaku bijaksana.

Usaha adalah bertekun untuk mewujudkan apa yang saya tuliskan, berdoa memohon rahmat Tuhan dan bersyukur atas segala anugerah yang telah diterima dalam hidup ini, serta belajar dari para saudari entah perkataan dan perbuatan yang baik.

P4. Semangat tobat pendoa bahwa hidup seseorang harus selalu berani memperbahari diri terus menerus itu berbuah dalam kehidupan sehari-hari lewat tugas perutusan dan kerasulannya.

Tantangan adalah kelemahan diri sendiri (malas, merasa sudah baik, tidak tahu), kesibukan karya sehingga tidak mampu menyeimbangkan antara doa dan karya hidup persaudaraan, mapan tidak berani berubah tidak berani mengambil jarak, kurang lepas bebas terhadap orang, tugas, tempat, jabatan.

Usaha menyeimbangkan diri antara doa, karya, persaudaraaan, belajar rendah hati, menerima situasi dan sikap kritis, kreatif dan memaknainya sebagai


(4)

(4)

bekal hidup, belajar untuk lepas bebas berani berubah menjadi lebih baik setiap hari, berusaha agar semangat peniten rekolek menjadi milik.

P5. Semangat yang dilandasi dengan semangat untuk berdoa dan tobat.

Tantangan adalah sebagai pendoa sering kurang kesadaran dalam melaksanakannya, kemalasan dan kurang bisa mengatur waktu. Semangat pertobatan misalnya dalam mengubah keenderungan yang kurang baik ketika sudah mengalami kegagalan terkadang tidak mau berusaha lagi

Usaha yang dilakukan adalah mau memulai lagi untuk berbuat baik dari hal-hal yang kecil.

P6. Semangat yang diwariskan oleh ibu pendiri yang perlu dijadikan milik bagi setiap anggotanya yakni semangat doa, tobat, pelayanan dan kesederhanaan.

Tantangan dari dalam maupun luar diri yakni tuntutan karya serta keadaan fisk mempengaruhi karya maupun doa, kelelahan fisik, serta sakit.

Usaha yang dilakukan untuk menghidupi semangat peniten rekolek adalah menyediakan waktu untuk berdoa baik doa pribadi maupun bersama dan melaksanakan tugas dengan baik. Matiraga dengan cara mengurangi jam istirahat untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas yang belum selesai.

P7. Semangat pembaharuan diri yang ditopang oleh tobat dan doa terus menerus.

Tantangan dari dalam diri kurang mampu membagi waktu, kurang konsisten, suka mengampuni diri sendiri, sikap menunda kurang disiplin.

Tantangan dari luar situasi dan kondisi baik dalam persaudaraan dan karya.

Usaha untuk menghidupi semangat peniten rekolek, mau bangkit dari kesalahan, tegas dengan diri sendiri, berani membatasi kegiatan, punya prinsip untuk dapat melakukan sesuatu atau mampu memprioritaskan suatu hal.

P8. Peniten rekolek artinya pentobat dan pendoa memiliki hubungan dengan berdamai sehingga relasi dengan Tuhan secara lebih intens diwujudkan lewat diri sendiri dan sesama.

Tantangan adalah keterbatasan diri dalam pengolahan diri sehingga muncul kemanusiawian diri yang lebih menonjol seperti egois, sombong, kurang rendah seihingga menghambat perjumpaan dengan Tuhan dan sesama

Usaha yang dilakukan adalah sadar diri terus menerus, tekun, memiliki daya juang yang tinggi.

P9. Semangat pentobat dan pendoa merupakan spirit yang menjadi sikap batin dimana seseorang mengalami perubahan dari hal-hal yang kurang baik menuju ke hal yang baik dan berkenan pada Allah(tobat) melalui hidup doa yang intens dengan Tuhan


(5)

(5)

Tantangan ektrenal; menurunnya keteladanan, melemahnya hidup doa karena aktifitas jadwal tugas yang semakin banyak, pengaruh Iptek, serta arus globalisasi.

Intern: kadang terlena dalam kesibukan dunia yang semu dan mengabaikan hidup rohani

Usaha untuk menghayati : Mawas diri sadar akan tujuan hakiki dari pilihan hidup saat ini, membangun sikap reflektif bukan reaktif, menyadari keberadaan diri sebagai seorang peniten rekolek yang pentobat dan pendoa.

P10. Semangat peniten adalah semangat untuk dapat melakukan pertobatan terus menerus memperbaiki diri lebih baik dengan keterbukaan kepada kehendak Allah.

Tantangan dalam menghayati Peniten Rekolek adalah kurangnya kesadaran diri untuk lebih terbuka membaharui diri.

Usaha untuk menghayati adalah sadar dan breusaha meninggalkan keinginan diri yang kurang baik agar semakin berani terbuka sadar bahwa harus bertobat dan mau memperbaharui diri.

P11 Semangat peniten adalah pentobat, pendoa, kerjakeras dan siap sedia untuk diutus.

Tantangan arus zaman yang semakin pesat kurang menghargai proses

Usahanya dalah dengan berdoa dan memohon kekuatan dari Tuhan untuk memampukan saya untuk mencoba menekuni apa yang telah menjadi komitmen dan pilihan saya.

P12. Peniten rekolek dalah pendoa dan pentobat diajak untuk dapat melakukan pertobatan terus menerus dan doa menjadi nafas hidup dengan mau akrap dengan Tuhan.

Tantangan sikap malas dan kekuasai oleh keinginan diri

Usaha menumbuh kembangkan semangat doa dan tobat sebagai religius SFS meskipun mengalami jatuh bangun.

P13. Peniten rekolek adalah semangat tobat dan doa yang merupakan sumber hidup bagi SFS. sebagai seorang yang memiliki spiritualitas ini maka diharapkan dalam kehidupan sungguh menhidupi sebagai seorang pendoa dan pentobat yang sejati.

Tantangan dalam menghayati adalah adanya kemalasan dan egoisme diri yang kadang menguasai sehingga kurang mau bertobat dan merasa diri hebat

Usaha yang dilakukan untuk menghayati adalah selalu sadar bahawa saya seorang SFS yang dipanggil untuk selalu tekun dalan doa dan tobat sehingga hidup sungguh mencerminkan suatu kedamaian.


(6)

(6)

P14. Semangat peniten Rekolek adalah semangat sebagai pentobat dan pendoa. Pentobat artinya menghidupi keseluruhan hidup sebagai wujud pertobatan, sedangkan pendoa adalah semangat untuk menghidupi dan menghidupkan doa dalam kehidupan.

Tantangan bersifat intern yaitu: kendala dari dalam diri sendiri bagaimana mampu mengalahkan diri sendiri agar Allah yang bekerja serta semangat keterbukanapa-apaan yang selalu dihadapkan pada kesombongan dan keegoisan diri.

Mangusahakan metanoia, terbuka terhadap pembaharuan diri, mau selalu dibentuk danmengusahakan sikap reflektif.

Kesimpulannya

Semangat peniten rekolek perlu menjadi milik dan pedoman hidup yang perlu diusahakan terus menerus.(Penghayatan perlu ditingkatkan dalam hal doa maupun pertobatan.

Tantangan ada dari dua sisi, baik dari dalam maupun luar diri. Tantangan yang terbesar adalah berasal dari dalam diri seperti: egois, malas, kurang mau berusaha, tidak disiplin, kurang memiliki daya juang sehingga perlu usaha dalam diri untuk semakin menyemangati dan bangkit dalam usaha untuk menghidupi semangat peniten rekolek. Tantangan dari luar misalnya: perkembnagan Iptek, pekerjaan, suasana komunitas dll.

Usaha yang ada dalam diri untuk semakin menyadari dan menghidupi semangat peniten rekolek serta tekun dalam mengusahakan pertobatan.