57
4. Bidang Pendidikan
Nilai-nilai spiritualitas pendiri yang telah ditanamkan kepada para calon sejak masa postulat dan novisiat dikembangkan dijenjang berikutnya yakni masa
yuniorat. Sedangkan materi pembinaan masa yuniorat meliputi teologi biblis, dogmatik, spiritual, dan pastoral, dan khususnya pada pendalaman pemahaman
doktrinal akan hidup bakti dan akan kharisma lembaga Pedoman-pedoman Pembinaan Dalam Kongregasi Untuk Lembaga Hidup Bakti dan Serikat Hidup
Kerasulan , 1990: art. 61. Oleh karena itu, Kongregasi SFS harus menentukan
masa yuniorat untuk tinggal di rumah yuniorat bersama formator dalam jangka waktu tertentu untuk mendalami materi yang harus digumuli di masa yuniorat
tersebut. Sumber belajar dalam pendidikan sekarang ini sangat banyak, maka konsep
pendidikan seumur hidup ongoing formation dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Perlu juga memberikan kebebasan bagi para formandi untuk aktif
mencari dan mengembangkan secara mandiri, termasuk pembuatan karya ilmiah. Spiritualitas yang telah dimiliki para suster yunior akan dapat diwujudkan
secara kompeten dan optimal dalam tugas pelayanan kepada sesama yang membutuhkan apabila didukung dengan studi formal yang memperkembangkan
bakat dan minat masing-masing suster yunior sehingga spiritualitas pendiri tetap relevan pada situasi zaman yang terus berubah.
58
5. Bidang Kepemimpinan
Kepemimpinan yang memperlakukan seluruh anggota setara dan memberikan kepercayaan serta kesempatan untuk berkembang secara optimal
sesuai fungsi, peran dan masanya merupakan hal penting dalam kepemimpinan di masa sekarang ini mengingat kecenderungan khalayak pada umumnya menolak
kepemimpinan yang otoriter dan hirarkis. Kesempatan dan kepercayaan penting diberikan kepada para suster yunior
untuk belajar memimpin berbagai kegiatan, baik internal maupun eksternal kemudian dievaluasi secara terbuka. Begitu juga kepercayaan dan kesempatan
mengelola dan mengembangkan unit karya sebagai arena berlatih secara langsung dalam memimpin diri sendiri dan orang lain seraya tetap didampingi oleh
pemimpin yang terkait. Kepemimpinan yang efektif adalah melalui keteladanan hidup sehari-hari
maka budaya saling melayani dan memberi teladan baik sebagai religius SFS harus terus-menerus diwujudkan sehingga masing-masng anggota temasuk para
suster yunior mengetahui apa yang bernilai dan harus dicapai dalam hidup sehari- hari sebagai orang-orang yang terpanggil untuk diselamatkan oleh Allah Bapa
dalam penebusan Yesus Kristus Putera-Nya.
E. PENELITIAN RELEVAN
Terkait dengan penelitian yang hendak penulis lakukan, penulis menemukan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu yang membahas tentang
panggilan imamat beserta tinjauan pastoralnya. Kelompok psikoreligius
59
Yogyakarta 1975, yang diketuai oleh A. Widyarta, yang menjabat sebagai Ketua Lembaga Penyelidikan PUSKAT, mengadakan penelitian mengenai panggilan
imamat beserta tinjauan pastoralnya, yang dibatasi pada variabel: gambaran imamat, pandangan keagamaan dan pandangan hidup. Penelitian dilakukan
dengan membandingkan antara para pemuda katolik yang tertarik pada jabatan imamat dan mereka yang tidak tertarik dengan para calon imam dari pelbagai
tingkatan pendidikan calon imam. Subyek penelitian adalah para pemuda katolik SLTA dan SPG Katolik kelas III, dari 14 empat belas sekolah katolik di wilayah
keuskupan-keuskupan, yakni keuskupan Agung Semarang, Jakarta, Ujung Pandang dan Ende; yang berjumlah 554 orang. Sedangkan para calon imam terdiri
dari siswa-siswa Seminari Menengah kelas tertinggi dari 7 tujuh sekolah dari keuskupan-keuskupan tersebut sejumlah 151 orang; dan mahasiswa IFT tingkat I,
III dan V berasal dari 5 lima Institut dari keuskupan-keuskupan tersebut berjumlah 233 orang. Alat-alat penelitian yang dipakai berbentuk opinionnaire,
questionnaire dan checklist. Umumnya pertanyaan-pertanyaan bersifat tertutup.
Berdasarkan hasil analisa data dari kelompok subyek penelitian di lingkungan SLTA, kelompok peminat relatif lebih konservatif, baik dalam gambaran imamat,
pandangan keagamaan maupun pandangan hidup, daripada kelompok non peminat. Sedangkan hasil penelitian di lingkungan kelompok seminaris dan
mahasiswa IFT sangat variatif, yakni: 1
Gambaran imamat tidak ada perbedaan. 2
Mengenai pandangan keagamaan dan pandangan hidup
60
Dibandingkan dengan mahasiswa IFT tingkat I, seminari menengah memiliki pandangan keagamaan yang lebih tradisional dan pandangan hidup yang lebih
konservatif. 3
Perbedaan arah pandangan IFT tingkat I, III dan V Dalam gambaran imamat, pandangan keagamaan dan pandangan hidup
terdapat perbedaan yang secara berangsur semakin jelas mengarah ke sekularisasi.
4 Afinitas gambaran imamat SLTA, Seminari Menengah dan IFT
Dilihat dari skor rata-ratanya, gambaran imamat kelompok peminat dari SLTA, siswa-siswa Seminari Menengah dan IFT tingkat I, dapat disebut sama.
Dilihat dari skor rata-rata pula, dalam gambaran imamat, mahasiswa IFT tingkat V lebih dekat dengan kelompok non peminat daripada dengan
mahasiswa IFT tingkat I. 5
Besar kelompok mantap dan kelompok konflik Jumlah mahasiswa IFT yang menyatakan konflik panggilan pada tingkat I
dan III kira-kira dua kali lipat jumlah mahasiswa yang mantap dalam niatnya untuk menjadi imam, yakni 56,1 dan 58. Tetapi pada tingkat V, kelompok
konflik hanya meliputi separoh dari kelompok mantap, atau 24,4 saja. 6
Sebab-sebab konflik panggilan yang disebutkan Sebab-sebab konflik panggilan yang disebutkan oleh subjek penelitian
berkisar pada: beratnya studi, tertarik pada jabatan lain, perbedaan antara gambaran imamat yang dahulu dimiliki dengan kenyataan sebenarnya, tertarik
pada status hidup berkeluarga dan tak dapat hidup bahagia sebagai rohaniwan.
61
7 Perbedaan gambaran imamat kelompok mantap dan kelompok konflik pada
tingkat I dan III Kelompok mantap memiliki gambaran imamat yang relatif tidak begitu
sekuler daripada kelompok konflik. Pada tingkat V, antara kedua kelompok itu tidak ada perbedaan.
8 Perbedaan pandangan keagamaan kelompok mantap dan konflik
Pada tingkat I, kelompok mantap memiliki pandangan keagamaan yang relatif kurang sekuler dari pada kelompok konflik. Pada tingkat III dan V tidak ada
perbedaan lagi. 9
Pandangan hidup kelompok mantap dan kelompok konflik Antara kelompok mantap dan kelompok konflik pada garis besarnya tidak
terdapat perbedaan baik di tingkat I, III maupun V. 10
Kemajuan arah pandangan kelompok mantap tingkat I, III dan V Antara kelompok mantap tingkat I, III dan V terdapat perbedaan yang secara
berangsur-angsur mengarah pada sekularisasi dalam gambaran imamat, pandangan keagamaan dan pandangan hidup.
11 Kemajuan arah pandangan kelompok konflik tingkat I, III dan V
Antara kelompok konflik tingkat I dan III terdapat perbedaan dalam gambaran imamat, pandangan keagamaan dan pandangan hidup, secara jelas semakin
mengarah ke pandangan sekularisasi. Akan tetapi antara kelompok konflik tingkat III dan V, dalam ketiga pandangan itu tidak terdapat perbedaan yang
meyakinkan.
62
12 Kesulitan-kesulitan kelompok konflik
Kesulitan yang khas bagi kelompok konflik terutama berkisar pada: pertentangan-pertentangan antara keinginankecenderungan mau ke luar dan
kepentingan pihak lain Gereja, keluarga, kehendak Tuhan, keraguan apakah Tuhan sungguh memanggil dan kesulitan-kesulitan emosional, loneliness.
F. FOKUS PENELITIAN
Fokus penelitian ini adalah upaya kontekstualisasi spiritualitas pendiri yang telah dilakukan selama ini oleh Kongregasi SFS beserta hasilnya. Yang dimaksud
spiritualitas pendiri di sini adalah cara atau gaya hidup kristiani yang diwariskan oleh Moeder Rosa de Bie sebagai pendiri Kongregasi BOZ-SFS.
Oleh karena spiritualitas pendiri terdiri dari beberapa nilai keutamaan, maka dalam penelitian ini dibatasi pada spiritualitas ulah tapa dan pengendalian diri
serta cinta kasih yang melayani. Konteks yang dimaksudkan di sini adalah
keseluruhan situasi kondisi yang tercermin dalam bidang ilmu yang dibatasi pada bidang komunikasi, kebudayaan, psikologi, pendidikan dan kepemimpinan.
Sedangkan kontekstualisasi yang dimaksudkan di sini adalah kemungkinan- kemungkinan pembaharuan spiritualitas pendiri pada masa kini dalam kerangka
kesaling-tergantungan yang mengikat spiritualitas pendiri pada konteks masa lalu dan kemungkinan-kemungkinan pembaharuan spiritualitas pendiri di masa depan.
Oleh karena itu, dirumuskan beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1.
Bagaimana spiritualitas ulah tapa dan pengendalian diri serta cinta kasih yang melayani dipahami oleh para suster Kongregasi SFS?