109
Perkembangan ini akan sangat membantu proses pendidikan yang tepat sesuai bakat dan minat peserta didik sehingga semakin percaya diri dan bakat-
bakatnya dapat semakin berkembang secara optimal serta membentuk kepribadian menjadi dewasa secara seimbang.
5. Trend Pendidikan
Dari hasil wawancara diperoleh pendapat bahwa trend pendidikan sekarang tidak lagi menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber informasi pengetahuan
bagi peserta didik karena peserta didik lebih mandiri dalam mencari pengetahuan dengan cara diskusi kelompok, membaca dari buku-buku, mengakses dari
internet, maupun dari audio visual. Jika demikian adanya, maka pendidik sekarang
ini tinggal mengarahkan dan memberi petunjuk kepada peserta didik.
Pendidikan sekarang menurut para responden telah didukung oleh tenaga pendidik yang semakin kompeten dan profesional yang ditunjang oleh
peningkatan pendidikan dan adanya ujian sertifikasi guru. Dalam proses pembelajaran pun telah menggunakan bahasa asing. Oleh karena itu, pendidikan
sekarang ini bersifat global. Penanaman nilai-nilai akhlak dan moral dihidupkan kembali dengan
menerapkan berbagai pendekatan seperti, pendidikan karakter dan pedagogi reflektif, memasukkan pendidikan anti korupsi menjadi salah satu mata pelajaran,
penanaman sikap peduli lingkungan dengan membuat sampah organik, menjaga dan memelihara lingkungan dan membuat penghijauan.
110
Sarana pembelajaran dalam pendidikan sekarang ini ditunjang oleh alat-alat teknologi multi media yang mendukung proses pembelajaran sehingga proses
pembelajaran lebih menyenangkan. Dengan adanya internet mendukung pula terselenggaranya pendidikan jarak jauh. Namun di sisi lain, sarana multi media
menurut sebagian responden dapat menyebabkan guru dan peserta didik menjadi kurang kreatif dalam mengerjakan tugas-tugas karena cenderung copy paste dari
internet. Kecenderungan copy paste ini menurut responden dimungkinkan karena kurangnya praktek. Kecenderungan copy paste dapat diminimalis dengan
meningkatkan penghargaan hasil karya pribadi kepada setiap peserta didik meskipun sederhana daripada terkesan canggih namun hasil plagiat.
Model pembelajaran dalam pendidikan sekarang menurut para responden sangat variatif dan peserta didik mengalami praktek langsung, seperti menanam
dan mengamati tumbuhnya tanaman, pengembangan keterampilan maupun pengembangan bakat seni.
6. Trend Kepemimpinan
Berdasarkan hasil wawancara kepada para responden mengenai trend kepemimpinan sekarang diperoleh jawaban bahwa kepemimpinan itu pada
prinsipnya dimulai dari diri sendiri, sehingga upaya mempengaruhi anggota atau karyawan dapat lebih efektif untuk mencapai tujuan, dengan kata lain,
kepemimpinan sekarang sifatnya tut wuri handayani. Anggota juga dilibatkan dalam pengambilan keputusan maupun dalam
mengembangkan karya demi tercapainya visi dan tujuan bersama. Menjunjung
111
tinggi demokrasi dan musyawarah, memberikan kebebasan kepada anggota dalam mengungkapkan pendapat.
Adanya manajemen yang semakin baik menjadi trend kepemimpinan sekarang disertai adanya pembagian tugas kepada anggota sesuai dengan bidang
kompetensinya akan sangat mendukung keberhasilan suatu organisasi. Peningkatan mutu SDM juga ditingkatkan sehingga semakin menunjang
pencapaian tujuan yang menjadi cita-cita bersama, sesuai dengan kompetensinya sehingga semakin profesional dalam bidangnya. Anggota atau karyawan diberi
kepercayaan penuh, sehingga karyawan semakin mencintai pekerjaannya. Perhatian personal dan kesejahteraan anggota atau karyawan juga menjadi
trend kepemimpinan sekarang ini sehingga anggota merasa nyaman di tempat
kerjanya. Menerapkan semangat persaudaraan, menyapa, merangkul, memberi perhatian kepada karyawan, memberi rasa aman, serta memperhatikan
kesejahteraan material maupun spiritual. Kepemimpinan zaman sekarang tidak lagi ada jarak antara bawahan dengan
atasan yang terkesan menakutkan atau pun harus dihormati melainkan memiliki relasi egaliter dengan stafnya yang memberi rasa nyaman. Kepemimpinan
sekarang ini juga memberdayakan anggota atau karyawan, mampu mempengaruhi anggota dengan baik, berani ambil resiko secara bertanggungjawab, mempunyai
visi dan misi yang jelas, serta senantiasa berusaha untuk menyelaraskan antara perkataan dan tindakan.
112
7. Pergulatan Perwujudan Spiritualitas Ulah Tapa Beserta Hasilnya
Berdasarkan hasil wawancara dengan para responden mengenai pengalaman pergulatan perwujudan spiritualitas ulah tapa beserta hasilnya, meliputi hal-hal
sebagai berikut: -
Mengalami kesulitan dalam latihan rohani khususnya dalam menciptakan keheningan dan dalam menerima setiap pribadi yang kurang disukai.
Hasilnya: dengan berjalannya waktu dapat merasakan kehadiran Allah dan merasa bebas dalam berelasi juga dalam melayani.
- Menghargai segala yang ada dan dalam hal mengatur waktu pribadi
dalam menjalin relasi pribadi dengan Allah. Hasilnya: dapat terlatih bisa rela dan pengendalian diri tidak tidur siang serta mampu bersyukur karena
dapat latihan sabar menunggu karena memperoleh kesadaran baru bahwa suatu saat akan membutuhkan orang lain juga.
- Menciptakan keheningan batin terutama pada waktu latihan rohani dalam
hidup doa karena kecenderungan dalam diri inginnya ngobrol. Hasilnya: masih tetap setia dalam menanggapi panggilan hingga sekarang.
- Berusaha memberi diri secara total dalam hidup doa dan mau berubah
menjadi lebih baik. Hasilnya: masih tetap setia pada panggilan dan tetap semangat hingga sekarang.
- Melawan ego diri meski belum konsisten. Hasilnya: bangga dan bersyukur
atas bantuan Tuhan. -
Menciptakan keheningan batin dan berusaha menyeimbangkan antara hidup rohani dengan tugas perutusan dalam studi. Hasilnya: lebih bahagia,
113
lebih mampu mengolah emosi, melayani dan memberi sapaan dengan tulus.
Pergulatan para responden tersebut di atas dibenarkan oleh pengamatan rekan sejawat peneliti, yakni para ibu komunitas, pimpinan karya serta para formator
yunior, sebagai berikut: -
Tampak dari sikap mereka yang tidak menuntut dan bersedia menunda waktu istirahat untuk menerima tamu rombongan peserta retret.
- Mereka berusaha menyikapi segala kesulitan dengan penuh iman meski
belum semua karena sebagian dari mereka daya juangnya sangat kurang. Hasilnya: yang sungguh berusaha mampu bersikap tenang dalam
menyikapi kesulitan-kesulitan yang dihadapi, untuk yang kurang berusaha sungguh-sungguh, tampak reaktif.
- Mereka belajar untuk peka kepada situasi orang lain yang membutuhkan
perjuangan untuk bisa ke luar dari diri sendiri, terbuka menerima teguran, tekun dalam hidup doa dan refleksi. Hasilnya: cara berpikir dan bergaul,
hidup persaudaraan menjadi berkembang, jujur dan terbuka meski masih terus berproses.
- Kegiatan rohani yang dijalankan secara bersama, belum muncul dari
kesadaran diri sendiri untuk melakukan secara pribadi. Menurut responden, hal ini terjadi ada kemungkinan dipengaruhi oleh pendidikan
dasarnya di postulat dan novisiat. Hasilnya: setidaknya masih mampu bertahan dalam panggilannya sampai sekarang.
114
- Berusaha menghayati hidup doa secara disiplin. Hasilnya: tidak terlambat
dalam waktu doa bersama meski belum konsisten. -
Yunior yang tinggal bersama sekomunitas belum pernah datang untuk pendampingan. Hasilnya: menerima situasi sebagaimana adanya.
- Masih bergulat dengan dirinya sendiri. Hasilnya: terkesan belum mampu
memaknai hidup. -
Berupaya mencari kehendak Allah dalam keheningan batin dengan mencontoh para suster senior. Hasilnya: mereka mau mendekati pribadi
suster senior yang “sulit” bukan menghindari sehingga semakin kenal dan akhirnya mampu mencontoh penghayatan hidup rohani dan mampu
menciptakan keheningan batin secara pribadi, meskipun tidak semua yunior melakukannya.
- Berusaha untuk terus-menerus mengurangi kelemahan dalam dirinya.
Hasilnya: mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawab sebagai yunior untuk melakukan bimbingan secara rutin tiap bulannya kepada pimpinan
karya, pimpinan komunitas dan formator meski belum semua.
8. Pengalaman Pergulatan Perwujudan Spiritualitas Pengendalian Diri
Beserta Hasilnya
Dari hasil wawancara kepada para responden, diperoleh informasi mengenai pengalaman pergulatan perwujudan spiritualitas pengendalian diri beserta hasilnya
sebagai berikut:
115
- Sulit untuk bisa meninggalkan kecenderungan mudah tersinggung dan iri
hati. Hasilnya: tidak tenggelam pada situasi rasa tersinggung. -
Terasa berat untuk memberikan suatu barang yang masih dibutuhkan atau disukai. Hasilnya: dengan berjalannya waktu dapat terlatih bisa rela, juga
rela tidak tidur siang karena harus menerima tamu peserta retret serta mampu bersyukur karena dapat latihan sabar menunggu karena
memperoleh kesadaran baru bahwa suatu saat pasti membutuhkan orang lain juga.
- Selektif dan prioritas kebutuhan, tidak ikut-ikutan menggosip, tidak mudah
menilai negatif terhadap orang lain. Hasilnya: tetap setia dalam menanggapi panggilan hingga saat ini.
- Sulit menerima teguran terlebih bila teguran itu dirasa keras. Hasilnya:
bahagia, senang, lepas-bebas karena telah berani mengungkapkan isi hati kepada pimpinan yang memberi teguran secara keras.
- Hidup sederhana dalam berpakain, makan, kepemilikan dan dalam
menggunakan sarana serta bersedia berelasi dengan orang-orang yang sederhana. Hasilnya: mengalami kebahagiaan.
- Berusaha terus-menerus meninggalkan rasa malas, sikap cuek tidak
meminta maaf tanpa merasa bersalah bila tidak disiplin dalam mengikuti acara-acara komunitas. Hasilnya: bahagia dan mampu menjalin
komunikasi secara lebih mendalam serta akrab dengan setiap pribadi dalam komunitas.
116
Pengamatan responden sebagai rekan peneliti mengenai pergulatan perwujudan spiritualitas pengendalian diri dari para yunior adalah sebagai berikut:
- Mereka terbuka dalam mengungkapkan kebutuhan pribadi termasuk
meminta uang transport, yang berarti mau rendah hati dan ada usaha untuk melawan rasa takut.
- Mereka berusaha untuk tidak mengikuti kemauan diri dalam menunda-
nunda tugas khususnya dalam membuat refleksi bulanan. Hasilnya: refleksi berjalan rutin setiap bulannya meski belum semua yunior.
- Pengaturan waktu kerja, inginnya ikut cepat pulang dengan karyawan;
juga dalam menjalankan doa, pengendalian diri dalam penggunaan sarana- sarana dalam situasi bebas tidak ada yang mengontrol, mau menerima
teguran. Hasilnya: terbuka dalam berkomunikasi dan dalam kerja, tidak lagi ambil keputusan sendiri tetapi mau bertanya sebagai bentuk
kerendahan hati. -
Berusaha mengalahkan keinginan untuk memiliki benda-benda yang nge- trend
dan mengalahkan kehendak diri demi ketaatan menerima tugas yang kurang disukai, mengalahkan kecenderungan untuk bepergian atau jalan-
jalan meski masih harus diingatkan. Hasilnya: bertanggungjawab atas kepercayaan yang diberikan.
- Berusaha terus-menerus untuk memiliki sikap hidup sederhana dalam
berpakaian dan penggunaan fasilitas yang tersedia meski belum konsisten. Hasilnya: memiliki sikap menerima segala yang disediakan termasuk
makanan yang disajikan.
117
- Mengelola emosi meskipun belum konsisten. Hasilnya: gembira, mudah
membantu, peka namun terkadang berlebihan kurang bisa menempatkan diri, juga mau minta maaf meskipun harus disadarkan terlebih dahulu.
- Hidup sederhana meski masih tampak pilih-pilih. Hasilnya: belum tampak
karena kurang memiliki motivasi dan daya juang untuk mewujudkan nilai spiritualitas tersebut.
- Berusaha memilah-milah dan prioritas kepentingan, misalnya dalam hal
penggunaan internet, dalam penggunaan uang, mengolah emosi dan afeksi menyangkut kemurnian hati dan semakin membangun kesadaran bahwa
dirinya adalah seorang religius. Hasilnya: dewasa dalam mengambil keputusan.
- Berusaha mengurangi kekurangan atau kelemahan dalam diri. Hasilnya:
mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawab sebagai yunior untuk melakukan bimbingan secara rutin tiap bulannya kepada pimpinan karya,
pimpinan komunitas dan formator meski belum semua.
9. Pergulatan Perwujudan Spiritualitas Cinta Kasih Yang Melayani Beserta
Hasilnya
Pengalaman pergulatan perwujudan spiritualitas cinta kasih yang melayani dari para responden adalah sebagai berikut:
- Tidak selalu bisa sepenuh hati dalam melayani. Hasilnya: memahami
makna pelayanan sehingga semakin bisa tulus dalam mengerjakan tugas pelayanan sehari-hari.
118
- Merasa berat pada saat melayani orang yang kurang disukai. Hasilnya:
semakin dapat mencintai orang yang kurang disukai karena kesadaran dalam dirinya bahwa pelayanan sebagai bentuk melayani Yesus sendiri.
- Memberikan diri secara total melalui tugas pelayanan, juga berusaha
menyeimbangkan waktu untuk bekerja di unit karya dengan waktu untuk berkomunitas. Hasilnya: semakin terbuka dalam mensharingkan
pengalaman apa adanya di komunitas. -
Memberi diri di tempat tugas dengan cara mencarikan donatur. Hasilnya: membahagiakan, karena orang-orang bersedia menjadi donatur dan
membawa perubahan bagi anak-anak yang tadinya tidak sekolah akhirnya bisa sekolah dan dapat membeli baju seragam; juga orang tua mereka
tergerak hatinya untuk menyekolahkan anak-anaknya. -
Melayani dan menerima setiap pribadi terutama yang tidak disukai. Hasilnya: bersyukur karena semakin mampu menghayati spiritualitas
sebagai religius SFS. -
Menghilangkan rasa takut terhadap jenasah orang meninggal dan menghilangkan rasa jijik terhadap orang sakit. Hasilnya: mampu
bersyukur atas karya Allah yang memberikan kemampuan dalam dirinya untuk melayani dan memiliki kesediaan hati dalam menerima tugas tanpa
pilih-pilih. Pengamatan para responden sebagai rekan peneliti membenarkan pergulatan
para yunior dalam mewujudkan spiritualitas cinta kasih yang melayani meskipun
119
ada pengamatan rekan sejawat yang belum sepenuhnya mewujudkan spiritualitas tersebut, sebagai berikut:
- Mau terlibat dalam kegiatan kebersamaan, membantu suster yang tua,
mentaati aturan, tidak pilih kasih, mau membaur. -
Kerjasama dengan rekan-rekan di kampus terkesan baik, sedangkan di komunitas masih cenderung diminta bahkan untuk beberapa yunior kalau
libur studi justru pergi. -
Mulai peduli terhadap peserta didik yang perlu dibantu, memberi perhatian, menyapa dan berkunjung. Hasilnya: semakin peka terhadap
peserta didik, guru dan karyawan. -
Mereka kurang peka, cenderung fokus dengan tugas sendiri, mereka menempatkan diri sebagai student. Hasilnya: melayani masih sebatas
menjalankan tugas. -
Berusaha melayani secara total dan memahami setiap pribadi dengan segala keberadaannya. Hasilnya: adanya perubahan dalam usaha
mengalahkan diri dan tidak mementingkan kepentingan diri sendiri. -
Peka dan bertanggungjawab dalam tugas-tugas. Hasilnya: mau menerima masukkan.
- Berusaha untuk peka. Hasilnya: keutamaan-keutamaan yang lain ikut
berkembang pula. -
Tidak lagi banyak pertimbangan dalam melayani sesama melainkan memiliki pemikiran bahwa memang harus ditolong karena pertimbangan
rasa kemanusiaan dan rasa kasih sayang terhadap sesama. Hasilnya:
120
mereka mampu memaknai tugas perutusan sebagai kehendak Tuhan sendiri sehingga berusaha dijalankan dengan sepenuh hati.
- Berusaha untuk berinisiatif melayani orang lain lebih dulu tanpa takut
penilaian atau dikomentari. Hasilnya: semakin mampu memahami setiap pribadi, berpikir positif mengenai orang lain dan bisa membawa diri.
10. Upaya Kontekstualisasi Spiritualitas Pendiri Yang Telah Dilakukan Oleh
Kongregasi SFS Beserta Hasilnya
Dari hasil wawancara diperoleh informasi bahwa upaya kontekstualisasi spiritualitas pendiri menunjukkan adanya pembaharuan-pembaharuan yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi zaman masa kini namun masih tetap memiliki keterkaitan dengan nilai-nilai dasar spiritualitas awal yang diwariskan
oleh pendiri Kongregasi dan para pendahulu, seperti telah diuraikan pada halaman 98-103.
C. KONTEKSTUALISASI SPIRITUALITAS PENDIRI IMPLIKASINYA
BAGI PEMBINAAN SUSTER-SUSTER YUNIOR KONGREGASI SFS 1.
Pembinaan
Menurut Mardi Prasetya 1992: 241 pembinaan dan seleksi dalam hidup bakti merupakan suatu proses kesinambungan sejak promosi panggilan, melalui
masa aspiran, postulat, novisiat dan yuniorat, bahkan terus tetap berlangsung pada ongoing formation
.
121
2. Pembina
Pembina adalah para suster yang ditunjuk oleh Pemimpin Umum, kualifikasi pembina adalah telah berprofesi kekal dan telah dipersiapkan dengan baik Konst.
SFS th 2000: pasal 109. Persiapan yang dimaksudkan di sini antara lain telah memperoleh pendidikan formal yang mendukung kompetensi tugas pembinaan,
mengikuti Kursus Pembina Religius KPR dan dipandang mampu memberikan
teladan hidup rohani maupun manusiawi dengan baik.
Soenarja 1984: 81-83 membahas tentang siapa yang ditugaskan untuk secara khusus mendampingi religius muda mempunyai tanggungjawab pertama di
bidang kehidupan religius, yang menyangkut kerohanian, doa, studi, karya, hubungan dengan pemimpin karya, biara, dan pemimpin komunitas. Ia
mempunyai tanggungjawab berat, bila dilakukan dengan seksama, dapat berpengaruh besar pada perkembangan seorang religius. Pengenalan, perhatian,
wawancara pribadi, adalah sarana langsung untuk menjalankan tugas pendampingan. Dalam kunjungannya yang diadakan menurut rencana tetap, harus
mengambil waktu, memberikan kesempatan leluasa bagi setiap yunior untuk datang berbicara. Ini bukan soal nilai untuk kaul kekal, bukan soal administrasi,
bukan sekedar omong basa-basi; melainkan soal perhatian religius terhadap seorang anggota muda, demi perkembangan rohaninya dalam hidup membiara.
Maka pembicaraan harus mendalam, menyangkut soal pokok: kerohanian dan doa, untuk ditinjau bersama dan diarahkan, afeksi dan emosi, yang menyangkut
pergaulan dalam komunitas, pendewasaan diri, hubungan dengan atasan dan sesama serta hubungan dengan orang lain, studi yang harus dipertangungjawabkan
122
dengan seksama, untuk melihat kemajuan dan hambatan, sarana-sarana yang perlu untuk disediakan. Apabila dibutuhkan, dihubungi juga instansi, yang menguasai
studi anggota religius yang bersangkutan, demi kepentingannya; karya mendapat perhatian khusus, karena di sini religius dikenal sebagai tenaga dalam fungsinya,
tugas yang akan mengarahkan hidup selanjutnya. Sukses atau kegagalan sangat penting untuk mengarahkan hari depannya. Pemimpin yunior dapat membantu
religius muda, untuk memberikan pengertian, dan bila perlu menjadi pelancar dalam hubungan orang muda dengan pemimpin karya maupun pemimpin biara.
Di bidang emosi, afeksi, religius ke luar dari novisiat belum selesai, tetapi juga belum terlambat untuk mengenali, mengatur dan menguasainya. Justru
sekarang dalam pekerjaan yang menuntut tenaga, dalam pergaulan dengan berbagai macam orang , di luar dan di dalam biara, di medan lapangan hidup ini,
religius diuji keimbangannya: apa ia bisa berdikari, menguasai perasaan, menyalurkan afeksi-emosi lewat cara-cara yang baik dan benar. Kalau bidang ini
disoroti: ia cepat marah, ia ambek, mendiamkan orang, mudah menangis, murung, dsb.; hendaknya itu tidak hanya ditentukan sebagai fakta kenyataan. Watak ini
harus dipelajari, diperhatikan. Perlu ada pengolahan dan penggarapan dengan wawancara, bila perlu bimbingan khusus oleh orang yang berpengalaman atau
seorang yang ahli. Kalau ini hanya diketahui untuk dibiarkan, karena tidak tahu mau apa, jangan heran bahwa nanti ada religius-religius sulit timbul di dalam
komunitas. Kalau orang ini masih pintar otak, pandai organisasi dan dijadikan pemimpin, orang yang bekerja di bawahnya akan sengsara, karena ia menjadi
pemimpin yang emosional dan tidak matang.
123
Dengan berbagai bantuan, religius muda semakin lama semakin mengenal diri dengan kekuatan dan kelemahannya. Ia dapat memanfaatkan pengertian ini
dengan usaha membangun diri atas dasar kenyataan, yang diterima dan diakui kebenarannya. Atau ia akan mencari penerangan dan penjelasan sampai ia merasa
pengenalan akan dirinya cukup mantap; lalu ia akan menyusun rencana bagi dirinya. Syukur kalau ada orang yang lebih berpengalaman menolongnya.
Kerohanian hanya bisa dibangun atas dasar kesadaran bahwa orang dapat, mampu dan mau mengubah diri dan ia ingin melakukan apa yang dituntut untuk
perkembangan ini.
3. Formandi
Para formandi atau orang yang dibina dalam proses pembinaan atau formatio dalam Kongregasi SFS yang intensif adalah meliputi postulan, novis, dan yunior.
Sedangkan jenjang pembinaan berlangsung dari tahap postulat, novisiat, yuniorat hingga bina lanjut Konst. 2000, bab: VI.B.
4. Tujuan Pembinaan Religius
Dalam buku Pedoman-pedoman Pembinaan dalam Lembaga-lembaga Religius
artikel 6 berbunyi : “Adapun tujuan utama pembinaan ialah memungkinkan para calon hidup
religius dan anggota-anggota muda yang sudah berprofesi, pertama-tama menemukan dan kemudian mengasimilasikan dan memperdalam apa yang
merupakan jati diri religius. Hanya dalam keadaan seperti itulah orang dipersembahkan kepada Allah dapat terjun ke dalam dunia sebagai saksi
yang berarti, berdaya guna lagi setia. Oleh karena itu, tepatlah mengingatkan, pada awal dokumen tentang pembinaan, apa yang
ditunjukkan oleh rahmat hidup bakti religius kepada Gereja.”
124
Tujuan pembinaan religius ini dijelaskan dalam pengantar dari dokumen ini yakni bahwa pembaharuan yang tepat dalam lembaga-lembaga religius
bergantung terutama pada pembinaan para anggotanya. Hidup religius menghimpun murid-murid Kristus yang harus dibantu untuk menerima “kurnia
ilahi, yang diterima oleh Gereja dari Tuhannya dan selalu dipelihara dengan bantuan rahmat-Nya” artikel 1. Inilah sebabnya bentuk-bentuk penyesuaian yang
terbaik hanya akan membawa hasil bila dijiwai oleh pembaharuan rohani yang mendalam. Pembinaan para calon, yang langsung bertujuan memperkenalkan
mereka dengan hidup religius dan membuat mereka menyadari ciri khasnya di dalam Gereja, terutama ditunjukkan untuk membantu para religius pria dan wanita
menyadari kesatuan hidup mereka dalam Kristus melalui Roh, dengan memadukan secara harmonis unsur-unsur rohani, apostolik, doktrinal dan praktis.
5. Pertumbuhan Religius yang Diharapkan
Mardi Prasetya 2001: 55-56 berpendapat bahwa dalam hubungan antara tiap pribadi dengan tarekat beserta spiritualitas dan karismanya diharapkan terjadi
proses inkorporasi atau pertumbuhan ke dalam tubuh tarekat. Di dalamnya terkandung suatu dinamika pertumbuhan bahwa bukan spiritualitas dan karisma
tarekat yang harus disesuaikan dengan masing-masing pribadi, tetapi pribadi- pribadilah yang harus bertumbuh dalam dialog inkorporatif sampai makin menjadi
pribadi yang diharapkan oleh tarekat. Tugas pertumbuhan ini adalah tugas seumur hidup.