Situasi :
Ketika sedang makan siang, bapak dan ibu bercakap-cakap di meja makan. Ibu mengeluh karena sudah menunggu bapak yang tidak kunjung datang
menjemput hingga ibu pulang diantar salah satu guru di sekolahnya. Bapak tidak kunjung datang, padahal sudah tidak ada jam mengajar lagi dan hanya ngobrol
dengan guru lainnya di kantor guru. Bapak dan ibu beda sekolah, tempat mengajar.
Wujud bahasa :
Ibu : “Ada rapat di sekolah po, Pak? Kok gak jemput”
Bapak : “Enggak Nongkrong di kantor.”
Informasi indeksal :
Tuturan di atas tampak bahwa ibu ingin mendapatkan respon langsung dari bapak untuk menjelaskan mengapa tidak menjemput ke sekolah. Hal itu
diperlihatkan dengan tuturan
Ada rapat di sekolah po, Pak? Kok gak jemput
Tuturan tersebut dibalas dengan komentar bapak yang santai seolah-olah bukan masalah besar bagi ibu. Hal itu dapat dilihat dari tuturan
Nongkrong di kantor.
Yang menandakan bahwa tuturan tersebut tidak serius diucapkan oleh bapak. Jika mitra tutur menanggapi dengan serius tuturan tersebut, tidak dipungkiri bahwa
akan timbul konflik diantara mereka. Berdasarkan ilustrasi di atas, dapat disimpulkan bahwa teori ketidaksantunan menurut pandangan
Bousfield
ini lebih menekankan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan yang berupa tuturan oleh
penutur yang memiliki maksud selain untuk melecehkan dan menghina mitra tuturnya dengan tanggapan seenaknya sendiri secara sengaja dan dapat
memungkinkan adanya konflik diantara mereka.
2.4.3 Teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Culpeper
Pemahaman Culpeper Derek Bousfield Mariam A. Locher, 2008:3 tentang ketidaksantunan berbahasa adalah, ‘
Impoliteness, as I would define it,
involves communicative behavior intending to cause the “face loss” of a target or
perceived by the target to be so.
’ Dia memberikan penekanan pada fakta ‘face loss’ atau ‘kehilangan muka’—kalau dalam bahasa Jawa mungkin konsep itu
dekat dengan konsep ‘kelangan rai’ kehilangan muka. Jadi, ketidaksantunan
impoliteness
dalam berbahasa itu merupakan perilaku komunikatif yang diperantikan secara intensional untuk membuat orang
benar-benar kehilangan muka
face loss,
atau setidaknya orang tersebut ‘merasa’ kehilangan muka. Teori dari perilaku ketidaksantunan berbahasa ini dapat
dicontohkan dalam situasi berikut ini.
Situasi:
Ketika ada arisan ibu-ibu di rumah, ibu yang menegur anak gadisnya yang sudah semester 11 namun belum lulus kuliah S1. Anak tersebut baru pulang dari
kampus.
Wujud bahasa :
Ibu : “Dari mana saja, Mbak?”
Anak : “Dari kampuslah, Bu.” Ibu
: “Kamu ini sudah semester 11 tapi kok gak lulus-lulus sih.”
Informasi indeksal:
Tuturan di atas tampak bahwa penutur mempermalukan mitra tutur dihadapan banyak orang ketika acara arisan. Hal ini nampak dalam tuturan
sudah semester 11 tapi kok gak lulus-lulus sih
. yang menandakan bahwa tuturan
disampaikan secara tidak santun karena mempermalukan anak gadisnya sendiri dihadapan banyak orang. Berdasarkan ilustrasi di atas, dapat disimpulkan bahwa
teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Bousfield ini lebih menekankan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan oleh penutur yang
memiliki maksud untuk mempermalukan mitra tutur.
2.4.4 Teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Terkourafi
Terkourafi Derek Bousfield Mariam A. Locher, 2008:3 memandang ketidaksantunan sebagai, ‘impoliteness occurs when the expression used is not
conventionalized relative to the context of occurrence; it threatens the
addressee’s face but no face
-threatening intention is attributed to the speaker by
the hearer.’ Jadi perilaku berbahasa dalam pandangannya akan dikatakan tidak santun bilamana mitra tutur
addressee
merasakan ancaman terhadap kehilangan muka
face threaten,
dan penutur
speaker
tidak mendapatkan maksud ancaman muka itu dari mitra tuturnya. Teori dari perilaku ketidaksantunan berbahasa ini
dapat dicontohkan dalam situasi berikut ini.
Situasi:
Di siang yang terik sang adik baru pulang kuliah. Ia membawa surat undangan pernikahan mantan kekasih kakak perempuannya. Adik tahu bahwa
sang kakak baru putus cinta kira-kira dua bulan yang lalu, namun mantannya tersebut sudah menemukan calon pasangan hidup. Sedangkan kakaknya belum
punya pacar lagi. Di ruang keluarga ada semua anggota keluarga.