Penelitian yang Relevan KAJIAN PUSTAKA

berbahasa dalam ranah keluarga pendidik di Kotamadya Yogyakarta. Penelitian ketidaksantunan berbahasa ini juga merupakan jenis penelitian deskriptif yang menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam metode simak adalah teknik catat dan rekam, serta teknik observasi. Sedangkan untuk metode cakap adalah teknik pancing. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah panduan wawancara daftar pertanyaan yang digunakan berupa kasus yang dapat memunculkan tuturan ketidaksantunan berbahasa. Metode dan teknik analisis data dilihat dari segi pragmatik dan linguistik. Pertama; linguistik, menggunakan metode padan intralingual, teknik dasar teknik hubung banding yang bersifat lingual. Kedua; pragmatik, menggunakan metode ekstralingual, teknik dasar teknik hubung banding yang bersifat ekstralingual. Data yang telah dianalisis, hasilnya berupa wujud-wujud atau bentuk, penanda, dan maksud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik dalam ranah keluarga pendidik di Kotamadya Yogyakarta.

2.2 Pragmatik

Pragmatik merupakan studi tentang bagaimana orang lain saling memahami satu sama lain dalam bertutur. Selain itu, seseorang juga harus memahami apa yang ada dalam pikiran orang lain sebagai lawan tuturnya. Pragmatik mengarahkan supaya seseorang harus menggali maknamaksud yang masih tersamarkan pada orang lain. Yule menguraikan empat ruang lingkup dalam pragmatik. Ruang lingkup itu adalah: pertama , pragmatik adalah studi tentang maksud penutur; kedua , pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual; ketiga , pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan; dan keempat ; pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari jarak hubungan Yule, 2006: 3-4. Konsep lain yang dikemukakan oleh Levinson 1983 via Nadar 2009:4 tentang pragmatik merupakan kajian hubungan antara bahasa dan konteks yang tergramatikalisasi atau terkodifikasi dalam struktur bahasa. Jacob L. Mey 1983 via Rahardi mendefinisikan sosok pragmatik seperti berikut ini. Pragmatics is the study of the conditions of human language uses as these are determined by the context of society. Jadi, pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari pemakaian atau penggunaan bahasa, yang pada dasarnya selalu harus ditentukan oleh konteks situasi tutur di dalam masyarakat dan wahana kebudayaan yang mewadahi dan melatarbelakanginya Rahardi, 2003:15. Konsep lain tentang pragmatik oleh Huang 2007:2, yakni “ Pragmatics is the study of linguistic acts and the contexts in which th ey are performed.” Artinya bahwa pragmatik adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku linguistik dan konteksnya dimana mereka digunakan. Definisi lain mengenai pragmatik yaitu, “ pragmatics is the systematic study of meaning by virtue of, dependent on, the use of language. The central topics of inquiry of pragmatics include implicature, presupposition, speech acts, and deixis. ” Artinya bahwa pragmatik adalah pembelajaran yang sistematis mengenai arti terutama yang tergantung pada penggunaan bahasa. Pokok bahasan yang utama dalam kajian pragmatik meliputi implikatur, praanggapan, tindak tutur, dan deiksis. Seseorang harus memahami situasi dan kondisi lawan tutur saat terjadi percakapan, jangan sampai salah bertutur hingga terjadi salah paham. Pragmatik merupakan cabang linguistik yang mempelajari bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dalam situasi tertentu. Pragmatik tidak pernah lepas dari istilah konteks yang menjadi pijakan utamanya.

2.3 Fenomena Pragmatik

Studi pragmatik mengajak seseorang untuk memahami orang lain ketika bertutur kata. Seseorang harus mengerti bagaimana konteks saat itu. Fenomena- fenomena yang sering muncul dalam ilmu pragmatik, yaitu praanggapan, tindak tutur, implikatur, deiksis, dan kesantunan. Semua fenomena itu akan dijelaskan sebagai berikut.

2.3.1. Praanggapan Presupposisi

Ada suatu anggapan bahwa ketika seorang penutur menyampaikan informasi tertentu mengganggap bahwa pendengar telah mengetahuinya. Karena informasi tertentu itu dianggap sudah diketahui, maka informasi yang demikian biasanya tidak dinyatakan dan akibatnya akan menjadi bagian dari apa yang disampaikan tetapi tidak dikatakan. Praanggapan merupakan suatu fenomena pragmatik mengenai beberapa aspek makna yang tidak tampak. Yule 1996 dalam bukunya Pragmatics yang diterjemahkan oleh Wahyuni 2006:43–52 dengan judul Pragmatik mendeskripsikan praanggapan pesupposisi adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan. Yule juga membagi presupposisi menjadi 6 jenis, yaitu eksistensial, faktif, non-faktif, leksikal, struktural, dan konterfaktual faktual tandingan. Tidak jauh berbeda dengan yang diungkapkan oleh Rahardi 2005:42 bahwa sebuah tuturan dapat dikatakan mempraanggapkan tuturan yang lain apabila ketidakbenaran tuturan yang dipresuposisikan mengakibatkan kebenaran atau ketidakbenaran tuturan yang mempresuposisikan tidak dapat dikatakan. Berdasarkan uraian di atas, praanggapan presuposisi merupakan suatu makna dari tuturan si penutur yang masih tersirat dan belum diungkapkan kepada mitra tutur.

2.3.2. Tindak Tutur

Tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan biasanya disebut tindak tutur dan dalam bahasa Inggris secara umum diberi label yang lebih khusus, misalnya permintaan maaf, keluhan, pujian, undangan, janji atau permohonan. Pada suatu saat, tindakan yang ditampilkan dengan menghasilkan suatu tuturan akan mengandung 3 tindak yang saling berhubungan. Yang pertama adalah tindak lokusi , yang merupakan tindak dasar tuturan atau menghasilkan suatu ungkapan linguistik yang bermakna. Kebanyakan kita tidak hanya menghasilkan tuturan-tuturan yang terbentuk dengan baik tanpa suatu tujuan. Kita membentuk tuturan dengan beberapa fungsi di dalam pikiran. Ini adalah dimensi kedua, atau tindak ilokusi . Tindak ilokusi ditampilkan melalui penekanan komunikatif suatu tuturan. Suatu tuturan itu bisa berupa pernyataan, tawaran, penjelasan atau maksud komunikatif lainnya. Tentu kita tidak secara sederhana menciptakan tuturan yang memiliki fungsi tanpa memaksudkan tuturan itu memiliki akibat. Inilah dimensi ketiga, tindak perlokusi . Dengan bergantung pada keadaan, jika ada yang menuturkan “Saya baru saja membuat kopi” dengan asumsi bahwa pendengar akan mengenali akibat yang ditimbulkan misalnya; untuk menerangkan suatu aroma yang luar biasa, atau meminta pendengar untuk minum kopi. Ini biasanya juga dikenal sebagai akibat perlokusi. Sistem klasifikasi umum mencantumkan 5 jenis fungsi umum yang ditunjukkan oleh tindak tutur, yaitu deklarasi, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif Yule, 2006:92–94. Pertama; deklarasi adalah jenis tindak tutur yang mengubah dunia melalui tuturan, c ontoh: Pastor : Sekarang saya menyebut Anda berdua suami-istri. Seperti contoh tersebut menggambarkan, penutur harus memiliki peran institusional khusus, dalam konteks khusus, untuk menampilkan suatu deklarasi secara tepat. Pada waktu menggunakan deklarasi penutur mengubah dunia dengan kata-kata. Kedua; representatif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang diyakini penutur kasus atau bukan. Pernyataan suatu fakta, penegasan, kesimpulan, dan pendeskripsian, c ontoh : Bumi itu datar . Itu merupakan contoh dunia sebagai sesuatu yang diyakini oleh penutur yang menggambarkannya. Pada waktu menggunakan sebuah representatif, penutur mencocokkan kata-kata dengan dunia kepercayaannya. Ketiga; ekspresif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur. Tindak tutur itu mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan, kebencian, kesenangan, atau kesengsaraan, c ontoh: Sungguh, saya minta maaf. Tindak tutur itu mungkin disebabkan oleh sesuatu yang dilakukan oleh penutur atau pendengar, tetapi semuanya menyangkut pengalaman penutur. Keempat; direktif ialah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur ini menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur. Tindak tutur ini meliputi; perintah, pemesanan, permohonan, pemberian saran, dan bentuknya dapat berupa kalimat positif dan negatif, c ontoh 1: Berilah aku secangkir kopi. Buatkan kopi pahit; contoh 2: Jangan menyentuh itu Kelima; komisif ialah jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk mengaitkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang. Tindak tutur ini menyatakan apa saja yang dimaksudkan oleh penutur. Tindak tutur ini dapat berupa janji, ancaman, penolakan, dan ikrar, c ontoh: Saya akan kembali. Pada waktu menggunakan komisif, penutur berusaha untuk menyesuaikan dunia dengan kata-kata lewat penutur.

2.3.3. Implikatur

Yule 2006:61 berpendapat tentang konsep implikatur, yaitu seorang pendengar mendengar ungkapan dari seorang penutur, dan dia harus berasumsi bahwa penutur sedang melaksanakan kerja sama dan bermaksud untuk menyampaikan informasi. Informasi itu tentunya memiliki makna yang lebih banyak daripada kata-kata yang dikeluarkan oleh penutur. Makna itulah yang disebut dengan implikatur. Jadi bisa diartikan bahwa, implikatur merupakan maksud yang tersirat di balik tuturan atau ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Implikatur merupakan contoh utama dari banyaknya informasi yang disampaikan daripada yang dikatakan. Supaya implikatur-implikatur tersebut dapat ditafsirkan maka beberapa prinsip kerja sama