amplitudonya menyempit, pasti dibarengi dengan tekanan lunak. Tekanan ini
mungkin terjadi secara sporadis, mungkin juga telah berpola; mungkin juga bersifat distingtif, dapat membedakan makna, mungkin juga tidak distingtif
Achmad Alek, 2013:33−34. Samsuri 1969:56 dalam bukunya yang berjudul
Fonologi
mengungkapkan bahwa untuk menandai tekanan dapat dipakai tanda- tanda diakritik [ “ ] untuk tekanan primer, [ ‘ ] untuk tekanan sekunder.
2.7.2 Intonasi Intonasi dalam bahasa Indonesia sangat berperan dalam pembedaan maksud
kalimat. Bahkan, dengan dasar kajian pola-pola intonasi ini, kalimat bahasa Indonesia dibedakan menjadi kalimat berita deklaratif, kalimat tanya
interogatif, dan kalimat perintah imperatif. Kalimat berita deklaratif ditandai dengan pola intonasi datar-turun. Kalimat tanya interogatif ditandai dengan pola
intonasi datar-turun. Kalimat perintah imperatif ditandai dengan pola intonasi datar-tinggi. Muslich, 2009:115−117. Keraf menambahkan kalimat seru dalam
jajaran kalimat dalam bahasa Indonesia. Kalimat seru adalah kalimat yang menyatakan perasaan hati, kekaguman, atau keheranan terhadap suatu hal.
Kalimat ini biasanya ditandai oleh kata-kata atau ungkapan-ungkapan tertentu: sungguh,alangkah, betapa, dan dapat juga dinyatakan dengan intonasi yang lebih
tinggi dari kalimat inversi. Keraf, 1991:208.
2.7.3 Nada Muslich 2009:112 menjelaskan bahwa penuturan dalam bahasa Indonesia,
tinggi-rendahnya nada suara tidak fungsional atau tidak membedakan makna. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembedaan makna, nada dalam bahasa
Indonesia tidak fonemis. Walaupun demikian, ketidakfonemisan ini tidak berarti nada tidak ada dalam bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor
ketegangan pita suara, arus udara, dan posisi pita suara ketika bunyi itu diucapkan. Makin tegang pita suara, yang disebabkan oleh arus udara dari paru-
paru, makin tinggi pula nada bunyi tersebut. Begitu juga posisi pita suara. Pita suara yang bergetar lebih cepat akan menentukan tinggi nada suara ketika
berfonasi. Samsuri 1969 mengemukakan bahwa nada ditandai dengan diakritik- diakritik [ ] untuk nada naik, [ ] untuk nada turun, [ - ] untuk nada datar, dan [
] untuk nada turun-naik, sedangkan [ ] untuk nada naik-turun. Achmad Alek 2013:33−34, ada berkenaan dengan tinggi rendahnya
suatu bunyi. Bila suatu bunyi segmental diucapkan dengan frekuensi getaran yang tinggi, tentu akan disertai dengan nada tinggi. Sebaliknya, kalau diucapkan
dengan frekuensi getaran rendah,tentu akan disertai juga dengan nada rendah. Dalam hal ini biasanya dibedakan adanya empat macam nada, yaitu:
1 Nada yang paling tinggi, diberi tanda dengan angka 4 2 Nada tinggi, diberi tanda dengan angka 3
3 Nada sedang atau biasa, diberi tanda dengan angka 2 4 Nada rendah, diberi tanda dengan angka 1
2.8 Maksud dan Makna
Setiap orang yang menuturkan suatu tuturan pasti ada maksud yang ingin disampaikan kepada lawan bicaranya. Maksud adalah milik si penutur, bukan
tuturan. Tuturan adalah media bagi penutur untuk menyampaikan maksud
tersebut. Berbicara mengenai maksud, perlu dipahami bagaimana cara membedakan maksud dan makna, karena keduanya adalah hal yang berbeda.
Rahardi 2003:16−17 dalam bukunya telah berbicara perihal maksud dan makna. Rahardi mengungkapkan bahwa ilmu bahasa pragmatik sesungguhnya
mengkaji maksud penutur di dalam konteks situasi dan lingkungan sosial-budaya tertentu. Karena yang dikaji di dalam pragmatik adalah maksud penutur dalam
menyampaikan tuturannya, maka dapat pula dikatakan bahwa pragmatik dalam berbagai hal sejajar dengan semantik, yakni cabang ilmu bahasa yang mengkaji
makna bahasa, tetapi makna bahasa itu dikaji secara internal. Jadi, sesungguhnya perbedaan yang sangat mendasar antarkeduanya adalah bahwa pragmatik
mengkaji makna satuan lingual tertentu secara eksternal, sedangkan sosok semantik mengkaji makna satuan lingual tersebut secara internal.
Rahardi pula yang memaparkan bahwa makna yang dikaji dalam pragmatik bersifat terikat konteks
context dependent
, sedangkan makna yang dikaji di dalam semantik berciri bebas konteks
context independent
. Makna yang dikaji di dalam semantik bersifat diadik
diadic meaning
, sedangkan dalam pragmatik makna itu bersifat triadik
triadic meaning
. Pragmatik mengkaji bahasa untuk memahami maksud penutur, semantik mempelajarinya untuk memahami makna
sebuah satuan linguan
an sich
, yang notabene tidak perlu disangkutpautkan dengan konteks situasi masyarakat dan kebudayaan tertentu yang menjadi
wadahya.