Kategori Fatis Kridalaksana 1986:113 mengungkapkan kategori fatis adalah kategori
tersebut. Berbicara mengenai maksud, perlu dipahami bagaimana cara membedakan maksud dan makna, karena keduanya adalah hal yang berbeda.
Rahardi 2003:16−17 dalam bukunya telah berbicara perihal maksud dan makna. Rahardi mengungkapkan bahwa ilmu bahasa pragmatik sesungguhnya
mengkaji maksud penutur di dalam konteks situasi dan lingkungan sosial-budaya tertentu. Karena yang dikaji di dalam pragmatik adalah maksud penutur dalam
menyampaikan tuturannya, maka dapat pula dikatakan bahwa pragmatik dalam berbagai hal sejajar dengan semantik, yakni cabang ilmu bahasa yang mengkaji
makna bahasa, tetapi makna bahasa itu dikaji secara internal. Jadi, sesungguhnya perbedaan yang sangat mendasar antarkeduanya adalah bahwa pragmatik
mengkaji makna satuan lingual tertentu secara eksternal, sedangkan sosok semantik mengkaji makna satuan lingual tersebut secara internal.
Rahardi pula yang memaparkan bahwa makna yang dikaji dalam pragmatik bersifat terikat konteks
context dependent
, sedangkan makna yang dikaji di dalam semantik berciri bebas konteks
context independent
. Makna yang dikaji di dalam semantik bersifat diadik
diadic meaning
, sedangkan dalam pragmatik makna itu bersifat triadik
triadic meaning
. Pragmatik mengkaji bahasa untuk memahami maksud penutur, semantik mempelajarinya untuk memahami makna
sebuah satuan linguan
an sich
, yang notabene tidak perlu disangkutpautkan dengan konteks situasi masyarakat dan kebudayaan tertentu yang menjadi
wadahya.
Wijana dan Muhammad 2008:10–11 memantapkan apa yang telah dipaparkan oleh Rahardi. Dalam bukunya, kedua ahli tersebut membedakan tiga
hal, yaitu makna, maksud, dan informasi. Ketiga hal itu dijelaskan dengan tegas bahwa makna berbeda dengan maksud dan informasi karena maksud dan
informasi bersifat di luar bahasa. Maksud ialah elemen luar bahasa yang bersumber dari pembicara, sedangkan informasi adalah elemen luar bahasa yang
bersumber dari isi tuturan. Maksud bersifat subjektif, sedangkan informasi bersifat objektif. Lebih jelasnya dapat dilihat pada kalimat 1, 2, 3, dan 4
berikut. 1 Anak itu memang pandai. Nilai bahasanya 9.
2 Anak itu memang pandai. Nilai bahasanya saja 4,5. 3 Ayah membeli buku.
4 Buku ini dibeli ayah. Kata “pandai” dalam kalimat 1 bermakna “pintar” karena secara internal
memang kata “pandai” bermakna demikian. Kata “pandai” dalam kalimat 2 yang bermakna internal “pintar” dimaksudkan secara subjektif oleh penuturnya untuk
mengungkapkan bahwa dia bodoh. Pengungkapannya yang bersifat subjektif inilah yang disebut “maksud”. “Pandai” yang menyatakan “pintar” pada kalimat
3 disebut makna linguistik
linguistic meaning
, sedangkan “pandai” yang menyatakan “bodoh” pada kalimat 4 disebut makna penutur
speaker meaning
. Makna linguistik maknamenjadi bahan kajian semantik, sedangkan makna
penutur maksud menjadi bahan kajian pragmatik. Kalimat 3 jelas memiliki perbedaan makna gramatikal dengan kalimat 4. Kalimat 3 adalah kalimat
aktif, sedangkan kalimat 4 adalah kalimat pasif. Akan tetapi, berdasarkan isi
tuturan secara objektif kedua kalimat di atas menyatakan informasi yang sama, yakni “ayah yang membeli buku” dan “buku yang dibeli ayah” Wijana
Muhammad, 2008:10–11.