Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tokoh lebih merujuk pada orang yang memainkan peran dan penokohan merujuk pada karakter tokoh atau
pelukisan gambaran sifat tokoh.
2.2.1.2 Latar
Abrams Burhan, 2009:216 menyebut latar sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra
Sudjiman, 1990: 48. Zaidan 1988: 33 mengungkapkan bahwa latar dalam
novel tidak sama dengan latar belakang.
Burhan 2009: 227 – 237 membedakan latar ke dalam tiga unsur pokok,
yaitu latar tempat, waktu, dan sosial. a.
Latar Tempat Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan biasanya berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, atau lokasi tertentu tanpa
nama yang jelas, seperti: desa, sungai, jalan, hutan. Perlu dikatakan bahwa latar tempat dalam sebuah novel biasanya meliputi berbagai lokasi. Ia akan berpindah-
pindah dari satu tempat ke tempat yang lain sejalan dengan perkembangan plot dan tokoh.
b. Latar Waktu
Latar waktu menyaran pada “kapan” terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi, misalnya tahun, musim, hari, dan jam. Latar waktu juga
harus dikaitkan dengan latar tempat juga sosial sebab pada kenyataannya memang saling berkaitan. Keadaan suatu yang diceritakan mau tidak mau harus
mengacu pada waktu tertentu karena tempat itu akan berubah sejalan dengan perubahan waktu.
c. Latar Sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi, misalnya, kebiasaan
hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir, dan sikap. Selain itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang
bersangkutan, misalnya rendah, menengah, dan atas.
2.2.1.3 Tema
Gorys Keraf Wahyuningtyas Wijaya, 2011 : 2 berpendapat bahwa tema berasal dari kata tithnai bahasa Yunani yang berarti menempatkan,
meletakkan. Jadi, menurut arti katanya tema berarti sesuatu yang telah diuraikan atau sesuatu yang telah ditempatkan. Menurut Dick Hartoko dan Rahmanto 1986
: 142 tema adalah gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut
persamaan-persamaan maupun perbedaan-perbedaan. Tema, menurut Stanton dan
Kenny Nurgiyantoro, 2009:67 adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Tema Jacob Sumardjo Saini K.M, 1986:56 adalah ide sebuah cerita. Seorang
pengarang dalam menulis cerita bukan sekedar mau bercerita, tetapi mau mengatakan sesuatu kepada pembaca. Sesuatu yang mau dikatakan itu bisa suatu
masalah kehidupan, pandangan hidupnya tentang kehidupan ini atau komentar terhadap kehidupan ini. Tema tidak perlu selalu berwujud moral, atau ajaran
moral. Tema bisa berwujud pengamatan pengarang terhadap kehidupan. Dalam menemukan tema sebuah karya sastra atau novel, haruslah
disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita Burhan, 2009:68. Dalam usaha menemukan tema, Nurgiyantoro
mengemukakan sejumlah criteria seperti ditunjukkan sebagai berikut. 1.
Kita haruslah mulai dengan cara memahami cerita dalam novel. Bukan hanya membaca bagian-bagian tertentu saja. Perlu juga mencari kejelasan
ide-ide perwatakan, peristiwa atau konflik yang terjadi, dan latar. 2.
Pengarang biasanya menngunakan tokoh utama untuk membawa tema. oleh sebab itu kita perlu memahami keadaan itu. Untuk tujuan tersebut, kita
dapat mengajukan beberapa pertanyaan seperti: apa motivasinya, permasalahan apa yang dihadapi, bagaimanakah sikap dan pandangannya
terhadap permasalahan itu, dan sebagainya. 3.
Selain dengan cara tersebut, sebaiknya disertai dengan usaha menemukan konflik sentral yang ada dalam cerita. Konflik, yang merupakan salah satu
unsur pokok dalam pengembangan ide cerita dan plot, pada umumnya erat berkaitan dengan tema.
Burhan 2009:86 mengungkapkan bahwa unsur tokoh dan penokohan, plot dan pemplotan dan latar dan pelataran merupakan sarana utama untuk
memahani makna cerita dalam novel. Selain itu, dalam menemukan tema perlu memperhitungkan sarana kesastraan, seperti sudut pandang, gaya bahasa, nada,
dan ironi walau tidak secara langsung dan tidak dapat secara sendiri memuat makna, unsur-unsur itu dapat membantu memperkuat penafsiran tema.
2.2.2 Macam-macam Novel
Burhan 2009:16 – 22 membagi novel menjadi dua macam, yaitu novel
serius dan novel populer. Berikut akan dibahas mengenai novel serius dan novel populer.
1. Novel serius
Novel serius tidak bersifat mengabdi kepada selera pembaca dan memang pembaca jenis novel ini tidak banyak. Novel jenis ini biasanya berusaha
mengungkapkan sesuatu yang baru dengan cara pengucapan yang baru pula atau dengan cara yang khas. Diperlukan daya konsentrasi yang tinggi dan kemauan
untuk memahami cerita jenis novel serius. Pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditampilkan dalam novel jenis ini disoroti dan diungkapkan
sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal. Novel serius di samping memberikan hiburan, juga terimplisit tujuan memberikan pengalaman yang
berharga kepada pembaca, atau paling tidak, mengajak pembaca untuk meresapi dan merenungkan secara lebih mendalam tentang permasalahan yang
dikemukakan. Novel serius tidak pernah ketinggalan zaman dan selalu menarik untuk diperbincangkan.
2. Novel populer
Novel populer Burhan, 2009:18 adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca dikalangan remaja.
Novel populer memberikan hiburan langsung dari aksi ceritanya. Masalah yang diceritakan pun yang ringan-ringan, tetapi aktual dan menarik. Selain itu, novel
populer lebih mengejar selera pembaca komersial, ia tak akan menceritakan sesuatu yang bersifat serius sebab hal itu dapat berarti akan mengurangi
penggemarnya. Berbeda halnya dengan Burhan, Jacob Sumardjo Saini K.M. 1986:29
– 30 membagi novel menjadi tiga macam, yaitu novel percintaan, novel petualangan, dan novel fantasi.
1. Novel percintaan
Novel percintaan melibatkan peranan tokoh wanita dan pria secara imbang, bahkan kadang-kadang peranan wanita lebih dominan. Dalam jenis novel
ini digarap hampir semua tema, dan sebagian besar termasuk jenis ini. 2.
Novel petualangan Novel petualangan sedikit sekali memasukkan peranan wanita. Jika
wanita disebut dalam novel jenis ini, maka penggambarannya kurang berperan.