Teknik Analisis Data METODOLOGI PENELITIAN
tidak benar. Sroedji, begitu dia biasa dipanggil, meskipun bukan asli Jawa tapi orang pribumi berdarah Madura. Ketampanan Sroedji
diperoleh dari ibunya, Amni, wanita jelita pada masanya Devita, 2014:6.
Sroedji adalah seorang ayah dengan 4 orang anak. Anak pertama bernama Cuk, Pom, Tuti, dan Puji. Dalam menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang
menggunakan teknik ekspositori. Berikut kutipan yang menjelaskan bahwa Sroedji adalah seorang ayah dengan menggunakan teknik ekspositori.
2 Ia
akui, keraguannya
masih membayangi
keputusannya meninggalkan rumah. Apalagi anak pertamanya, Sucahyo yang
biasa dipanggil “Cuk”, baru berusia tiga tahun Devita, 2014 : 43. 3
Sroedji memberi nama Supomo untuk anak keduanya. Tak lupa ia sematkan namanya sendiri di belakang. Jadilah anak itu bernama
Supomo Sroedji Devita, 2014 : 44.
4 Selalu ada Sroedji saat kelahiran Cuk, Pom, dan Tuti. Sroedji
dengan sabar dan setia mendampingi Rukmini Devita, 2014 : 135. 5
Puji Rejeki hadir ke dunia tanpa kehadiran Sroedji Devita, 2014 : 131.
Pekerjaan Sroedji sebelum menjadi tentara adalah mantri malaria. Ia selalu berkeliling ke pelosok desa untuk membantu orang yang terkena penyakit. Dalam
menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang menggunakan teknik ekspositori. Berikut kutipan yang menjelaskan bahwa Sroedji juga berprofesi sebagai mantri
malaria dengan menggunakan teknik ekspositori.
6 Siang itu, seperti biasa Rumah Sakit Kreongan ramai orang yang
membawa keluhan bermacam penyakit yang diderita. Sroedji
tampak di sana, setia melayani para pasien. Sebagai seorang mantri malaria, Sroedji, biasanya berkeliling ke pelosok-pelosok desa
Devita, 2014 : 43.
7 Setelah menjalani kesibukkan sesiangan, saat mencatat stok obat
benak Sroedji kembali dipenuhi pikiran tentang pertemuannya dengan kawan-kawan sesame eks Hizbul Wathan Devita, 2014 :
44.
Sroedji mempunyai cita-cita untuk memerdekakan negaranya. Cara yang bisa ditempuh Sroedji untuk mencapai cita-citanya adalah menjadi tentara. Hal itu
ia lakukan, mulai menjadi anggota PETA sampai komandan Brigade Damarwulan.
Dalam menggambarkan
pernyataan tersebut,
pengarang menggunakan teknik ekspositori. Berikut kutipan yang menjelaskan bahwa
Sroedji seorang prajurit dengan menggunakan teknik ekspositori. 8
Kini Sroedji resmi menyandang pangkat chuudancho Devita, 2014 : 59.
9 Tanggal 5 Oktober 1945 BKR berubah menjadi Tentara Keamanan
Rakyat TKR dimana Sroedji menjabat menjadi Komandan Batalion Sroedji Resimen IVTKR Divisi Untung Suropati Devita,
2014 : 73.
10 Mayor Sroedji bersama pasukan Batalion Alap-Alap berencana
melancarkan serangan balasan terhadap konvoi Belanda yang akan menyeberangi kali Brantas Devita, 2014 : 81.
11 Di sebuah gubuk yang tersembunyi di rerimbunan perkebunan tebu
Jagalan, dua petinggi Lumajang bertemu, Sastrodikoro yang mewakili pimpinan pemerintahan dan Sroedji dari unsur pimpinan
tentara republik yang pada tanggl 5 Mei 1947 telah berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia TNI Devita, 2014 : 99.
12 Kala itu, Sroedji menjabat komandan Resimen Infantri 29 Menak
Koncar, lantas diangkat menjadi Komandan Resimen 40 yang membawahi pasukan sekaresidenan Besuki asal Jember, Klakah,
Bondowoso, Banyuwangi, dan Lumajang Devita, 2014 : 138 –
139. 13
Sroedji menjadi komandan Satuan Gabungan Angkatan perang dalam penumpasan ekor PKI di Blitar Devita, 2014 : 147.
14 Menghadapi blitzkrieg Belanda, sebagai komandan Brigade
Damarwulan Sroedji mendapat mandate memimpin pasukan republik untuk melakukan wingate action, gerakan penyusupan
Devita, 2014 : 152.
15 Beberapa kali Belanda mengembuskan kabar bahwa Komandan
Brigade Damarwulan, Letkol. Sroedji, tertangkap atau terbunuh Devita, 2014 : 215.
Berikut kutipan yang menjelaskan bahwa Sroedji seorang prajurit dengan menggunakan teknik dramatik.
16 “Aku mendapat pangkat chuudancho, kapten Bu, menjadi
komandan kompi 4 di bawah Daidanchoo Suwito. Tugasku membentuk Daidan I di Karesidenan Besuki, khususnya di
Kencong, Jem
ber.” Devita, 2014 : 64. 17
“Ah…andai saja suamiku bukan tentara. Andai dia benar-benar hanya pedagang,” keluh Rukmini lagi dalam batin Devita, 2014 :
138.
Tokoh Sroedji dalam novel ini memiliki tekad yang kuat untuk bersekolah. Sroedji tidak ingin sekedar sekolah di Ongko Loro. Dia bahkan ingin bersekolah
di HIS Hollands Indische School. Sekolah untuk para priyayi dan golongan Eropa. Setamatnya sekolah di HIS, Sroedji meneruskan sekolahnya di
Ambactsleergang, sekolah kejuruan bidang pertukangan. Sroedji bercita-cita
menjadi tentara. Ia ingin membebaskan tanah airnya dari penjajah. Dalam menggambarkan pernyataan tersebut, pengarang menggunakan teknik dramatik.