Karakteristik iklim HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Studi distribusi spasial tumbuhan sagu di P. Seram, Maluku

Tabel 17. Intensitas sinaran surya rata-rata harian di bawah tegakan tumbuhan sagu di P. Seram, Maluku Wilayah Sampel Lokasi Pengamatan Rg Terbuka Bwh Tgkn Antara Tgkn Rataan WS I Luhu-SBB lux lumenm 2 April 250,38 882,91 566,64 1779,56 Mei 233,10 803,45 518,28 1676,85 Juni 225,78 789,58 507,68 1641,30 Juli 204,06 793,24 498,65 1542,22 Rataan 228,33 817,30 522,81 1659,98 WS II Sawai-MT April 186,70 837,48 512,09 1872,89 Mei 206,91 825,95 516,43 1781,93 Juni 199,34 796,05 497,69 1788,26 Juli 181,24 796,23 488,74 1644,47 Rataan 193,55 813,93 503,74 1771,89 WS III Werinama-SBT April 252,68 960,28 606,48 2019,48 Mei 246,39 749,79 498,09 1852,71 Juni 182,48 762,36 472,42 1653,03 Juli 109,34 380,47 244,91 850,80 Rataan 197,72 713,22 455,47 1594,00 Rataan umum 177,07 670,56 423,82 1427,56 Persen thdp Rtb 12,40 46,97 29,69 Keterangan : WS = wilayah sampel, Bwh Tgkn = bawah tegakan, Rg = ruang, Rtb = ruang terbuka. Data yang disajikan berasal dari data rataan wil. Sampel I Luhu SBB, II Sawai MT, dan III Werinama SBT, tahun 2009. Temperatur udara Hasil penelitian menunjukkan bahwa temperatur udara rata-rata di bawah tegakan sagu P. Seram Maluku selama periode waktu pengamatan antara bulan April sampai Juli 2009 berkisar antara 22,69 – 23,94 C Tabel 18. Fakta ini menunjukkan bahwa fluktuasi temperatur udara di bawah tegakan sagu relatif sempit, lebih rendah dibandingkan dengan temperatur di lahan terbuka. Berdasarkan data yang diperoleh dari dua stasiun Klimatologi yang terdapat di P. Seram menunjukkan bahwa temperatur udara rata-rata berkisar antara 24,67 – 26,31 o C Lampiran 10. Tabel 18. Temperatur rata-rata harian di bawah tegakan tumbuhan sagu di P. Seram, Maluku Wilayah Sampel Periode Pengamatan April Mei Juni Juli WS I Luhu-SBB Temperatur C MG 1 23,13 23,38 23.47 23.94 MG 2 23,56 23,25 23.00 23.63 MG 3 23,50 23,38 23.25 22.94 MG 4 23,44 23,31 23.44 23.25 Rataan 23,41 23,33 23.29 23.44 WS II Sawai-MT MG 1 23,50 23,88 23.38 23.75 MG 2 23,56 23,44 23.13 23.38 MG 3 23,50 23,38 23.25 22.94 MG 4 23,38 23,31 23.44 23.25 Rataan 23,48 23,50 23.30 23.33 WS III Werinama-SBT MG 1 23,69 23,13 23.44 22.88 MG 2 23,75 23,63 23.25 23.00 MG 3 23,88 23,94 23.63 22.69 MG 4 23,50 23,38 23.00 23.13 Rataan 23,70 23,52 23.33 22.92 Keterangan : WS = wilayah sampel, MG = minggu. Data yang disajikan berasal dari data rataan wil. Sampel I Luhu SBB, II Sawai MT, dan III Werinama SBT, tahun 2009. Kondisi temperatur ini hampir mirip dengan hasil penelitian Matanubun et al. 2005 yang dilakukan pada areal pertumbuhan sagu di Papua. Rendahnya temparatur udara di bawah tegakan tumbuhan sagu dikarenakan permukaan tanah sebagian besar sekitar 55 turtutup oleh bagian tajuk tumbuhan sagu, sehingga menghambat penetrasi sinaran surya sebagai sumber energi yang dapat memberikan efek panas. Implikasi dari rendahnya sinaran surya yang masuk ini menyebabkan temperatur udara di sekitar tajuk atau rumpun tumbuhan sagu lebih rendah daripada di ruang terbuka. Perubahan temperatur udara di sekitar tumbuhan sagu senantiasa mengikuti perubahan fluktuasi kondisi temperatur lokal Gambar 25. Kondisi temperatur lokal rata-rata pada bulan April sekitar 26,15 o C, kondisi ini selama tiga bulan ke depan bergerak turun sampai mencapai 24,67 o C pada bulan Juli. Dengan kata lain temperatur lokal sejak bulan April sampai Juli terjadi penurunan temperatur udara sekitar 1,5 o C. Pergerakan ini mengikuti pola perubahan musim. dimana pada bulan April termasuk musim kemarau dan sampai dengan bulan Juli sudah masuk ke musim hujan. Gambar 25. Kondisi temperatur udara di P. Seram, Maluku Curah hujan Berdasarkan data curah hujan rata-rata bulanan yang diperoleh dari dua stasiun klimatologi di P. Seram yaitu stasiun klimatologi Amahai Kabupaten Maluku Tengah dan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat, menunjukkan bahwa tumbuhan sagu di P. Seram Maluku banyak ditemukan tumbuh pada kondisi curah hujan rata-rata bulanan berkisar antara 139,37 mm pada bulan Januari sampai 491,36 mm pada bulan Juni, puncak hujan berlangsung pada bulan Juni-Juli Gambar 26 dan Lampiran 11. Dengan kata lain bahwa curah hujan tahunan berkisar antara 1.672,44 mm – 5.896,32 mmtahun rata-rata 3.031,82 mmtahun, termasuk dalam kategori tipe hujan A dan B berdasarkan klasifikasi menurut Schmidt and Ferguson BPKH Wil. IX Ambon 2006. Jumlah curah hujan ini baik bagi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sagu. Flach 1997 mengemukakan bahwa tumbuhan sagu tumbuh baik pada kondisi curah hujan 22 23 24 25 26 27 28 April Mei Juni Juli T em p er at u r u d ar a o C Periode Waktu Amahai Kairatu Rataan T-mikro Keterangan : Data primer dan sekunder diolah 2000 mmtahun. Hasil penelitian Matanubun et al. 2005 yang dilakukan di Provinsi Papua menunjukkan bahwa tumbuhan sagu banyak ditemukan tumbuh pada tipe iklim B1 dengan curah hujan rata-rata 2.118 mmtahun. Harsanto 1992 mengemukakan bahwa jumlah curah hujan sekitar 2.000 - 4.000 mmtahun menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sagu. Gambar 26. Curah hujan rata-rata harian di P. Seram, Maluku Kelembaban Udara Hasil penelitian kelembaban udara relatif di bawah tegakan tumbuhan sagu P. Seram Provinsi Maluku menunjukkan bahwa jumlah kandungan uap air yang terdapat di bawah tegakan tumbuhan sagu berkisar antara 87,97 – 91,60 . Tabel 19 dan Lampiran 12. Hal ini berarti bahwa kandungan uap air di bawah tegakan tumbuhan sagu cukup besar. Apabila dibandingkan kondisi kelembaban udara lokal, tampak bahwa perubahan kondisi kelembaban udara mikro sepadan dengan perubahan kondisi kelembaban lokal. Pada bulan April rata-rata kelembaban udara relatif lokal sebesar 86,70 , kemudian cenderung bergerak naik sampai mencapai 91,13 pada bulan Juli Gambar 27. Perubahan kondisi 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 Jan Feb Mart April Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nop Des Ju m la h C u ra h H u ja n B u la n an m m Periode Waktu Kairatu Amahai Rataan Keterangan : Data primer dan sekunder diolah kelembaban ini sejalan dengan peningkatan jumlah curah hujan yang mulai meningkat sejak bulan April, terus bergerak naik sampai mencapai puncaknya sekitar bulan Juni dan Juli, dengan rata-rata jumlah curah hujan berkisar antara 477,24 mm – 491,36 mm. Tabel 19. Kelembaban udara relatif rata-rata harian di bawah tegakan tumbuhan sagu P. Seram, Maluku Wilayah Sampel Periode Pengamatan April Mei Juni Juli WS I Luhu-SBB Kelembaban relatif MG 1 87,38 90,38 89,63 92,13 MG 2 88,63 89,50 90,00 90,13 MG 3 87,25 85,88 89,75 92,38 MG 4 86,00 89,25 90,00 89,25 Rataan 87,31 88,75 89,84 90,97 WS II Sawai-MT MG 1 88,88 91,25 92,50 91,38 MG 2 87,38 91,93 91,25 91,50 MG 3 89,63 90,75 89,25 91,75 MG 4 89,50 89,01 90,88 89,88 Rataan 88,84 90,73 90,97 91,13 WS III Werinama-SBT MG 1 88,50 90,75 91,75 93,00 MG 2 88,13 90,88 92,00 92,50 MG 3 87,25 90,50 92,00 92,63 MG 4 87,13 89,88 92,00 92,75 Rataan 87,75 90,50 91,94 92,72 Rataan umum 87,97 89,99 90,92 91,60 Keterangan : WS = wilayah sampel, MG = minggu. Data yang disajikan berasal dari data rataan wil. Sampel I Luhu SBB, II Sawai MT, dan III Werinama SBT, tahun 2009. Di bawah tegakan rumpun sagu, tingkat kelembaban udara relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kelembaban relatif lokal, hal ini dimungkinkan karena pergerakan uap air di bawah tegakan rumpun sagu berjalan lambat karena ada hambatan tajuk rumpun sagu. sedangkan kelembaban udara relatif lokal berasal dari data stasiun klimatologi yang dipasang pada ruang terbuka, tanpa ada hambatan pohon, bangunan atau bentuk hambatan lainnya. Pada ruang terbuka pergerakan angin biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan di bawah tajuk vegetasi. Tingkat kelembaban udara relatif di P. Seram ini, baik bagi pertumbuhan sagu karena berada pada rentang yang sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan sagu. Flach 1997 mengemukakan bahwa tumbuhan sagu menghendaki kondisi kelembaban 70 untuk menjamin pertumbuhannya yang lebih baik. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Matanubun et al. 2005 yang dilakukan di Papua, diperoleh kelembaban relatif sebesar 83,34 pada areal pertumbuhan sagu dengan tipe iklim B1. Gambar 27. Kondisi kelembaban relatif di P. Seram, Maluku

b. Karakteritik tanah habitat sagu

Hasil analisis paramater tanah menunjukkan bahwa tumbuhan sagu di P. Seram tumbuh dan berkembang pada kondisi lahan dengan pH H 2 O berkisar antara 4,47 – 5,63 Tabel 20. Hal ini menunjukkan bahwa tumbuhan sagu mampu tumbuh pada kondisi tanah dengan tingkat pH aktual bersifat masam. Pada kondisi seperti ini tidak banyak tanaman pertanian mampu bertahan hidup atau dapat tumbuh dengan baik. Apabila kondisi tanahnya makin tereduksi, maka reaksi tanah akan semakin masam. Fakta ini ditunjukkan oleh pH KCl hasil 85 86 87 88 89 90 91 92 April Mei Juni Juli Ke le m b a b a n Ud a ra Periode Waktu Amahai Kairatu Rataan RH-mikro Keterangan : Data primer dan sekunder diolah analisis berkisar antara 4,13 – 4,67 Lampiran 13. Berdasarkan kisaran nilai pH KCl ini, maka dapat dikatakan bahwa tumbuhan sagu memiliki toleransi yang kuat terhadap kondisi kemasaman yang rendah. Dengan kata lain dapat dikemukakan bahwa sagu merupakan jenis tumbuhan palem yang memiliki daya adaptasi yang kuat terhadap kondisi kemasaman tanah yang dapat mencapai empat. Kandungan bahan organik tanah pada berbagai tipe habitat di lahan sagu P. Seram mencapai 4,81 , termasuk dalam kategori sedang-tinggi berdasarkan kriteria PPT Bogor dalam Hardjowegeno 1992. Tanah yang memiliki kandungan bahan organik lebih dari satu persen merupakan tanah yang menyerupai kondisi tanah dalam kawasan hutan. Tanah-tanah hutan biasanya memiliki kandungan bahan organik lebih dari 3 , hal ini dikarenakan di dalam kawasan hutan sumber bahan organik cukup banyak yang berasal dari seresah tumbuhan hutan. Pada lahan yang ditumbuhi sagu dengan kandungan bahan organik yang relatif tinggi, dimungkinkan karena lahan tumbuhan sagu pada umumnya terletak di dataran rendah, lembah-lembah bukit, di bagian kiri-kanan sungai, atau lahan datar sampai ke arah dekat pesisir pantai. Pada wilayah tersebut bahan organik bisa berasal dari daerah dataran tinggi yang terangkut air mengikuti run off kemudian mengendap atau terakumulasi pada lahan-lahan habitat tumbuhan sagu, atau dapat pula berasal dari vegetasi dalam habitat sagu, termasuk dari tumbuhan sagu itu sendiri. Kandungan unsur hara nitrogen di habitat sagu rataan sebesar 0,19 , nitrogen paling tinggi ditemukan pada tipe habitat T2AT mencapai 0,26 . Rendahnya kandungan nitrogen tanah ini menunjukkan bahwa sumber nitrogen tanah terbatas. Nitrogen tanah biasanya berasal dari bahan organik yang mempunyai kandungan protein tinggi, fiksasi atau pengikatan Nitrogen bebas oleh mikroba tanah, air hujan, atau melalui pemupukan. Rendahnya kandungan Nitrogen tanah diduga dapat pula dikarenakan Nitrogen anorganik dalam bentuk ion terabsorpsi atau terserap oleh tumbuhan sagu termasuk vegetasi lainnya yang berada dalam habitat sagu. Secara keseluruhan pada semua tipe habitat CN ≤ 20. merupakan rasio yang termasuk dalam kategori rendah. Rasio CN yang rendah merupakan