Biodiversitas tumbuhan sagu TINJAUAN PUSTAKA

Dalam upaya memahami keanekaragaman suatu spesies dapat dirunut dari sistem klasifikasinya. Berdasarkan sistem klasifikasi tumbuhan yang dikeluarkan FAO 2007 tumbuhan sagu diklasifikasikan dengan susunan sebagai berikut : Kingdom : Plantae tumbuhan Sub kingdom : Tracheobionta tumbuhan vascular Superdivision : Spermatophyta tumbuhan berbiji Division : Magnoliophyta tumbuhan berbunga Class : Liliopsida monokotil Subclass : Archidae Ordor : Arecales Family : Arecaceae Genus : Metroxylon Rottb. Species : 1. Metroxylon amicarum H. Wendl. Becc. 2. Metroxylon elatum Mart. 3. Metroxylon paulcoxii McClatcey 4. Metroxylon rumphii Willd. Mart. 5. Metroxylon sagu Rottb. 6. Metroxylon salomonense Warb. Becc. 7. Metroxylon vitiense H. Wendl. H. wendl.ex Hook.f. 8. Metroxylon warburgii Becc. Tumbuhan sagu menurut Beccari 1918 dalam Flach 1997 membagi genus Metroxylon menjadi dua kelompok. Tumbuhan sagu memiliki jumlah row sisik kulit buah sebanyak 18 dimasukkan ke dalam kelompok Eumetroxylon. Sedangkan apabila jumlah row sisik kulit buah berjumlah antara 24-29 termasuk dalam kelompok Coelococcus. Kelompok pertama Eumetroxylon memiliki dua spesies yaitu : Metroxylon sagu Rottb. dan Metroxylon rumphii Mart. Sedangkan kelompok kedua : Coelococcus, terdiri dari 7 spesies yaitu : M. squarosum Becc., M. warburgii Heim., M. upoluense Becc., M. vitiense Benth et Hook, M. amicarum Becc., M. salomonense Becc., dan M. bougainvillense Becc. Menurut Heyne 1950 dalam Notohadiprawiro dan Louhenapessy 1993 dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan tumbuhan sagu adalah sagu sejati yang termasuk dalam genus Metroxylon. Tumbuhan sagu sejati ini dipisahkan atas dua kelompok berdasarkan ada-tidaknya duri pada tangkai daun. Kelompok pertama adalah yang berduri meliputi M. rumphii Mart., merupakan spesies utama dalam kelompok ini. Spesies lainnya adalah M. longispinum Mart., M. microcanthum Mart., dan M. sylvestre Mart. Sedangkan kelompok yang tidak berduri adalah M. sagu Rottb., sebagai jenis utama yang mempunyai berbagai forma. Klasifikasi tumbuhan sagu dilakukan pula oleh Rauwerdink 1986 dalam Barahima 2005 yang dilakukan berdasarkan ciri-ciri berduri atau tidak, berumpun atau tidak, dan jumlah sisik yang menutupi buah. Berdasarkan kriteria tersebut, maka tumbuhan sagu genus Metroxylon dibagi atas 5 spesies yaitu 1. M. sagu Rottb. yaitu tumbuhan sagu yang membentuk rumpun, berduri atau tidak, dan buahnya mempunyai 18 sisik yang membujur, 2. M. amicarum Becc, 3. M. vitiense Benth et Hook, 4. M. salomonense Becc, dan 5. M. warburgii Heim yaitu jenis sagu yang tidak berduri dan buahnya ditutupi 24-28 sisik longitudinal. Wilayah penyebaran kelima spesies ini oleh Rauwerdink 1986 dalam Flach 1997 meliputi kepulauan Malaya, New Hebrides, Fiji, Carolines, dan kepulauan Salomon. Dikemukakan juga bahwa Metroxylon rumphii sinonim dengan M. squarrosum. Sedangkan M. bougainvillense dari Bougainville sinonim dengan M. salomonense dari kepulauan Salomon. McClatchey et al. 2006 melakukan deskripsi botani tumbuhan sagu genus Metroxylon dan membaginya atas 6 spesies yaitu 1. M. amicarum H.Wendland Beccari, 2. M. paulcoxii McClatchey, 3. M. sagu Rottboell, 4. M. salomonense Warburg Beccari, 5. M. vitiense H. Wendland H. Wendland ex Bentham Hooker f., dan 6. M. warburgii Heim Beccari. Wilayah penyebaran jenis-jenis sagu ini meliputi Asia Tenggara, Melanesia, dan beberapa pulau di Micronesia dan Polynesia. Berdasarkan peta penyebaran sagu di dunia yang dibuatnya, tampak bahwa di Indonesia, PNG, dan sebagian kepulauan Filipina Selatan hanya terdapat satu spesies sagu yaitu M. sagu Rottb.

2.3. Ciri-ciri morfologi tumbuhan sagu

a. Ciri umum

Tumbuhan sagu memiliki jenis akar serabut, pada awal pertumbuhan tumbuh akar primer dan dalam pertumbuhan lanjutannya tumbuh dan berkembang akar-akar sekunder. Nitta el al 2002 dalam Barahima 2005 membagi sistem perakaran tumbuhan sagu atas dua tipe yaitu : 1 tipe besar yang memiliki diameter sekitar 6-11 mm, dan 2 tipe kecil dengan ukuran diameter antara 4-6 mm. Tipe akar besar sebagai akar adventif melekat langsung pada bagian luar epidermal, berukuran besar, dan tumbuh vertikal ke bawah. Tipe akar kecil berupa akar lateral, merupakan percabangan dari akar besar, ukurannya lebih kecil dan tumbuh atau menyebar secara lateral. Batang tumbuhan sagu terbentuk setelah masa russet berakhir yaitu setelah berumur sekitar 3-4 tahun, dan kemudian membesar dan memanjang dalam waktu sekitar 54 bulan Flach 2005 dalam Barahima 2005. Batang sagu berbentuk silinder atau bulat memanjang dengan diameter sekitar 50-60 cm, bahkan dapat mencapai 80-90 cm. Pada umumnya diameter batang bagian bawah lebih besar dibandingkan dengan diameter batang bagian atas. Tumbuhan sagu memiliki batang tertinggi apabila telah sampai pada umur panen yakni 11 tahun atau lebih. Pada masa itu tinggi pohon sagu telah mencapai 13-16 m, tetapi ada pula yang dapat mencapai 20 m dengan bobot sekitar satu ton Haryanto dan Pangloli 1992. Variasi tinggi batang sagu sangat tergantung pada jenis dan pengaruh kondisi lingkungan tumbuh. Pada kondisi lingkungan tumbuh yang baik, dalam arti tanahnya subur, kandungan air cukup, maka batang sagu memiliki ukuran yang lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi lingkungan yang kurang baik. Batang tumbuhan sagu terdiri dari lapisan kulit bagian luar yang keras berupa lapisan epidermal, dan bagian dalam berupa empulur yang mengandung serat-serat dan pati. Tumbuhan sagu memiliki sistem daun menyirip yang tumbuh pada tangkai daun. Pada bagian tajuk terdapat sekitar 6-15 rangkaian daun ental dan pada setiap rangkaian terdapat pelepah daun, tangkai daun, dan kurang lebih 20 pasang helai daun dengan panjang antara 60-80 cm. Flach dan Schuiling 1991 dalam Barahima 2005 mengemukakan bahwa ukuran tajuk tumbuhan sagu berkisar antara 6-24 ental, panjang setiap ental sekitar 5-8 meter dengan jumlah 100-190 anak daun. Flach 1983 menyatakan bahwa sagu yang tumbuh pada tanah liat dengan penyinaran yang baik pada umur dewasa memiliki 18 tangkai daun yang panjangnya sekitar 5-7 meter. Dalam setiap tangkai daun terdapat sekitar 50 pasang daun dengan panjang bervariasi antara 60-180 cm, dan lebar sekitar 5 cm. Sagu yang masih muda memiliki tangkai daun yang lebih sedikit jumlahnya yaitu sekitar 12-15 tangkai. Pada setiap bulan terbentuk tangkai daun, dan diperkirakan umur tangkai daun sekitar 18 bulan, kemudian akan gugur setelah menua. Daun muda umumnya berwarna hijau muda, kemudian dengan bertambah waktu secara berangsur-angsur berubah menjadi hijau tua, selanjutnya berubah lagi menjadi coklat kemerah-merahan apabila daun telah tua. Tangkai daun yang telah tua tersebut akan terlepas dengan sendirinya dari batang, dan meninggalkan bekas pada kulit batang. Tumbuhan sagu mulai berbunga dan berbuah pada umur sekitar 10-15 tahun. Kisaran pembungaan ini sangat tergantung pada jenis atau spesies sagu dan kondisi pertumbuhannya. Fase pembungaan diawali dengan munculnya daun bendera, yaitu daun yang ukurannya lebih pendek dari daun-daun sebelumnya. Munculnya bunga merupakan indikator bahwa sagu tersebut telah mendekati akhir daur pertumbuhannya. Setelah buahnya mengering diikuti dengan kematian Braulech 1953 dalam Haryanto dan Pangloli 1992. Malai bunga menyerupai tanduk rusa yang terdiri atas cabang utama, sekunder, dan tersier. Pada cabang tersier terdapat sepasang bunga jantan dan bunga betina. Bunga jantan mengeluarkan tepung sari sebelum bunga betina mekar. Dengan demikian tumbuhan sagu melakukan penyerbukan silang cross polination. Oleh karena itu apabila tumbuhan sagu tumbuh secara soliter, maka jarang yang berhasil membentuk buah. Putik pada bunga betina mengandung tiga sel induk telur, tetapi hanya satu yang keluar membentuk kecambah, sedangkan dua induk terluar lainnya bersifat rudimenter, sedangkan benang sari bunga jantan berjumlah enam helai Anonim 1979 dalam Barahima 2005. Jumlah struktur bunga sekitar 15-25 cabang utama, dengan panjang 2-3 meter, cabang sekunder terdapat 15-22 cabang, dan cabang ketiga terdapat 7-10 cabang Jong 2005. Buah sagu berbentuk bulat menyerupai